Share

Bab 7

Penulis: bubukmerica
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-07 22:08:57

Eleanora senyum-senyum di belakang Devan yang mondar mandir sejak tadi. 

Beberapa jam berlalu, tapi kesal di wajah Devan tak juga hilang. Malah makin menjadi. Eleanora tidak yakin kalau Devan cemburu. Mungkin kesal karena ia datang mengacau kesenangannya. 

Eleanora mengedikkan bahu. Ia memegang pundak Devan dari belakang. "Capek, Sayang. Jangan mondar mandir terus," keluhnya. "Kamu kenapa sih?” 

Eleanora mendorong Devan agar duduk di tepi tempat tidur. Tak paham dengan Devan. Tidak biasanya lelaki incarannya seperti itu. 

"Kamu kenapa siiih?" Eleanora bertanya lagi, kini wajahnya dihadapkan begitu dekat dengan wajah Devan. Tapi Devan tetap tidak mau melihat dirinya. 

Gemas, Eleanora mencubit kedua pipi Devan. Yang akhirnya ditepis Devan. 

"Saya jengkel." Devan berdiri. 

Eleanora ikut berdiri. "Jengkel kenapa?” 

"Jengkel karena saya jengkel."

"Hah?” Eleanora yang bingung jadi makin bingung mendengar jawaban Devan. "Ya udah main game lagi gih. Aku balik ke kamarku." 

Eleanora pergi meninggalkan Devan sendirian. Ia merasa bersalah. Sepertinya Devan memang jengkel diganggu saat main game tadi, dan bukan karena Devan merasa cemburu padanya. 

Eleanora menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur. Memang tidak mungkin kalau Devan cemburu, apalagi setiap hari ia hanya buat kesal laki-laki itu. 

Eleanora membuka ponselnya, mencoba browsing kiat-kiat mendekati lelaki. Namun semua yang disebutkan di internet tidak menarik minatnya. Sepertinya akan memakan waktu lama, Eleanora tidak mau. Ia ingin hasil yang cepat. Bahkan resolusinya tahun ini yaitu menjadikan Devan miliknya. Mengikat Devan dengan perasaan dan pernikahan. 

Kalau sulit membuat Devan mencintainya, setidaknya ia harus membuat Devan menikahinya. Yakin Eleanora cinta lebih mudah tumbuh setelah menikah. 

Di kamar sebelah, Devan juga berbaring di tempat tidur dengan wajah ditutup bantal. Padahal bantalnya apek, tapi ia tetap bertahan. Ia tidak mengerti, mengapa ia seperti kucing ingin kawin yang gelisah sana sini. 

"Van, ayo main lagi." Rifki tiba-tiba datang menggebrak pintu yang memang tidak ditutup sejak tadi. 

Devan terkejut sampai berjingkat di atas tempat tidur. 

"Ko mau bikin saya mati kah?" Devan melempar bantalnya ke wajah Rifqi. 

Rifqi tertawa lalu mengajak Devan ke kamarnya dengan sedikit memaksa. Sampai di kamar Rifqi, Devan diledek habis-habisan oleh Bang Idris dan Rifqi. 

Penghuni kosan itu rata-rata termasuk individual. Kenal sih memang saling kenal, tapi tidak akrab sampai ngumpul bersama. 

Devan sampai malam di kamar Rifqi, makan dan solat di sana. Walaupun sering digoda, Devan tetap bertahan. Untuk saat ini rasanya diejek Rifqi dan Bang Idris lebih baik daripada harus bersama Eleanora walau hanya diam-diaman.

Sejak hari itu Devan menghindari Eleanora, ia ke kamarnya hanya untuk mandi dan ganti baju. Pulang kerja dan tidur ia di kamar Rifqi. 

Setiap berpapasan dengan Eleanora, Devan cepat berlari menjauh, entah itu segara pergi kerja atau segera masuk kamar Rifqi. Namun, meskipun dihindari Eleanora tetap mengirimkan pesan seperti biasa, juga membersihkan dan merapikan kamar Devan. Eleanora juga tetap mencucikan pakaian Devan. 

Devan sempat merasa risih juga takut dengan Eleanora yang terus mencucikan pakaiannya. Pasalnya ia teringat akan bapaknya yang pernah dipelet perempuan pakai bedak dan pakaian kotor bapaknya. 

Bapaknya dikasih pakai bedak, dicuri pakaiannya yang sudah seharian dipakai lalu dipakai tidur. Setelahnya bapaknya jadi terkesan selingkuh dengan perempuan itu, tergila-gila. Membuat bapaknya selalu kembali dan teringat pada perempuan itu meski sudah bapaknya caci maki sedemikian rupa. 

Kejadian itu saat Devan masih balita. Ia tak ingat, hanya diceritakan oleh ibu dan kakaknya bagaimana mereka dulu saat bapaknya dipelet orang. 

Setelah semalaman ketakutan, esoknya Devan segera mencuci sendiri bajunya sebelum berangkat kerja. Tak membiarkan Eleanora mengambil pakaian kotornya lagi. Takut ia, trauma. Jangan sampai Eleanora berbuat gila lagi dengan pakai pelet. 

Sore itu Devan pulang dalam keadaan perut kosong dan wajah yang kecoklatan parah. Ia belum makan seharian. Niatnya mau puasa, tapi ia batalkan karena emosinya terlalu besar untuk ditahan. Saat mengantarkan paket terakhir tadi ia dimaki-maki oleh customer karena pesanan yang dia antarkan tidak sesuai harapan si customer. 

Devan tentu saja tidak menumpahkan emosinya ke customer. Ia masih takut kalau gajinya akan dipotong lebih banyak. Ia memilih mengguyur wajahnya dengan air mineral, ia juga minum karena merasa haus menahan emosi. Menyesal sebenarnya, tapi mau bagaimana, sudah terjadi. 

Ketika Devan masuk ke pekarangan kosan, ia melihat Eleanora duduk di bawah pohon mangga bersama tiga perempuan penghuni kosan lainnya sedang bercerita dengan heboh. Pertama kalinya Devan melihat Eleanora banyak bicara dan tertawa. Mereka bersenda gurau sambil makan rujak mangga muda. Mangga di depan kosannya itu memang selalu berbuah walaupun tak banyak. 

Lima menit Devan di parkiran, bengong sambil mengintip Eleanora. Kalau dilihat sekarang Eleanora seperti remaja pada umumnya yang ceria dan polos. Namun entah kenapa kalau dengan Devan bawaannya minta dinikahi dan suka agresif sentuh-sentuh. 

Lamunan Devan buyar saat ponselnya berbunyi. Ada chat WA yang masuk, dari Eleanora, menyuruhnya segera mandi karena sebentar lagi azan magrib. Devan mengulum senyum lalu bergegas ke kamarnya di lantai dua. Ia melewati kamar Bang Idris dan Rifqi yang tertutup.

"Kak El, baru pulang?” 

Teriakan Eleanora membuat Devan menoleh. Eleanora menegur penghuni kos yang lain yang baru pulang. Eleanora memanggil temannya itu dan mengajaknya bergabung. Eleanora memang baik pada semua orang. 

Melihat Eleanora yang sama sekali tak menoleh padanya padahal jarak mereka tidak begitu jauh membuat Devan melanjutkan langkahnya. Ada rasa yang menyelip ingin disapa riang oleh Eleanora seperti biasa. 

Malam harinya Devan memasak nasi di magicom miliknya yang sudah empat tahun lebih itu, sudah usang, sudah wajib diganti karena untuk memasak beras dua genggam saja butuh waktu sejam lebih. Usai memasak nasi, Devan memasak air, menyeduh mi instan yang sudah tinggal setengah sisa kemarin. 

Sudah beberapa hari ini Eleanora tidak pernah lagi datang membawa makanan untuknya. Bukannya ia pelit untuk beli makan sendiri, ia hanya mencoba untuk irit dan meminimalisir pengeluaran. Ia ingin segera punya rumah sendiri. 

Kesal airnya tak kunjung mendidih, Devan akhirnya memilih memesan online. Saking kesalnya ia memesan banyak sekali. Ia sampai bingung harus makan apa lebih dulu dan bagaimana menghabiskannya. 

Devan memanggil Rifqi dan Bang Idris, tapi dua orang itu sedang tidak ada di kos. Devan menghela napas, ragu memanggil Eleanora.Cukup lama Devan menimbang sampai es dari minumannya mulai mencair. 

Begitu di depan kamar Eleanora, Devan langsung mengetuk, takut kalau menunda-nunda ia akan gamang lagi. 

Tak lama Eleanora keluar dengan penampilan yang langsung membuat Devan mengalihkan pandangan. Eleanora keluar hanya memakai tanktop dan celana pendek, bahkan rambutnya masih basah. 

"Kenapa, Sayang?” tanya Eleanora sambil menggosok rambutnya dengan handuk kecil. 

Devan membalikan badannya, memunggungi Eleanora. "Temani saya makan."

"Okee." Eleanora langsung menutup pintu dan berjalan mendahului Devan. 

Devan otomatis menarik rambut Eleanora agar gadis itu berhenti. "Pakai baju yang benar dulu," katanya lalu masuk ke kamarnya, meninggalkan Eleanora yang tertawa di luar. 

Tak lama Eleanora datang, memakai training merah dan kaos lengan pendek berwarna hitam. Rambutnya yang sepunggung ia biarkan terurai berantakan, belum disisir. Eleanora agak terkejut dengan makanan yang Devan punya. "Kamu mau nyogok aku, Sayang?" tanyanya heran. 

Pasalnya di depannya saat ini ada nasi padang, bakmi ayam, pizza, martabak telur dan manis rasa coklat keju,  ada donat juga es cappucino, masing-masing satu kotak. 

"Kamu bisa romantis juga, Sayang." Eleanora terkekeh. Sedang Devan menggaruk kepalanya yang tak gatal, malu dengan sindiran Eleanora. 

Bab terkait

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 8

    "Sayaaaang." Eleanora muncul dengan melongokkan kepalanya dari balik pintu. Devan yang baru selesai solat menengok sekilas lagi lanjut zikir. Sejak makan malam yang dibiayai Devan waktu itu, Eleanora jadi lebih sering datang dan muncul di hadapannya. Pulang lebih malam, datang lebih cepat. Itu Eleanora sekarang kalau di kamar Devan. Devan mulai biasa saja, tidak lagi takut atau menghindari Eleanora. Devan lanjut dengan ibadahnya, Eleanora sibuk dengan ponselnya di tempat tidur Devan sambil rebahan. Katanya Eleanora sedang datang bulan, untuk sementara tidak bisa jadi makmum Devan. Dan Devan sendiri tidak ke masjid karena kesiangan.Devan melanjutkan dengan membaca Alquran, Eleanora mendengarkan, tak tahu Devan membaca surah apa. Eleanora bukan gadis alim yang paham agama. Bahkan solat pun karena ikut-ikut Devan. Hampir jam enam Devan baru berdiri. Ia sudah mandi jadi sengaja lama-lama. Canggung juga kalau masih subuh Eleanora sudah di kamarnya. "Keluar dulu, Saya mau ganti baju.

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 9

    inggu lalu bikin mereka rugi banyak. Gajinya juga tidak dipotong, malah ia diberikan pesangon lumayan. Devan bingung, tapi senang juga. Devan pulang malam kali ini, menyelesaikan tugas untuk terakhir kalinya pakai motor Rifqi. Ia tidak berani memakai motornya sendiri yang tiba-tiba muncul secara misterius. Ia takut ada apa-apa dengan motor itu.Saat menaiki anak tangga, ponselnya berbunyi. Salah satu teman kampusnya menelepon, gadis yang pernah ia taksir dulu. Agak lama Devan membiarkan panggilan itu, ia perlu mengatur detak jantungnya lebih dulu. Ia grogi meski merasa sudah tak punya rasa apa-apa.Devan menarik napas sebelum menyapa. “Assalamu’alaikum, Ra. Ada apa?”“Wa’alaikumsalam, Van sibuk kah?”Devan tidak langsung menjawab, bingung harus bilang sibuk atau tidak. Harusnya sih tidak, karena ia pengangguran sekarang, tapi kalau ditanya capek atau tidak ya pasti capek. “Tidak, cuma ini baru pulang kerja. Kenapa?”Ia penasaran, kenapa wanita secantik Nara yang dulu jarang mengajakn

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 10

    Devan terbangun ketika samar samar mendengar suara azan asar yang berasal dari ponselnya. Ia bergegas bangun meski beberapa kali menguap dan menutup mata.Devan berdiri dan bergegas masuk ke kamar mandi lalu mencuci wajahnya dengan brutal. Jika tidak begitu, ia takut akan tertidur lagi. Ia sangat mengantuk saat ini, dan tidur siang adalah rutinitas yang sangat jarang ia dapatkan.Usai mandi dan solat asar, Devan mengaktifkan ponselnya yang sengaja dinonaktifkan sebelum tidur tadi. Selang dua-tiga menit, notifikasi beruntun masuk. Ada beberapa mantan customer yang menanyakan paket pesanan mereka, entah itu pertanyaan kapan sampai, kenapa lama, kapan di antar, ataupun pemberitahuan jangan dulu diantar atau harus di mana di taruh paket itu.Ia membalas satu persatu, mengatakan bahwa ia sudah resmi berhenti jadi tukang paket. Balasnya satu persatu, tapi isi balasannya sama semua hasil copy paste.Tak lama, terdengar suara Rifqi yang memanggil. Devan pura-pura budek karena rencana ia berni

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 11

    Kata orang putus cinta itu lebih menyakitkan daripada sakit gigi. Namun, banyak yang tidak tahu kalau ditolaknya lamaran kerja oleh HRD lebih menyakitkan daripada dua hal itu.Sakit gigi dan putus cinta rasanya tidak ada apa-apanya dengan melihat email lamaran kerja yang tidak kunjung mendapat balasan atau membaca email penolakan berkali-kali. Rasanya sakit sekali sampai isi dompet meronta-ronta.Saking kesalnya, Devan sampai berguling ke sana kemari di atas tempat tidur, yang berujung jatuh ke lantai. Jatuh dari ketinggian lima puluh centimeter rasanya seperti jatuh dari gedung lantai lima. Sakitnya remuk redam.Devan menggeram, ia butuh udara segar. Dan pilihannya jatuh pada dipan di bawah pohon mangga. Sedikit bodoh memang memilih berada di bawah pohon pada tengah malam. Bukan hanya suasana yang horor, tapi juga akan berdampak pada tubuhnya akibat menghirup banyak gas karbondioksida. Namun sekarang Devan hanya butuh udara dingin malam hari. Berharap bisa menghangatkan hatinya yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-08
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 12

    Eleanora Dei GratiaDia mencintai seseorang apa adanya.Dengan bodoh, dengan tergesa. Melakukan apapun agar seseorang yang dia cintai itu menjadi miliknya. Bahkan ... Ia sampai melakukan sedikit hal-hal licik. Seperti mematikan mcb listrik agar lelakinya tak bisa memasak mi instan dan berakhir menerima makanannya. Selicik itu Eleanora. Dan kalau mau lebih licik lagi, Eleanora bisa, selagi itu bisa membuat Devan, yang dia cintai, menjadi miliknya.Seperti memberikan uang yang banyak kepada Devan. Harapannya laki-laki itu akan semakin terpesona padanya. Mau menerimanya lebih dalam dan menjadikannya seseorang yang spesial.Namun, harapan tinggal harapan. Devan menerima uangnya tapi tidak dengan dirinya. Atau mungkin uangnya juga tidak diterima, hanya belum dikembalikan saja. Perjuangannya tidak berharga di mata Devan."Uang yang kamu kasih itu uang haram, kan?"Pagi-pagi sekali, biasanya Eleanora yang menghampiri Devan, tetapi hari ini Devan yang mendatanginya. Namun bukan dengan raut ba

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-08
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 13

    "Eleanora yang kasih. Curigaku hasil dari sini.""Anjir, buat apa Eleanora kasih kau sebanyak itu? Bagiii ...."Reflek Devan memukul Rifqi. Bukan itu poin yang ingin dia kasih tahu. "Lihat pi ini berita!" Devan memberikan ponselnya, membiarkan Rifqi membaca berita itu dengan seksama. "Ingat Eleanora habis pergi semingguan kemarin?"Rifqi mengembalikan ponsel Devan. "Jangan suuzan, Van. Mana ada pembunuh cantik?""Ada. Aya Cahaya di novel Kamuflase juga pembunuh bayaran."Balik Rifqi memukul Devan. "Itu novel."Devan berdecak. "Di kehidupan nyata juga banyak pembunuh yang cantik-cantik. Salah satunya ya Eleanora itu." Kemudian Devan menceritakan apa yang ia dan Eleanora obrolkan pada malam itu. Tentang janji Eleanora yang akan menjual organ tubuh orang lain untuk mendapatkan uang yang banyak."Anjir lah." Rifqi menggigit kukunya. "Berarti da kasih uang kau sebanyak itu buat cuci tangan, cuci uang."Devan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bingung mana istilah yang benar cuci tang

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-08
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 14

    Devan membungkus Eleanora dengan selimut. Sebenarnya Eleanora bisa melawan, tapi ia diam saja, keenakan dipegang-pegang Devan.Tepat setelah Devan selesai menutup rapat tubuh Eleanora dengan selimut yang hanya menyisakan kepala dan kaki, pintu diketuk.Tukang nasi pecel yang mengantar itu adalah Keenan. Melihat Devan yang membukakan pintu, ia berlagak kehilangan keseimbangan sehingga bisa membuka pintu lebih lebar. Terlihat Eleanora duduk di atas ranjang, mengangguk dan memberikan senyum tipis. Kode kalau Eleanora baik-baik saja. Keenan pun segera pergi setelah menerima uang dari Devan.Sementara itu Devan langsung kembali menutup pintu."Pintunya nggak mau dibuka aja? Kayaknya kamu seneng banget sekarang berduaan sama aku di ruangan tertutup." Eleanora mengulum senyum sambil memainkan matanya, berkedip-kedip menggoda Devan.Devan terdiam, ia baru ingat akan hal itu. Biasanya kalau ada Eleanora di kamarnya, pintu kamar akan selalu ia buka, soalnya takut ada fitnah. Meski baru beberapa

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-08
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 15

    Devan menatap Eleanora dari ujung kepala sampai ujung kaki. Persiapan Eleanora memang kurang dari satu jam, tapi ia tidak menyangka Eleanora akan keluar dengan penampilan seperti ini. Ia pikir Eleanora akan terlihat feminim dengan dress selutut dan rambut terurai dijepit sederhana seperti cewek cewek kebanyakan saat diajak jalan. Tidak ada yang salah dengan penampilan Eleanora, ia saja yang berekspektasi lebih.Kurang dari sejam lalu Eleanora baru kembali dari kamar Devan. Devan pikir ia akan menunggu lama dan berakhir pergi lebih sore. Namun ternyata Eleanora keluar kamar tepat jam empat sore. Eleanora memakai celana jeans pensil hitam dan kaus putih dipadukan dengan jaket jeans denim, sepatunya sneaker bersol tinggi dan rambutnya diikat asal agak berantakan."Kenapa?”Devan tersenyum lalu menggeleng. Eleanora benar-benar tidak peduli dengan penampilannya bahkan saat ingin menarik perhatian laki-laki. Karena Eleanora sama sekali tidak memakai riasan

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-09

Bab terbaru

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 92 Tamat

    "Assalamu'alaikum, Papa Mama," sapanya pura-pura mengantuk seakan baru bangun tidur, layar ponselnya ia dekatkan ke wajah agar pemandangan di belakangnya tidak terlihat. "Tidak usah pura-pura, Mama tahu kamu masih di jalan! Kenapa baru pulang jam segini?" Vanela menjauhkan ponselnya seiring suara Eleanora yang semakin nyaring. "Papa, Mama marah-marah." Bukannya menjawab, Vanela malah mengaduh pada Devan. Namun kali ini Devan tidak akan membelanya. "Kamu memang harus dimarahi. Kenapa baru pulang?" Suara dan tatapan Devan tampak tegas, tanda Vanela harus segera menjawab dengan benar, tidak bisa bermanja lagi. Vanela menunjukan lembar soal yang sejak tadi dipangkuannya. "Keasyikan ngerjain ini, lupa kalau nggak lagi di rumah." "Apa itu?" "Soal matematika untuk lomba tingkat SMA." "Papa tidak tahu kalau kamu ikut-ikut yang seperti itu." Memang selama ini Vanela selalu pulang tepat waktu dan bahkan saat jadwal kuliahnya tinggal dua jam lagi, Vanela menyempatkan pulang untuk sekadar b

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 91

    Beberapa tahun lagi mamanya akan kepala empat menyusul ayahnya, pasti akan sulit untuk hamil diusia seperti itu. Dan Vanela menyesal sudah mengatakan permintaannya itu, harusnya ia lebih memikirkan orang tuanya ketimbang diri sendiri.Hari ini Vanela memulai perkuliahannya lagi. Selama masa kuliah, Vanela tidak lagi pergi bersama Baruna. Bukan karena jadwal kuliah yang berbeda, melainkan karena Baruna tidak berkuliah di universitas yang sama dengan Vanela. Vanela tetap tinggal di Kota Kendari agar selalu dengan orang tuanya dan berkuliah di universitas Halu Oleo dengan mengambil jurusan yang sekiranya santai.Vanela tidak peduli dengan jurusan kuliah yang dia ambil. Yang dipikirkannya hanya bagaimana caranya ia menyelesaikan kuliahnya tanpa terlalu banyak membuat waktu di kampus. Sehingga Vanela benar-benar menjadi anak kupu-kupu, kuliah pulang kuliah pulang. Kendati demikian, Vanela masih memiliki teman walau tidak akrab.Pukul sebelas siang ketika Vanela baru pulang dari kampus, har

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 90

    Sudah sejak pertengahan SMP Devan tinggal jauh dari orang tua, tapi setidaknya ia tinggal bersama kakaknya yang jauh sudah dewasa. Kepindahannya kala itu karena ingin bersekolah di kota yang katanya pendidikan lebih bagus. Karena mendukung anaknya, orang tua Devan menyetujui. Kehidupan sekolah Devan lancar-lancar saja, ia tidak pernah di bully atau merasakan stres yang luar biasa menggangguk.Kemudian sewaktu awal masuk kuliah, Devan memutuskan hal yang besar, yaitu tinggal sendiri, mempertanggung jawabkan dirinya sendiri dengan tinggal di tempat kos-kosan. Hari-hari tenangnya mulai hilang, kegiatan kampus juga uang bulanan mulai memeras is kepalanya. Beberapa bulan pertama kehidupan Devan di kos-kosan terasa sangat berat baginya.Devan yang tadinya tidak perlu memikirkan uang saku habis, tidak perlu memikirkan kebutuhan hidupnya, kini harus memikirkan semuanya. Karena sudah tidak ada lagi kakaknya yang baik hati yang tidak pernah memperhitungkan uangnya dipakai Devan.Uang yang Laki

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 89

    Tidak disangka ujian kelulusan sebentar lagi, kurang dari dua minggu lagi, tapi Vanela tidak pernah belajar. Ia lebih sering latihan bersama Yudi dan pengawal yang lain ketimbang membuka buku pelajaranBanyak yang mengira kalau setelah Vanela berhijab gadis itu akan berubah jadi lembut seperti yang terlihat jelas diwajahnya. Namun sayang hal itu hanya harapan semata. Nyatanya Vanela masih suka sadis, apalagi saat sedang kesal. Gadis itu belum bisa yang satu itu.Beberapa kali saat emosi, Vanela menggunakan salah satu pengawal untuk menjadi tempatnya menaruh objek sasaran saat olahraga lempar pisau atau panahan. Seperti saat ini. Tadi Vanela secara random memanggil salah satu pengawal yang sedang duduk asyik sembari merokok. Pengawal itu tadinya tenang-tenang saja sampai di ajak ke tempat latihan, ia langsung panas dingin.Ketika Eleanora sudah bersiap menarik busurnya, tiba-tiba Keenan datang."Diego Lim datang," bisik Keenan yang langsung dibalas lirikan oleh Vanela."Cukup kasih tah

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 88

    "Papa, Nela kangen," lirih Vanela sembari mengelap tubuh ayahnya. Padahal ia tahu sudah ada yang bertugas menjaga dan merawat orang tuanya, tapi ia tetap ingin berbakti meski sedikit."Nela."Vanela menoleh. Zia datang dengan membawakan makanan untuknya. Vanela menyudahi menyeka tubuh Devan, ia menghampiri Zia yang menata makanannya di meja."Padahal Tante nggak usah repot-repot antar ke sini. Aku kan bisa ambil makan sendiri." Vanela duduk di samping Zia. Ia mengambil air putih yang Zia siapkan, menghabiskannya hingga nyaris tandas."Kapan? Nanti malam?"Vanela tertawa kecil. Zia sudah mengenal Vanela dari kecil. Zia sudah hapal dengan kelakuan Vanela yang kalau sudah masuk ke ruang perawatan orang tuanya ini susah keluar lagi. Kecuali ada buku pelajarannya yang harus dia ambil."Kamu sudah kelas tiga, apa tidak lebih nyaman belajar di kamar?""Iya ini belajar di kamar kan?" Vanela tersenyum menbuat Zia merasa gemas.Padahal maksud Zia, Zia ingin Vanela punya kehidupan lain selain di

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 87

    "Sayang! Kamu bikin apa?" Devan melongok dari semak-semak, melihat Eleanora memetik bunga. "Kenapa kamu petik?" Devan menyayangkan tindakan Eleanora."Bunga-bunganya sudah jelek. Kalau mau tumbuh bunga bunga baru yang segar, bunga yang lama harus disingkirkan. Begitu juga kehidupan Vanela."Vanela terkejut namanya dipanggil ia kira ia sedang bermimpi sekarang, tapi mimpinya cukup indah karena orangnya sadar akan kehadiarannya."Kamu harus membuang kenangan, agar hidupmu terus berjalan."Tiba-tiba pemandangan orang tuanya yang sedang ditaman bunga kini berganti menjadi pemandangan yang setipa hari ini lihat, orang tuanya terbaring tak berdaya dengan tak sadarkan diri.Lalu tiba-tiba lagi pemadangan itu hilang tergantikan ruang putih yang kosong. Vanela berlari ke tempat orang tuanya tadi berada, tapi sepanjang berlari ia hanya menemukan ruang putih yang terasa hampa."Maamaaaa! Papaaaaaaa!" Vanela berteriak sekuat tenaga sampai tenggorokannya habis. Sampai ia terbangun seketika dari ti

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 86

    "Jadi bagaimana, Mas? Apa perlu kita mengirim orang untuk mengecek ke sana?""Jangan, jangan." Keenan menggeleng, tidak menyutujui saran Yudi. "Lebih baik jangan, terlalu berbahaya. Kita tidak tahu situasi di sana seperti apa. Jangan sampai masih ada yang berusaha untuk masuk, atau mungkin lebih parah, kita tidak tahu. Saya tidak mau kalian kenapa-kenapa."Keenan menarik napas sejenak, ia menatap teman-temannya satu persatu. Tidak semua berada di dalam ruangan itu karena beberapa harus tetap berjaga di luar, tapi masing masing dari mereka bisa mendengar percakapan ini dan juga bisa mengutarakan pendapat."Dengar, kalian semua yang ada di sini adalah orang orang yang dipilih langsung oleh Tuan, itu tandanya beliau sangat percaya kalian bisa menjaga anak, menantu dan cucunya. Paham?"Semua serentak mengatakan paham."Jadi saya tidak mau kalian kenapa-kenapa. Apalagi sekarang dua tuan kalian dalam keadaan yang tidak baik, kalau terjadi sesuatu sama kalian, siapa yang akan menjaga dan me

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 85

    Mendengar penuturan Ibu, Zia hanya bisa menghela napas. Sementara itu Devan bersama Yudi mendatangi penjara bawah tanah yang berada di bawah rumah salah satu pengawal. Di sana Damar dikurung. "Siapa namanya?" "Damar, Mas." Keenan menaikkan alisnya. Nama itu terdengar tidak asing, tapi ia tidak ingat siapa orang itu. Ia juga tidak bisa menduga hal gila apa yang sudah ia dan Eleanora lakukan sampai laki-laki itu membalas dendam dengan menculik Vanela. Ketika sampai di penjara itu, barulah Keenan ingat dan mengerti. Damar adalah laki-laki hidung belang yang pernah ia buang atas suruhan Eleanora karena mengganggu ketenangan kos-kosannya dulu dengan Devan. Keenan mendengkus keras, harusnya dulu ia tidak memberi ampun pada laki-laki itu sekalipun memohon sampai menangis darah. "Halo," sapa Damar dengan ekspresi yang menjengkelkan. "Tidak dapat anaknya, dapat suaminya, hmm lumayan," ucap Damar di akhiri tawa yang terdengar sangat memuakkan. Keenan hanya bisa mengepalkan tangan dengan

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 84

    Keenan sampai di ruang rawat inap Zia dengan napas terengah. Ia di sambut Desi di depan pintu. Zia sudah keluar dari Icu, sudah sempat sadar tapi tapi langsung tidur lagi efek pengaruh obat. Keenan bernapas lega, masuk dengan mata sayu. Ia melihat ke arah sofa bed. Keenan bersyukur Desi cukup peka dengan tidak ragu-ragu memilih kamar inap, sehingga Baruna bisa beristirahat dengan nyenyak meski sedang berada di rumah sakit. Keenan menghampiri Baruna lebih dulu, mengecup kening anaknya cukup lama lalu menghampiri Zia. Lama Keenan memperhatikan wajah Zia yang tampak damai. Meski demikian wajah itu sedang tidak baik-baik saja, ada beberapa memar kecil dan luka gores menghiasi wajah cantik Zia. Mata Keenan memanas. Ia tidak tahu kalau rindunya pada Zia sebesar ini. Ia tahan tangisnya agar tidak terdengar. Dengan ragu-ragu ia mengecup satu persatu luka yang ada di wajah Zia. Berharap luka-luka itu cepat sembuh dan tidak meninggalkan bekas. Bukan karena ia tidak terima jika Zia punya bekas

DMCA.com Protection Status