Home / Romansa / Berpisah Untuk Bersatu / Tersesat ke Masa Lalu

Share

Tersesat ke Masa Lalu

last update Last Updated: 2022-01-21 07:29:22

Taxi sudah berjalan, melaju dengan kecepatan  sedang di Jalan Tentara Palagan menuju Pringgokusuman. Laut yang duduk di depan, terlihat menikmati perjalanan. Melihat ke segala arah, menikmati pemandangan di luar sana, mungkin. Bumi yang tubuhnya sensitif dengan aroma bahan bakar dan parfum mobil, terlihat gelisah di sampingku. Sejak masih bayi dulu, Bumi memang seperti itu. Setiap diajak bepergian dengan mobil atau bus pasti mabuk. Kalau tidak muntah-muntah ya lemas dan berkeringat dingin. Nah, sore ini sepertinya tidak terlalu berat tapi aku tetap berusaha untuk membantunya. Memberikan permen mint, mengajaknya mengobrol ke sana ke mari tentang hobinya, crafting. 

Aku tahu, perkara mabuk ini bukan hanya karena faktor fisik tapi juga psikis. Sebenarnya---menurut pendapat Sari---setiap anak mabuk, butuh pengalihan perhatian atau konsentrasi. Jadi, mengobrolkan hobi atau hal-hal yang menyenangkan lainnya, akan membuat perhatiannya teralih dengan sukses. Oleh karenanya,

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Berpisah Untuk Bersatu   Ibu Mertua dan Anak Menantu

    "Bu, sebenarnya Ayung ada perlu sama Ibu." ungkapku tersendat-sendat karena mati-matian berusaha untuk menghentikan tangisan, "Mas Tyas Bu … Dia punya banyak masalah, Bu."Ibu menepuk-nepuk pundakku penuh sayang, "Lha, masalah apa, Yung? Kalian kenapa … Tyas kenapa?"Lova merangkak dan duduk di pangkuanku tapi Laut segera menggendongnya, mengajak bermain. Demi memanfaatkan waktu dan kesempatan, aku mengambil surat perjanjian hutang Mas Tyas dan surat dari Ratna. Mengangsurkannya pada Ibu dengan air mata yang kian tak terbendung lagi. Rasa sakit di hati ini kian bertambah-tambah, tak terhingga. Sampai hati Mas Tyas melakukan itu padaku. Jahat."Apa ini, Yung?""Itu, Bu … Ternyata Mas Tyas punya banyak hutang, Bu."Sebenarnya hubungan aku dan Ibu baik-baik saja, cukup dekat menurutku. Tapi karena karakternya yang ketus dan kadang-kadang dingin, aku yang menjaga jarak dengan penuh kesadaran. Artinya, tidak jauh tap

    Last Updated : 2022-01-21
  • Berpisah Untuk Bersatu   Mas Tyas dan Perempuan Asing

    Sudah sepi, anak-anak sudah tidur semua termasuk Lova yang biasanya kalau tidur siangnya lebih dari cukup, mulai tidur setelah larut malam. Entah bagaimana, tiba-tiba bayang-bayang Ratna melintasi benak yang penuh sesak oleh Mas Tyas. Kata-kata dalam suratnya kemarin, maksudku. Terlihat nyata di pelupuk mata, seolah-olah dia yang berbicara langsung, menggema di telinga. Oh, semua ini kesalahan Mas Tyas. Sampai hati sekali dia, melakukan semua ini padaku. Berbohong, berkhianat. Untuk apa? Untuk tetap terlihat powerfull di mataku? Ckckckck, lebih mengherankan sekaligus memprihatinkan lagi, dia juga tega berbohong pada Ibu.Apa, Ibu salah apa?Memang benar, kadang-kadang Ibu terlihat dingin dan sinis tapi itu kan, karena kesalahan kami juga? Kesalahannya, sebenarnya. Kenapa nekat ikut aku pulang dulu? Kalau tidak, tak mungkin kami menikah dalam waktu yang secepat itu. Dinikahkan secara paksa, untuk lebih tepatnya. Tak mungkin putus kuliah. Ya, wala

    Last Updated : 2022-01-24
  • Berpisah Untuk Bersatu   The Crazy Man

    Ya, sudahlah!Biarkan saja Mas Tyas seperti itu. Tak ada gunanya juga aku emosional atau mengamuk sekalipun. Karena apa? Mas Tyas tidak akan pernah tahu itu. Iya, kan? Sekarang, lebih baik berpikir praktis dan realistis. Lebih kuat lagi berpijak pada kenyataan yang ada sesuram apa pun itu. Ibaratnya, harus berani menenggak walaupun lebih pahit berlipat-lipat dari pada brotowali. Benar? Ya. Nah, lebih tepatnya, bagaimana caranya bertahan hidup bersama anak-anak. Oh, mustahil aku menghentikan kehidupan hanya karena frustrasi dengan semua sikap jahat the Crazy Man. Bagaimanapun harus kuat dan tegar untuk mereka. Langit, Bumi dan Lova, mutiara-mutiara hatiku.Mungkin Mas Tyas sedang mabuk?Minimal kesadarannya terindah oleh tumpukan hutang yang segunung Merapi atau Ratna yang mungkin di matanya jauh lebih baik dari pada aku. Oh, mungkin dia juga masih frustrasi dengan usaha kolam lelenya yang bangkrut total dulu? Ah! Entahlah, aku tak tahu. Tak men

    Last Updated : 2022-01-24
  • Berpisah Untuk Bersatu   Crazy Yang Tak Biasa

    Resmilah sudah, mulai hari ini aku tidak punya ponsel lagi. Sudah hancur berkeping-keping di tangan jahat Mas Tyas. Tak habis pikir, apa maksudnya, coba? Kenapa harus dibanting? Kenapa suka sekali merusak barang-barang di rumah, seolah-olah semua itu datang begitu saja dengan jalan sim salabim aura kadabra. Ujug-ujug ada. Oh Mas Tyas, apa yang sudah merasuki jiwanya?Tahukah kalian, apa yang membuat aku bersedih hati? Itu satu-satunya ponsel yang aku punya. Apa Mas Tyas lupa? Jangankan untuk membeli ponsel, sedangkan untuk membayar uang sekolah anak-anak yang bulan depan saja masih berkabut rasanya. Semakin penasaran, sebenarnya dalam diri Mas Tyas itu ada otak dan hati tidak, sih?Tok, tok, tok!"Assalamu'alaikum, Mbak Ayung!" suara khas Dik Uji memberai benang kusut dalam otakku, "Bude, Mbak Lova …?"Sesegera mungkin aku meraih jilbab yang tergantung di balik pintu, memakainya. Memakai kaos kaki, meluncur dengan kekuatan b

    Last Updated : 2022-01-25
  • Berpisah Untuk Bersatu   Anak-anak Yang Luar Biasa

    Dari sorot mata Ibu aku tahu kalau dia menunggu jawaban alias kejujuran dariku. Tentu saja, aku sangat menghormati itu dan tanpa basa-basi lagi dalam bentuk apapun, aku memenuhi permintaannya. Apa, apa yang harus aku takutkan? Mas Tyas? Tidak perlu lagi."Lho, Bu … Ayung … Itu, warungnya sudah jadi lho, Bu." walaupun gugup, aku tetap berusaha untuk berbicara, "Alhamdulillah, Ayung buka celengan untuk modal."Ibu terlihat semakin bingung, seluruh kulit wajahnya berubah menjadi merah, "Lho, gimana to? Kata Tyas kamu mau pakek uang Ibu dulu? Gimana to ini, yang bener tuh siapa?"Sejujur-jujurnya kukatakan, aku jadi tidak enak hati. Begitu lagunya dia menghadapi Mas Tyas yang sudah berubah menjadi penjahat. Begitu percaya, padahal semua kata-katanya adalah dusta belaka. Oh, andai Ibu tahu, sudah empat malam Mas Tyas tidak pulang ke rumah. Ya dan andai Ibu juga tahu, kalau anak lelaki kesayangannya itu juga sudah berani bersikap jahat terhad

    Last Updated : 2022-01-25
  • Berpisah Untuk Bersatu   Kiddo Jajanan

    Rasanya sudah sangat lelah tapi tidak mungkin menyerah. Dua puluh juta atau berapapun itu, aku tetap harus mengusahakannya. Itu untuk biaya pendidikan anak-anak lho, mana mungkin menyerah begitu saja. Hanya saja masalahnya sekarang, Dek Puri sudah tidak jualan makanan lagi, sedangkan jualan online-nya juga sudah mau ditutup. Suaminya sudah menjatuhkan larangan katanya, karena baru dalam program hamil anak ke dua. Artinya, satu jalan usaha telah tertutup.Baru saja Dek Puri chat aku, sekaligus meminta maaf karena mendadak sekali memberi tahunya. Tentu saja, aku maklum. Bisa menerima. Namanya juga seorang isteri, harus nurut apa kata suami, bukan? Lagi pula, suami Dek Puri kan bertanggung jawab penuh? Jualan online atau pun makanan kan, hanya untuk pekerjaan sembilan saja. Iya, kan?To: Mbak AyungFrom: Dek Puri[Mbak Ayung, maaf banget ya, Mbak?][Sebenarnya aku nggak enak banget sama Mbak][Tapi gimana lagi, bapake udah nggak bolehin aku

    Last Updated : 2022-01-25
  • Berpisah Untuk Bersatu   Manusia Tanpa Perasaan

    Sungguh, walaupun pihak sekolah memberikan kelonggaran selama tiga bulan untuk kami melunasi tunggakan uang sekolah anak-anak tapi tetap saja tidak tenang. Rasanya seperti dikejar-kejar vampire atau yang lebih menakutkan dari pada itu. Selera makanku switch off begitu juga dengan kenyamanan tidur. Sering terjaga setiap malam atau malah tidak tidur sama sekali di sepanjang malam sampai lemas dan gemetar keesokan harinya. Bagaimana lagi? Saat ini, uang dua puluh juta bukan nominal yang sedikit bagiku. Jangankan segitu, dua puluh ribu saja sudah ngos-ngosan untuk mendapatkannya. Ibarat kata, sampai lolos tulang berulang dari tubuh."Ya, Mbak Ayung?" suara Limas di seberang sana terdengar hangat dan ramah membuat semangatku untuk meminta bantuan kian menguat di dalam jiwa, "Gimana Mbak, kata Dek Lesta kemarin nyariin aku, ya?"Terpaksa. Sejujur-jujurnya kukatakan, aku terpaksa meminta bantuan Limas. Tidak apa-apa lah, selama enam bulan ini tak menarik bag

    Last Updated : 2022-01-25
  • Berpisah Untuk Bersatu   Cinta Yang Berkhianat

    Rasanya seperti mendapatkan jahitan lima belas di jalan lahir tanpa obat bius begitu menyadari siapa perempuan yang diajak Mas Tyas pulang. Tak salah lagi, dia itu Sari. Iya, Sari. Sahabat dekat aku selain Ajeng dan Dik Puri. Wah, Mas Tyas pasti sudah berstatus sebagai ODGJ, asli. Apa dia tidak tahu kalau Sari itu sahabat dekatku? Lihatlah, tanpa sedikit pun rasa malu mereka begandengan tangan, masuk ke ruang tamu. Oh, mungkin hati kiamat sudah semakin dekat. Mas Tyas bahkan tidak menyapa anak-anak sama sekali. Padahal Lova merangkak cepat untuk menyambutnya, lho. Tapi dia bergeming seolah-olah Lova bukan anak kami."Mas, tolong jaga Adek sebentar, ya?" kataku pada anak-anak, "Mama mau ketemu sama Ayah dulu. Ya?"Langit menarik tanganku, memandang dengan sorot mata penuh kekhawatiran, "Mama yakin?"Aku mengangguk, memejamkan mata. Membuka mata kembali dan memandangi anak-anak cintaku satu per satu. Yakin. Hatiku sudah yakin dan sekarang juga ha

    Last Updated : 2022-01-27

Latest chapter

  • Berpisah Untuk Bersatu   Ya, Saya Tahu!

    "Pakai nama Mama saja, Ma?" Langit mengusulkan setelah Laut dan Bumi sibuk mencari nama untuk usaha tanaman hias yang akan kami rintis. "Payung Teduh Flowers. Cantik kan, Mama?" Sejenak, Laut dan Bumi saling memandang lalu tos dengan penuh semangat perjuangan. "Setuju berat, Mas Langit. Cantik banget namanya, Payung Teduh Flowers!" Laut memandangku dengan senyum tipis tetapi manis yang khas. Tak mau kalah, Bumi juga mengapresiasi nama yang diusulkan Langit tadi. "Cantik dan viral pasti. Karena kan unik banget namanya."Payung Teduh Flowers. Payung Teduh Flowers. Payung Teduh Flowers. Memang cantik, ya? Unik. Semoga juga bisa menjadi magnet berkahnya rezeki. "Oke, Mama juga setuju." lembut tapi tegas aku memungkas acara diskusi kami. "Kalau gitu, Mas Langit sama Mas Laut harus segera cetak banner, ya? Nanti kita buat dulu konsepnya. Mas Bumi bantu Mama memilih bunga apa saja yang akan menjadi icon PTF. Nah, habis itu kita cari grosir tanaman hias. Harus banyak survei nih Le, seka

  • Berpisah Untuk Bersatu   Emanuella Keluarga Selamanya

    Tiga hari berlalu sejak family time yang so sweet, aku sakit. Demam, batuk, pilek parah sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur. Kata Dokter, aku terlalu lelah dan letih. Butuh beberapa hari untuk istirahat total. Dokter sempat menawarkan rawat inap di rumah sakit tetapi aku menolak, tentu saja. Bukankah istirahat di rumah jauh lebih menyenangkan? Ya, begitulah dan akhirnya Anak-anaklah yang dengan kompaknya merawat. Lova terlihat senang hati setiap mengambilkan minum atau menemani minum obat. Langit dan Laut, mendapat tugas membersihkan rumah plus mencuci pakaian. Sedangkan Bumi, mencuci piring dan menyiram tanaman setiap pagi, sebelum berangkat ke sekolah. Siapa yang memasak?Koki di rumah makan, hehehehe. Sorry, just kidding! Sebagai koordinator rumah tangga sementara, Langit memutuskan untuk membeli lauk dan sayur saja selama aku sakit. Kalau memasak sendiri, menurutnya terlalu ribet. Untuk nasi, dia yang memasak. Maka, nikmat dari Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"G

  • Berpisah Untuk Bersatu   Roda Terus Berputar

    Aku berusaha mengikuti arahan Bu Bidan tetapi belum berhasil. Sabar, Bapak terus menyemangati dan mendoakan keselamatan kami."Nah, ayo ngeden lagi Mbak, ini kepalanya sudah kelihatan. Yuk, ngeden yang kuat. Terus, terus…!"Aku tidak terlalu ingat, bagaimana akhirnya. Hanya ketika kepala Laut sudah keluar, aku menjerit memanggil Mas Tyas. Mengejan lagi, mengikuti daya kontraksi lalu lahirlah dia, Laut Surgawi. Tidak dapat mendengar lagi kah hati Mas Tyas? Hanya Allah Yang Tahu."Sop iga, bakso rusuk, pecel lele, ikan bakar … Kita mau makan apa, Ma?" Hampir saja aku menyerempet sepeda motor karena terkejut demi mendengar pertanyaan Laut. Wah, semua ini gara-gara Mas Tyas yang tak berperasaan, jahat! "Kalian, mau makan apa?" lega tetapi sedikit geragapan aku membalikkan pertanyaan. "Mama ngikut saja, Le. Eh, tapi kayaknya enak ya, kalau makan sop iga? Sudah lama juga kan, Mama nggak masak …?"Laut mengiyakan lalu memberi tahu kalau rumah makan sop iga sapinya tinggal satu setengah kil

  • Berpisah Untuk Bersatu   Ziarah Cinta Pertama

    "Yuk, turun, anak-anak!" kataku sambil menepikan mobil di perempatan jalan kecil menuju makam Bapak. "Kita parkir di sini saja ya, takutnya Mama nggak bisa atret nanti?"Tanpa berkata-kata, anak-anak mengikuti ajakanku. Langit yang duduk si sebelahku, segera turun sambil menggendong Lova. "Bunganya sudah aku bawa turun, Ma!" lapor Bumi setengah berteriak. "Eh, Mas Laut, tolong bawa air mineralnya!'Kudengar, dengan penuh semangat Laut menyahut, "Siap, Bos!"Entah bagaimana, aku tertawa lirih. Menertawai diri sendiri, Mungkin? Why? Karena belum sempat membahagiakan Bapak semasa hidup. Bahkan, ketika Bapak meninggal dunia pun aku masih dalam keadaan susah. Bukan susah secara ekonomi, tetapi kritisnya hubungan dengan Mas Tyas. Kami sudah benar-benar tenggang, waktu itu, sudah pisah ranjang. Seperti itulah, keadaannya sampai-sampai Mamak dan Limas menghakimi. Bapak terkena serangan jantung karena stressed memikirkan aku. Padahal aku sama sekali tidak memberi tahu Bapak perihal rumah tan

  • Berpisah Untuk Bersatu   Atas Nama Empati

    Apakah ini yang disebut dengan penghalang kebahagiaan? Aku tidak tahu! Setelah menyadari apa yang telah terjadi, aku memilih untuk menyebutnya dengan challenge. Tantangan kemanusiaan. Bagaimana tidak? Kami sudah sampai di samping pintu mobil ketika tiba-tiba air ketuban Ajeng pecah. Byok …! Seperti itulah bunyinya, menciptakan panik. Anehnya, aku hanya bisa tertegun hingga beberapa detik lamanya saat cairan seperti putih telur itu membasahi punggung kaki Ajeng."Yung, aku nggak tahan lagi, Yung!" rintih Ajeng sambil merapatkan rahang. "Bayinya sudah mau lahir, Yung!""Ha, apa?" reflek, aku merespon dan tidak menyesal sedikit pun walau mungkin terkesan bodoh. "Jangan bercanda deh Jeng, sudah mau lahir gimana?"Terengah-engah, Ajeng berusaha memberikan penjelasan. "Serius, Yung. Hah, hah, haaahhh …!" Ajeng mencengkeram pintu mobil, mendobrak kesadaranku."Oke, oke!" kataku berusaha meredam panik. "Oke, tahan sebentar. Tahan sebentar ya, Jeng?" Gemetar, aku merogoh ke dalam saku gami

  • Berpisah Untuk Bersatu   Memilih Sembuh

    Sebenarnya apa salahku? Pada Mamak, Bapak dan Limas, maksudku sehingga mereka begitu membenciku. Karena menikah darurat dengan Mas Tyas? Karena gagal menjadi Sarjana? Karena akhirnya berpisah dengan Mas Tyas yang berarti kegagalan paling besar bagi mereka? Seharusnya mereka tahu tanpa disalahkan, dibenci dan dihakimi pun aku sudah remuk bubuk. Lumat oleh penyesalan dan perasaan bersalah yang begitu besar, tak tergambarkan. Jelas mereka tidak melihat itu, kan? Jelas, jelas! "Kalau aku jadi kamu ya Mbak, sesakit apa pun nggak akan pernah pisah. Ya ampun, itu kan nyakitin banget buat anak-anak, Mbak. Kasihan juga kan, status mereka jadi anak-anak broken home? Lagian, kenapa dulu kalian pacaran sampai ngawur gitu, coba? Sudah buat malu orangtua eh ujung-ujungnya pisah! Heran deh Mbak, sama kamu!" itu yang dikatakan Limas melalui saluran telepon yang super buruk saat tahu aku sudah berpisah dengan Mas Tyas. Seakan-akan dia yang bertanggung jawab atas hidupku selama ini saja! "Ya,

  • Berpisah Untuk Bersatu   Berdarah Lagi

    "Waduh, waduh yang punya rumah baru sampai cuek bebek sama keluarganya!" seloroh Mamak sambil mengulurkan tangan, menyalamiku. "Tapi kayaknya kami nggak bisa nginep, Yung. Adikmu lagi sibuk banget, banyak kerjaan. Besok malah Mamak nggak ada yang nganterin pulang."Aku merasa, otakku sudah berhenti berputar saat ini, sehingga hanya bisa diam tercenung. Oh, pasti aku terlihat sangat bodoh, sekarang. Bodoh dan lemah, tak punya harga diri. "Lah, kan, Mama bisa nganterin Mbah Mamak pulang?" pertanyaan sekaligus pernyataan Laut memulihkan separuh kekuatanku yang tadi hilang entah ke mana. Separuh lagi, berasal dari Bumi, Langit dan Lova yang tiba-tiba mengerubungi kami. Senyum tulus, sorot mata teduh mereka menyemai rasa tenteram dalam hati. "Sekalian jalan-jalan. Iya kan, Mama?"Reflek, aku mengangguk. Menyuguhkan senyum tulus. Biarlah Mamak atau siapa pun bersikap semau mereka tetapi aku tak boleh goyah. Maksudku, meskipun harus mengorbankan diri sendiri, jangan sampai balas menyakiti.

  • Berpisah Untuk Bersatu   Drama Tangisan Mas Tyas

    Mas Tyas juga datang? Wah, ini baru bencana! Sejujur-jujurnya kukatakan, tak ingin ada dia malam ini dan selanjutnya. Jangan ada Mas Tyas lagi, karena dia hanyalah selembar masa lalu. Masa lalu yang sangat menyakitkan! "Iya, Mas Bumi?"Bumi mengangguk. "Iya, Mama. Kayaknya, kalau aku nggak salah lihat, Ayah bawa buket bunga mawar putih, Ma." Ha, apa? Ck, Mas Tyas pasti sudah terjangkit skizofrenia. Tak bisa lagi membedakan antara khayalan dan kenyataan. Jelas-jelas kami sudah bukan siapa-siapa lagi, kan? "Mama mau temui Ayah?" pertanyaan polos sekaligus tulus dari Bumi mendobrak kesadaranku. "Mau apa nggak, Ma?"Terlambat. Semuanya sudah terlambat. Aku tak sempat lagi menghindar karena Mas Tyas sudah masuk ke ruang keluarga ini, bersama Ibu. Itu terlalu lancang bagiku tetapi sayang, tak bisa berbuat apa-apa lagi. Hanya bisa berdiri hampa."Selamat ya, Yung?" suara Mas Tyas terdengar gemetar. Entah karena efek dingin dari air conditioner atau karena efek lain salam dirinya. "Maaf,

  • Berpisah Untuk Bersatu   Hambar

    "Ibu …!"Walau sudah berpisah dengan Mas Tyas, aku tak pernah berubah. Sama seperti dulu waktu masih menjadi anak menantu, menyambut dengan sopan lalu bersalaman. Tidak hanya mengecup punggung tangan, aku juga mencium kedua pipinya. "Alhamdulillah, Ayunng senang Ibu bisa datang." ungkapku jujur dan apa adanya ketika Ibu merengkuh tubuh ini ke dalam pelukannya. "Ibu sehat kan, Bu?""Sehat Yung, Alhamdulillah." lembut, Ibu melepaskanku dari pelukannya. "Ibu juga senang bisa datang ke sini. Selamat ya Yung, sudah punya rumah baru? Ibu doakan semoga diberkahi Allah semuanya.""Aamiin. Makasih banyak, Bu." Ibu menyimpulkan senyum tulus. Mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang tamu yang sejak sore tadi sudah berubah menjadi taman bunga. Hehe. Anak-anak yang memilih tema dekornya. Beberapa ikat balon warni menghiasi sudut-sudut ruangan. Ada juga yang tergantung di langit-langit berplafon putih melati. Konsepnya memang sederhana tetapi terlihat manis dan hangat. Indah."Sama-sama, Ayung."

DMCA.com Protection Status