Home / Romansa / Berpisah Untuk Bersatu / Terakhir Bertemu Ema

Share

Terakhir Bertemu Ema

last update Last Updated: 2022-04-24 18:34:19

"Ayung, benarkah ini kamu?" Ema bangkit dari tempat tidur, menyambutku. Dari raut wajah dan sorot matanya aku bisa tahu kalau dia lebih tenang, gembira dari pada beberapa hari yang lalu. "Oh Ayung, apa kabar kalian?" 

"Kami baik, Ema dan kamu?" 

Ema mendekat, memelukku dengan erat dan hangat. "Saya juga baik, Ayung. By the way, bisakah kamu membantu saya,  Ayung?"

Perlahan-lahan, aku melepaskan pelukannya. "Apa itu Ema, semampu saya." 

Ema melekatkan pandangan, seakan-akan ingin menyelam hingga ke dasar. "Aku rindu rumah Ayung, terutama Elora. Bisakah kamu melebihi Suster supaya aku diperbolehkan pulang lebih cepat? Oh, aku juga rindu Mama. Ke mana kah dia Ayung, sampai-sampai tak pernah menjengu

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Berpisah Untuk Bersatu   Berpamitan, Maaf dan Terima Kasih

    Ratna tak berkutik di tangan Mas Wangi. Dalam lemah dan diam, mengajak pacarnya mengambil barang-barang di gudang lalu pergi, pulang. Hanya Mbak Kinan yang dipamiti, itu pun dari depan pintu ruang tamu. Tidak kembali masuk ke ruang keluarga.Kami, aku terutama tidak masalah, sih. Bukan berarti takut untuk bertemu dengannya lagi. Apa yang musti ditakutkan? Selama ini aku selalu mengalah, tak pernah membuat masalah apa pun dengannya."Emh, maafkan sikap Ratna ya Mbak Ayung?" pinta Mbak Kinan begitu kembali bergabung bersama kami di ruang keluarga. "Ratna sudah banyak menyakiti Mbak Ayung. Untung Mbak Ayung orangnya baik, sabar.""Sayang banget ya Mbak Kinan, Ratna malah memanfaatkan kebaikan dan kesabaran Ayung?"

    Last Updated : 2022-04-25
  • Berpisah Untuk Bersatu   Memeluk Anak-anak Cinta

    Tak terasa air mataku meleleh, mencair. Laiknya bongkahan es yang tersiram sinar mentari. Oh, sebentar lagi aku akan memeluk anak-anakku. Memeluk dengan sepenuh cinta, kasih sayang dan doa-doa. Oh, ohhhh, semoga seluruh harapan yang selama ini tersimpan dapat terwujud nyata."Maju sedikit ya, Pak?" kataku pada driver mobil online. "Nanti ada pertigaan, nah rumahnya persis di pengkolan arah ke kanan. Nanti anak saya nunggu di depan rumah.""Baik, Bu." sahut si Driver singkat, sementara aku mulai membangunkan Lova supaya tidak terlalu bingung nanti tetapi sayang, tidak berhasil. Nyenyak sekali dia tidur, begitu juga dengan Baby Elora. Jelas, mereka kelelahan dalam perjalanan panjang Weinsberg - Sleman. Rasa hati ingin menciumi mereka, mengungkapkan rasa terima kasih."Yang ada

    Last Updated : 2022-04-26
  • Berpisah Untuk Bersatu   Membuka Lembaran Baru

    "Mancing saja Ma, mancing!" usul Laut antusias, "Aku tahu taman pemancingan yang asyik. Aman juga buat Dek Lova sama Baby Elora."Langit mengusulkan hal lain yang menurutnya lebih asyik, aman dan meriah. Jalan-jalan ke Alun-alun Selatan. "Di sana kan Mama, kita bisa naik becak kelap-kelip? Bisa main layang-layang juga. Habis itu bisa duduk-duduk sambil makan sate, siomay, batagor, bakso tusuk, cilok … Banyak lah pokoknya, minumannya juga asyik-asyik. Kalau Mama mau, ada Es tebu juga. Nah, pulangnya mampir ke rumah Uti."Giliran Bumi yang ambil bagian. "Gimana kalau kita jalan-jalan ke pantai saja, Mama? Tapi habis shalat subuh saja berangkatnya, biar bisa lihat sunrise. Lagian kala pagi kan Mama, pantainya masih tenang. Belum banyak ombak. Aman buat Dek Lova sama Baby Elora.

    Last Updated : 2022-04-27
  • Berpisah Untuk Bersatu   Bukan Berarti Sombong!

    "Sering-seringlah ajak anak-anak ke sini, Yung. Jauh banget rumah kalian, Ibu nggak bisa ke sana. Sakit dadanya, kalau dipaksa naik motor. Kalau nggak dada, ulu hatinya nyeri." kata Ibu saat mengantarkan kami ke pinggir jalan, tempat memarkir mobil.Aku mengangguk, memberikan senyum sayang. "Iya, Bu. Insya Allah kami akan sering menjenguk Ibu, kok. Kalau anak-anak libur, Ayung pasti ajak mereka. Sekalian jalan-jalan biar nggak jenuh."Ibu membalas senyum sayangku. "Ibu juga pingin ke rumah kalian e Yung. Kalau kalian ke sini lagi, Ibu ikut ya pas pulangnya?"Sejujur-jujurnya kukatakan, aku terkejut tapi tak mungkin menolak. Bisa-bisa Ibu sakit hati. Lagi pula, nggak ada salahnya kan, nenek bermalam di rumah cucu-cucunya? Mas Tyas dan aku bisa saja berpisah, bukan suami ister

    Last Updated : 2022-04-28
  • Berpisah Untuk Bersatu   Tetaplah Menjadi Baik

    Aku memberi isyarat supaya Lova tidak mengulangi pertanyaannya lagi dengan meletakkan jari telunjuk di depan bibir. Syukurlah Lova mengerti dan sejauh ini aman. Artinya, Sari sama sekali tak melihat ke arah kami. Kalau iya? Bisa-bisa musnah aku diperolok-olok di depan umum.Ah!Kenapa aku jadi berpasangan buruk seperti ini? Jelas itu yang aku yang asli. Oh, entah apa yang telah merasukiku? Ampuni aku oh, Tuhan?"Oh, hai … Kalian suka makan bakso di sini juga?" pertanyaan Sari sontak membuat kami berhenti makan, menoleh ke arahnya. "Ugh, Bu Bos kok makannya bakso pinggir jalan? Nyesel, memalukan. Padahal mobilnya baru lho ya, mewah. Eh, lha kok jalannya di warung bakso pinggir jalan?"Sebisa mungkin aku

    Last Updated : 2022-04-28
  • Berpisah Untuk Bersatu   Jangan Mudah Menyimpulkan

    Oh, aku benar-benar bingung sekarang. Merasa bodoh, dipermainkan, bingung, tak percaya dan sakit. Berarti, seandainya semua foto di akun aplikasi biru Ema itu benar adanya alias nyata, apa yang sebenarnya terjadi? Sandiwara, drama atau apa? Oh, jelas itu cerita fiksi! "Aku tulus banget sama kamu lho, Ema!" aku berbisik pada foto profil Ema. "Bener-bener tulus, lihatlah! Aku sayangi Baby Elora sama seperti aku menyayangi Lova, Bumi, Laut dan Langit. Oh, bahkan aku jaga semua kepercayaan kamu padaku tetapi kalau seperti ini, apa artinya?" Tak sanggup lagi aku membendung tangis, menahannya supaya tidak merembes. Apa itu berarti Ema hanya ingin menghilangkan Baby Elora dari kisah hidupnya? Maksudku, semua yang terjadi selama ini adalah jalan mulus hasil rekaannya untuk membuatku yakin ketika membawa Baby Elora pulang. Yakin bahwa itu satu-satunya jalan yang bisa aku tempuh dan tidak salah. "Oh, hahahaha … Pantas saja mamamu menolak keras-keras Baby Elora ya, Ema? Dia malah menitipkan

    Last Updated : 2022-04-29
  • Berpisah Untuk Bersatu   Membangun Istana Surga

    Tak selamanya mendung, tak selamanya juga cerah. Seperti itulah kesimpulan sederhana yang dapat aku untai sekarang. Tak ada beban yang lebih berat dari pada pundak, tak ada duka yang abadi. Tak ada luka yang tak mengering, mengelupas dan sembuh. Tak ada rasa sakit yang menetap. Ini dunia, segalanyalah fatamorgana."Yuk turun yuk, sudah sampai …!" aku memberi tahu anak-anak yang duduk tenang di belakang. "Ini lho Mas Bumi, tanahnya. Asyik nggak lokasinya?"Bumi tak sedikit pun menyembunyikan ekspresi bahagianya. "Wah, asyik banget Mama …!""Biar aku saja yang gendong Baby Elora, Mama." Laut langsung menurunkan the little sister dari baby car seat, "Yuk Baby Elora, kita lihat-lihat pemandangan yuk? Doakan ya semoga bisa jadi istana yang diberkahi Allah untuk kita. Nah, itu dia …!""Mama, Mama tunggu Lova!" anak gadisku hampir menangis, mungkin takut ditinggal. "Please, wait for Lova, Mama!"Gemas, Langit menggendong dan menerbangkannya di udara. Menangkapnya lagi dan tawa bahagia pun t

    Last Updated : 2022-04-29
  • Berpisah Untuk Bersatu   Becik Ketitik Ala Ketara

    [Dasar, perempuan murahan!][Sombong banget kamu ha, baru bisa beli mobil saja sudah sok!][Kami kan mau minjem, Ibu Ayung!][Bukan mau ngemis!]Mas Tyas langsung mengamuk di chat room tetapi aku tak mau ambil pusing, tentu saja. Untuk apa? Lebih baik melanjutkan perjalanan hidup bersama anak-anak cinta. Membantu Langit membangun usaha Taman Bacaan, membantu Laut memasak---dia jualan ayam katsu, jualan online---membantu Bumi membuat es lilin, nugget pisang dan salad buah. Supaya Kiddo Jajanan tetap eksis, katanya.[Wah, wah, wah!][Kebangetan bener nih, orang!]Dari pada mengundang dosa, aku memutuskan untuk memblokir kontak Mas Tyas. Kontak Sari juga. Cukup sampai di sini dan good bye! Masih ada banyak untaian mimpi dan asa yang wajib aku perjuangkan. Untuk apa meladeni mereka yang tak memiliki perasaan? "Oke, yuk anak-anak kita main ke rumah Bulek Uji, yuk?" ajakku sambil membenarkan letak kerudung Lova. "Mama sudah janjian tadi, kita langsung ke rumahnya saja."Seperti anak ayam y

    Last Updated : 2022-04-29

Latest chapter

  • Berpisah Untuk Bersatu   Ya, Saya Tahu!

    "Pakai nama Mama saja, Ma?" Langit mengusulkan setelah Laut dan Bumi sibuk mencari nama untuk usaha tanaman hias yang akan kami rintis. "Payung Teduh Flowers. Cantik kan, Mama?" Sejenak, Laut dan Bumi saling memandang lalu tos dengan penuh semangat perjuangan. "Setuju berat, Mas Langit. Cantik banget namanya, Payung Teduh Flowers!" Laut memandangku dengan senyum tipis tetapi manis yang khas. Tak mau kalah, Bumi juga mengapresiasi nama yang diusulkan Langit tadi. "Cantik dan viral pasti. Karena kan unik banget namanya."Payung Teduh Flowers. Payung Teduh Flowers. Payung Teduh Flowers. Memang cantik, ya? Unik. Semoga juga bisa menjadi magnet berkahnya rezeki. "Oke, Mama juga setuju." lembut tapi tegas aku memungkas acara diskusi kami. "Kalau gitu, Mas Langit sama Mas Laut harus segera cetak banner, ya? Nanti kita buat dulu konsepnya. Mas Bumi bantu Mama memilih bunga apa saja yang akan menjadi icon PTF. Nah, habis itu kita cari grosir tanaman hias. Harus banyak survei nih Le, seka

  • Berpisah Untuk Bersatu   Emanuella Keluarga Selamanya

    Tiga hari berlalu sejak family time yang so sweet, aku sakit. Demam, batuk, pilek parah sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur. Kata Dokter, aku terlalu lelah dan letih. Butuh beberapa hari untuk istirahat total. Dokter sempat menawarkan rawat inap di rumah sakit tetapi aku menolak, tentu saja. Bukankah istirahat di rumah jauh lebih menyenangkan? Ya, begitulah dan akhirnya Anak-anaklah yang dengan kompaknya merawat. Lova terlihat senang hati setiap mengambilkan minum atau menemani minum obat. Langit dan Laut, mendapat tugas membersihkan rumah plus mencuci pakaian. Sedangkan Bumi, mencuci piring dan menyiram tanaman setiap pagi, sebelum berangkat ke sekolah. Siapa yang memasak?Koki di rumah makan, hehehehe. Sorry, just kidding! Sebagai koordinator rumah tangga sementara, Langit memutuskan untuk membeli lauk dan sayur saja selama aku sakit. Kalau memasak sendiri, menurutnya terlalu ribet. Untuk nasi, dia yang memasak. Maka, nikmat dari Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"G

  • Berpisah Untuk Bersatu   Roda Terus Berputar

    Aku berusaha mengikuti arahan Bu Bidan tetapi belum berhasil. Sabar, Bapak terus menyemangati dan mendoakan keselamatan kami."Nah, ayo ngeden lagi Mbak, ini kepalanya sudah kelihatan. Yuk, ngeden yang kuat. Terus, terus…!"Aku tidak terlalu ingat, bagaimana akhirnya. Hanya ketika kepala Laut sudah keluar, aku menjerit memanggil Mas Tyas. Mengejan lagi, mengikuti daya kontraksi lalu lahirlah dia, Laut Surgawi. Tidak dapat mendengar lagi kah hati Mas Tyas? Hanya Allah Yang Tahu."Sop iga, bakso rusuk, pecel lele, ikan bakar … Kita mau makan apa, Ma?" Hampir saja aku menyerempet sepeda motor karena terkejut demi mendengar pertanyaan Laut. Wah, semua ini gara-gara Mas Tyas yang tak berperasaan, jahat! "Kalian, mau makan apa?" lega tetapi sedikit geragapan aku membalikkan pertanyaan. "Mama ngikut saja, Le. Eh, tapi kayaknya enak ya, kalau makan sop iga? Sudah lama juga kan, Mama nggak masak …?"Laut mengiyakan lalu memberi tahu kalau rumah makan sop iga sapinya tinggal satu setengah kil

  • Berpisah Untuk Bersatu   Ziarah Cinta Pertama

    "Yuk, turun, anak-anak!" kataku sambil menepikan mobil di perempatan jalan kecil menuju makam Bapak. "Kita parkir di sini saja ya, takutnya Mama nggak bisa atret nanti?"Tanpa berkata-kata, anak-anak mengikuti ajakanku. Langit yang duduk si sebelahku, segera turun sambil menggendong Lova. "Bunganya sudah aku bawa turun, Ma!" lapor Bumi setengah berteriak. "Eh, Mas Laut, tolong bawa air mineralnya!'Kudengar, dengan penuh semangat Laut menyahut, "Siap, Bos!"Entah bagaimana, aku tertawa lirih. Menertawai diri sendiri, Mungkin? Why? Karena belum sempat membahagiakan Bapak semasa hidup. Bahkan, ketika Bapak meninggal dunia pun aku masih dalam keadaan susah. Bukan susah secara ekonomi, tetapi kritisnya hubungan dengan Mas Tyas. Kami sudah benar-benar tenggang, waktu itu, sudah pisah ranjang. Seperti itulah, keadaannya sampai-sampai Mamak dan Limas menghakimi. Bapak terkena serangan jantung karena stressed memikirkan aku. Padahal aku sama sekali tidak memberi tahu Bapak perihal rumah tan

  • Berpisah Untuk Bersatu   Atas Nama Empati

    Apakah ini yang disebut dengan penghalang kebahagiaan? Aku tidak tahu! Setelah menyadari apa yang telah terjadi, aku memilih untuk menyebutnya dengan challenge. Tantangan kemanusiaan. Bagaimana tidak? Kami sudah sampai di samping pintu mobil ketika tiba-tiba air ketuban Ajeng pecah. Byok …! Seperti itulah bunyinya, menciptakan panik. Anehnya, aku hanya bisa tertegun hingga beberapa detik lamanya saat cairan seperti putih telur itu membasahi punggung kaki Ajeng."Yung, aku nggak tahan lagi, Yung!" rintih Ajeng sambil merapatkan rahang. "Bayinya sudah mau lahir, Yung!""Ha, apa?" reflek, aku merespon dan tidak menyesal sedikit pun walau mungkin terkesan bodoh. "Jangan bercanda deh Jeng, sudah mau lahir gimana?"Terengah-engah, Ajeng berusaha memberikan penjelasan. "Serius, Yung. Hah, hah, haaahhh …!" Ajeng mencengkeram pintu mobil, mendobrak kesadaranku."Oke, oke!" kataku berusaha meredam panik. "Oke, tahan sebentar. Tahan sebentar ya, Jeng?" Gemetar, aku merogoh ke dalam saku gami

  • Berpisah Untuk Bersatu   Memilih Sembuh

    Sebenarnya apa salahku? Pada Mamak, Bapak dan Limas, maksudku sehingga mereka begitu membenciku. Karena menikah darurat dengan Mas Tyas? Karena gagal menjadi Sarjana? Karena akhirnya berpisah dengan Mas Tyas yang berarti kegagalan paling besar bagi mereka? Seharusnya mereka tahu tanpa disalahkan, dibenci dan dihakimi pun aku sudah remuk bubuk. Lumat oleh penyesalan dan perasaan bersalah yang begitu besar, tak tergambarkan. Jelas mereka tidak melihat itu, kan? Jelas, jelas! "Kalau aku jadi kamu ya Mbak, sesakit apa pun nggak akan pernah pisah. Ya ampun, itu kan nyakitin banget buat anak-anak, Mbak. Kasihan juga kan, status mereka jadi anak-anak broken home? Lagian, kenapa dulu kalian pacaran sampai ngawur gitu, coba? Sudah buat malu orangtua eh ujung-ujungnya pisah! Heran deh Mbak, sama kamu!" itu yang dikatakan Limas melalui saluran telepon yang super buruk saat tahu aku sudah berpisah dengan Mas Tyas. Seakan-akan dia yang bertanggung jawab atas hidupku selama ini saja! "Ya,

  • Berpisah Untuk Bersatu   Berdarah Lagi

    "Waduh, waduh yang punya rumah baru sampai cuek bebek sama keluarganya!" seloroh Mamak sambil mengulurkan tangan, menyalamiku. "Tapi kayaknya kami nggak bisa nginep, Yung. Adikmu lagi sibuk banget, banyak kerjaan. Besok malah Mamak nggak ada yang nganterin pulang."Aku merasa, otakku sudah berhenti berputar saat ini, sehingga hanya bisa diam tercenung. Oh, pasti aku terlihat sangat bodoh, sekarang. Bodoh dan lemah, tak punya harga diri. "Lah, kan, Mama bisa nganterin Mbah Mamak pulang?" pertanyaan sekaligus pernyataan Laut memulihkan separuh kekuatanku yang tadi hilang entah ke mana. Separuh lagi, berasal dari Bumi, Langit dan Lova yang tiba-tiba mengerubungi kami. Senyum tulus, sorot mata teduh mereka menyemai rasa tenteram dalam hati. "Sekalian jalan-jalan. Iya kan, Mama?"Reflek, aku mengangguk. Menyuguhkan senyum tulus. Biarlah Mamak atau siapa pun bersikap semau mereka tetapi aku tak boleh goyah. Maksudku, meskipun harus mengorbankan diri sendiri, jangan sampai balas menyakiti.

  • Berpisah Untuk Bersatu   Drama Tangisan Mas Tyas

    Mas Tyas juga datang? Wah, ini baru bencana! Sejujur-jujurnya kukatakan, tak ingin ada dia malam ini dan selanjutnya. Jangan ada Mas Tyas lagi, karena dia hanyalah selembar masa lalu. Masa lalu yang sangat menyakitkan! "Iya, Mas Bumi?"Bumi mengangguk. "Iya, Mama. Kayaknya, kalau aku nggak salah lihat, Ayah bawa buket bunga mawar putih, Ma." Ha, apa? Ck, Mas Tyas pasti sudah terjangkit skizofrenia. Tak bisa lagi membedakan antara khayalan dan kenyataan. Jelas-jelas kami sudah bukan siapa-siapa lagi, kan? "Mama mau temui Ayah?" pertanyaan polos sekaligus tulus dari Bumi mendobrak kesadaranku. "Mau apa nggak, Ma?"Terlambat. Semuanya sudah terlambat. Aku tak sempat lagi menghindar karena Mas Tyas sudah masuk ke ruang keluarga ini, bersama Ibu. Itu terlalu lancang bagiku tetapi sayang, tak bisa berbuat apa-apa lagi. Hanya bisa berdiri hampa."Selamat ya, Yung?" suara Mas Tyas terdengar gemetar. Entah karena efek dingin dari air conditioner atau karena efek lain salam dirinya. "Maaf,

  • Berpisah Untuk Bersatu   Hambar

    "Ibu …!"Walau sudah berpisah dengan Mas Tyas, aku tak pernah berubah. Sama seperti dulu waktu masih menjadi anak menantu, menyambut dengan sopan lalu bersalaman. Tidak hanya mengecup punggung tangan, aku juga mencium kedua pipinya. "Alhamdulillah, Ayunng senang Ibu bisa datang." ungkapku jujur dan apa adanya ketika Ibu merengkuh tubuh ini ke dalam pelukannya. "Ibu sehat kan, Bu?""Sehat Yung, Alhamdulillah." lembut, Ibu melepaskanku dari pelukannya. "Ibu juga senang bisa datang ke sini. Selamat ya Yung, sudah punya rumah baru? Ibu doakan semoga diberkahi Allah semuanya.""Aamiin. Makasih banyak, Bu." Ibu menyimpulkan senyum tulus. Mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang tamu yang sejak sore tadi sudah berubah menjadi taman bunga. Hehe. Anak-anak yang memilih tema dekornya. Beberapa ikat balon warni menghiasi sudut-sudut ruangan. Ada juga yang tergantung di langit-langit berplafon putih melati. Konsepnya memang sederhana tetapi terlihat manis dan hangat. Indah."Sama-sama, Ayung."

DMCA.com Protection Status