Share

65. Berusaha Bangkit

Author: Tutyas
last update Last Updated: 2023-11-15 10:42:39
"Ayo Afnan, pilih mainanmu yang akan kita bawa ke rumah ibu Alya. Ayo, cepatlah sedikit."

"Iya, Ibu."

Afnan sibuk memasukkan mainan yang dipilihnya. Aku mengeluarkan sepeda motorku.

"Sudah belum?"

"Udah, Ibu."

Langkah kecil Afnan terdengar sudah ke luar rumah, aku tersenyum melihatnya menenteng kantong plastik berisi mainan yang akan dimainkannya di rumah mbak Alya nanti dan aku bisa bekerja dengan nyaman karenanya.

Aku menaikkan Afnan di kursi depan kemudian menghidupkan mesin sepeda motorku. Sepeda motor melaju dengan tenang seperti tenangnya hatiku setelah melewati beberapa hari yang cukup menyiksaku.

Hampir satu bulan ini aku menjalani hari dengan kegiatan yang sama dan aku sudah mulai merasakan kenyamanan hidup bersama Afnan saja. Aku berusaha menepiskan semua bayangan yang menggodaku untuk mengungkit kenangan masa laluku. Aku tak mau.

"Hai, Afnan."

"Hai, Ibu Alya."

Afnan langsung ikut ibu Alya-nya masuk ke dalam rumah, di sana ada mbak Siti yang akan ikut menjaga dan mengawasiny
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   66. Bertemu Abid

    "Aruna, gawat!"Belum juga aku mematikan sepeda motorku mbak Alya sudah terburu-buru menghampiriku. Sepertinya dia sedang cemas."Ada apa, Mbak?"Aku sengaja membawa Afnan menjauh dari sepeda motor, dia hobi sekali bermain-main dengan sepeda motor yang sedang berhenti, Afnan suka naik-naik dan aku takut jika tangannya menyentuh knalpot yang masih panas.Aku tahu jika mbak Alya akan membicarakan masalah serius denganku."Aruna, aku tidak bisa membatalkan janjiku pada mas Yusuf. Acara yang akan dihadirinya sangat penting dan aku sudah telanjur berjanji padanya untuk mendampinginya. Terus tadi aku menerima telepon dari Farida itu, dia mengundangku untuk bertemu dengannya. Katanya dia ingin mengadakan kerja sama dengan kita. Aduh aku jadi bingung, Aruna. Aku tidak bisa membuat mas Yusuf kecewa tapi bagaimana kalau Farida kecewa karena aku tidak bisa datang?"Aku tidak bisa berpikir secara jernih. Mbak Alya bicara dengan sangat tergesa-gesa sekali."Kalau kita tidak menemui Farida jangan-ja

    Last Updated : 2023-11-15
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   67. Aku Malu

    Aku duduk berjongkok, takut Abid melihatku. Aku mengintipnya. Dia masuk ke cafe shop. Napasku kembali lega."Mbak Aruna, kenapa berjongkok di situ?"Sumpah aku terkejud sekali, mungkin karena aku sedang tegang.Mas Khamid melihatku dengan keheranan. "Tidak, Mas. Aku tadi berdiri lama dan matahari sangat terik, aku berlindung pada bayangan mobil ini."Jawabku membuat alasan."Jadi, Mbak Aruna sudah dari tadi keluarnya. Maaf ya Mbak tadi aku di suruh geser sama tukang parkir setelah itu aku ngopi karena ngantuk nunggu Mbak Aruna."Aku kembali berdiri karena sudah merasa aman."Ya sudah tidak apa-apa, Mas. Kita langsung pulang saja ya.""Iya, Mbak."Masih dengan celingukan aku berjalan mengikuti mas Khamid.Aku tidak menyangka akan bertemu Abid di sini. Sudah berapa tahun aku tidak bertemu dengannya. Abid benar-benar berubah. Bekerja di mana dia, jadi manajer kah?Penampilannya sangat keren. Apakah dia sudah menikah?Konyol sekali aku, mengapa aku sampai memikirkan Abid seperti ini?Tentu

    Last Updated : 2023-11-16
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   68. Bertemu Abid Lagi

    "Aku merasa tertarik dengan kerja sama yang di tawarkan Bu Farida, Aruna.""Mbak sudah pelajari semua poinnya?""Sudah. Tinggal survei produknya saja.""Ya, baiklah. Jika Mbak rasa kerja sama itu akan menguntungkan kita, sebaiknya kita ambil kontraknya, Mbak.""Sebaiknya begitu, kau atur saja kapan kita bisa bertemu dengan Bu Farida.""Ok, Mbak. Nanti aku akan hubungi Bu Farida dengan segera dan Mbak Alya tunggu saja kabar selanjutnya.""Ok, aku tunggu."Aku menutup telepon. Hari ini mbak Alya pergi ke luar kota, katanya sudah cukup lama dia tidak mengunjungi tokonya yang di sana. Hanya menerima laporan dan setoran saja membuatnya tidak enak hati dengan yang bekerja di sana. "Aku besok akan ke toko yang dipegang Deli dan Clara. Aku tidak enak hati pada mereka, seperti anak tiri saja. Aku sering mengunjungi toko yang lain karena letaknya dekat tapi tetap saja mereka juga bekerja untukku, mereka anggotaku.""Iya, Mbak. Mbak pergi saja. Kalau ada kepentingan aku akan hubungi Mbak Alya."

    Last Updated : 2023-11-16
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   69. Benar, dia Temanku

    Sangat melelahkan pekerjaan hari ini. Aku dan mbak Alya sampai rumah sudah hampir Isya. Afnan sampai sudah tertidur."Bagaimana aku membawanya pulang ini?"Aku bertanya pada diriku sendiri melihat putraku yang sedang tertidur lelap. "Menginap saja, Aruna. Kasihan Afnan kalau kamu bangunkan.""Eh, Ibu. Apa Afnan sudah lama Bu tidurnya?"Tanyaku pada Ibu yang masuk ke kamar dimana Afnan di tidurkan."Belum, masih sekitar dua puluh menit yang lalu. Makanya ibu bilang kasihan kalau dibangunkan."Aku manggut-manggut sambil terus memandang Afnan yang sepertinya sedang tenang sekali tidurnya. "Kasihan Afnan, tadi nyari kamu. Terus ibu hibur akhirnya mau tidur.""Iyalah Bu nyari aku, siapa lagi yang mau di carinya."Celetukku. Ibu menghela napas.""Itu Alya sudah selesai mandi kamu juga mandi sana, biar segar. Sudah, menginap saja di sini. Ibu tunggu di ruang makan ya. Kita makan malam bersama.""Iya, Bu. Aku mau ke kamar mbk Alya dulu, pinjam baju. Aku nggak bawa baju ganti."Ibu mengangguk

    Last Updated : 2023-11-17
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   70. Abid Mengajakku Bertemu

    "Dalam beberapa bulan ini aku akan pergi untuk keperluan pendidikanku. Sebelumnya aku ingin meminta sedikit waktumu untuk kita bisa bertemu.""Ada apa, apa yang akan kita bicarakan?""Yang jelas tidak bisa di bicarakan melalui sambungan telepon seperti ini."Mendadak aku berdebar-debar. Mengapa Abid mengajakku bertemu? Kami sudah menjalin kerja sama selama tiga bulan lamanya. Selama itu Abid tidak pernah membicarakan masalah pribadi denganku. Kami hanya membahas masalah pekerjaan saja. Mbak Alya memang sengaja menyerahkan urusan dengan Abid Group kepadaku. Mungkin dalam pemikirannya karena aku dan Abid adalah teman. Karena itulah kami menjadi sering berkomunikasi lagi, tapi hanya masalah pekerjaan."Kapan dan di mana? Aku tidak bisa sering pergi karena aku harus bekerja dan mengurus anakku juga. Kalau kau tidak keberatan temui saja aku di rumah kontrakanku. Jika di tempat kerja aku akan merasa segan pada mbak Alya.""Baiklah, bagaimana kalau besok sore. Bukannya kau pulang kerja sore h

    Last Updated : 2023-11-17
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   71. Sebatas Teman

    Waktu bergulir tanpa bisa dihentikan. Mbak Alya semakin sibuk dengan persiapan hari pernikahannya. Dan aku disibukkan oleh pekerjaanTidak jadi masalah. Aku memang yang menginginkan mbak Alya untuk berkonsentrasi dengan masa depannya saja dan aku siap menggantikan pekerjaannya. Sebenarnya aku kasihan pada Afnan, dia jadi jarang bersamaku, aku sering menitipkannya pada Ibu atau mbak Siti. Pekerjaan ini menuntutku untuk sering pergi ke luar kota. Dan karena ini aku sadar mengapa dulu mbak Alya jarang berada di rumah, dia pun sering ke luar kota dan bertemu mas Bara. Dan itu yang membuatku naik pitam karena salah paham. Kepalaku berdenyut bila mengingatnya."Ada yang harus kuselesaikan dengan Abid Group, Mbak. Aku pergi hari ini, titip Afnan ya?""Tidak masalah. Kau hati-hati dan semoga sukses dengan Abid.""Apaan sih, Mbak. Jangan meledek. Aku juga ketemuannya sama Bu Farida kok.""Jadi aku salah ini.""Jelaslah."Mak Alya tertawa. Entahlah dia jadi sering mengejekku setelah tahu aku da

    Last Updated : 2023-11-18
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   72. Pernikahan Mbak Alya

    "Aku tetap tidak bisa datang, Abid. Di rumah sudah ramai orang. Aku tidak enak hati untuk meninggalkan acara pentingnya mbak Alya. Aku mohon pengertianmu."Abid terdiam tidak segera merespon suaraku yang di dengarnya melalui hpnya."Baiklah, sebenarnya aku ingin sekali ada dirimu di acara pentingku ini. Oh ya kapan acara pernikahan Bu Alya, eh Mbak Alya?""Dua hari lagi. Kami semua mengharap Abid Group bisa turut serta dalam acara ini.""Kami akan usahakan. Oh ya, Aruna. Bolehkah aku bertanya tapi pertanyaan ini sangat sensitif. Jika kau berkenan bilang iya jika nantinya kau tersinggung lebih baik aku urungkan niatku."Deg!Ada apa ini. Adakah hal penting yang di rahasiakan Abid padaku? Aku harus menjawabnya apa, aku belum siap jika pertanyaan itu akan membuatku terluka tapi jika aku tidak mengatakan ya, selamanya aku tidak akan tahu apa yang ada dalam hatinya.Aku menarik napas panjang dan menghembuskanya pelan-pelan."Katakan Abid, aku siap mendengarnya.""Kau janji dulu untuk tidak

    Last Updated : 2023-11-18
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   73. Kenyataan Pahit

    Aku menggeleng. "Apa pun yang akan terjadi karenanya, aku sudah tak ingin untuk menundanya lagi. Cepat atau lambat jika aku harus tau mengapa tidak sekarang saja, Abid.""Tapi aku lebih suka melihatmu dengan kehidupanmu yang sekarang. Kau sudah tampak bahagia meskipun kau menjalani hidupmu hanya berdua saja, Aruna.""Tolong, jangan berbelit-belit. Aku sudah lama menunggu."Aku menatap Abid dengan penuh pengharapan. Sepertinya dia sangat tidak tega padaku. Sebenarnya apa yang dia sembunyikan selama ini. Aku tahu itu tentang mas Bara. Tapi setahuku Abid tidak mengenal Mas Bara sama sekali. Aku menyatukan tanganku di depan dadaku. Abid membasahi bibirnya yang mengering, kemudian mengusap wajahnya dengan pelan.Perlahan dia merogoh saku celananya. Dia memegang hpnya. Aku masih menunggu Abid.Di serahkannya hp yang di pegangnya padaku."Bukalah galeri foto Aruna."Perintahnya.Meskipun dengan bertanya-tanya aku mengikuti apa yang dikatakan oleh Abid."Tidak ada sandinya?"Tanyaku sekedar

    Last Updated : 2023-11-19

Latest chapter

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   131. Kau Putraku, Afnan.

    "Apakah itu kewajibanku, Ayah? Apakah aku harus tinggal bersama Ayah?"Pertanyaan Afnan membuat aku tercekat."Aku ayahmu, Nak. Dan aku ingin sekali merawat dan membesarkanmu. Aku ingin mengurusmu sampai kau dewasa, sampai kau bisa meraih semua yang kau inginkan. Aku tahu kau disini tinggal bersama dengan ibumu. Aku yakin kau tidak kekurangan kasih sayang dari ayahmu. Dan kebahagiaanmu semakin lengkap saat hadirnya adik perempuanmu. Tapi lihatlah ayah, Nak. Aku juga ingin bersama dirimu. Ayah hanya punya Ibu Antika, Oma dan Opa. Ayah ingin ada anak kecil di rumah ayah. Ayah ingin ada yang meneruskan nama ayah kelak. Apa kau merasa keberatan atau ada yang melarangmu untuk ikut dengan ayahmu ini?"Mas Bara sudah memulainya, itu membuat hatiku kian teriris. Aku tidak tega menempatkan Afnan kecilku di posisi ini. Aku yakin dia sedang kebingungan untuk memberikan jawaban untuk ayahnya. Maafkan Ibu Afnan, ibu sudah menyeretmu ke dalam urusan orang dewasa yang seharusnya kau belum boleh menge

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   130. Tenangkan aku

    "Kenapa Ibu terus memelukku, apa ibu akan pergi meninggalkanku?"Tanya Afnan. "Ibu mau ke mana? Ibu yang takut jika kamu meninggalkan ibu.""Aku anak kecil, Bu. Aku mau ke mana? Kalau aku besar nanti mungkin aku akan meninggalkan ibu untuk pergi ke sekolah tinggi atau pergi bekerja. Kalau sekarang mana mungkin aku pergi Bu. Naik bus sendiri saja aku belum berani."Celoteh Afnan membuatku tersenyum tapi hanya di bibir, nyatanya terasa terluka di hati. Apakah Afnan akan mengucapkan itu saat mas Bara datang menjemputnya besok? Aku tidak berani berharap, mas Bara adalah ayahnya. Mungkin Afnan juga sedang mendamba untuk bisa dekat dekat dengan sosok ayahnya. Meski dia tak pernah mengatakan padaku tapi aku tahu Afnan juga sangat menyayangi ayahnya.Masih terngiang di telingaku kalimat Antika tadi pagi."Hari ini kami menjemput mas Bara, Mbak. Dan tunggu kabar selanjutnya. Kami akan segera datang untuk menjemput Afnan."Aku tidak menjawab Antika. Dan kemudian Antika memutuskan sambungan te

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   129. Kubawa Pada Siapa Luka ini

    "Satu Minggu lagi aku pulang, Aruna."Kalimat yang seharusnya biasa saja di terima oleh telingaku demikian pun saat tersampaikan ke syaraf otakku. Tetapi tidak seperti yang kurasakan. Di dalam kalimat sederhana itu tersimpan ribuan pertanyaan, kemungkinan, harapan dan lain-lain dan itu berkecamuk jadi satu di dalam hatiku."Iya, Mas."Jawabku lemah."Kau sudah tahu maksudku bukan?""Iya, tahu.""Kau sudah bilang pada Afnan.""Belum."Aku menjawab dengan jujur pertanyaan mas Bara. Aku memang belum mengatakan apa pun terkait tentang permintaan mas Bara untuk membawa Afnan ke rumahnya. Aku tidak tahu harus mengatakan apa pada Afnan. Ada kalanya aku ingin menyinggungkan masalah ini, menyisipkan sedikit saat kami mengobrol bersama tapi sungguh hati ini tidak tega sama sekali. Apa lagi saat kulihat betapa Afnan semakin menyayangi adiknya yang sudah pandai di ajaknya bermain bersama, terlebih saat kudengar untaian doa yang selalu di panjatkan Afnan saat sedang shalat di rumah. Tidak henti-

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   128. Maafkan Ibu

    Pagi ini aku sudah tidak melihat Afnan di tempat tidurnya, hatiku berdebar. Mengapa sepagi ini dia sudah meninggalkan tempat tidurnya?Aku mencoba melihat kamar mandinya, juga sudah kosong tapi lantainya sudah basah dan suhu ruangannya terasa hangat, berarti Afnan sudah mandi pagi.Aku tidak memanggilnya tapi aku terus mencarinya. Sampai lah aku ke halaman depan, aku mengira dia ada janji dengan temannya untuk jalan lagi. Ternyata tidak ada. Sandal yang biasa dipakainya untuk ke luar rumah masih tergeletak di tempatnya. Aku kembali masuk. Terdengar sayup suara lantunan ayat suci Alquran. Siapa yang mengaji, Abid kah? Tentu bukan karena aku tahu Abid belum bangun dari tidurnya."Aamiin ..."Aku melihat Afnan mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajahnya, dia mengakhiri bacaannya."Ya, Allah ... Semoga Ayah dan ibuku selalu Kau beri kesehatan, lindungi lah mereka selalu. Semoga mereka selalu menyayangiku, aku tidak ingin kehilangan cinta ayah dan Ibuku. Jika aku ada kesalahan, semoga m

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   127. Bersiap Untuk Berpisah

    Abid belum juga kembali. Dadaku terasa penuh sesak. Aku menatap kedua buah hatiku yang sedang terlelap. Wajah-wajah polos tanpa dosa. Haruskah nanti mereka hidup terpisah, apa yang akan aku katakan pada mereka kelak?Aku menghapus air mata yang mengalir begitu saja. Tidak seharusnya aku menangis lagi. Apa kurang cukup untukku bersedih selama ini?Aku bangkit, aku harus melakukan sesuatu sejak dini untuk Afnan. Afnan akan terpisah dariku, dia harus bisa melakukan apa pun tanpaku. Kembali aku meratap. Antara menerima dan melawan perasaan hatiku."Ayo Afnan, kau harus segera bangun. Jangan bermalas-malasan begitu. Saat kau sudah membuka mata, jangan sampai kau menghabiskan waktu dengan berbaring saja. Kau harus segera mengerjakan apa yang seharusnya kau kerjakan.""Tapi aku masih mengantuk, Bu.""Kau sudah bangun dan nanti malam lagi kau bisa tidur dengan waktu yang lebih lama. Kau harus makan dan bersiap ke tempat les.""Iya, Bu."Sebenarnya hatiku sangat sakit saat mengucapkan itu. Bias

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   126. Permintaan yang Berat

    Abid menggendong Amayra yang sepertinya mulai mengantuk, sebotol susu mengantarkan tidur Amayra dalam gendongan ayahnya.Aku enggan beranjak meninggalkan Afnan yang sedang bersama mas Bara. Detak jantungku seakan terus berpacu mengiringi obrolan demi obrolan ayah dan anak yang tak satu pun terlewatkan olehku. Aku tidak mau mas Bara mempengaruhi Afnan untuk ikut bersamanya. Sungguh aku tidak akan rela.Sejauh ini sudah banyak yang mereka obrolkan tetapi belum sampai pada kalimat permintaan mas Bara. Aku tidak tahu kenapa. Apa belum saat ini, karena mas Bara merasa masih harus meneruskan masa tahanannya terlebih dahulu. Aku tidak menanyakan kapan dia akan resmi ke luar. Aku membatasi komunikasiku seperti membatasi hubunganku dengannya atau keluarganya."Sudah kamu tidurkan?"Tanyaku pada Abid yang kembali tanpa membawa Amayra."Iya, sudah. Kenapa kau tidak ke belakang sama sekali.""Itu," jawabku sambil mengarahkan daguku pada Afnan yang sedang duduk di pangkuan ayahnya."Kenapa, Afnan t

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   125. Biarkan Semua Berlalu

    "Oek ....oek ...."Tepatnya tujuh tahun yang lalu telingaku mendengar jerit tangis bayi yang kulahirkan dan hari ini untuk kedua kalinya aku mendengar jerit tangis itu kembali. Adik Afnan sudah menghirup udara bebas, tangisnya melengking memecah malam. Tepat jam tiga dini hari, bayi mungil berjenis kelamin perempuan hadir ke dunia ini dan menyandang status sebagai putri dari pasangan suami istri Abid dan Aruna.Tidak ada perasaan sedih dan duka nestapa sepeti waktu dulu, hanya ada rasa syukur dan bahagia yang tiada tara untuk kelahiran putri cantikku ini. Abid tidak meninggalkanku barang sedetik pun dari awal aku mulai merasakan kontraksi, dia selalu berada disisiku untuk selalu memberiku support.""Wati, jika bangun nanti bilang pada Afnan, adiknya sudah lahir, perempuan. Minta mang Arman untuk mengantarkan kalian ke rumah sakit ya?"Aku segera menghubungi Wati yang kutinggal di rumah karena harus menjaga Afnan. Aku mengajak Ibu untuk membantuku, ibunya Abid tidak bisa menemaniku kare

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   124. Aku Bukan Aruna yang Dulu

    Aku hanya bisa menggigit bibir dan sesekali memejamkan mataku, semua terjadi karena pemandangan yang berada di depan mataku. Tingkah Selin membuatku ingin sekali melukis mukanya dengan ribuan s*ya*an. Di dalam dadaku terdengar gemuruh amarah yang saling bersahutan. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana Abid berusaha menghindari Selin, Abid tahu aku memperhatikannya dari tempatku ini. Tapi memang Selin yang sengaja bertingkah seperti *alang. Dari pintu masuk kulihat tangan Selin sudah bergelayut manja seperti Abid yang berjalan di sisinya itu adalah suami atau kekasihnya. Aku pun tahu dia sedang menebar pesonanya pada suamiku. "Ini tempat umum, tidak pantas kau seperti ini, Selin.""Ini masih termasuk wilayah pabrik kita. Apa salahnya, bukankah ini ibarat rumah kita sendiri.""Tapi apa kau tak malu, akan banyak yang berpikir negatif tentang kita. Kita ini rekan kerja dan aku adalah pria yang sudah beristri.""Sudah jadi hal yang biasa jika pengusaha muda sepertimu tidak c

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   123. Pilihan Hidup

    Aku mengajak mama masuk, aku ingin segera bertemu mas Bara dan mengakhiri pertemuan hari ini. Aku juga tidak tahu kapan akan bisa bertemu kembali. Tapi yang jelas hari ini aku harus bertemu dengan mas Bara, mantan suamiku. Mas Bara tidak lagi berambut panjang, penampilannya sedikit rapi. Tapi badannya semakin kurus dan tatapannya begitu layu. Mas Bara tersenyum melihat kedatanganku."Apa kabar, Mas?""Seperti.yang kau lihat, bagaimana denganmu?""Sama, seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja. Aku ke sini karena ingin meminta maaf padamu, aku tidak bisa hadir di persidanganmu Mas. Aku sedang dalam masalah waktu itu.""Tidak apa-apa Aruna, semua sudah selesai.""Dan aku tidak bisa memberikan bantuan untukmu sedikitpun."Mas Bara berdecak, entah kesal entah menyesal. Aku melirik nama Resti yang duduk di sampingku sementara mas Bara ada di hadapanku."Sepertinya tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan mas, aku tadi sudah panjang lebar bercerita dengan Mama. Mama bisa menyambungnya de

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status