Share

56. Bekerja

Author: Tutyas
last update Last Updated: 2023-11-10 10:31:52
Dua malam aku menginap di rumah ibu, tak sekalipun mas Bara meneleponku sekedar bertanya kabar atau menyuruh pulang, tidak sama sekali.

Aku yang tidak enak hati dengan mama. Mama sering menelepon dan menanyakan Afnan. Lebih baik aku pulang saja dari pada ibu mencurigaiku. Setiap saat pandangan ibu mengandung rasa curiga dan ibu kerap menguping saat aku menelepon.

Aku berpamitan pulang pada Ibu dan aku mengatakan kalau mama mau menjemputku. Baru ibu tersenyum padaku. Heran juga ya, mengapa seorang ibu sepertinya tidak suka kalau anaknya meninggalkan rumah bahkan untuk menginap di rumahnya. Orang tua akan merasa senang jika mendapat kabar baik dari anaknya meski mereka tidak melihatnya langsung, mereka akan turut merasa bersuka cita meskipun itu hanya kabar saja.

"Baik-baik kau sama keluarga mertuamu, terutama baik-baiklah sama Bara."

Bisik ibu di telingaku saat aku memeluknya. Sebenarnya aku masih merasa berat hati untuk meninggalkan rumah ini tapi demi mama Resti aku pulang juga.

"Iya,
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   57. Masalah

    Kesibukan baruku mampu mengalihkan perhatianku dari mas Bara yang kian hari kian menyebalkan. Sama sekali dia tak memperhatikanku, menyapa atau menanyakan sesuatu hanya seperlunya saja. Bahkan seperti hanya rutinitas atau kepura-puraan saja. Biasanya mas Bara bersikap ramah dan manis jika ada mama, papa atau tamu. Ah, mau bagaimana lagi. Kami terlanjur mengambil sikap saling diam, kalau dicermati malah seperti musuh saja."Tapi Kakak sudah pesan tiga paket, tidak bisa di cancel begitu saja dong. Pesanan Kakak sudah masuk sistem dan toko pusat sudah memprosesnya.""Maaf ya Kak, tapi teman saya yang semula ingin memesan atas nama saya juga dengan begitu saja membatalkan pesanannya. Jadi nggak mungkin saya pesan tiga paket untuk diri saya sendiri.""Lah itu kan resiko Kakak. Kakak tidak bisa membatalkan pesanan dalam proses. Barang tetap akan dikirim sebanyak tiga paket, Kak.""Kak, ini kan saya sudah kasih tahu baik-baik jika yang dua paket itu pesanan teman saya yang tiba-tiba saja memb

    Last Updated : 2023-11-11
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   58. Mbak Alya yang Baik

    Tiba-tiba aku teringat untuk membelikan susu untuk Afnan, sekalian ke luar rumah begitu pikirku. Kadang kalau sudah di dalam rumah, mau ke mana-mana itu malas yang ada.Tak sengaja aku berada di belakang mang kurirnya mbak Alya. Hatiku berkata kalau aku harus bisa menyelesaikan masalahku, agar orang tidak bisa seenaknya denganku. Aku harus memaksa Kia Amalia itu membayar semua pesanannya. Aku tak mau ada masalah dengan mbak Alya.Aku mengikuti ke mana arah mang kurir itu mengantarkan pesanannya. Aku tahu ini jalan menuju rumah targetku, aku akan mengintainya dulu.Benar saja, mang kurir berhenti di depan sebuah rumah dan mengucapkan salam. Lama sekali tidak ada jawaban, kemudian mang kurir mengetuk pintu dengan keras. Tak semudah yang kubayangkan ternyata bekerja sebagai pengantar barang itu. Aku berhentikan sepeda motorku agak jauh tapi masih bisa kulihat apa yang terjadi di depanku. Sudah jelas ada cekcok antara keduanya. Sudah pasti karena uang yang di bayarkan oleh Kia Amalia tida

    Last Updated : 2023-11-11
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   59. Ulang tahun

    Kunikmati hidup yang terasa berwarna meskipun ada kehampaan dari sisi hatiku yang lain."Aku percayakan semua urusan padamu sekarang, kau tak usah lagi mengurus penjualan. Kau bertugas memeriksa semua laporan masuk saja. Uang keluar dan uang masuk aku percayakan padamu, aku hanya memeriksa hasil akhir saja.""Tapi, Mbak .... Apa aku pantas menerima tugas ini?""Apa kau tak yakin dengan dirimu sendiri. Bagaimana kau bisa berkata seperti itu. Apa kau tak ingin ada kemajuan dalam pekerjaanmu?""Tentu saja aku mau, Mbak. Tapi bagaimana Mbak begitu percaya padaku setelah ....""Mengapa kau mengungkit hal yang telah berlalu. Bukankah kau sudah berusaha untuk berubah dan aku percaya padamu. Lebih baik menjadi mantannya orang buruk dari pada menjadi mantannya orang baik."Dadaku berdegup saat mbak Alya membicarakan orang baik yang berubah buruk, bukankah itu mas Bara? Dan selama ini aku sukses menutupi keburukan mas Bara dari orang di sekelilingku. Mereka mengira hubunganku baik-baik saja sepe

    Last Updated : 2023-11-12
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   60. Menghilang

    Aku pulang bersama mama, Afnan tertidur di pangkuanku karena kelelahan. Dia tak berhenti sepanjang hari tadi.Mama tersenyum saat melirik cucunya yang tengah tertidur pulas."Puas sekali dia hari ini.""Iya, Ma. Oh ya tadi mas Bara sudah pulang belum, Ma?""Aku tidak bertemu Bara hari ini, aku malas untuk meneleponya, jarang dia mau mengangkatnya. Aku kira kalau kau sudah meneleponnya. Entah juga dia sedang mengawasi toko yang mana."Ternyata mama juga malas menghadapi mas Bara. Memang semenjak mas Bara tahu jika mama sering berada di pihakku, mas Bara jadi kurang akrab dengan mamanya sendiri."Ya sudahlah, Ma. Nanti juga pulang sendiri.""Kamu yang sabar ya Aruna. Semoga Bara akan menyadari kesalahannya sesuatu saat nanti.""Entahlah, Ma. Aku masih bisa berharap atau tidak."Aku tersenyum masam saja. Hatiku sepertinya juga sudah membeku tak ada rasa lagi.Kubaringkan tubuh putraku senyaman mungkin, kucium pipinya yang menggemaskan itu.Aku beranjak pergi ke kamar mandi untuk menyegark

    Last Updated : 2023-11-12
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   61. Terusir

    "Bara benar-benar sudah pergi, ada apa dengan dirinya sampai berbuat senekat ini?""Aku tidak tahu, Pa. Akhir-akhir ini Bara hanya banyak diam.""Dia sungguh tega meninggalkan kita, orang tuanya sendiri yang sudah mengurusnya dan membesarkannya."Mama tidak lagi menyahut tapi kemudian terdengar Isak tangisnya.Tiga hari sudah mas Bara tidak ada kabar beritanya. Dan belum ada satu pun pihak yang bisa memberikan informasi tentangnya. Baik dari masyarakat sekitar, teman kerja maupun pihak kepolisian. Jejak mas Bara sangat sulit untuk ditemui.Aku terdiam dalam rasa yang sama sekali tak nyaman. Aku tidak berani angkat bicara. Sesungguhnya mereka pun tahu jika masalah mas Bara bukan dari mereka tapi dari diriku."Apa kau sudah menghubungi Citra?"Tanya Papa. Papa yang biasanya banyak diam kini jadi banyak bicara setelah kehilangan anak lelaki tersayangnya "Sudah, tidak ada sangkut pautnya masalah ini dengan Citra. Bahkan kini Citra sudah bertunangan dengan tetangganya di kampung.""Lantas

    Last Updated : 2023-11-13
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   62. Selamat Berbahagia, Mbak Alya

    "Apa kau masih sakit, Aruna?"Tanya mbak Alya saat melihatku datang. Afnan langsung digendong ibu. Rumah mbak Alya sudah ramai orang. "Nggak kok, Mbak. Aku sudah merasa lebih baik.""Tapi masih pucat, kau pasti belum ke dokter ya?""Sudah Mbak, aku ini baik-baik saja. Jangan khawatir. Yok ah Mbak aku mau membantu yang lainnya. Masa datang cuma buat ngobrol nggak enak lah."Aku langsung masuk dan bergabung dengan yang lainnya. Aku ingin melupakan masalahku sejenak dengan melakukan kesibukan dengan mereka. Aku takut ibu dan mbak Alya semakin mencurigaiku. Biar nanti saja jika waktunya sudah tepat aku akan bicarakan masalahku ini. Siapa tahu mbak Alya bisa memberi masukan yang baik.Selepas Maghrib datanglah tamu yang sangat di tunggu oleh kami semua. Pihak keluarga mas Yusuf kekasih mbak Alya bersama rombongannya."Tampan sekali mas Yusuf, Mbak. Sangat sesuai dengan namanya. Mbak sudah mengenalnya lama?""Satu tahun yang lalu kami mulai dekat. Dia pemilik perusahaan yang menjadi mitra b

    Last Updated : 2023-11-13
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   63. Rahasia itu Terbongkar

    "Jadi kau tidak mengatakan apa pun pada keluargamu, Aruna?"Tanya mama Resti dengan nada rendah.Aku menggeleng.Kulihat Ibu dan mbak Alya saling berpandangan."Apa yang terjadi, Aruna?"Tanya ayah.Aku tidak bisa berkata-kata. Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Aku tidak mau disalahkan tapi aku tidak bisa membela diriku."Katakan, ayo jangan takut."Mbak Alya menyentuh pundakkuAku melihat ke arahnya. Mbak Alya mengangguk. "Mas Bara pergi dari rumah karena bertengkar denganku."Kataku kemudian dengan sangat berat dan itu pun sudah dengan gemetaran.Semua terkejut kecuali mama Resti."Sejak kapan?"Tanya mbak Alya."Kenapa kau tak bilang pada kami kalau suamimu pergi."Lanjut ayah."Apa kalian ada masalah sampai Bara meninggalkan rumah?"Tambah ibu.Sungguh aku bingung sekali untuk memulai dari mana."Bara sudah tidak ada kabarnya dari seminggu ini, dia sudah tercatat sebagai orang hilang di kepolisian."Ujar mama Resti memberi penjelasan pada keluarga yang sudah barang tentu tid

    Last Updated : 2023-11-14
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   64. Tidak dengan Siapapun

    Aku masih tergugu, semua diam. Tidak ada yang berani angkat bicara.Ayah, ibu dan mbak Alya sama-sama merasa kecewa padaku. Lagi dan lagi aku membuat masalah untuk mereka."Permisi Bu Alya, mau ditaruh dimana barang-barang ini?"Seseorang itu muncul di pintu depan. Aku tahu kalau itu orang suruhan mama Resti untuk mengirimkan barang-barangku ke sini. Mbak Alya melirikku yang tak bergeming sama sekali.Mbak Alya yang bangkit karena melihat yang lain diam."Tolong bawa masuk semua, Pak.""Baiklah, Bu."Mbak Alya saja yang membantu suruhan mama, memasukkan barang-barangku ke dalam kamar yang biasa aku tempati jika aku bermalam di sini."Terima kasih ya, Pak.""Sama-sama, Bu.""Sekarang susun barang-barangmu itu, aku tidak ingin kau tidak merapikannya."Suruh mbak Alya padaku saat orang suruhan mama sudah pergi."Biarkan dulu, Mbak. Aku mau pergi. Tolong titip Afnan.""Berhenti, kau tak boleh pergi."Suara ayah menghentikan kakiku yang hampir melangkah ke luar."Aku harus pergi ayah, tolon

    Last Updated : 2023-11-14

Latest chapter

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   131. Kau Putraku, Afnan.

    "Apakah itu kewajibanku, Ayah? Apakah aku harus tinggal bersama Ayah?"Pertanyaan Afnan membuat aku tercekat."Aku ayahmu, Nak. Dan aku ingin sekali merawat dan membesarkanmu. Aku ingin mengurusmu sampai kau dewasa, sampai kau bisa meraih semua yang kau inginkan. Aku tahu kau disini tinggal bersama dengan ibumu. Aku yakin kau tidak kekurangan kasih sayang dari ayahmu. Dan kebahagiaanmu semakin lengkap saat hadirnya adik perempuanmu. Tapi lihatlah ayah, Nak. Aku juga ingin bersama dirimu. Ayah hanya punya Ibu Antika, Oma dan Opa. Ayah ingin ada anak kecil di rumah ayah. Ayah ingin ada yang meneruskan nama ayah kelak. Apa kau merasa keberatan atau ada yang melarangmu untuk ikut dengan ayahmu ini?"Mas Bara sudah memulainya, itu membuat hatiku kian teriris. Aku tidak tega menempatkan Afnan kecilku di posisi ini. Aku yakin dia sedang kebingungan untuk memberikan jawaban untuk ayahnya. Maafkan Ibu Afnan, ibu sudah menyeretmu ke dalam urusan orang dewasa yang seharusnya kau belum boleh menge

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   130. Tenangkan aku

    "Kenapa Ibu terus memelukku, apa ibu akan pergi meninggalkanku?"Tanya Afnan. "Ibu mau ke mana? Ibu yang takut jika kamu meninggalkan ibu.""Aku anak kecil, Bu. Aku mau ke mana? Kalau aku besar nanti mungkin aku akan meninggalkan ibu untuk pergi ke sekolah tinggi atau pergi bekerja. Kalau sekarang mana mungkin aku pergi Bu. Naik bus sendiri saja aku belum berani."Celoteh Afnan membuatku tersenyum tapi hanya di bibir, nyatanya terasa terluka di hati. Apakah Afnan akan mengucapkan itu saat mas Bara datang menjemputnya besok? Aku tidak berani berharap, mas Bara adalah ayahnya. Mungkin Afnan juga sedang mendamba untuk bisa dekat dekat dengan sosok ayahnya. Meski dia tak pernah mengatakan padaku tapi aku tahu Afnan juga sangat menyayangi ayahnya.Masih terngiang di telingaku kalimat Antika tadi pagi."Hari ini kami menjemput mas Bara, Mbak. Dan tunggu kabar selanjutnya. Kami akan segera datang untuk menjemput Afnan."Aku tidak menjawab Antika. Dan kemudian Antika memutuskan sambungan te

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   129. Kubawa Pada Siapa Luka ini

    "Satu Minggu lagi aku pulang, Aruna."Kalimat yang seharusnya biasa saja di terima oleh telingaku demikian pun saat tersampaikan ke syaraf otakku. Tetapi tidak seperti yang kurasakan. Di dalam kalimat sederhana itu tersimpan ribuan pertanyaan, kemungkinan, harapan dan lain-lain dan itu berkecamuk jadi satu di dalam hatiku."Iya, Mas."Jawabku lemah."Kau sudah tahu maksudku bukan?""Iya, tahu.""Kau sudah bilang pada Afnan.""Belum."Aku menjawab dengan jujur pertanyaan mas Bara. Aku memang belum mengatakan apa pun terkait tentang permintaan mas Bara untuk membawa Afnan ke rumahnya. Aku tidak tahu harus mengatakan apa pada Afnan. Ada kalanya aku ingin menyinggungkan masalah ini, menyisipkan sedikit saat kami mengobrol bersama tapi sungguh hati ini tidak tega sama sekali. Apa lagi saat kulihat betapa Afnan semakin menyayangi adiknya yang sudah pandai di ajaknya bermain bersama, terlebih saat kudengar untaian doa yang selalu di panjatkan Afnan saat sedang shalat di rumah. Tidak henti-

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   128. Maafkan Ibu

    Pagi ini aku sudah tidak melihat Afnan di tempat tidurnya, hatiku berdebar. Mengapa sepagi ini dia sudah meninggalkan tempat tidurnya?Aku mencoba melihat kamar mandinya, juga sudah kosong tapi lantainya sudah basah dan suhu ruangannya terasa hangat, berarti Afnan sudah mandi pagi.Aku tidak memanggilnya tapi aku terus mencarinya. Sampai lah aku ke halaman depan, aku mengira dia ada janji dengan temannya untuk jalan lagi. Ternyata tidak ada. Sandal yang biasa dipakainya untuk ke luar rumah masih tergeletak di tempatnya. Aku kembali masuk. Terdengar sayup suara lantunan ayat suci Alquran. Siapa yang mengaji, Abid kah? Tentu bukan karena aku tahu Abid belum bangun dari tidurnya."Aamiin ..."Aku melihat Afnan mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajahnya, dia mengakhiri bacaannya."Ya, Allah ... Semoga Ayah dan ibuku selalu Kau beri kesehatan, lindungi lah mereka selalu. Semoga mereka selalu menyayangiku, aku tidak ingin kehilangan cinta ayah dan Ibuku. Jika aku ada kesalahan, semoga m

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   127. Bersiap Untuk Berpisah

    Abid belum juga kembali. Dadaku terasa penuh sesak. Aku menatap kedua buah hatiku yang sedang terlelap. Wajah-wajah polos tanpa dosa. Haruskah nanti mereka hidup terpisah, apa yang akan aku katakan pada mereka kelak?Aku menghapus air mata yang mengalir begitu saja. Tidak seharusnya aku menangis lagi. Apa kurang cukup untukku bersedih selama ini?Aku bangkit, aku harus melakukan sesuatu sejak dini untuk Afnan. Afnan akan terpisah dariku, dia harus bisa melakukan apa pun tanpaku. Kembali aku meratap. Antara menerima dan melawan perasaan hatiku."Ayo Afnan, kau harus segera bangun. Jangan bermalas-malasan begitu. Saat kau sudah membuka mata, jangan sampai kau menghabiskan waktu dengan berbaring saja. Kau harus segera mengerjakan apa yang seharusnya kau kerjakan.""Tapi aku masih mengantuk, Bu.""Kau sudah bangun dan nanti malam lagi kau bisa tidur dengan waktu yang lebih lama. Kau harus makan dan bersiap ke tempat les.""Iya, Bu."Sebenarnya hatiku sangat sakit saat mengucapkan itu. Bias

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   126. Permintaan yang Berat

    Abid menggendong Amayra yang sepertinya mulai mengantuk, sebotol susu mengantarkan tidur Amayra dalam gendongan ayahnya.Aku enggan beranjak meninggalkan Afnan yang sedang bersama mas Bara. Detak jantungku seakan terus berpacu mengiringi obrolan demi obrolan ayah dan anak yang tak satu pun terlewatkan olehku. Aku tidak mau mas Bara mempengaruhi Afnan untuk ikut bersamanya. Sungguh aku tidak akan rela.Sejauh ini sudah banyak yang mereka obrolkan tetapi belum sampai pada kalimat permintaan mas Bara. Aku tidak tahu kenapa. Apa belum saat ini, karena mas Bara merasa masih harus meneruskan masa tahanannya terlebih dahulu. Aku tidak menanyakan kapan dia akan resmi ke luar. Aku membatasi komunikasiku seperti membatasi hubunganku dengannya atau keluarganya."Sudah kamu tidurkan?"Tanyaku pada Abid yang kembali tanpa membawa Amayra."Iya, sudah. Kenapa kau tidak ke belakang sama sekali.""Itu," jawabku sambil mengarahkan daguku pada Afnan yang sedang duduk di pangkuan ayahnya."Kenapa, Afnan t

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   125. Biarkan Semua Berlalu

    "Oek ....oek ...."Tepatnya tujuh tahun yang lalu telingaku mendengar jerit tangis bayi yang kulahirkan dan hari ini untuk kedua kalinya aku mendengar jerit tangis itu kembali. Adik Afnan sudah menghirup udara bebas, tangisnya melengking memecah malam. Tepat jam tiga dini hari, bayi mungil berjenis kelamin perempuan hadir ke dunia ini dan menyandang status sebagai putri dari pasangan suami istri Abid dan Aruna.Tidak ada perasaan sedih dan duka nestapa sepeti waktu dulu, hanya ada rasa syukur dan bahagia yang tiada tara untuk kelahiran putri cantikku ini. Abid tidak meninggalkanku barang sedetik pun dari awal aku mulai merasakan kontraksi, dia selalu berada disisiku untuk selalu memberiku support.""Wati, jika bangun nanti bilang pada Afnan, adiknya sudah lahir, perempuan. Minta mang Arman untuk mengantarkan kalian ke rumah sakit ya?"Aku segera menghubungi Wati yang kutinggal di rumah karena harus menjaga Afnan. Aku mengajak Ibu untuk membantuku, ibunya Abid tidak bisa menemaniku kare

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   124. Aku Bukan Aruna yang Dulu

    Aku hanya bisa menggigit bibir dan sesekali memejamkan mataku, semua terjadi karena pemandangan yang berada di depan mataku. Tingkah Selin membuatku ingin sekali melukis mukanya dengan ribuan s*ya*an. Di dalam dadaku terdengar gemuruh amarah yang saling bersahutan. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana Abid berusaha menghindari Selin, Abid tahu aku memperhatikannya dari tempatku ini. Tapi memang Selin yang sengaja bertingkah seperti *alang. Dari pintu masuk kulihat tangan Selin sudah bergelayut manja seperti Abid yang berjalan di sisinya itu adalah suami atau kekasihnya. Aku pun tahu dia sedang menebar pesonanya pada suamiku. "Ini tempat umum, tidak pantas kau seperti ini, Selin.""Ini masih termasuk wilayah pabrik kita. Apa salahnya, bukankah ini ibarat rumah kita sendiri.""Tapi apa kau tak malu, akan banyak yang berpikir negatif tentang kita. Kita ini rekan kerja dan aku adalah pria yang sudah beristri.""Sudah jadi hal yang biasa jika pengusaha muda sepertimu tidak c

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   123. Pilihan Hidup

    Aku mengajak mama masuk, aku ingin segera bertemu mas Bara dan mengakhiri pertemuan hari ini. Aku juga tidak tahu kapan akan bisa bertemu kembali. Tapi yang jelas hari ini aku harus bertemu dengan mas Bara, mantan suamiku. Mas Bara tidak lagi berambut panjang, penampilannya sedikit rapi. Tapi badannya semakin kurus dan tatapannya begitu layu. Mas Bara tersenyum melihat kedatanganku."Apa kabar, Mas?""Seperti.yang kau lihat, bagaimana denganmu?""Sama, seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja. Aku ke sini karena ingin meminta maaf padamu, aku tidak bisa hadir di persidanganmu Mas. Aku sedang dalam masalah waktu itu.""Tidak apa-apa Aruna, semua sudah selesai.""Dan aku tidak bisa memberikan bantuan untukmu sedikitpun."Mas Bara berdecak, entah kesal entah menyesal. Aku melirik nama Resti yang duduk di sampingku sementara mas Bara ada di hadapanku."Sepertinya tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan mas, aku tadi sudah panjang lebar bercerita dengan Mama. Mama bisa menyambungnya de

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status