Dean menatap speed boat yang kian menjauh, kemudian meninggalkan dermaga setelah lima belas menit menunggu."Pastikan ponselmu standby agar Hanna tidak terlalu lama menunggumu." Dean mengingatkan Nick agar tidak terlambat menjemput Hanna.Nick kemudian membawa Dean kembali ke hotel, bosnya itu akan menunggu jemputan yang akan membawanya ke gurun bersama Mark.Mobil offroad yang dikirim Rasyid membawa Dean dan Mark dimana gurun itu berada, butuh waktu kurang lebih satu jam perjalanan dari hotel ke gurun yang menjadi tujuan mereka.Sebelum memasuki area Desert Safari Dubai, kendaraan yang mereka tumpangi bersama berkumpul di pos persiapan.Selang dua puluh menit kemudian, Dean berangkat mengarungi lautan gurun pasir, perjalanan dimulai dengan trek yang mudah dilalui berupa gundukan pasir. Hingga akhirnya dia tiba di pos pertama yang memakan waktu sekitar lima belas menit perjalanan. Di pos ini Dean dan tamu lain disuguhi minuman dingin, sambil menikmati pertunjukan elang gurun dari seor
"Aku ingin makan malam hanya berdua denganmu." Noura mengajukan persyaratannya pada Dean."Tapi besok aku akan meninggalkan Dubai.""Bagaimana jika malam ini?" Noura menawarkan."Bukankah malam ini acara penting ayahmu? Tidak semestinya kamu meninggalkan acara.""Kita tidak perlu meninggalkan hotel, aku akan menyiapkannya di lantai yang lain.""Akupun tidak bisa meninggalkan Hanna sendirian." Dean sudah dua kali melewatkan makan malam dengan Hanna, dan dia tidak ingin melakukan yang ketiga kalinya."Dean, kamu akan menikah dengannya, hidup bersamanya dan bisa makan malam dengannya kapanpun kamu mau. Sedangkan aku? belum tentu kita akan bertemu lagi."Dean tidak punya pilihan lain, dia harus bisa membungkam berita itu. Publik tidak akan menerima klarifikasi hanya dari satu pihak, jadi dia butuh klarifikasi dari pihak Noura juga."Oke, hubungi aku jika kamu sudah siap." Dengan berat hati Dean memenuhi permintaan Noura.*****Dalam balutan gaun mewah yang menutup tubuhnya dengan sempurna
"Dubai, pesonamu membuatku terbuai. Namun sayang, kenangan yang kudapatkan tak sesuai dengan yang kuharapkan. Semoga kita berjumpa lagi dan mengukir kembali sejarah yang lebih berkesan." Hanna menulis di lembar catatan hariannya lalu menutup buku itu dan menyimpannya di dalam koper.Bandara Internasional Dubai.Ini adalah pertama kalinya Hanna melakukan perjalanan jauh seorang diri, perjalanan dari New York ke Florida tidak seberapa dibanding perjalanan kali ini. Dia berusaha melawan sekuat tenaga ketakutan yang kerap kali muncul agar panic attacknya tidak kambuh di tengah keramaian. Bagi Hanna yang memiliki gangguan kecemasan sosial tak mudah melakukan suatu perjalanan ke tempat asing seorang diri, tapi kali ini keadaan yang memaksa dia untuk berani.Di ruang tunggu Hanna duduk menunggu jadwal keberangkatannya. Selangkah lagi menuju Indonesia, tempat kelahirannya, tempat dia akan pulang membawa sisa-sisa kepingan hati yang remuk redam.Pesawat lepas landas beberapa menit sebelum azan
Setibanya di Indonesia, Dean segera menuju hotel bintang lima yang sudah dipesan Kevin sejak jauh hari. Dia akan menginap di sana selama beberapa hari ke depan.Dean mengeluarkan laptopnya lagi untuk memindai keberadaan Hanna. Setelah berada di Indonesia sinyal yang didapat kini lebih tajam, dia bisa menemukan lokasi Hanna secara akurat bahkan lengkap dengan titik kordinatnya.Hatinya kini menjadi lega, dia sudah dekat dengan kekasihnya. Merasa dirinya masih butuh istirahat, Dean memutuskan untuk menemui Hanna keesokan harinya.Sejak pagi hingga siang hari posisi sinyal yang terdeteksi masih sama, namun Dean terkejut ketika menjelang sore tiba-tiba posisi Hanna berubah. Bahkan lokasinya tak jauh dari hotel tempat Dean menginap. Tak ingin kehilangan Hanna untuk yang kedua kalinya lantas dia bergegas bersama dua pengawalnya.*****Hanna memandangi ponselnya yang mati sejak dirinya bertolak ke Indonesia. Semalam Al datang ke rumahnya, meminta waktu untuk berbicara. Saat itu Hanna merasa t
Sebelum pulang ke rumahnya, Hanna mengajak Dean jalan-jalan di salah satu mall yang terletak di kawasan Senayan. Dean membelikan sejumlah barang yang akan dia hadiahkan untuk calon mertua dan calon iparnya."Terimakasih, Hanna.""Untuk apa?""Untuk maafmu dan kesempatan kedua darimu.""Tolong jangan diulangi lagi, Dean.""Insyaallah."Mereka lalu pergi ke rumah orang tua Hanna bersama dua pengawal juga sopir yang sudah disediakan Kevin untuk Dean selama tinggal di Indonesia.Misi Dean datang ke Indonesia akhirnya berhasil, dia telah merebut kembali hati Hanna, dia juga mendapat restu dari Bu Yana untuk menikahi putrinya. Sejak mengetahui Hanna masih mengenakan gelang itu, Dean yakin Hanna pasti masih menginginkannya. Buktinya Hanna tidak membuang gelang itu supaya Dean bisa dengan mudah menemukan keberadaannya.Beruntung Dean sudah memesan kalung yang lebih canggih untuk Hanna, kedepannya dia tidak ingin kehilangan jejak gadis itu lagi. Bahkan kapanpun Dean bisa mendengar dan melihat
"Apa kamu tidak kedinginan, Hanna? Angin di luar sangat kencang. Nampaknya sebentar lagi akan hujan." Langit di New York tampak gelap, angin pun berembus lebih kencang dari biasanya.Dean memeluk tubuh istrinya dalam balutan dress sleveless warna broken white. Mereka baru saja pulang dari beberapa kota. Di Florida mereka mengadakan acara jamuan untuk teman-teman Dean di komunitas muslim, kemudian lanjut ke Washington DC untuk menghadiri pesta yang digelar Anna Joos."Apa saham perusahaanmu masih baik-baik saja, Dean? Setelah acara konferensi pers kemarin."Hanna membalikkan tubuhnya agar bisa menatap suaminya dengan jelas."Ya, jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja." Dean merapikan anak rambut yang menutupi wajah Hanna."Lalu kapan kamu akan kembali bekerja?""Insyaallah lusa, aku masih ingin menghabiskan waktu bersamamu."Tak lama kemudian hujan lebat turun lalu Dean menutup jendela besar yang ada di kamar mereka, kemudian membawa istrinya dalam peraduan.*****Sudah empat bulan
Kevin menunggu kabar dari Dean yang sejak pagi melakukan perjalanan kembali ke kota New York. Sudah empat jam menunggu tapi Dean belum juga menghubunginya, bahkan ponsel Dean tidak aktif ketika Kevin meneleponnya. Sedangkan ada beberapa hal terkait perusahaan yang harus dia diskusikan pada bosnya.Akhirnya Kevin memutuskan untuk bertanya pada Hanna."Hallo, Hanna. Apa Dean sudah sampai di apartemen?""Dean pulang hari ini?" Hanna tentu terkejut karena Dean tidak mengabari kepulangannya dari Kanada."Apa kamu tidak tahu? Dia meneleponku sebelum naik ke pesawat. Seharusnya dia sudah sampai. Aku berkali-kali menghubunginya tapi ponselnya tidak aktif.""Oh, biar aku yang coba menghubunginya lagi, Kevin.""Baiklah, aku akan coba menghubungi Nick. Mungkin dia tahu dimana bosnya."Setelah Hanna menutup teleponnya kemudian dia menghubungi Dean. Benar saja yang dikatakan Kevin, ponsel Dean tidak aktif. Tak lama kemudian dia mendapat panggilan lagi dari Kevin."Hanna, aku sudah menghubungi Nick.
Sudah hampir seminggu Hanna menginap di hotel, dia bahkan tidak berani keluar dari hotel karena takut Dean akan menemukannya. Dia tahu suaminya akan berusaha dengan cara apapun agar bisa menemukannya.Hampir setiap pagi Hanna bangun tidur dalam kondisi demam. Bahkan pagi ini dia sedikit mual. Hanna memandangi dompet dengan lembaran uang yang jumlahnya semakin menipis. Uang tunai yang dia bawa tidak terlalu banyak sehingga tidak cukup untuk menginap di hotel lebih lama lagi.Tiba-tiba dia merasakan gejolak di perutnya lagi dan berlari menuju wastafel."Hoek ... hoek ... hoek ...."Hanna berkumur dan mencuci wajahnya. Padahal pagi ini dia belum makan apapun tapi dia sudah merasakan mual yang luar biasa. Dia kemudian mencengkram perutnya yang terasa perih dan terduduk di lantai.Semakin lama perut Hanna semakin terasa melilit, bulir-bulir keringat sebesar biji jagung mulai membasahi wajahnya. Hanna berusaha bangkit, meski dengan susah payah merangkak akhirnya dia berhasil menggapai tempa
Assalamu'alaikum. Hallo Readers, Terimakasih telah membaca novel "Berdamai dengan Takdir". Kisah di dalam novel ini semata-mata hanyalah fiksi belaka, mohon maaf jika ada kesamaan nama dan tempat. Namun, salah satu tokoh utama di dalam novel ini terinspirasi dari seorang sahabat pena author yang tinggal di Tampa, Florida. Meski dia seorang mualaf tapi pemahaman agamanya tidak diragukan, bahkan author yang muslim sejak lahir banyak belajar agama dari dia. Sejak tahun 2005 author lost contact dengan dia. Terakhir author melihat keberadaannya sekitar tahun 2018 di fanpage sebuah perusahaan di Tampa, tapi sayangnya author tidak berhasil mendapatkan kontaknya. Author sempat menyesal karena tidak banyak bertanya tentang perjalanan hidupnya. Padahal itu bisa author jadikan novel true story. Jadi, mohon maaf author hanya bisa menyajikan cerita fiksi hasil imajinasi author sendiri. Satu harapan author, semoga dia masih dalam keadaan sehat dan istiqomah dengan keislamannya. Salam Lit
Suasana di pemakaman pagi itu tampak suram. Sebagian besar tamu memandang penuh rasa iba pada dua anak yang sedang berdiri bersisian. Mereka baru saja ditinggal kedua orangtuanya di usia yang masih sangat belia. Alexander Slavik, anak tertua Ivander Slavik dengan Alicia Sashenka secara otomatis menjadi kepala keluarga Slavik menggantikan posisi ayahnya. Meski usianya yang baru menginjak delapan belas tahun, Alex harus terjun langsung mengurus beberapa perusahaan peninggalan Ivander Slavik. Di bawah bimbingan Mikhailov Dmitry-asisten mendiang ayahnya, Alex akan memimpin perusahaan minyak terbesar di Rusia. Beruntung selama ini Alex banyak menghabiskan waktunya belajar bisnis bersama ayahnya di tengah kesibukannya mengikuti homeschooling. Alex bersama adik kandungnya-Ruslan Slavik yang usianya hanya terpaut dua tahun maju ke sisi pusara di mana ayah dan ibunya dimakamkan secara berdampingan. Dia kemudian meletakkan rangkaian bunga tulip di atas makam kedua orangtuanya. Begitu juga Rusl
Jet pribadi milik Dean mendarat di Moskow menjelang siang. Istri dan kedua anaknya sudah memakai mantel mereka mengingat saat ini Rusia sudah memasuki musim dingin.Beberapa bodyguard dengan mantel hitam yang diutus Alex tampak berbaris di samping tiga mobil SUV hitam. Mereka menunggu Dean beserta keluarganya turun dari pesawat dan mengantarnya ke mansion Slavik."Kita akan menginap di mana?" bisik Hanna pada suaminya. Mereka berjalan melewati para bodyguard yang membungkukkan badan penuh hormat."Mansion Slavik," jawab Dean sambil mengangguk pada para bodyguard milik Alex. Hanna cukup terkejut dengan jawaban suaminya, tapi dia hanya bisa menurut meski ada rasa takut yang merasuki jiwanya. Dia membayangkan Alexander Slavik adalah sosok yang dingin dan kejam.Iring-iringan mobil itu meninggalkan bandara dan melaju di jalanan kota Moskow yang ditutupi salju putih. Mobil sempat berhenti di depan gerbang besar berwarna hitam sebelum dua orang penjaga membukakan pintu untuk mereka. Setelah
"Berikan tanganmu!" pinta Hanna pada suaminya. Dean mengulurkan tangannya, dan Hanna memasukkan tangan kanan suaminya ke dalam lengan baju. Kemudian memasukkan lengan kiri dan merapikan bagian depannya. Dia lalu menyematkan butir-butir kancing bagian depan dan pergelangan tangannya. Hanna mengambil sebuah dasi berwarna biru metalik dari dalam salah satu laci, kemudian memasangkannya di leher Dean dengan apik. "Sampai jam berapa rapatnya?" tanya Hanna sambil membuat simpul dasi di leher suaminya. Dean tampak menawan dalam balutan jas dan kemeja berwarna biru tua senada dengan dasinya. Rambut halus di dagunya menambah kemaskulinan dalam dirinya. "Aku usahakan tidak sampai malam." Dean membingkai wajah Hanna lalu memberikan kecupan yang dalam di keningnya. Dia tahu istrinya sedang mengkhawatirkan dirinya, maka dia melakukan hal itu untuk menenangkannya. "Pastikan dua bodyguard mu selalu bersamamu. Aku tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi." Dean terkekeh mendengar nada cemas istr
Samar-samar Dean bisa mendengar suara dengung di depan bangunan tempat dia dan Noura disekap. Setelah hening beberapa saat, telinga Dean kembali menangkap suara gemerincing rantai yang membelenggu pintu.Sinar matahari yang menyilaukan masuk ke dalam ruangan hingga membuat Dean menyipitkan mata. Kedua tangannya secara refleks mengangkat untuk menghalangi cahaya yang menyorot matanya.Dean bisa melihat dua sosok anak kecil memasuki satu-satunya pintu."Menjauhlah dari perempuan itu, Dad! Kami tidak suka melihatmu dekat-dekat dengan dia," kata Ethan dengan suara tegasnya. Sedangkan Elena memberengut sambil mengepalkan kedua tangannya.Melihat betapa marahnya kedua anak itu lantas Dean mengangkat kepala Noura dan meletakkannya di lantai. Dia lalu menggeser tubuhnya agar menjauh dari wanita itu.Setelah ayahnya membuat jarak dengan Noura lantas Elena membuka tasnya, mengambil sebotol air mineral dan meminumkannya pada Dean. Ethan memeriksa kondisi ayahnya dan segera mencari alat untuk mem
"Saya sudah menemukannya." Mark berhasil memindai lokasi terakhir mobil Dean. Dia lalu menyimpannya di ponsel dan bergegas meninggalkan apartemen."Aku akan menemanimu, Mark." Nick hendak bangkit mengikuti langkah Mark."Kau terluka, Nick. Tetaplah di sini," pinta Hanna yang merasa tidak tega melihat kondisi Nick."Tidak apa-apa, Nyonya. Berbahaya jika Mark pergi sendiri. Jika terjadi sesuatu, salah satu dari kami bisa pergi mencari bantuan." Nick berusaha meyakinkan Hanna dengan argumennya."Baik. Tetaplah berhati-hati, segera berkabar jika sudah menemukan suamiku."Hanna kemudian melepas kepergian dua pengawalnya. Apartemen mulai terasa hening kembali setelah kepergian Nick dan Mark. Sedangkan Grace membenahi segala peralatan yang baru saja dipakai untuk mengobati luka Nick."Ingin kubuatkan teh, Nyonya? Atau Anda ingin istirahat dulu?" tanya Grace sebelum meninggalkan Hanna di ruang tengah sendirian."Tolong buatkan aku teh hijau, Grace. Aku masih ingin di sini menunggu dua pengawal
"Alexander Slavik," desis Noura dengan mimik wajah ketakutan.Noura tentu mengenal baik pemilik wajah itu. Pria berdarah Rusia dengan iris mata berwarna hijau masih memiliki hubungan darah dengan mantan suaminya, Ruslan Sashenka alias Ruslan Slavik."Noura Al Khudr. Putri tunggal sekaligus ahli waris Rasyid Al Khudr, pendiri perusahaan Mideast Oil Company." Pria dengan setelan jas hitam itu menatap Noura dengan tatapan benci dan merendahkan."Apa lagi yang kau inginkan, Alex? Hubunganku dengan adikmu sudah berakhir. Kau juga tidak perlu melibatkan Dean. Semua ini tidak ada hubungan dengannya." Kedua netra Noura mulai berkaca-kaca sedangkan napasnya mulai menderu, hampir saja dia tidak bisa mengendalikan rasa takutnya.Alexander Slavik? Kakak kandung Ruslan Sashenka? Batin Dean menggaung, mengulang-ulang dua nama itu yang terdengar familiar."Noura Al Khudr ... aku berusaha menerima kenyataan ketika adikku memutuskan untuk memeluk Islam demi bisa menikah denganmu. Aku pun bisa menerima
"Apakah akan pulang malam lagi? tanya Hanna sambil memasangkan dasi di leher suaminya."Semoga tidak, tapi sampai sekarang belum ada keputusan siapa yang akan memimpin perusahaan." Dean menatap lekat wajah istrinya yang tampak fokus dengan dasi di tangannya. Wajah serius Hanna memang sangat menggemaskan hingga Dean tak bisa menahan diri untuk tidak mengecup hidung istrinya."Sabarlah ... sedikit lagi." Hanna berusaha mengelak dari tingkah usil suaminya. Dean hanya terkekeh sambil memandang istrinya."Jangan menunggu jika aku pulang malam. Kau pasti sangat lelah mengurus anak-anak. Kamu harus cukup istirahat." Dean mengalihkan pandanganya ke cermin, menatap dasi yah sudah dipakaikan Hanna."Bagaimana dengan makan malam? Sekarang ini kita lebih sering melewatkan makan malam bersama. Anak-anak sering menanyakan keberadaanmu," keluh Hanna pada suaminya.Dean mengangkat tangan kanannya lalu membelai pipi istrinya. Dia pun merasa bersalah karena terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga melewatk
Setelah mengantar Ethan dan Elena pulang ke apartemen mereka, Steve kembali ke hotel tempat pesta itu diselenggarakan. Dia bersikap seolah-olah tidak pernah bertemu dua anak kembar milik Dean dan Hanna.Hal yang pertama kali dilihatnya saat memasuki ballroom adalah sosok cantik Hanna masih duduk sendirian di mejanya, sedangkan Dean masih sibuk berbincang bersama Rasyid dan putrinya. Nampaknya dua orang pengusaha yang tadi membersamai mereka sudah beranjak ke perkumpulan yang lain.Alunan musik Timur Tengah masih menghentak di dalam ruangan. Steve melirik Dean yang masih serius berbincang dengan Rasyid. Nampaknya aman jika Steve menghampiri Hanna barang sejenak. Dia lalu melangkahkan kakinya ke meja tempat Hanna berada.Steve mengambil segelas minuman dari seorang pelayan yang lewat di depannya."Selamat malam, boleh saya duduk di sini?"Mendengar seseorang menyapanya lantas Hanna menoleh. Dia melihat Steve yang berdiri di sisi meja sambil menggenggam segelas minuman."Silakan. Tapi mu