Di hari kedua Hanna sudah sadar sepenuhnya, namun kondisi tubuhnya masih lemah. Dokter memberi perintah pada perawat untuk melepas kabel dan selang yang menempel di tubuh Hanna, mereka kemudian memindahkan gadis itu ke ruang perawatan biasa.Dean menghampiri Hanna yang sedang memejamkan matanya. Hanna tidak sedang terlelap sehingga dia tahu seseorang mendekatinya."Maafkan aku, Hanna. Ini semua karena aku. Aku adalah penyebab hingga kamu seperti ini"Bulir-bulir hangat meluncur dari sudut mata Hanna, masih dengan mata terpejam dia bergumam, "Terlalu mahal harga yang harus kubayar untuk bisa bersamamu, Dean."Kepala Dean tertunduk, kedua matanya memanas, dadanya bergemuruh. Dia berusaha sekuat tenaga menahan dirinya agar tidak meneteskan air mata . Dari lubuk hatinya yang paling dalam, Dean sangat takut Hanna akan menyerah lalu meninggalkannya. Tapi dia juga tidak ingin membuat gadis itu menderita karenanya.Hanna membuka matanya, menatap Dean yang sedang tertunduk lesu. Seolah-olah ga
Di gedung Joos Tower Corporation, Dean sedang maraton menyelesaikan pekerjaannya sejak pagi-pagi sekali. Dia akan ke Indonesia dalam beberapa hari ke depan, jadi dia tidak ingin diganggu selama dirinya berada di Indonesia.Saat dia sedang memeriksa kotak masuk email perusahaan, Dean mendapat undangan pernikahan dari Rasyid Al Khudr--pengusaha asal Dubai yang hotelnya dibeli oleh Dean kala itu. Awalnya dia berpikir mungkin Rasyid akan menikahkan putri semata wayangnya. Di luar dugaan, ternyata Rasyid sendirilah yang akan menikah.Tok tok tok!"Masuk!"Kevin masuk ke ruangan Dean untuk melaporkan persiapan sebelum Dean dan Hanna berangkat ke Indonesia."Dean, aku sudah mereservasi hotel bintang lima, menyewa mobil untukmu selama di Indonesia lengkap dengan sopirnya, juga pesawat jet untuk kalian terbang ke Indonesia." Kevin melaporkan semua persiapan yang sudah disusunnya pada Dean."Apa kamu yakin tidak akan ikut denganku, Kevin?""Tidak. Ehm, maaf Dean sebenarnya aku sudah membuat ren
Rasyid menyuruh seseorang menjemput rombongan Dean di bandara lalu mengantarnya ke hotel. Dia juga mentitipkan pesan untuk Dean pada orang itu."Rasyid mengajakku bertemu malam ini, Hanna. Kamu bisa istirahat di hotel dulu." Dean berpesan pada Hanna sebelum turun dari mobilnya.Hanna bergumam menanggapi perkataan Dean kemudian bertanya, "Kapan asistenku akan datang?""Besok sore. Malamnya dia akan menemanimu menghadiri acara Henna Night, acara itu hanya khusus untuk tamu perempuan. Aku sudah membelikan dua gaun untukmu, bukan? Gaun itu untuk menghadiri dua acara."Hanna mengangguk, dia akan menuruti perkataan Dean.Dean menemui Rasyid di kediamannya. Sebuah hunian bergaya minimalis yang terletak di Palm Jumeirah berdiri di atas tanah seluas delapan belas hektar.Bangunan itu merupakan yang terluas pada The Palm. Mansion itu dilengkapi dengan fasilitas mewah, seperti bioskop pribadi, dan garasi yang dapat menampung empat belas mobil."Assalamu'alaikum, Dean." Rasyid datang menemui Dean
Setelah membaca pesan terakhir, Hanna segera membalas. Dia takut Dean benar-benar akan mendobrak pintu kamarnya.[Maaf, aku sangat lelah, mungkin karena masih jetlag. Aku masih ingin tidur.]Dalam hitungan detik Dean segera menghubunginya tetapi Hanna menolak panggilan Dean. Dia lalu mengirim pesan lagi.[Ponselku lowbat.][Ok. Jangan lupa sarapan dan istirahat. Nanti malam ada acara Henna Night, kamu mungkin akan tidur lebih larut. Maaf, aku melewatkan makan malam bersamamu.]Hanna mengerucutkan bibirnya setelah membaca pesan yang dikirim Dean. Kedua netranya terasa panas dan dia mengusap kedua kelopak matanya yang basah.*****"Kita akan kemana, Tuan?" tanya Nick pada Dean."Ke sebuah toko perhiasan milik rekan bisnisku. Aku akan memberikan lokasinya padamu." Nick menyalakan mesin mobil setelah Dean mengirimkan lokasi yang menjadi tujuannya, lalu membawa mobilnya ke tempat yang Dean inginkan."Apa Anda sudah bertemu Hanna?" Nick bertanya pada bosnya dengan sangat hati-hati."Belum.
Di depan pintu, Dean menunggu Hanna keluar dari kamarnya.Ceklek ...Hanna membuka pintu dan mendapati Dean sedang berdiri di depan kamarnya, spontan bibir gadis itu melengkung dengan kedua mata yang berbinar."Sudah siap?" tanya Dean kemudian Hanna mengangguk. Dia membantu Hanna membawa tas yang berisi gaun lengkap dengan aksesorisnya."Kamu tampak cantik dengan make up itu," puji Dean. Sesampainya di depan lobi hotel Dean membukakan pintu mobil untuk Hanna, bersama Rayya dia duduk di kursi belakang. Sedangkan Dean dan Nick di kursi depan."Apa Nick akan ikut bersamamu ke Desert Safari Dubai?" tanya Hanna. Mobil melewati jalan raya kota Dubai, menuju lokasi penyebrangan ke pulau yang akan digunakan untuk acara Henna Night."Aku akan pergi bersama Mark, sedangkan Nick menyusul setelah mengantarmu kembali ke hotel.""Apa tidak terlalu malam untuk Nick? Aku bisa kembali ke hotel bersama Rayya dengan taksi.""Aku tidak akan membiarkanmu pergi tanpa pengawalan, Hanna," kata Dean seraya me
Dean menatap speed boat yang kian menjauh, kemudian meninggalkan dermaga setelah lima belas menit menunggu."Pastikan ponselmu standby agar Hanna tidak terlalu lama menunggumu." Dean mengingatkan Nick agar tidak terlambat menjemput Hanna.Nick kemudian membawa Dean kembali ke hotel, bosnya itu akan menunggu jemputan yang akan membawanya ke gurun bersama Mark.Mobil offroad yang dikirim Rasyid membawa Dean dan Mark dimana gurun itu berada, butuh waktu kurang lebih satu jam perjalanan dari hotel ke gurun yang menjadi tujuan mereka.Sebelum memasuki area Desert Safari Dubai, kendaraan yang mereka tumpangi bersama berkumpul di pos persiapan.Selang dua puluh menit kemudian, Dean berangkat mengarungi lautan gurun pasir, perjalanan dimulai dengan trek yang mudah dilalui berupa gundukan pasir. Hingga akhirnya dia tiba di pos pertama yang memakan waktu sekitar lima belas menit perjalanan. Di pos ini Dean dan tamu lain disuguhi minuman dingin, sambil menikmati pertunjukan elang gurun dari seor
"Aku ingin makan malam hanya berdua denganmu." Noura mengajukan persyaratannya pada Dean."Tapi besok aku akan meninggalkan Dubai.""Bagaimana jika malam ini?" Noura menawarkan."Bukankah malam ini acara penting ayahmu? Tidak semestinya kamu meninggalkan acara.""Kita tidak perlu meninggalkan hotel, aku akan menyiapkannya di lantai yang lain.""Akupun tidak bisa meninggalkan Hanna sendirian." Dean sudah dua kali melewatkan makan malam dengan Hanna, dan dia tidak ingin melakukan yang ketiga kalinya."Dean, kamu akan menikah dengannya, hidup bersamanya dan bisa makan malam dengannya kapanpun kamu mau. Sedangkan aku? belum tentu kita akan bertemu lagi."Dean tidak punya pilihan lain, dia harus bisa membungkam berita itu. Publik tidak akan menerima klarifikasi hanya dari satu pihak, jadi dia butuh klarifikasi dari pihak Noura juga."Oke, hubungi aku jika kamu sudah siap." Dengan berat hati Dean memenuhi permintaan Noura.*****Dalam balutan gaun mewah yang menutup tubuhnya dengan sempurna
"Dubai, pesonamu membuatku terbuai. Namun sayang, kenangan yang kudapatkan tak sesuai dengan yang kuharapkan. Semoga kita berjumpa lagi dan mengukir kembali sejarah yang lebih berkesan." Hanna menulis di lembar catatan hariannya lalu menutup buku itu dan menyimpannya di dalam koper.Bandara Internasional Dubai.Ini adalah pertama kalinya Hanna melakukan perjalanan jauh seorang diri, perjalanan dari New York ke Florida tidak seberapa dibanding perjalanan kali ini. Dia berusaha melawan sekuat tenaga ketakutan yang kerap kali muncul agar panic attacknya tidak kambuh di tengah keramaian. Bagi Hanna yang memiliki gangguan kecemasan sosial tak mudah melakukan suatu perjalanan ke tempat asing seorang diri, tapi kali ini keadaan yang memaksa dia untuk berani.Di ruang tunggu Hanna duduk menunggu jadwal keberangkatannya. Selangkah lagi menuju Indonesia, tempat kelahirannya, tempat dia akan pulang membawa sisa-sisa kepingan hati yang remuk redam.Pesawat lepas landas beberapa menit sebelum azan
Assalamu'alaikum. Hallo Readers, Terimakasih telah membaca novel "Berdamai dengan Takdir". Kisah di dalam novel ini semata-mata hanyalah fiksi belaka, mohon maaf jika ada kesamaan nama dan tempat. Namun, salah satu tokoh utama di dalam novel ini terinspirasi dari seorang sahabat pena author yang tinggal di Tampa, Florida. Meski dia seorang mualaf tapi pemahaman agamanya tidak diragukan, bahkan author yang muslim sejak lahir banyak belajar agama dari dia. Sejak tahun 2005 author lost contact dengan dia. Terakhir author melihat keberadaannya sekitar tahun 2018 di fanpage sebuah perusahaan di Tampa, tapi sayangnya author tidak berhasil mendapatkan kontaknya. Author sempat menyesal karena tidak banyak bertanya tentang perjalanan hidupnya. Padahal itu bisa author jadikan novel true story. Jadi, mohon maaf author hanya bisa menyajikan cerita fiksi hasil imajinasi author sendiri. Satu harapan author, semoga dia masih dalam keadaan sehat dan istiqomah dengan keislamannya. Salam Lit
Suasana di pemakaman pagi itu tampak suram. Sebagian besar tamu memandang penuh rasa iba pada dua anak yang sedang berdiri bersisian. Mereka baru saja ditinggal kedua orangtuanya di usia yang masih sangat belia. Alexander Slavik, anak tertua Ivander Slavik dengan Alicia Sashenka secara otomatis menjadi kepala keluarga Slavik menggantikan posisi ayahnya. Meski usianya yang baru menginjak delapan belas tahun, Alex harus terjun langsung mengurus beberapa perusahaan peninggalan Ivander Slavik. Di bawah bimbingan Mikhailov Dmitry-asisten mendiang ayahnya, Alex akan memimpin perusahaan minyak terbesar di Rusia. Beruntung selama ini Alex banyak menghabiskan waktunya belajar bisnis bersama ayahnya di tengah kesibukannya mengikuti homeschooling. Alex bersama adik kandungnya-Ruslan Slavik yang usianya hanya terpaut dua tahun maju ke sisi pusara di mana ayah dan ibunya dimakamkan secara berdampingan. Dia kemudian meletakkan rangkaian bunga tulip di atas makam kedua orangtuanya. Begitu juga Rusl
Jet pribadi milik Dean mendarat di Moskow menjelang siang. Istri dan kedua anaknya sudah memakai mantel mereka mengingat saat ini Rusia sudah memasuki musim dingin.Beberapa bodyguard dengan mantel hitam yang diutus Alex tampak berbaris di samping tiga mobil SUV hitam. Mereka menunggu Dean beserta keluarganya turun dari pesawat dan mengantarnya ke mansion Slavik."Kita akan menginap di mana?" bisik Hanna pada suaminya. Mereka berjalan melewati para bodyguard yang membungkukkan badan penuh hormat."Mansion Slavik," jawab Dean sambil mengangguk pada para bodyguard milik Alex. Hanna cukup terkejut dengan jawaban suaminya, tapi dia hanya bisa menurut meski ada rasa takut yang merasuki jiwanya. Dia membayangkan Alexander Slavik adalah sosok yang dingin dan kejam.Iring-iringan mobil itu meninggalkan bandara dan melaju di jalanan kota Moskow yang ditutupi salju putih. Mobil sempat berhenti di depan gerbang besar berwarna hitam sebelum dua orang penjaga membukakan pintu untuk mereka. Setelah
"Berikan tanganmu!" pinta Hanna pada suaminya. Dean mengulurkan tangannya, dan Hanna memasukkan tangan kanan suaminya ke dalam lengan baju. Kemudian memasukkan lengan kiri dan merapikan bagian depannya. Dia lalu menyematkan butir-butir kancing bagian depan dan pergelangan tangannya. Hanna mengambil sebuah dasi berwarna biru metalik dari dalam salah satu laci, kemudian memasangkannya di leher Dean dengan apik. "Sampai jam berapa rapatnya?" tanya Hanna sambil membuat simpul dasi di leher suaminya. Dean tampak menawan dalam balutan jas dan kemeja berwarna biru tua senada dengan dasinya. Rambut halus di dagunya menambah kemaskulinan dalam dirinya. "Aku usahakan tidak sampai malam." Dean membingkai wajah Hanna lalu memberikan kecupan yang dalam di keningnya. Dia tahu istrinya sedang mengkhawatirkan dirinya, maka dia melakukan hal itu untuk menenangkannya. "Pastikan dua bodyguard mu selalu bersamamu. Aku tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi." Dean terkekeh mendengar nada cemas istr
Samar-samar Dean bisa mendengar suara dengung di depan bangunan tempat dia dan Noura disekap. Setelah hening beberapa saat, telinga Dean kembali menangkap suara gemerincing rantai yang membelenggu pintu.Sinar matahari yang menyilaukan masuk ke dalam ruangan hingga membuat Dean menyipitkan mata. Kedua tangannya secara refleks mengangkat untuk menghalangi cahaya yang menyorot matanya.Dean bisa melihat dua sosok anak kecil memasuki satu-satunya pintu."Menjauhlah dari perempuan itu, Dad! Kami tidak suka melihatmu dekat-dekat dengan dia," kata Ethan dengan suara tegasnya. Sedangkan Elena memberengut sambil mengepalkan kedua tangannya.Melihat betapa marahnya kedua anak itu lantas Dean mengangkat kepala Noura dan meletakkannya di lantai. Dia lalu menggeser tubuhnya agar menjauh dari wanita itu.Setelah ayahnya membuat jarak dengan Noura lantas Elena membuka tasnya, mengambil sebotol air mineral dan meminumkannya pada Dean. Ethan memeriksa kondisi ayahnya dan segera mencari alat untuk mem
"Saya sudah menemukannya." Mark berhasil memindai lokasi terakhir mobil Dean. Dia lalu menyimpannya di ponsel dan bergegas meninggalkan apartemen."Aku akan menemanimu, Mark." Nick hendak bangkit mengikuti langkah Mark."Kau terluka, Nick. Tetaplah di sini," pinta Hanna yang merasa tidak tega melihat kondisi Nick."Tidak apa-apa, Nyonya. Berbahaya jika Mark pergi sendiri. Jika terjadi sesuatu, salah satu dari kami bisa pergi mencari bantuan." Nick berusaha meyakinkan Hanna dengan argumennya."Baik. Tetaplah berhati-hati, segera berkabar jika sudah menemukan suamiku."Hanna kemudian melepas kepergian dua pengawalnya. Apartemen mulai terasa hening kembali setelah kepergian Nick dan Mark. Sedangkan Grace membenahi segala peralatan yang baru saja dipakai untuk mengobati luka Nick."Ingin kubuatkan teh, Nyonya? Atau Anda ingin istirahat dulu?" tanya Grace sebelum meninggalkan Hanna di ruang tengah sendirian."Tolong buatkan aku teh hijau, Grace. Aku masih ingin di sini menunggu dua pengawal
"Alexander Slavik," desis Noura dengan mimik wajah ketakutan.Noura tentu mengenal baik pemilik wajah itu. Pria berdarah Rusia dengan iris mata berwarna hijau masih memiliki hubungan darah dengan mantan suaminya, Ruslan Sashenka alias Ruslan Slavik."Noura Al Khudr. Putri tunggal sekaligus ahli waris Rasyid Al Khudr, pendiri perusahaan Mideast Oil Company." Pria dengan setelan jas hitam itu menatap Noura dengan tatapan benci dan merendahkan."Apa lagi yang kau inginkan, Alex? Hubunganku dengan adikmu sudah berakhir. Kau juga tidak perlu melibatkan Dean. Semua ini tidak ada hubungan dengannya." Kedua netra Noura mulai berkaca-kaca sedangkan napasnya mulai menderu, hampir saja dia tidak bisa mengendalikan rasa takutnya.Alexander Slavik? Kakak kandung Ruslan Sashenka? Batin Dean menggaung, mengulang-ulang dua nama itu yang terdengar familiar."Noura Al Khudr ... aku berusaha menerima kenyataan ketika adikku memutuskan untuk memeluk Islam demi bisa menikah denganmu. Aku pun bisa menerima
"Apakah akan pulang malam lagi? tanya Hanna sambil memasangkan dasi di leher suaminya."Semoga tidak, tapi sampai sekarang belum ada keputusan siapa yang akan memimpin perusahaan." Dean menatap lekat wajah istrinya yang tampak fokus dengan dasi di tangannya. Wajah serius Hanna memang sangat menggemaskan hingga Dean tak bisa menahan diri untuk tidak mengecup hidung istrinya."Sabarlah ... sedikit lagi." Hanna berusaha mengelak dari tingkah usil suaminya. Dean hanya terkekeh sambil memandang istrinya."Jangan menunggu jika aku pulang malam. Kau pasti sangat lelah mengurus anak-anak. Kamu harus cukup istirahat." Dean mengalihkan pandanganya ke cermin, menatap dasi yah sudah dipakaikan Hanna."Bagaimana dengan makan malam? Sekarang ini kita lebih sering melewatkan makan malam bersama. Anak-anak sering menanyakan keberadaanmu," keluh Hanna pada suaminya.Dean mengangkat tangan kanannya lalu membelai pipi istrinya. Dia pun merasa bersalah karena terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga melewatk
Setelah mengantar Ethan dan Elena pulang ke apartemen mereka, Steve kembali ke hotel tempat pesta itu diselenggarakan. Dia bersikap seolah-olah tidak pernah bertemu dua anak kembar milik Dean dan Hanna.Hal yang pertama kali dilihatnya saat memasuki ballroom adalah sosok cantik Hanna masih duduk sendirian di mejanya, sedangkan Dean masih sibuk berbincang bersama Rasyid dan putrinya. Nampaknya dua orang pengusaha yang tadi membersamai mereka sudah beranjak ke perkumpulan yang lain.Alunan musik Timur Tengah masih menghentak di dalam ruangan. Steve melirik Dean yang masih serius berbincang dengan Rasyid. Nampaknya aman jika Steve menghampiri Hanna barang sejenak. Dia lalu melangkahkan kakinya ke meja tempat Hanna berada.Steve mengambil segelas minuman dari seorang pelayan yang lewat di depannya."Selamat malam, boleh saya duduk di sini?"Mendengar seseorang menyapanya lantas Hanna menoleh. Dia melihat Steve yang berdiri di sisi meja sambil menggenggam segelas minuman."Silakan. Tapi mu