āLatu, bangun, bangun,ā bisik Bratindra. Ia muncul dari bebatuan di pinggir gua. Sejak semua penduduk pulau sibuk menyiapkan ritual dia bersiap dengan rencana membatalkan ritual itu. Ia membawa kebutuhannya untuk bertahan di gua dan berniat membawa Latu pergi dari tempat itu. Namun, yang tidak ia duga adalah bahwa gua akan ditutup dengan kayu-kayu besar yang begitu rapat. Di depan kayu itu mereka juga menumpuk bebatuan sehingga akan sulit atau bahkan mustahil baginya melewati pintu itu. Bratindra juga tahu jika gua itu hanya memiliki satu jalan keluar. Satu-satunya hal yang dilakukan Bratindra adalah membangunkan Latu dari tidurnya. Membuatnya terbangun, tetapi hal itu juga mustahil. Bratindra mengangkat Latu dari baru besar dan membaringkannya di pinggir gua yang sudah ia lapisi dengan kain yang dibawanya. Bratindra menjambak dan menggarut rambunya yang tak gatal. Ia tak mungkin membawa Latu, apa yang harus dia lakukan? Ia sendiri tak tahu. Semakin malam suhu gua semak
āOh, tidak mungkin!ā kata Latu saat mendengar pengakuan pemuda itu. Bagaimana mungkin pemuda yang selama ini hidup dalam mimpinya adalah naga biru, naga yang dipuja-puja oleh penduduk pulau Tannin. Naga yang sama sekali tak ia percayai. āAku kira kau sudah tahu,ā katanya menggoda. āDari mana aku tahu?ā balas Latu pendek. āBagaimana mungkin manusia bisa memberimu kenikmatan seperti yang aku berikan?ā tatap pemuda itu. Ia menatap Latu begitu lekat sampai Latu tak berani membalasnya. āAku tak merasa kau memberikan sesuatu padaku,ā āKenikmatan yang kuberikan padamu, ah tentu saja kau masih mengingatnya. Walaupun pemuda itu memberikan hal itu padamu tapi kau pasti sadar jika ia tak mampu membuatmu merasakan apa yang kau rasakan saat bersamaku,ā āDari mana kau tahu aku dan kak Bratindra,ā kata Latu keceplosan. Ia tak melanjutkan kalimatnya. āOh, tentu saja aku tahu. Aku bisa melihat semua yang terjadi di pulau Tannin, hanya saja tubuhku masih belum terlalu kuat untuk data
Bratindra memeluk erat tubuh Latu, ia berusaha membangunkan perempuan itu. Sesekali kelopak mata Latu terlihat bergerak seperti hendak terbuka. Namun, hanya dalam hitungan detik kembali diam bak patung. Malam ini akan sangat panjang dan dingin. Ia tak pernah membayangkan akan tidur di gua yang disucikan ini. Benar jika semua penduduk desa tak pernah masuk ke dalam gua ini, tetapi Bratindra sudah berulang kali masuk ke dalamnya. Bratindra tahu betul kondisi gua ini dan sudah mempersiapkan banyak hal untuk menjalani kejadian ini. Untung saja dia sudah mempersiapkan banyak hal. Bratindra sudah tahu jika cepat atau lambat hal ini akan terjadi. Dia menumpuk kayu kering dekat dinding gua. Dengan bantuan batu ia menyalakan api kecil untuk menghangatkan mereka berdua. Dengan bantuan ibunya dia mengebas buah dan makanan. Memang tak terlalu banyak karena awalnya mereka tak menduga mulut gua akan ditutup. Namun, hal itu tak terlalu dipusingkan Bratindra. Ternyata penduduk membawa persembahan
Sudut Pandang LatuSaat bulan purnama menyinari pulau Tannin terdengarlah tangisan anak yang baru saja lahir. Seluruh warga pulau merayakan anggota baru dengan sukacita. Mereka bernyanyi dengan girang serta menari tanpa lelah. Sudah menjadi tradisi di pulau Tannin jika kelahiran dan kematian harus dirayakan dengan meriah. Mereka bersyukur atas kedatangan dan berbahagia mengenang sejarah yang pergi. Setiap penduduk percaya jika kelahiran dan kematian adalah berkah dari semesta yang patut untuk dirayakan. Anak perempuan itu dibawa keluar rumah menuju tepi pantai. Semua orang menyaksikan ritual yang dilakukan oleh para tetua pulau dengan khusyuk. Penduduk pulau Tannin memiliki kepercayaan bahwa anak yang dilahirkan saat bulan purnama adalah istimewa. Tradisi ini berawal dari kepercayaan bahwa nenek moyang mereka menikah di bawah bulan pertama dan diberkahi oleh air mata suci naga biru ajaib. Beberapa buku yang diturunkan dari generasi ke generasi masih menyimpan kisah nenek moyang pulau
Sebenarnya aku tidak merasa begitu istimewa hanya karena lahir tepat di bawah sinar bulan purnama. Keistimewaan yang hanya dikarenakan legenda yang mengisahkan kehidupan nenek moyang pulau Tannin di masa yang lalu. Tidak lebih dan tidak kurang. Tertulis jika dahulu pulau ini adalah tempat suci yang hanya dihuni oleh seekor naga biru suci. Beribu tahun kemudian tiba-tiba sebuah kapal terombang-ambing di lautan dekat pulau. Naga yang melihat kapal itu memutuskan untuk menariknya ke daratan. Di dalam kapal terlihat banyak sekali tubuh manusia yang sudah tidak bernyawa. Tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi dengan kapal itu namun, yang jelas ada dua anak yang selamat dan bertahan hidup. Seorang anak perempuan dan laki-laki. Ketika mereka mendengar suara aneh dari luar, kedua anak itu memberanikan diri untuk beranjak dari tempat masing-masing. Si anak perempuan yang melihat anak laki-laki itu segera berlari memeluknya. Begitu juga dengan anak laki-laki yang juga selamat. Dia memeluk
Hari ini usiaku sudah hampir 17 tahun dan tak sekalipun naga biru muncul, bahkan di mimpi sekalipun. Aku makin yakin jika naga biru hanyalah dongeng tidak lebih dari itu. Namun, aku tidak berani untuk mengatakan keraguanku kepada para tetua, bisa-bisa aku diusir dari pulau. Malam ini aku harus mengikuti ritual. Sesuai perkiraan para tentu, ritual kami malam ini akan dilakukan di bawah bulan purnama. Kami akan berdoa kepada semesta dan naga biru. āIbu, kain tenun yang warna biruku di mana ya?āāAstaga Latu, tadi ibu jemur. Ibu lupa ambil dari jemuran!āāOh, kalau begitu aku ambil dulu baru kita berangkat ya,ā kataku sambil berlari ke halaman.Aku berlari melihat jemuran di pinggir rumah. Kain itu terbentang di tali jemuran yang diikat pada batang pinang dekat rumah. Aku mengambil kain biru dari jemuran dan membawanya ke kamar. Melihat warna biru kain itu aku teringat pada benda yang kutemukan di sungai beberapa tahun yang lalu. Setelah mengamatinya aku merasa jika benda itu akan cant
Sampai siang hari para tetua desa belum memberikan penjelasan dari kejadian tadi malam. Sepertinya mereka juga belum yakin 100%, bahkan setelah melihat ramalan-ramalan di buku tua peninggalan nenek moyang. Kejadian seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Penduduk desa mulai takut, mereka waswas jika kejadian tadi malam akan membawa bencana bagi penduduk pulau Tannin. āLatu, kamu tahu tidak? Katanya kejadian tadi malam berhubungan dengan naga biru!ā āKata siapa?ā tanyaku penasaran.āTadi aku baru saja ambil rebung sama Tania, katanya dia dengar pembicaraan para tetua tadi malam. Mungkin ini pesan dari naga biru. Katanya sih satu-satu hal yang seolah meninggalkan pulau ya naga biru.āāAh, mungkin saja itu hanya dugaan saja. Lagian aku yakin tadi malam mungkin saja nenek tetua desa kelelahan atau paling maksimal ya roh nenek moyang kita saja yang datang,ā ucapku dengan santai.Memang tidak ada penjelasan yang memuaskan untuk menjelaskan kejadian malam itu, namun menghubungkannya
Karena penasaran dengan mimpi yang berulang, maka aku memutuskan untuk pergi ke sungai. Kali ini aku meminta Tari untuk menemaniku. Sebentar lagi perempuan ini akan menjadi istri seseorang. Ritual tadi malam berjalan sesuai harapan. Para tetua merestui rencana pernikahan Tari. Sebenarnya, aku ragu untuk menceritakan ini kepada Tari tetapi tidak ada lagi orang yang bisa aku ajak bicara.āTari aku mau cerita tapi kamu janji ya tidak akan cerita ke orang lain.āāWah, ada apa, aku jadi jantungan!ā bisik Tari.Setelah sampai di hulu sungai aku dan Tari duduk di batu-batu besar, aku bersiap untuk menceritakan mimpiku yang berulang dalam dua malam terakhir.āJadi aku sudah dua kali bermimpi, dan mimpiku itu seolah berlanjut.āāMimpi apa?ā bisik Tari, dia bersiap mendengarkan sebuah rahasia yang tidak boleh dibagikan dengan orang lain. āJadi aku sudah dua kali bermimpi bertemu pemuda di sini, tepat disini.ā Kataku sambil menunjukkan tempat di mana biasanya aku mandi. āJadi aku akan muncul di
Bratindra memeluk erat tubuh Latu, ia berusaha membangunkan perempuan itu. Sesekali kelopak mata Latu terlihat bergerak seperti hendak terbuka. Namun, hanya dalam hitungan detik kembali diam bak patung. Malam ini akan sangat panjang dan dingin. Ia tak pernah membayangkan akan tidur di gua yang disucikan ini. Benar jika semua penduduk desa tak pernah masuk ke dalam gua ini, tetapi Bratindra sudah berulang kali masuk ke dalamnya. Bratindra tahu betul kondisi gua ini dan sudah mempersiapkan banyak hal untuk menjalani kejadian ini. Untung saja dia sudah mempersiapkan banyak hal. Bratindra sudah tahu jika cepat atau lambat hal ini akan terjadi. Dia menumpuk kayu kering dekat dinding gua. Dengan bantuan batu ia menyalakan api kecil untuk menghangatkan mereka berdua. Dengan bantuan ibunya dia mengebas buah dan makanan. Memang tak terlalu banyak karena awalnya mereka tak menduga mulut gua akan ditutup. Namun, hal itu tak terlalu dipusingkan Bratindra. Ternyata penduduk membawa persembahan
āOh, tidak mungkin!ā kata Latu saat mendengar pengakuan pemuda itu. Bagaimana mungkin pemuda yang selama ini hidup dalam mimpinya adalah naga biru, naga yang dipuja-puja oleh penduduk pulau Tannin. Naga yang sama sekali tak ia percayai. āAku kira kau sudah tahu,ā katanya menggoda. āDari mana aku tahu?ā balas Latu pendek. āBagaimana mungkin manusia bisa memberimu kenikmatan seperti yang aku berikan?ā tatap pemuda itu. Ia menatap Latu begitu lekat sampai Latu tak berani membalasnya. āAku tak merasa kau memberikan sesuatu padaku,ā āKenikmatan yang kuberikan padamu, ah tentu saja kau masih mengingatnya. Walaupun pemuda itu memberikan hal itu padamu tapi kau pasti sadar jika ia tak mampu membuatmu merasakan apa yang kau rasakan saat bersamaku,ā āDari mana kau tahu aku dan kak Bratindra,ā kata Latu keceplosan. Ia tak melanjutkan kalimatnya. āOh, tentu saja aku tahu. Aku bisa melihat semua yang terjadi di pulau Tannin, hanya saja tubuhku masih belum terlalu kuat untuk data
āLatu, bangun, bangun,ā bisik Bratindra. Ia muncul dari bebatuan di pinggir gua. Sejak semua penduduk pulau sibuk menyiapkan ritual dia bersiap dengan rencana membatalkan ritual itu. Ia membawa kebutuhannya untuk bertahan di gua dan berniat membawa Latu pergi dari tempat itu. Namun, yang tidak ia duga adalah bahwa gua akan ditutup dengan kayu-kayu besar yang begitu rapat. Di depan kayu itu mereka juga menumpuk bebatuan sehingga akan sulit atau bahkan mustahil baginya melewati pintu itu. Bratindra juga tahu jika gua itu hanya memiliki satu jalan keluar. Satu-satunya hal yang dilakukan Bratindra adalah membangunkan Latu dari tidurnya. Membuatnya terbangun, tetapi hal itu juga mustahil. Bratindra mengangkat Latu dari baru besar dan membaringkannya di pinggir gua yang sudah ia lapisi dengan kain yang dibawanya. Bratindra menjambak dan menggarut rambunya yang tak gatal. Ia tak mungkin membawa Latu, apa yang harus dia lakukan? Ia sendiri tak tahu. Semakin malam suhu gua semak
āSudut pandang orang ketiga serba tahu _____Warga berkumpul di depan rumah Latu dengan obor di tangan. Bratindra sudah keluar dari kamar Latu. Ia berjanji akan membatalkan ritual itu dengan segala cara. āAku akan menyelamatkanmu,ā katanya pada Latu dan segera keluar dari jendela kamar Latu. Meninggalkan Latu, gadis yang baru saja bercumbu dengannya menghadapi hari yang mungkin saja menjadi hari terakhirnya. Latu membuka pintu dan membiarkan para tetua masuk ke rumah. Dari belakang ibunya berjalan dengan kepala yang tertunduk lesu. Latu berjalan dengan janggal karena baru saja tubuhnya sangat lelah dibuat Bratindra. āDengar, Nak. Tak ada dari kami menginginkan hal buruk terjadi padamu. Seharian kami berdoa agar engkau masih memiliki nafas kehidupan setelah ritual ini dilakukan. Para tetua percaya jika Naga memiliki cara bijaksana untuk menerima persembahan ini.ā Latu mengangguk, ia tak mendengar nasihat itu, bahkan sedikit pun. Mereka mulai membersihkan tubuh Latu d
āKak, kita bisa ketahuan!ā bisikku ketika Bratindra membuka kain yang menutup tubuhku. āKak, pintu terbuka. Seseorang bisa saja masuk!ā kataku mendorong Bratindra. Aku memperbaiki kain yang tadi hampir terlepas. Aku bingung apakah laki-laki ini tulus mencintaiku sehingga dia mau melakukan segala hal untuk menyelamatkanku dan pulau Tannin. Atau dia punya agenda lain. Bratindra mengedap-endap ke depan. Ia menutup pintu tanpa dilihat oleh orang yang berjaga di depan. Kayu panjang penghalang pintu pun dipasang sehingga orang tak bisa membuka dari depan. āKau tahu, kau harus menjadi milikku, kau tak bisa diberikan begitu saja kepada makhluk-makhluk kejam itu!ā Bratindra melepas kain itu dengan begitu mudah. Hanya sedetik tak ada lagi yang menghalangi pemandangan pemuda itu. Cahaya remang dari obor di luar rumah membuat suasana semakin erotis. āAku malu,ā āApa kau tak mau membuka matamu, Latu?ā Latu tak tahu hal apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah semua sama nikmatny
Baru saja Latu ingin berjalan ke sungai untuk menemui Bratindra suara ibu berteriak terdengar begitu cari dari kejauhan. āLatu! Nak!ā teriaknya sambil berlari. āLatu!ā Aku sontak saja menemui ibu. Dari raut wajahnya dia terlihat begitu ketakutan. Entah hantu apa yang mengejarnya, padahal masih sore. Sesampai di halaman ibu langsung memelukku. Matanya sembab dan merah. Ia menangis, meraung. Beberapa orang terlihat mengikuti ibu dari belakang. Mereka juga memasang wajah yang sama menyedihkannya dengan ibu. Mata mereka memandangku dengan tatapan kasihan. āIbu kenapa?ā tanyaku dengan suara gemetar. Aku bahkan tidak memikirkan tentang diri sendiri, aku mengira ibu sakit atau dia berbuat kesalahan. Namun, bukan ibu yang harus kukhawatirkan. āNak, bagaimana ini. Bagaimana ini!ā āBagaimana gimana, Bu?ā tanyaku sedikit emosi. Kenapa tak ada satu pun yang menjelaskan kejadian ini padaku? Setelah beberapa saat ibu terus menangis tanpa penjelasan para tetua pulau datang. Kali ini tak han
āShtttttā Aku tentu saja melotot. Memandang laki-laki ini dengan tatapan tak percaya. Bagaimana mungkin dia bersembunyi di kamarku di saat ibu sedang di rumah. Dia bukannya pulang malah di sini mengundang masalah. āKau harus pergi!ā bisikku. Aku tak ingin ibu bangun dan melihat aku bersama laki-laki ini. Sangat bahaya, bisa-bisa dia pingsan di tempat. āAsalkan kau berjanji!ā āApa!ā paksaku pelan. Rumah ini bukan rumah besar. Suara kecil pun bisa terdengar ke semua ruangan. Untung saja suara jangkrik dan hewan lain mungkin menyamarkan suara bisikan antara aku dan Bratindra. āBesok kita bertemu di sungai, aku akan menunggu di batu besar tempatku menunggumu!ā āAku tak pergi ke sungai besok!ā jawabku. Tangan laki-laki itu makin menggila. Seolah dia tidak menyukai jawaban yang baru saja aku berikan. āBaiklah,ā jawabku akhirnya. Sebenarnya sensasi ini sangat menaikkan adrenalinku. Perasaan takut sekaligus menyenangkan ini tak mau aku hentikan. Namun, aku masih bisa mengatur kepalak
āKau tak apa?ā Aku tentu saja tak menemukan jawaban dari pertanyaan itu. Bratindra tidak seharusnya berada di sini, apalagi dengan hari yang mulai gelap. Aku menggeleng kebingungan. Entah apa maksud laki-laki ini. āMungkin sebaiknya kita di luar saja sampai ibumu pulang.ā Katanya menarik kursi dari bambu. Ia duduk tanpa kupersilahkan. Sebenarnya aku senang di malam yang sepi ini ada seseorang yang menemaniku, ditambah dia adalah laki-laki kecintaan semua gadis di pulau. Namun, ada rasa canggung yang juga menghantuiku. Seperti aku katakan sebelumnya, aku adalah gadis tanpa pengalaman menjalin hubungan. Aku takut topik apa yang harus aku lemparkan. Bagaimana melanjutkan percakapan agar menarik atau kekhawatiran lainnya. āTenang, kau bisa diam dan duduk saja!ā kata Bratindra seolah tahu pikiranku. āEh.. ehhmmmmā Aku duduk di kursi yang kutarik cukup jauh darinya. Tanganku kusilangkan di dada, menahan kain yang menutupi pundakku. Angin malam ini cukup dingin, ditambah sinar bulan yan
Aku tak tahu haru berkata atau berbuat apa. Belum pernah ada satu orang menyatakan cinta kepadaku. Dan sekarang laki-laki bernama Bratindra, laki-laki pujaan seluruh gadis desa tiba-tiba menyatakan perasaannya di jalan setapak di tengah matahari hendak bersembunyi. Otakku tak memiliki kapasitas lebih untuk memikirkan itu. Semua akalku seolah tersumbat dan berhenti. Pikiranku tak mengeluarkan perintah bagi mulut untuk merespons dengan baik. āAku... Aku..ā āOh, kau tak harus mengatakan apa-apa sekarang,ā katanya lembut, āAku hanya ingin memberitahu padamu jika ada seseorang yang menyukaimu sejak dulu.ā Bratindra berjalan seperti tidak ada terjadi sedangkan aku berjalan dengan canggung. Bagaimana mungkin aku bisa berjalan santai bersama orang yang barus saja mengatakakan cinta. Dari depan aku melihatnya berjalan. Langkahku pendek dan tak mampu untuk mengimbanginya. Aku berpikir dan terus berpikir. Mengapa aku sebingung ini. Bukankan sudah kepastian jika aku menyukai laki-laki itu. La