"Anu Pak, aku cuma nggak pantas aja makan malam dengan Bapak! Siapalah aku ini, mana mungkin aku makan malam dengan direktur perusahaan.""Kalau soal ini kamu jangan terlalu pikirkan Kiara! Aku seneng dekat dengan kamu. Dan ingat! Aku masih Sean yang dulu! Sean yang kamu kenal, tidak ada bedanya."Semakin bingung alasan apalagi yang akan Kiara berikan, mengenai jabatannya tentu tidak membuat laki-laki ini jengah karena Sean memang bukan tipe cowok yang serius.Kelabakan Kiara membuat Sean tau kalau dia selalu saja mencari alasan tapi entah mengapa semakin Kiara menolaknya, semakin membuatnya penasaran."Iya tapi Pak, aku benar-benar nggak bisa kalau nanti malam! Mungkin suatu saat nanti aku mau Bapak ajak untuk makan malam. Saya permisi ya Pak!""Kiara tunggu! Kiara!"Kiara berjalan dengan langkahnya yang cepat sengaja menghindar dari Sean tapi laki-laki itu terus saja mengejarnya, dari kejauhan Aland yang melihat kalau Kiara terus saja mencari alasan secepatnya berfikir bagaimana car
Mata Reza memancarkan kebahagiaan saat melihat lampu kelap-kelip warna-warni menerangi taman kota.Dia terlihat begitu antusias dan meminta agar Pakdenya segera menghentikan laju mobilnya.Anak kecil itu sudah tidak sabar ingin turun dan berlarian memutari taman tersebut."Berhenti Pakde, kita berhenti sekarang," ucapnya sambil menarik lengan Satya dari kursi belakang."Iya, iya kita berhenti sekarang!""Yey, Bude ayok kita turun sekarang!""Reza kamu hati-hati!" teriak Kezia yang melihat Reza meloncat saja dari belakang dan berlari begitu saja tanpa memandang kiri dan kanan bertepatan dengan itu sebuah sepeda motor berjalan sangat cepat dari arah samping."REZA AWAS!""Aaaarrrggghh!""REZA!"Tubuh kecil itu terpental sejauh 5 meter dari mobil mereka berhenti dan berguling-guling di atas aspal.Kiara dan Satya segera menghampiri keponakannya yang sudah terbaring bersimbah darah di atas jalan raya."Reza, Reza bangun Sayang, Reza bangun!"Betapa paniknya Satya melihat darah dagingnya s
"Kondisi putra Nyonya sangat lemah, dia membutuhkan banyak darah akibat benturan di kepalanya, putra Nyonya kehilangan banyak darah."Degh!"Ambil saja darahku Dok, ambil sekarang!" ucap Kiara sambil menarik tangan sang Dokter agar segera mengambil darahnya."Bukan seperti itu Nyonya! Kita harus melakukan pemeriksaan dulu apakah golongan darah Nyonya cocok untuk putra Nyonya, ataukah tidak!""Kalau begitu lakukan sekarang Dok! Aku tidak mau membiarkan Reza terlalu lama tertidur!"Dari paksaan Kiara Dokter akhirnya mengiyakan untuk memeriksanya, padahal di kondisinya yang histeris seperti ini akan sangat bahaya jika darahnya di ambil. Naluri seorang ibu tidak memikirkan bagaimana kondisi diri sendiri, yang Kiara pikirkan saat ini hanyalah Reza agar segera membaik."Baiklah Nyonya, sekarang Nyonya ikut saya, kita akan melakukan pemeriksaan sekarang."Serangkaian pemeriksaan Dokter lakukan pada Kiara sampai selesai dan hanya menunggu bagaimana hasilnya.Mereka semua berharap kalau ada s
"Dokter tunggu!"Dokter yang semula hendak pergi mendadak membalikkan badan saat mendengar panggilan dari Satya. Dia memberi waktu pada Satya untuk bicara."Ambil darahku saja Dok! Ambil darahku sekarang! "Golongan darahku B, sama dengan golongan darah Reza!"Semuanya terperangah menoleh pada Satya seketika terutama Kiara yang menghentikan tangisnya seketika karena merasa mendapatkan solusi saat itu juga."Apa Mas, kamu mau donorkan darahmu untuk Reza?"Satya mengira kalau istrinya itu keberatan, padahal Kezia justru senang karena tidak perlu diminta Satya mau melakukan itu."Iya Sayang, tidak ada salahnya aku menolong Reza, bukankah dia itu a ...em, keponakanku?""Syukurlah, akhirnya Reza bisa tertolong! Makasih ya Mas, karena kamu mau mendonorkan darahmu untuk Reza."Satya hanya mengangguk karena dia merasa kalau inilah kewajibannya, tak perlu Kezia mengucapkan terima kasih sudah seharusnya Satya melakukan itu.Dengan senang hati Dokter membawa Satya untuk masuk dan memindahkan dar
Pak Diki sang sopir sedikit menjauh dari kamar Aland di ikuti oleh bik Inah yang masih terlihat bingung.Sopir yang sudah puluhan tahun bekerja dengannya sangat tau bagaimana cara mengetahui kondisi majikannya saat ini.Dia mengambil ponsel yang yang ada di saku bajunya dan menghubungi Aland yang masih di dalam kamar.Ponsel yang berada tepat di telinganya terdengar sangat berisik saat pak Diki mulai menelepon."Gimana Dik, apa ada respon dari Den Aland?"Pembantu yang lebih tua dari pak Diki ini sudah seperti saudara sendiri mengingat mereka sudah lama sekali bekerja dengan Aland.Maka dari itu bik Inah hanya memanggil pak Diki dengan sebutan namanya saja."Belum ada, apa mungkin Den Aland masih tidur?""Coba kamu telepon sekali lagi."Panggilan berikutnya membuat Aland mulai menggerakkan tangannya, rasanya malas sekali untuk bangun setelah begadang sampai hampir pagi."Astaga, berisik sekali, siapa ini yang telepon!"Samar-samar Aland mengambil ponsel itu tetapi hanya melihat sekila
"Tapi Pak ...""Aku tidak mau mendengar alasanmu lagi! Sudah terlalu banyak kamu membuatku muak dan sekarang kemasi semua barangmu dan pergi dari kantorku sekarang juga!"Tanpa banyak bicara wajah Kiara mulai memerah dengan mata berkaca-kaca. Ingin rasanya dia menahan air matanya agar tidak jatuh tapi nyatanya tidak bisa dia bendung juga.Yang dia sesali saat ini kenapa Aland tidak mau mendengar alasannya, jika dia tau kalau putranya kini di rawat di rumah sakit kemungkinan besar Aland akan mengerti.Tapi Kiara tak bisa berbuat apa-apa setelah atasannya itu berkata lantang tanpa memandang ke arahnya bak tidak Sudi memandang wajah Kiara."Baiklah kalau itu menjadi keputusan Bapak, aku akan keluar dari sini! Izinkan aku untuk mengemasi semua barang-ku.""Pak!" ucap pak Bandi seakan berat melepas Kiara mengingat wanita itu sudah banyak berjasa di perusahaan ini.Tapi Aland sama sekali tak menoleh sedikit pun dan membiarkan Kiara masuk untuk mengemasi barangnya."Nia kita berangkat sekara
"Loh Kiara, kenapa kamu kembali? Dan apa yang kamu bawa ini?" tanya bu Marwah yang melihat Kiara kembali ke rumah sakit membawa sebuah kardus besar terlihat sangat berat.Dia sudah bisa menebak-nebak kemungkinan yang terjadi dan ternyata memang tebakan bu Marwah benar."Aku di pecat Bu! Gara-gara terlambat sampai di kantor!""Apa, kamu di pecat? Astaga, lalu bagaimana dengan biaya pengobatan Reza Ki?""Pak Aland tak mau mendengar alasanku kenapa aku datang terlambat! Padahal jika dia tau mungkin Pak Aland bisa mengerti."Kiara seketika teringat dengan siapa hari ini Aland akan ketemuan yang tak lain adalah kakaknya Satya.Dia berfikir dengan meminta bantuan dari Satya untuk bicara dengan kakaknya mungkin Aland akan merubah keputusannya kalau saja Nasya bicara mengenai dirinya.Akan tetapi meminta pertolongan Satya rasanya sangat gengsi untuk Kiara mengingat laki-laki itu sudah menyakitinya. Apa jadinya jika dia benar-benar meminta tolong yang ada Satya akan semakin merendahkannya."A
"Produk itu milik Pak Rustam, baru 2 bulan ini dia menggeluti bisnis ini dan meminta saya untuk menangani produknya."Degh!"Apa, Pak Rustam?"Aland terperangah saat Pak Danu menyebut pengusaha kaya raya itu, bukankah dua bulan yang lalu mereka baru saja bertemu di club' malam? Rupanya Pak Rustam ingin mengajak Aland kerja sama untuk produk tersebut.Hanya saja keadaan Kiara yang mabuk saat itu membuat dia tidak bisa melanjutkan pembicaraannya."Iya Pak Rustam! Pak Aland pasti pernah mendengar namanya. Dia pengusaha yang sangat royal, semua produknya keluaran terbaru dan pastinya sangat canggih!""Kalau begitu aku mau produk yang lebih baik dari pada miliknya! Pak Danu buatkan saja beberapa contoh produk yang akan saya pasarkan! Mengenai anggaran Pak Danu tidak perlu khawatir."Tentu saja Aland tidak mau kalah dari pengusaha culas itu, andai dia tau dari awal kalau pak Rustam akan membuka bisnis baru tentu Aland akan lebih cepat darinya.Tetapi sekarang dia hanya terkesan mengikuti je