Pak Diki sang sopir sedikit menjauh dari kamar Aland di ikuti oleh bik Inah yang masih terlihat bingung.Sopir yang sudah puluhan tahun bekerja dengannya sangat tau bagaimana cara mengetahui kondisi majikannya saat ini.Dia mengambil ponsel yang yang ada di saku bajunya dan menghubungi Aland yang masih di dalam kamar.Ponsel yang berada tepat di telinganya terdengar sangat berisik saat pak Diki mulai menelepon."Gimana Dik, apa ada respon dari Den Aland?"Pembantu yang lebih tua dari pak Diki ini sudah seperti saudara sendiri mengingat mereka sudah lama sekali bekerja dengan Aland.Maka dari itu bik Inah hanya memanggil pak Diki dengan sebutan namanya saja."Belum ada, apa mungkin Den Aland masih tidur?""Coba kamu telepon sekali lagi."Panggilan berikutnya membuat Aland mulai menggerakkan tangannya, rasanya malas sekali untuk bangun setelah begadang sampai hampir pagi."Astaga, berisik sekali, siapa ini yang telepon!"Samar-samar Aland mengambil ponsel itu tetapi hanya melihat sekila
"Tapi Pak ...""Aku tidak mau mendengar alasanmu lagi! Sudah terlalu banyak kamu membuatku muak dan sekarang kemasi semua barangmu dan pergi dari kantorku sekarang juga!"Tanpa banyak bicara wajah Kiara mulai memerah dengan mata berkaca-kaca. Ingin rasanya dia menahan air matanya agar tidak jatuh tapi nyatanya tidak bisa dia bendung juga.Yang dia sesali saat ini kenapa Aland tidak mau mendengar alasannya, jika dia tau kalau putranya kini di rawat di rumah sakit kemungkinan besar Aland akan mengerti.Tapi Kiara tak bisa berbuat apa-apa setelah atasannya itu berkata lantang tanpa memandang ke arahnya bak tidak Sudi memandang wajah Kiara."Baiklah kalau itu menjadi keputusan Bapak, aku akan keluar dari sini! Izinkan aku untuk mengemasi semua barang-ku.""Pak!" ucap pak Bandi seakan berat melepas Kiara mengingat wanita itu sudah banyak berjasa di perusahaan ini.Tapi Aland sama sekali tak menoleh sedikit pun dan membiarkan Kiara masuk untuk mengemasi barangnya."Nia kita berangkat sekara
"Loh Kiara, kenapa kamu kembali? Dan apa yang kamu bawa ini?" tanya bu Marwah yang melihat Kiara kembali ke rumah sakit membawa sebuah kardus besar terlihat sangat berat.Dia sudah bisa menebak-nebak kemungkinan yang terjadi dan ternyata memang tebakan bu Marwah benar."Aku di pecat Bu! Gara-gara terlambat sampai di kantor!""Apa, kamu di pecat? Astaga, lalu bagaimana dengan biaya pengobatan Reza Ki?""Pak Aland tak mau mendengar alasanku kenapa aku datang terlambat! Padahal jika dia tau mungkin Pak Aland bisa mengerti."Kiara seketika teringat dengan siapa hari ini Aland akan ketemuan yang tak lain adalah kakaknya Satya.Dia berfikir dengan meminta bantuan dari Satya untuk bicara dengan kakaknya mungkin Aland akan merubah keputusannya kalau saja Nasya bicara mengenai dirinya.Akan tetapi meminta pertolongan Satya rasanya sangat gengsi untuk Kiara mengingat laki-laki itu sudah menyakitinya. Apa jadinya jika dia benar-benar meminta tolong yang ada Satya akan semakin merendahkannya."A
"Produk itu milik Pak Rustam, baru 2 bulan ini dia menggeluti bisnis ini dan meminta saya untuk menangani produknya."Degh!"Apa, Pak Rustam?"Aland terperangah saat Pak Danu menyebut pengusaha kaya raya itu, bukankah dua bulan yang lalu mereka baru saja bertemu di club' malam? Rupanya Pak Rustam ingin mengajak Aland kerja sama untuk produk tersebut.Hanya saja keadaan Kiara yang mabuk saat itu membuat dia tidak bisa melanjutkan pembicaraannya."Iya Pak Rustam! Pak Aland pasti pernah mendengar namanya. Dia pengusaha yang sangat royal, semua produknya keluaran terbaru dan pastinya sangat canggih!""Kalau begitu aku mau produk yang lebih baik dari pada miliknya! Pak Danu buatkan saja beberapa contoh produk yang akan saya pasarkan! Mengenai anggaran Pak Danu tidak perlu khawatir."Tentu saja Aland tidak mau kalah dari pengusaha culas itu, andai dia tau dari awal kalau pak Rustam akan membuka bisnis baru tentu Aland akan lebih cepat darinya.Tetapi sekarang dia hanya terkesan mengikuti je
Seminggu di rumah sakit membuat tabungan Kiara menipis untuk biaya pengobatan anaknya, dan di saat Dokter mengatakan kalau Reza sudah diperbolekan untuk pulang, Kiara bingung mendapatkan dari mana uang untuk membayar sisanya.Dia duduk termenung sendirian di depan ruangan Reza di rawat mencari jalan keluar untuk masalahnya, sedang bu Marwah di dalam menemani cucunya yang sedang berkemas."Astaga, dapat dari mana aku uang untuk membayar! Sedang semua teman sudah aku hubungi dan tidak ada satu pun yang bisa membantu, ck!" Kiara bergumam sendiri tidak ada yang mengetahui kalau dirinya kini sedang pusing.Tak lama setelah itu, dari arah samping seseorang melintas dan tak sengaja menoleh ke arahnya, orang tersebut memundurkan langkahnya karena merasa mengenal wanita yang duduk itu.Setelah memastikan bahwa dialah benar-benar Kiara, orang tersebut menghampirinya."Nona Kiara!"Kiara spontan mendongakkan wajahnya memandang seorang yang sedang berdiri di hadapannya, dari mulai ujung kaki tam
"Sudah saya bayar semua, Nona! Dan anda hanya tinggal pulang saja dengan putra anda. Ngomong-ngomong kemana suami Nona, kenapa tidak menjemput anda dan putra anda?"Kiara menunduk bingung harus bagaimana menjawab ucapan pak Bandi, rasanya sangat hina jika dia mengatakan kalau dia hamil di luar nikah dan sekarang orang yang menghamili pergi entah kemana.Walau itu bagian dari masa lalu yang kelam dan berniat untuk tidak mengulang hal yang sama."Tidak ada Pak, saya tidak punya suami."Degh!"Maksud Nona?" tanya pak Bandi penasaran, dia merasa kalau kehidupan Kiara menarik untuk di dengarkan."Iya Pak, saya memang mempunyai anak! Tapi saya tidak punya suami, saya belum pernah menikah. Pacar saya pergi pada saat saya mengandung Reza, dia tidak mau tanggung jawab! Ayah saya menyuruh saya untuk menggugurkan kandungan tapi saya tidak mau! Saya tidak ingin melakukan dosa untuk yang kedua kalinya dengan menggugurkan kandungan saya. Saya
"Pak, Pak Aland tunggu Pak! Ada yang mau saya bicarakan dengan Bapak."Pak Bandi berlari kencang mengejar Aland yang hampir saja keluar dari kantornya, padahal hari masih terlalu siang.Selama Kiara bekerja di tempat ini dia tidak pernah keluar di jam kerjanya kecuali hanya urusan pekerjaan tetapi pak Bandi rasa semenjak Kiara keluar dari kantornya jam kerja Aland semakin sedikit. Dia serasa malas berlama-lama di kantor."Bicara apa? Nanti saja, hari ini saya malas untuk membahas apapun!""Tapi Pak ...""Sudah saya bilang nanti saja, apa Pak Bandi tidak dengar?"Memaksa Aland yang mulai kesal juga rasanya percuma karena dia tidak akan berfikir dengan jernih apa yang akan pak Bandi katakan sekalipun.Pak Bandi akan mencari kesempatan lain untuk bicara dengan bos-nya itu.Di dalam mobilnya Aland merasa bingung apa yang harus di lakukan sekarang, hari-harinya terasa kosong. Jangankan untuk tertawa, tersenyum pun ra
Terpaksa Aland menelepon pak Diki untuk menjemputnya pulang karena dia sendiri tak mampu untuk pulang. Jangankan untuk menyetir mobil, berjalan lenggang saja Aland serasa tidak mampu akibat banyaknya minuman keras yang dia tenggak.Pak Diki di buat terkejut ketika sampai lokasi dimana Aland duduk meringkuk dengan wajah babak belur."Ya Tuhan, Pak Aland mari Pak biar saya bantu."Berat tubuhnya membuat pak Diki sedikit mengeluarkan tenaga ketika menunda Aland untuk berdiri.Pemuda itu hanya diam, dengan lemah Aland menyenderkan kepalanya di senderan kursi belakang mobil sampai rumah dimana pak Diki harus memapah tubuhnya untuk masuk ke dalam kamar."Bik, Bik Inah tolong Bi!""Astaga Aden!"Bik Inah yang semula berada di belakang segera berlari menghampiri setelah mendengar teriakan dari pak Diki.Dia merasa heran karena sudah lama majikannya itu tidak mabuk-mabukan dan sekarang kebiasaan itu kambuh lagi.