Meeting hari ini akan segera di mulai dimana semua staf sudah duduk menunggu CEO-nya datang.Tak lama setelah itu Aland datang namun dengan laki-laki yang membuat Kiara membelalakkan matanya lebar.Dari sini dia baru tau kalau ternyata Sean adalah orang penting pemilik perusahaan sekaligus teman atasannya itu."Selamat siang semuanya.""Siang Pak."Staf yang semula duduk berdiri untuk memberi salam saat Aland memasuki ruang meeting.Tak lupa Sean melirik pada Kiara sambil mengedipkan satu matanya yang membuat dia menjadi salah tingkah."Astaga, sedang apa Sean disini," gumam Kiara dalam hati.Sean tau kalau wanita ini pasti sedang bertanya-tanya mengenai dirinya dalam hati. Laki-laki itu seolah tau apa yang ada dalam hati Kiara."Baik, di meeting kali ini saya membawa sahabat saya Pak Sean! Dia direktur utama di perusahaan Star Media Corporation."Degh!Betapa terkejutnya Kiara saat Aland menyebut nama perusahaan itu. Star Media Corporation sudah Kiara kenal sejak dulu tetapi dia tida
"Ki, Kiara tunggu!"Sean berlari mengejar Kiara yang keluar lebih dulu bersama teman stafnya, teman-temannya hanya memanyunkan bibir meledek dia yang sempat menolak Sean tempo hari.Mereka berfikir seandainya pemuda itu berpenampilan formal seperti itu tentu Kiara pasti akan menerimanya.Padahal alasan Kiara sendiri menolak bukan karena bagaimana penampilan Sean, tapi karena dia mempunyai seorang anak.Kiara rasa kalau Sean tidak akan sudi jika tau Kiara sudah punya anak.Cukup realistis baginya, bagaimana mungkin sosok pengusaha seperti Sean ini mau menerima anaknya dan menganggapnya seperti anak sendiri."Maaf, ada apa Pak? Pak Sean memanggil saya?"Sean mengerutkan alisnya heran kenapa tiba-tiba wanita ini memanggilnya dengan sebutan bapak, padahal sebelum dia tau, Kiara hanya memanggil namanya saja."Apa, Pak? Kamu panggil aku Pak?""Astaga Kiara! Aku ini masih muda, kenapa kamu panggil aku dengan sebutan Bapak?" ucap Sean dengan heran."Bukan itu maksud aku! Sekarang Bapak ini at
"Anu Pak, aku cuma nggak pantas aja makan malam dengan Bapak! Siapalah aku ini, mana mungkin aku makan malam dengan direktur perusahaan.""Kalau soal ini kamu jangan terlalu pikirkan Kiara! Aku seneng dekat dengan kamu. Dan ingat! Aku masih Sean yang dulu! Sean yang kamu kenal, tidak ada bedanya."Semakin bingung alasan apalagi yang akan Kiara berikan, mengenai jabatannya tentu tidak membuat laki-laki ini jengah karena Sean memang bukan tipe cowok yang serius.Kelabakan Kiara membuat Sean tau kalau dia selalu saja mencari alasan tapi entah mengapa semakin Kiara menolaknya, semakin membuatnya penasaran."Iya tapi Pak, aku benar-benar nggak bisa kalau nanti malam! Mungkin suatu saat nanti aku mau Bapak ajak untuk makan malam. Saya permisi ya Pak!""Kiara tunggu! Kiara!"Kiara berjalan dengan langkahnya yang cepat sengaja menghindar dari Sean tapi laki-laki itu terus saja mengejarnya, dari kejauhan Aland yang melihat kalau Kiara terus saja mencari alasan secepatnya berfikir bagaimana car
Mata Reza memancarkan kebahagiaan saat melihat lampu kelap-kelip warna-warni menerangi taman kota.Dia terlihat begitu antusias dan meminta agar Pakdenya segera menghentikan laju mobilnya.Anak kecil itu sudah tidak sabar ingin turun dan berlarian memutari taman tersebut."Berhenti Pakde, kita berhenti sekarang," ucapnya sambil menarik lengan Satya dari kursi belakang."Iya, iya kita berhenti sekarang!""Yey, Bude ayok kita turun sekarang!""Reza kamu hati-hati!" teriak Kezia yang melihat Reza meloncat saja dari belakang dan berlari begitu saja tanpa memandang kiri dan kanan bertepatan dengan itu sebuah sepeda motor berjalan sangat cepat dari arah samping."REZA AWAS!""Aaaarrrggghh!""REZA!"Tubuh kecil itu terpental sejauh 5 meter dari mobil mereka berhenti dan berguling-guling di atas aspal.Kiara dan Satya segera menghampiri keponakannya yang sudah terbaring bersimbah darah di atas jalan raya."Reza, Reza bangun Sayang, Reza bangun!"Betapa paniknya Satya melihat darah dagingnya s
"Kondisi putra Nyonya sangat lemah, dia membutuhkan banyak darah akibat benturan di kepalanya, putra Nyonya kehilangan banyak darah."Degh!"Ambil saja darahku Dok, ambil sekarang!" ucap Kiara sambil menarik tangan sang Dokter agar segera mengambil darahnya."Bukan seperti itu Nyonya! Kita harus melakukan pemeriksaan dulu apakah golongan darah Nyonya cocok untuk putra Nyonya, ataukah tidak!""Kalau begitu lakukan sekarang Dok! Aku tidak mau membiarkan Reza terlalu lama tertidur!"Dari paksaan Kiara Dokter akhirnya mengiyakan untuk memeriksanya, padahal di kondisinya yang histeris seperti ini akan sangat bahaya jika darahnya di ambil. Naluri seorang ibu tidak memikirkan bagaimana kondisi diri sendiri, yang Kiara pikirkan saat ini hanyalah Reza agar segera membaik."Baiklah Nyonya, sekarang Nyonya ikut saya, kita akan melakukan pemeriksaan sekarang."Serangkaian pemeriksaan Dokter lakukan pada Kiara sampai selesai dan hanya menunggu bagaimana hasilnya.Mereka semua berharap kalau ada s
"Dokter tunggu!"Dokter yang semula hendak pergi mendadak membalikkan badan saat mendengar panggilan dari Satya. Dia memberi waktu pada Satya untuk bicara."Ambil darahku saja Dok! Ambil darahku sekarang! "Golongan darahku B, sama dengan golongan darah Reza!"Semuanya terperangah menoleh pada Satya seketika terutama Kiara yang menghentikan tangisnya seketika karena merasa mendapatkan solusi saat itu juga."Apa Mas, kamu mau donorkan darahmu untuk Reza?"Satya mengira kalau istrinya itu keberatan, padahal Kezia justru senang karena tidak perlu diminta Satya mau melakukan itu."Iya Sayang, tidak ada salahnya aku menolong Reza, bukankah dia itu a ...em, keponakanku?""Syukurlah, akhirnya Reza bisa tertolong! Makasih ya Mas, karena kamu mau mendonorkan darahmu untuk Reza."Satya hanya mengangguk karena dia merasa kalau inilah kewajibannya, tak perlu Kezia mengucapkan terima kasih sudah seharusnya Satya melakukan itu.Dengan senang hati Dokter membawa Satya untuk masuk dan memindahkan dar
Pak Diki sang sopir sedikit menjauh dari kamar Aland di ikuti oleh bik Inah yang masih terlihat bingung.Sopir yang sudah puluhan tahun bekerja dengannya sangat tau bagaimana cara mengetahui kondisi majikannya saat ini.Dia mengambil ponsel yang yang ada di saku bajunya dan menghubungi Aland yang masih di dalam kamar.Ponsel yang berada tepat di telinganya terdengar sangat berisik saat pak Diki mulai menelepon."Gimana Dik, apa ada respon dari Den Aland?"Pembantu yang lebih tua dari pak Diki ini sudah seperti saudara sendiri mengingat mereka sudah lama sekali bekerja dengan Aland.Maka dari itu bik Inah hanya memanggil pak Diki dengan sebutan namanya saja."Belum ada, apa mungkin Den Aland masih tidur?""Coba kamu telepon sekali lagi."Panggilan berikutnya membuat Aland mulai menggerakkan tangannya, rasanya malas sekali untuk bangun setelah begadang sampai hampir pagi."Astaga, berisik sekali, siapa ini yang telepon!"Samar-samar Aland mengambil ponsel itu tetapi hanya melihat sekila
"Tapi Pak ...""Aku tidak mau mendengar alasanmu lagi! Sudah terlalu banyak kamu membuatku muak dan sekarang kemasi semua barangmu dan pergi dari kantorku sekarang juga!"Tanpa banyak bicara wajah Kiara mulai memerah dengan mata berkaca-kaca. Ingin rasanya dia menahan air matanya agar tidak jatuh tapi nyatanya tidak bisa dia bendung juga.Yang dia sesali saat ini kenapa Aland tidak mau mendengar alasannya, jika dia tau kalau putranya kini di rawat di rumah sakit kemungkinan besar Aland akan mengerti.Tapi Kiara tak bisa berbuat apa-apa setelah atasannya itu berkata lantang tanpa memandang ke arahnya bak tidak Sudi memandang wajah Kiara."Baiklah kalau itu menjadi keputusan Bapak, aku akan keluar dari sini! Izinkan aku untuk mengemasi semua barang-ku.""Pak!" ucap pak Bandi seakan berat melepas Kiara mengingat wanita itu sudah banyak berjasa di perusahaan ini.Tapi Aland sama sekali tak menoleh sedikit pun dan membiarkan Kiara masuk untuk mengemasi barangnya."Nia kita berangkat sekara