Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 98A. Memprioritaskan

Share

Bab 98A. Memprioritaskan

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-01-18 19:05:57

Yuda sangat terkejut mendengar permintaan istrinya. Satu hal yang membuat Yuda tak menyangka, Gita meminta membatalkan perjodohan antara Evan dan Bianca. Sekarang mereka sudah saling mencintai, mana mungkin Yuda tega memisahkan mereka?

"Kenapa, Mas? Kamu ragu?" tanya Gita menarik kedua telapak tangannya dari genggaman Yuda. Lelaki itu tergagap, mengubah posisi duduk dan menarik napas, berusaha menetralisir kebimbangannya.

"Sayang, jangan begitu. Kasihan Evan dan Bianca. Hubungan mereka jangan dilibatkan dalam masalah ini. Mereka udah saling mencintai, Sayang." Dengan lemah lembut, Yuda berusaha membujuk Gita.

Dulu, Yuda pernah merasakan terpisah dari kekasih hati. Terpaksa dipisahkan dari seseorang yang dicintai. Kini, dia tidak mau Evan mengalaminya. Cukup dirinya saja yang dulu tersiksa karena cinta.

Raut wajah Gita tampak tak suka dengan penolakan Yuda. Bibirnya mencebik, memutar kedua mata malas. Hatinya terus saja menduga kalau Yuda tidak setuju dengan sarannya karena dalam ha
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 98B. Memprioritaskan

    Pagi hari sewaktu sedang sarapan, Gita berniat akan mengajak Evan pergi belanja bulanan. "Mohon maaf, Mah. Bukan aku enggak mau nganterin Mamah belanja. Masalahnya aku udah ada janji pada Bianca, hari ini mau nganterin dia ke kampus," tandas Evan menolak halus permintaan Gita. "Oh, jadi sekarang kamu lebih mementingkan Bianca dari pada Mamahmu?" tanya Gita setengah mengejek. Yuda menoleh sesaat, menggelengkan kepala. Mungkin seperti ini cara Gita menjauhi Evan dari Nida. "Bukan begitu, Mah ... aku enggak enak aja sama Bianca," kata Evan serba salah. Dia tidak ingin mamahnya berkata demikian. "Kamu enggak enak sama Bianca, lalu sama Mamah gak ngerasa enggak enak?""Mah ... aku mohon ngertiin posisi Evan dong?" Evan semakin bingung memutuskan. Yuda yang sebelumnya berdiam diri, akhirnya bicara, "Van, sekarang kamu kirim pesan singkat pada Bianca. Katakan padanya, kalau kamu enggak bisa anterin dia ke kampus sekarang."Kening Evan mengkerut mendengar saran yang disampaikan papahnya.

    Last Updated : 2025-01-18
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 99. Bukan Jodoh

    Mendapat pujian dari Bianca, Namira langsung merangkul pundak Bianca sambil mengucapkan terima kasih berulang kali. "Mih, sekarang udah selesai belum masaknya?" tanya Bianca pada Namira yang baru saja melepaskan rengkuhan pada pundaknya. "Udah. Kenapa emangnya?""Aku pengen ngobrol. Bisa 'kan?""Lah emang kamu gak ke kampus?""Nanti jam sembilanan.""Siang amat?" tanya Namira, membuka celemek yang melekat di tubuhnya. "Iya.""Ya udah ayok!"Namira menggamit lengan Bianca, mereka berjalan di sofa ruang keluarga. "Kamu lagi berantem sama Evan?" terka Namira ketika mereka duduk di sofa ruang keluarga. Bibir Bianca mengerucut, menggelengkan kepala. "Enggak.""Jangan bohong! Kita temenan udah lama tau! Aku tau banget sifatmu. Kenapa? Jangan-jangan masalah kalian muncul karena salah paham." Namira sok tahu tapi memang benar itu yang terjadi. Bianca menarik napas panjang, ingin bercerita tentang kegundahan hatinya."Mungkin iya ya, kalau aku salah paham sama Evan. Soalnya aku ngerasa a

    Last Updated : 2025-01-18
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 100A. Makam

    Sesaat, Bianca terdiam. Merenungi ucapan yang disampaikan ibu sambungnya. Namira membiarkan Bianca merenung, ia tak ingin Bianca kecewa nantinya jika apa yang diinginkan tidak sesuai."Kamu benar, Mih. Aku harus bisa menerima apapun yang terjadi nantinya. Enggak boleh menyalahkan siapapun. Benar kan, Mih?"Namira merangkul pundak Bianca sambil tersenyum manis. Dalam hati Namira bersyukur karena Bianca masih bisa dinasehati. "Ya udah, aku mau berangkat ke kampus sekarang. Makasih ya, Mih.""Iya, Bi. Sama-sama."Bianca beranjak ke kamar, menyiapkan diri untuk pergi ke kampus. Sedangkan Namira duduk santai sambil nonton televisi. "Kayaknya aku harus bicara pada tante Gita masalah hubungan Evan dan Bianca. Kalau sampai dugaan Bianca benar, tante Gita ingin memisahkan Evan dan Bianca hanya karena kehadiran Nida di rumah ini, aku enggak akan tinggal diam," ucap Namira dalam hati. *** Usai mengurusi perpindahan Nida ke sekolah baru, Daniel mengajak Nida ke makam ibunya, Dania. "Ini maka

    Last Updated : 2025-01-19
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 100B. Lezat

    Dalam diam, Daniel sangat terharu dan semakin bersyukur memiliki istri seperti Namira. Meskipun usia Namira baru masuk 20 tahun, tetapi sikap dan pemikirannya sering kali bijak serta dewasa. "Udah ya, nangisnya? Sekarang kita makan siang dulu. Oh ya, Mas ... tadi aku bikin brownis keju. Kalau kata Bianca dan Bi Rusmi sih enak," ucap Namira menggamit lengan suaminya m3sra. Sedangkan Nida berjalan lebih dulu ke kamarnya karena tidak ingin mengganggu keromantisan Daniel dan Namira. "Aku juga yakin pasti buatanmu enak," timpal Daniel menjawil ujung hidung Namira. "Uuuh ... belum juga nyobain, udah bilang enak aja. Cobain dulu baru dikasih nilai. Modus mulu nih," kata Namira merebahkan kepalanya pada bahu Daniel. Lelaki itu sangat bahagia jika Namira bermanja-manja seperti ini. Terasa dirinya ditarik ke masa muda dulu.Usai makan siang, Namira membawa beberapa potong kue brownies hasil masakannya ke dalam kamar. Daniel yang tengah duduk santai di sofa depan televisi mengulas senyum meli

    Last Updated : 2025-01-19
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 101. Saat Yang Tepat

    Usai mandi wajib, Namira keluar kamar ingin menemui Nida. Ia tak ingin Nida merasa sendirian di rumah ini. Sebelum membuka pintu kamar, ekor mata Namira melirik pada Daniel yang tampak tertidur pulas. Daniel kelelahan setelah mengurus perpindahan sekolah keponakannya lalu memberi nafkah batin di siang hari untuk istrinya. Namira membiarkan suaminya istirahat. Ia pun membuka pintu kamar, lalu berjalan hendak ke kamar Nida. Akan tetapi pada saat hendak menaiki anak tangga, samar-samar Namira mendengar suara Nida yang tengah berbincang dengan Bi Rusmi. Namira mengurungkan niat ke kamar Nida, berbelok ke dapur. "Nida, kamu gak tidur siang?" Sapaan Namira membuat Nida dan Bi Rusmi menoleh. "Wah, umur panjang. Baru aja aku sama Bibi lagi ngomongin Kakak." "Eh, ngomongin apa?" tanya Namira menarik kursi dapur, duduk di sana. "Enggak ngomongin jelek-jelek, Non. Non Nida tadi memuji Non Namira. Kue buatan Non Namira katanya enak." Bi Rusmi menjelaskan agar tidak terjadi salah paham.

    Last Updated : 2025-01-19
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 102A. Menguping

    "Hm ... Nida maaf sebelumnya. Bukan ... aku gak setuju kamu minta maaf sama mamahnya Evan. Tapi, apa kamu tau, siapa nama istri pertama papahmu?" Namira balik bertanya. Ia pikir, mungkin ini saatnya mengungkapkan kebenaran. Namira tidak ingin Nida terus-menerus merasa bersalah pada Gita atas sikap Dania dulu. Nida, anak ini tidak tahu apa-apa. Ia tidak boleh menanggung akibat dari kesalahan kedua orang tuanya di masa lalu. Nida harus bahagia, masa depannya harus cerah. Nida tercenung mendengar pertanyaan Namira. Gadis itu menggelengkan kepala. "Enggak, Kak. Yang pasti, aku ... aku belum pernah bertemu dengannya 'kan?"Namira tersenyum miring mendengar pertanyaan Nida. Ia menghela napas panjang, pandangannya lurus ke depan. "Kak, jangan-jangan ... a-aku kenal sama mamahnya Kak Evan?" Suara Nida bergetar. Ia sangat takut akan kenyataan lain yang dihadapinya. Kenyataan yang mungkin saja sangat pahit. Namira tak sanggup menyembunyikan kenyataan itu. Kebenaran yang sesungguhnya. Sekara

    Last Updated : 2025-01-20
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 102B. Menguping

    "Karena kamu kuat. Karena kamu bisa melewatinya. Nida, kamu harus yakin kalau ... kalau dibalik kesedihan dan penderitaan yang pernah kamu alami, akan ada kebahagiaan, akan ada kesuksesan yang nanti akan kamu gapai. Yang penting, jangan membalas perbuatan yang buruk atau perbuatan yang j4hat dengan perbuatan yang sama. Mereka j4hat, kita jangan. Kamu harus menjadi pribadi Nida yang baik hati. Menjadi Nida yang pemaaf. Oke, Nida?" Kedua tangan Namira menangkup pada wajah Nida. Gadis itu menganggukkan kepala, lalu kembali memeluk Namira. Cukup lama Nida memeluk tubuh Namira. Ia benar-benar tidak tahu harus bersikap bagaimana setelah ini. Yang pasti, sekarang Nida sudah mengerti, kenapa papahnya tidak membalas pesannya? Kenapa papahnya tidak merespon teleponnya? Nida sangat yakin, semua itu dilakukan papahnya karena Gita, Gita dan Evan. "Sekarang kamu istirahat, ya? Jangan nangis lagi. Nanti, bilamana kamu ketemu sama Tante Gita, berpura-puralah enggak kenal dia. Pura-pura saja baru

    Last Updated : 2025-01-20
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 103. Memaafkan Tapi Tidak Melupakan

    "Aku percaya sama kamu, Mas ....""Tapi kenapa kamu rahasiakan masalah sebesar itu dari aku, Namira?" Suara Daniel mulai meninggi.Degh!Seketika jantung Namira berdetak lebih kencang. Sorot mata Daniel begitu tajam menatapnya. Bahkan baru saja, Daniel berkata dengan intonasi suara tinggi dan menyebut namanya. Namira diam. Air mata sudah menetes tanpa bisa dicegah.Daniel sendiri bingung. Dia tidak menyangkan sedikitpun kalau Namira menyembunyikan si pelaku yang mencvlik Nida sewaktu bayi. Terjadi keheningan lagi. Tenggorokan Namira tercekat. Dia tak bisa mencegah air matanya. Mengalir begitu saja padahal berulang kali, Nida menyekanya dengan kasar. Sedangkan Daniel, justru memalingkan wajah ke arah lain seperti enggan menatap istrinya, ia merasa kecewa."Kenapa kamu tetap diam? Kenapa kamu gak ceritain semua itu ke aku? Kenapa?" tuntut Daniel merasa tak terima Namira menyembunyikan tentang kej4hatan yang dilakukan Gita pada keponakannya. Namira tak menjawab, dia tetap diam."Aku ga

    Last Updated : 2025-01-20

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status