Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 94B. Sepakat

Share

Bab 94B. Sepakat

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-01-17 19:57:28

Sedari tadi, pandangan Gita selalu saja mengitari sekeliling. Bianca sendiri merasa aneh pada ibu kandung Evan itu. Sekarang saja, Gita sedang berjalan ke samping rumah Bianca seorang diri, dekat kolam renang.

"Van, Mamah kamu nyariin apa sih?" tanya Bianca pada Evan yang sedari tadi diam-diam memerhatikan gelagat Gita. Sedangkan Namira, hanya diam, tak ingin menduga-duga yang dilakukan Gita di rumahnya.

"Enggak tau. Aku enggak tau. Mungkin Mamah mau liat lokasi yang cocok buat nanti kita nikah," jawab Evan asal. Tapi, jawaban Evan itu justru membuat kening Bianca mengkerut. Dia juga bingung kenapa dari tadi Gita seperti mencari sesuatu atau seseorang. Tingkahnya tidak seperti biasa. Sangat mencurigakan.

Di dekat jendela yang menuju kolam renang, Namira tak tahan melihat tingkah Gita yang menurutnya sudah tidak sopan. Bahkan tadi Gita sempat membuka pintu kamar tamu di rumah ini. Menurut Namira sudah sangat keterlaluan. Akhirnya Namira datang menghampiri Gita yang berdiri di dekat k
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 95A. Aku Mau

    Gita menyeringai penuturan yang diucapkan Namira. Wanita itu tak memungkiri kalau dirinya sempat terkejut mendengar perkataan Namira yang sudah mengetahui rahasia yang dia sembunyikan selama ini."Apa omongan kamu bisa dipercaya?" Tak serta-merta Gita menyetujui kesepakatan yang diucapkan Namira. Istri Daniel itu kedua alisnya bertaut. Dia pikir Gita akan langsung setuju, ternyata tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan."Terserah Tante, percaya atau enggak." Namira tak gentar, tak juga memaksa. Kartu AS ada di dirinya. Sedikit pun Namira tidak merasa takut Gita percaya atau tidak. "Oke. Anggap aja aku percaya pada omonganmu. Lalu, kalau sampai rahasia ini sampai di telinga Daniel atau Nida tanpa sepengetahuanmu justru memberitahu Daniel, apa yang akan kamu lakukan?""Enggak ada," jawab Namira cepat. Gita terkejut, heran bercampur tak mengerti jalan pikir Namira. "Kenapa begitu? Kamu gak membelaku nantinya?" Gita seperti tak terima jika Nida nantinya akan membongkar rahasiany

    Last Updated : 2025-01-18
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 95B. Berkunjung

    "Nida, kamu udah yakin mau pindah sekolah?" tanya Daniel ketika mereka sedang berada di tengah perjalanan menuju kota Bogor. "Sangat yakin, Om. Aku pengen pindah sekolah soalnya ... hm ... di sekolah lamaku, aku sering di-bully. Sering dibilang anak haram-lah, anak yang gak diinginkan-lah." keluh Nida pada Daniel yang terkejut mendengarnya. "Benarkah? Kamu sering dibilang begitu sama teman-temanmu?" tanya Daniel tidak menyangka kalau keponakannya menjadi korban bully di sekolah."Iya. Bukan cuma sama teman-teman. Sama masyarakat di sekitarku juga sering dibilang gitu tapi enggak apa-apa kok, Om. Aku udah biasa dibilang kayak gitu lagipula kenyataannya enggak kayak gitu, kan? Aku bukan anak har4m, aku bukan anak yang enggak diinginkan atau aku bukan anak yang sengaja dibuang. Benar kan, Om?"Dalam hati, Daniel merasa sangat bersalah. Dia telah membiarkan Nida mengalami hal buruk seperti itu. Andai saja dari dulu Daniel berusaha lebih keras lagi mencari keberadaan Nida, pasti gadis ya

    Last Updated : 2025-01-18
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 96. With You

    "Jadi, Pak Daniel bagian dari keluarga Nida?" suara parau itu bertanya. Bu Fatma sangat tak menyangka ternyata nama yang dulu sering diceritakan suaminya ada ikatan saudara dengan Nida. "Iya, Bu. Nida ini ... anak kandung almarhumah adik saya.""Astaghfirullah ... benarkah, Pak?" Bu Fatma sangat terkejut mendengar kenyataan itu. Andai saja dari dulu ia berikan alamat perusahaan Daniel, mungkin sudah sejak lama Nida hidup bahagia."Benar, Bu. Kedatangan saya ke sini juga mau mengurus surat-surat perpindahan sekolah Nida. Saya akan menyekolahkan dia di Jakarta."Pandangan Ibu Fatma beralih pada Nida yang menunjukkan raut wajah sedih. "Nida, alhamdulillah akhirnya kamu menemukan saudara kandungmu. Ibu sangat bersyukur, Nak."Nida pindah tempat duduk, duduk di sebelah Ibu Fatma, lalu memeluk tubuh wanita yang telah merawatnya dengan baik. "Iya, Bu ... maafin aku ya? Aku ... aku gak bisa temenin Ibu di sini lagi." Air mata Nida tak dapat dibendung. Mereka berpelukan sambil menangis. D

    Last Updated : 2025-01-18
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 97A. Perhatian Yuda

    Pekerjaan Yuda sudah selesai pukul sepuluh malam lewat lima belas menit. Ia membalikkan badan ke kanan dan ke kiri. Memutar kepala ke kanan dan ke kiri. Tubuhnya sangat pegal. Yuda menyandarkan punggung, kedua matanya terpejam. Bayangan Gita sewaktu mer0kok tadi pagi, membuatnya semakin merasa bersalah. Wanita itu jarang sekali mengungkapkan luka dalam hatinya apalagi jika di depan Evan. Selalu tampil ceria dan bahagia. "Apa aku menjauhi Nida saja? Tapi, kasihan dia. Nida baru bertemu denganku. Baru menemukan sosok ayah. Kalau aku dekat dengan Nida, bagaimana dengan keadaan Gita? Sekarang hatinya pasti sedang terluka," gumam Yuda sebelum meninggalkan tempat yang selama ini menjadi ladang mata pencahariannya. Yuda merapikan beberapa dokumen dan berkas-berkas penting. Sebagian ia masukkan ke dalam tas kerja, sebagian lagi ia simpan di kantor. Kemudian, Yuda bergegas pulang. Dia sudah memutuskan tidak akan menemui Nida terlebih dulu. Yuda ingin segera sampai rumah. Di dalam mobil, ket

    Last Updated : 2025-01-18
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 97B. Dibatalkan

    Gita tak membantah, ia menerima suapan demi suapan dari Yuda. Meski hatinya begitu terluka melihat kedatangan Nida di tengah keluarga Bragastara. Bukan hanya terluka, Gita juga sangat takut kalau rahasianya selama ini akan terbongkar dan DAniel serta Yuda akan membencinya. "Aku minta maaf, udah membuat hatimu terluka lagi," ucap Yuda datar, memandang wajah Gita penuh kesedihan. Gita tak menanggapi, ia hanya merunduk. Hatinya tak bisa berbohong, sikapnya tak bisa seperti biasa. "Gita, apa kamu marah?" Lagi, Yuda kembali bertanya tapi tenggorokan Gita seperti tercekat. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Usai menyantap makan malam bersama Gita. Yuda tidak ingin istrinya itu bersikap dingin seperti ini. Yuda meraih kedua telapak tangan Gita, menggenggamnya erat. Lalu, mengecvp punggung tangan Gita cukup lama. "Dulu, aku pernah melakukan kesalahan yang besar. Kesalahan yang sampai sekarang membuatku sangat menyesal. Aku pernah berjanji, enggak akan melukai hatimu lagi, Gita," uj

    Last Updated : 2025-01-18
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 98A. Memprioritaskan

    Yuda sangat terkejut mendengar permintaan istrinya. Satu hal yang membuat Yuda tak menyangka, Gita meminta membatalkan perjodohan antara Evan dan Bianca. Sekarang mereka sudah saling mencintai, mana mungkin Yuda tega memisahkan mereka?"Kenapa, Mas? Kamu ragu?" tanya Gita menarik kedua telapak tangannya dari genggaman Yuda. Lelaki itu tergagap, mengubah posisi duduk dan menarik napas, berusaha menetralisir kebimbangannya. "Sayang, jangan begitu. Kasihan Evan dan Bianca. Hubungan mereka jangan dilibatkan dalam masalah ini. Mereka udah saling mencintai, Sayang." Dengan lemah lembut, Yuda berusaha membujuk Gita. Dulu, Yuda pernah merasakan terpisah dari kekasih hati. Terpaksa dipisahkan dari seseorang yang dicintai. Kini, dia tidak mau Evan mengalaminya. Cukup dirinya saja yang dulu tersiksa karena cinta. Raut wajah Gita tampak tak suka dengan penolakan Yuda. Bibirnya mencebik, memutar kedua mata malas. Hatinya terus saja menduga kalau Yuda tidak setuju dengan sarannya karena dalam ha

    Last Updated : 2025-01-18
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 98B. Memprioritaskan

    Pagi hari sewaktu sedang sarapan, Gita berniat akan mengajak Evan pergi belanja bulanan. "Mohon maaf, Mah. Bukan aku enggak mau nganterin Mamah belanja. Masalahnya aku udah ada janji pada Bianca, hari ini mau nganterin dia ke kampus," tandas Evan menolak halus permintaan Gita. "Oh, jadi sekarang kamu lebih mementingkan Bianca dari pada Mamahmu?" tanya Gita setengah mengejek. Yuda menoleh sesaat, menggelengkan kepala. Mungkin seperti ini cara Gita menjauhi Evan dari Nida. "Bukan begitu, Mah ... aku enggak enak aja sama Bianca," kata Evan serba salah. Dia tidak ingin mamahnya berkata demikian. "Kamu enggak enak sama Bianca, lalu sama Mamah gak ngerasa enggak enak?""Mah ... aku mohon ngertiin posisi Evan dong?" Evan semakin bingung memutuskan. Yuda yang sebelumnya berdiam diri, akhirnya bicara, "Van, sekarang kamu kirim pesan singkat pada Bianca. Katakan padanya, kalau kamu enggak bisa anterin dia ke kampus sekarang."Kening Evan mengkerut mendengar saran yang disampaikan papahnya.

    Last Updated : 2025-01-18
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 99. Bukan Jodoh

    Mendapat pujian dari Bianca, Namira langsung merangkul pundak Bianca sambil mengucapkan terima kasih berulang kali. "Mih, sekarang udah selesai belum masaknya?" tanya Bianca pada Namira yang baru saja melepaskan rengkuhan pada pundaknya. "Udah. Kenapa emangnya?""Aku pengen ngobrol. Bisa 'kan?""Lah emang kamu gak ke kampus?""Nanti jam sembilanan.""Siang amat?" tanya Namira, membuka celemek yang melekat di tubuhnya. "Iya.""Ya udah ayok!"Namira menggamit lengan Bianca, mereka berjalan di sofa ruang keluarga. "Kamu lagi berantem sama Evan?" terka Namira ketika mereka duduk di sofa ruang keluarga. Bibir Bianca mengerucut, menggelengkan kepala. "Enggak.""Jangan bohong! Kita temenan udah lama tau! Aku tau banget sifatmu. Kenapa? Jangan-jangan masalah kalian muncul karena salah paham." Namira sok tahu tapi memang benar itu yang terjadi. Bianca menarik napas panjang, ingin bercerita tentang kegundahan hatinya."Mungkin iya ya, kalau aku salah paham sama Evan. Soalnya aku ngerasa a

    Last Updated : 2025-01-18

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status