Share

Bab 292. Menuduh

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-22 22:45:31
Ketiga wanita yang duduk bersebrangan dengan Nida terkejut. Mereka saling pandang satu sama lain, lalu pandangannya tertuju pada dua lembar kertas yang ada di atas meja.

Hanifa, si Bungsu mengambil kertas itu. Haifa dan ibu Ros pun melihat dua lembar kertas yang disebut Nida sebagai bukti perselingkuhan Hanif.

Ibu Ros mendongak, menatap nyalang Nida. "Nida, jangan sembarangan Menuduh! Hanif enggak mungkin berselingkuh! Pasti ini hoax!" Ibu Ros pura-pura mengelak. Hanifa dan Haifa yang tidak mengetahui kalau Hanif dan Friska telah bertemu lagi terkejut. Kedua adik Hanif itu mengenal Friska tapi tidak terlalu dekat.

"Ma, ini Mbak Friska yang dulu mantan pacarnya mas Hanif?" tanya Haifa yang menunjuk foto wanita yang ada di riwayat chat WA kakakaknya.

"Kayaknya bener deh, ini Mbak Friska yang dulu ninggalin mas Hanif. Aku masih inget Mbak," timpal Hanifa membenarkan dugaan kakak keduanya.

"Diam kalian! Itu emang Friska tapi enggak mungkin mereka chat seperti itu." Lagi, ibu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 293. Bertanya Langsung

    Evan sudah menerka maksud istrinya. Belakangan Bianca tidak menyukai Nida. Pasti Bianca berpikir buruk pada adiknya itu. "Ya mau gimana lagi? Bisa jadi kan?" jawab Bianca tanpa beban. Melengoskan wajah, tak ingin membalas tatapan Evan yang sinis. Evan sampai menggelengkan kepala. "Keterlaluan kamu, Bi. Kamu kenal Nida dari dia masih remaja! Nida itu adikku! Anak kandung dari adik papamu! Tega sekali kamu menuduhnya demikian cuma karena dia melakukan satu kesalahan membongkar rahasia kita!" Evan tak dapat menahan emosi. Ia meluapkan begitu saja. Tak peduli nantinya Bianca akan marah padanya atau tidak. Bianca tak menyangka Evan sangat marah. Kedua mata Bianca membeliak. "Kamu ngebentak aku cuma karena Nida?" Suara Bianca rendah namun sarat penekanan. Evan tetap menunjukkan raut wajah marah. "Iya. Karena kamu udah keterlaluan! Aku yakin, Nida enggak mungkin selingkuh! Lagi pula, buat apa kamu telepon si Hanif? Mau ikut campur urusan rumah tangga mereka? Ngapain? Jangan memperkeruh

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 294. Katakan Padaku!

    "Pa, jangan!" sergah Nida tak ingin papanya bertanya langsung pada Hanif. Ia khawatir jika nantinya Hanif bersikap atau berucap buruk tentangnya di depan Yuda. Nida tak ingin papanya itu sakit hati. "Kenapa? Papa ini orang tuamu, Nida. Papa harus tau, kenapa Hanif sampai menceraikanmu. Ada apa? Apa karena kamu belum memberinya anak? Apa karena kamu sibuk bekerja?" Berbagai dugaan dilontarkan Yuda. Nida tak langsung menjawab, hanya merunduk. Melihat Nida tak jua menjawab, Shella memegang bahu suaminya. "Mas, mungkin Nida butuh waktu untuk bercerita pada kita. Mungkin saat ini dia belum siap. Kita biarkan Nida sendiri dulu."Biar bagaimana pun, Shella sudah mengenal sifat Nida. Meski Nida anak sambungnya, tetapi hubungan Shella dengan Nida cukup dekat. Sedikit banyak, Shella telah mengenal watak Nida. Yuda menarik napas panjang. Ia sangat penasaran penyebab perceraian anak kandungnya itu. Namun, yang dikatakan Shella ada benarnya. "Baiklah. Papa enggak akan memaksa. Tapi, Papa engga

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 295. Tidak Tersimpan

    Ferry sangat bahagia dan nyaman kerja di cafe. Dia bekerja dari pagi sampai jam lima sore. Setelahnya, diperbolehkan pulang sembari membawa beberapa lauk pauk yang ada di cafe. Semua itu atas perintah Axel. "Pak Gilang, apa ini enggak menimbulkan kecemburuan sosial dengan karyawan lain?" Ferry tak enak hati karena setiap hari, Gilang selalu menyuruh Ferry membawa lauk pauk untuk di rumah. "Enggaklah. Pak Ferry lihat sendiri. Karyawan lain enjoy-enjoy aja kan? Kita ini keluarga. Bukan cuma sebatas atasan dan bawahan. Tuh lihat, yang lain juga boleh membawa makanan dari cafe." Gilang menunjuk karyawan lain yang membungkus lauk pauk sekadaranya dengan pandangan mata. Ferry menganggukkan kepala. Melihat plastik kresek di tangan. "Kalau begitu, saya ucapkan terima kasih banyak, Pak Gilang. Istri dan anak saya sangat menyukai makanan di sini," ujar Ferry berkata jujur. Gilang tersenyum sembari menepuk pundak Ferry. "Alhamdulillah, sukurlah kalau mereka suka." "Iya, Pak Gilang."

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 296. Memangnya Aku Siapa?

    Rina serba salah. Apakah membalas pesan Axel atau membiarkannya. Di lubuk hatinya paling dalam, Rina bersedih dan kecewa. Ternyata Axel tak menyimpan nomor kontaknya padahal waktu itu mereka sempat berbalas pesan. Tiba-tiba handphone Rina berdering. Keningnya mengkerut, Axel menelepon. Namun, ia tetap meragu. Tak diangkat, dibiarkannya berdering. Rina memilih keluar kamar, menyantap makan malam bersama ibunya. "Kamu kenapa, Rin? Cemberut begitu?" telisik Tina melihat mimik wajah putrinya yang berubah drastis. Sebelum masuk kamar, Rina masih sumringah. Sekarang tiba-tiba muram? "Enggak apa-apa, Bu."Tina tak pantas percaya akan jawaban gadis yang tengah menyendok nasi dan lauk pauk ke atas piring. "Kamu enggak bisa bohongi Ibu. Ya sudah kalau kamu enggak mau cerita," tutup Tina tak ingin memaksa anaknya untuk bercerita. Meski hatinya sangat yakin kalau ada sesuatu yang mengganggu pikiran Rina. Selesai makan malam, Rina kembali lagi ke kamar. Tina hanya menghela napas berat melihat

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 297. Amoral

    Axel menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Rina. "Oke aku minta maaf. Tadi tuh maksudnya bercanda. Emang kamu kata siapa, kalau cafe itu milik aku?" telisik Axel mengalihkan pembicaraan. Rina menghela napas berat. "Ayahku yang bilang." "Oh, om Ferry. Gimana ayahmu kerja di cafe? Betah enggak?" "Alhamdulillah betah." "Syukurlah. Kalau ada apa-apa, nanti kabarin aku aja. Oke?" "Iya, Xel. Terima kasih." "Assalamu'alaikum." "Waalaikumsalam." Panggilan telepon terputus. Senyum tipis terlihat jelas di wajah Rina. Kini hatinya lega ternyata Axel sudah menyimpan nomor kontaknya. Rina pikir, chat Axel tadi benar kalau Axel tidak tahu dirinya yang mengirim pesan. Hanya saja, harapan Rina yang ingin dijemput berangkat sekolah dengan Axel tidak terwujud. Padahal Rina sudah berharap Axel akan mengantar ke sekolahnya lagi. "Mikir apa sih aku? Kayaknya enggak mungkin juga Axel mau berangkat sekolah bareng aku lagi. Duh Rina ... Please jangan cinta duluan sama cowok ... Malu-m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 298. Jatuh Sakit

    "Mas, Mas Yuda, Mas kenapa, Mas?" Tiba-tiba dada Yuda terasa sesak. Shella panik melihat suaminya sesak napas secara mendadak. "Ya Allah, Mas! Mas kenapa?" jerit Shella tak kuasa melihat suaminya yang kesulitan bernapas. Shella mengambil handphone, menghubungi Cassandra yang baru saja membersihkan badan. "Sandra, cepat kamu panggil security. Suruh ke kamar sekarang! Papamu sesak napas!" "I-iya, Ma!" Tanpa banyak tanya, Cassandra keluar kamar. Menuruni anak tangga dengan cepat. Berlari keluar, memanggil dua security yang berjaga di dekat gerbang. "Pak Gugun! Pak!!" teriakan Cassandra membuat lelaki yang telah lama mengabdi di rumah Yuda menoleh. "Sini, Pak! Ajak Pak Heri!" Kedua security berlari menghampiri Cassandra yang tampak cemas. "Ada apa, Non?" "Ke kamar papa. Kata mama, papa sesak napas! Pak Heri, tolong siapin mobilnya!" "Baik, Non." Pak Gugun dan Cassandra masuk ke dalam rumah, berjalan cepat ke kamar kedua orang tuanya. Cassandra membuka pintu kama

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 299. Menikahlah Lagi!

    Nida mengabaikan pesan yang dikirim Friska, tak ingin terpancing emosi. Saat ini, Nida ingin bertemu papanya. Ingin mengetahui kondisi Yuda. Nida berharap kondisi Yuda jauh lebih baik. Tiba di rumah sakit, terlihat Cassandra sedang mengelus punggung Shella. "Ma, Sandra!" panggil Nida pada kedua wanita itu. Mereka menoleh, berdiri. Nida langsung memeluk Shella. Dirinya benar-benar tak menyangka jika penyakit papanya yang sudah lama tidak dirasa sekarang kambuh lagi. "Gimana kondisi papa?" tanya Nida setelah melepaskan pelukan. Shella menyeka air mata. "Masih di ruangan ICU. Tadi enggak sadarkan diri. Enggak tau sekarang, huhuhu .... "Tangisan Shella kembali pecah. Nida menoleh ke ruangan ICU. Ia berjalan cepat, mendekati ruangan tersebut. Dari kaca jendela, Nida melihat beberapa dokter sedang memeriksa keadaan papanya. Dokter berjalan ke arah pintu. Nida secepatnya mendekati, pintu terbuka. "Keluarga pasien?""Saya, dok," jawab Nida cepat.Shella dan Cassandra yang melihat dokte

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 300. Saling Sayang

    "Pa, jangan bilang seperti itu dulu. Papa enggak usah mencemaskanku. Aku baik-baik saja. Aku enggak akan trauma. Aku enggak akan terpuruk. Pa, aku mohon fokuslah pada kesehatan Papa. Papa harus sembuh," ujar Nida menggenggam sebelah telapak tangan Yuda. Air mata tak juga berhenti membasahi wajahnya."Iya. Papa akan sembuh."Setelah obrolan itu, Nida pamit keluar ruangan. Membiarkan papanya istirahat cukup. Shella dan Cassandra yang menunggu di bangku tunggu berdiri saat Nida keluar ruangan. "Nida, bagaimana Papamu?" tanya Shella menunjukkan raut wajah cemas. "Katanya papa mau istirahat dulu. Mama dan Sandra pulang saja. Biar aku yang di sini, nungguin papa." Dari pada Nida di rumah sendirian, lebih baik di rumah sakit, menemani sang papa. Shella menggelengkan kepala, menolak perintah Nida. "Mama di sini saja. Kalau pulang, Mama enggak bisa tenang."Nida mengerti. Seorang istri yang baik dan setia tidak mungkin meninggalkan suaminya yang sedang sakit di sini. "Ya sudah kalau begi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status