Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 241. Mesti Kenal Dulu?

Share

Bab 241. Mesti Kenal Dulu?

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-03-03 22:20:28

"Namaku Rina," jawabnya singkat. Axel menganggukkan kepala. Pandangan kembali fokus ke jalan raya. Ia tak bisa membayangkan jika tidak datang tepat waktu. Entah bagaimana nasib gadis ini?

Tiba di depan gang, Rina menyuruh Axel berhenti.

"Rumahku di dalam gang ini. Mobil enggak bisa masuk," kata Rina saat Axel bertanya.

"Berarti mobil parkir di sini?"

"Enggak usah parkir, kamu langsung pulang saja. Aku sendirian ke sana."

"Oh gak bisa. Kalau ada cowok yang ngehadang lagi gimana? Aku anterin!"

Axel keras kepala. Bersikukuh mengantar gadis yang baru dikenalnya.

"Ta-tapi, Xel ... Aku makin repotin kamu," ujar gadis itu, tak enak hati.

"Udah terlanjur direpotin! Hahaha .... "

Axel tertawa, berjalan lebih dulu dari Rina. Gadis berhijab itu tersenyum tipis, berjalan mensejajari langkah kaki Axel.

"Rina, aku mau tanya. Bukan nanya sih, cuma penasaran aja," kata Axel, menyelipkan kedua telapak tangan ke dalam saku celana.

"Tanya apa?"

"Ngapain malam-malam di halte?" Axel menoleh sekila
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 242. Jemput Cewek

    "Ya enggak juga. Cuma zaman sekarang mesti hati-hati kalau mau nolong orang apalagi malam-malam gini takutnya kamu dijebak orang. Pura-pura digangguin padahal mau gangguin," terang Gilang tak ingin Axel salah paham padanya. "Hahahhaah ... Enggak lah, Bang. Abang ini kenapa jadi suka suuzhon? Tenang aja, Bang. Gini-gini kan aku mantan geng motor. Aku tau mana orang yang pura-pura, mana yang emang nyata. Abang lihat sendiri kan? Enggak ada luka padahal yang kuhadapi dua orang berbadan kekar. Hahaha .... " Axel sengaja menyombongkan diri di depan Gilang. "Paling juga kamu kasih uang. Iya kan?" Gelak tawa Axel seketika redup, menggaruk kepala yang tak gatal. Gilirian Gilang yang tertawa lepas. "Emang paling benar, melawan orang dengan uang. Pasti langsung luluh. Hahahah ....""Ya elah ketauan lagi. Mau bagaimana lagi, Bang? Mereka badannya gede-gede banget. Aku juga khawatir itu cewek kenapa-napa. Ya udahlah, dari pada ribet, mending kasih duit aja. Hahahhaa ....""Huh, dasaarrr ...."

    Last Updated : 2025-03-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 243. Hai!

    Ferry Darmantyo sangat terkejut mendengar nama yang tak asing di telinga. Kedua matanya membeliak tak percaya dapat bertemu dengan keturunan keluarga Bragastara. Masih ingat betul, kebaikan Daniel dahulu padahal jelas-jelas Daniel mengetahui jika dirinya adalah suami sirri mantan istrinya. Dan lagi, ibu kandung Ferry merupakan sahabat Daniel semasa sekolah dulu yakni Gauri. "Ya Tuhan, ka-kamu anaknya pak Daniel? Kamu anaknya Nyonya Namira?"Axel terhenyak. Rupanya ayah gadis yang ditolongnya semalam mengenal kedua orang tuanya. "Om, kenal dekat dengan kedua orang tua saya?"Ferry tersadar dari lamunan. Menarik napas agar tetap tenang. Sungguh, ia tak menyangka akan bertemu dengan keturunan Bragastara. "Ke-kenal dekat tidak. Tapi, saya mengenal mereka. Maaf, bukannya anak Pak Daniel dan Nyonya Namira sudah meninggal dunia?""Hah?" Kali ini Axel sangat terkejut. "Meninggal dunia? Kata siapa?" Axel sangat penasaran dengan ucapan Ferry. Keningnya mengkerut dan Axel merasa kalau ini mer

    Last Updated : 2025-03-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 244. Baru Kenal Semalam

    "Menepi di depan sana!" titah Cassandra pada kembaran Alea. Axel menolak, "Enggak bisa. Udah telat!" Sepeda motor itu melaju saat lampu hijau menyala. Begitu pula Cassandra, ia pun melajukan kendaraannya. Setelah melihat Axel berboncengan dengan gadis yang usianya sebaya, hati Cassandra sangat sakit. Entahlah, mungkin dia cemburu. Cemburu tanpa alasan.Sampai di depan gerbang sekolah Rina, Axel mengambil helm dari kepala gadis itu. "Tadi itu siapa?" tanya Rina penasaran. "Kenapa emangnya?""Cuma tanya aja. Kalau enggak dikasih tau juga, enggak apa-apa.""Namanya Cassandra. Dia udah aku anggap kayak kakak sendiri. Jangan cemburu," kekeh Axel percaya diri. "Eh, siapa yang cemburu? Enggak kok. Makasih ya, udah anterin aku.""Iya sama-sama. Pulangnya mau aku jemput enggak?""Enggak usah. Kayaknya ayahku mau jemput," jawab Rina yang sebetulnya tidak yakin."Ada belajar kelompok lagi enggak?""Kayaknya enggak.""Kayaknya mulu. Pastinya dong!""Enggak tau. Ya udah aku masuk dulu. Kamu j

    Last Updated : 2025-03-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 245. Pokoknya Ikut!

    Sekolah selesai, Alea kembali datang ke kelas kakaknya. Ingin memastikan kalau Axel pulang ke rumah, tidak keluyuran kemana-mana lagi. "Kak Axel!" Langkah kaki Axel yang sudah menapaki anak tangga belakang sekolah terhenti. Axel kesal karena tetap saja ketahuan adiknya. "Kakak kenapa lewat belakang sih?" tanya Alea berdiri di depan Axel. "Mau ngapain? Aku naik motor. Kamu pulang sana!""Bentar!" Alea menarik lengan Axel. "Kakak mau pulang ke rumah enggak?""Enggak." Axel melanjutkan langkah kakinya, menuju area parkir sepeda motor. Diikuti Alea yang terus saja memanggil nama Axel. "Gila lu ya, berisik tau enggak?" sentak Axel pada adik kandungnya. Membalikkan badan. "Kak, semalam Kakak pergi dari rumah lagi kan? Kakak semalam tidur di mana?"Axel menghela napas berat. Bukan Alea namanya jika Axel belum cerita yang sebenarnya. "Duduk sini!" Axel mengajak Alea duduk di teras belakang sekolah. Pandangan Axel lurus ke depan sebelum memulai cerita. "Aku mau tanya dulu. Setelah kamu

    Last Updated : 2025-03-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 246. Takut Alergi?

    Akhirnya Alea memutuskan ikut dengan Axel menemui orang tua Rina, gadis yang baru dikenal Axel semalam. Kendaraan yang ditumpangi Alea mengikuti motor yang dilajukan Axel hingga akhirnya sampai di depan gerbang sekolah Rina. Dari dalam mobil, Alea memerhatikan kakaknya yang membuka helm, berjalan masuk ke dalam sekolah Rina. Tidak berselang lama, Axel keluar gerbang berjalan beriringan dengan seorang gadis berhijab. Gadis yang terlihat sederhana. Axel menyerahkan helm pada gadis itu, lalu mereka melajukan kendaraannya. Alea menarik napas panjang. Dia memikirkan perasaan Cassandra jika Axel benar-benar mencintai Rina. Tapi, Alea juga tidak bisa memaksa kakaknya untuk mencintai Cassandra atau melarang mendekati Rina. Jika sampai Axel jatuh hati pada Rina, pasti ada sesuatu yang istimewa dalam diri gasi itu. Alea tahu betul, kalau Axel sulit untuk jatuh cinta. Bahkan seingatnya, selama ini Axel belum pernah bercerita tentang seorang cewek yang dicintai.***"Aku kan udah bilang, kamu

    Last Updated : 2025-03-04
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 247. Belum Tukeran

    "Bukan! Suuzhon mulu jadi orang! Heran!" gerutu Alea berjalan lebih dulu ke teras rumah sederhana milik Rina. Alea langsung duduk di kursi kayu depan."Eh, belum disuruh duduk, udah duduk aja! Enggak sopan! Berdiri!" hardik Axel pada adiknya yang mengibaskan telapak tangan pada wajah. "Capek, Kak ...." lirih, Alea menimpali Axel. Bibirnya maju beberapa centi. Tidak berselang lama, ibu kandung Rina keluar rumah bersama Rina. Axel dan Alea agak membungkukkan badan. "Nak Axel, terima kasih banyak udah anterin Rina pulang. Mohon maaf, jadi repotin Nak Axel terus, ya?" ucap Tina tak enak hati karena sudah dua kali Axel mengantar anak gadisnya apalagi sekarang Tina sudah tahu kalau Axel keturunan keluarga konglomerat. "Enggak repotin, Tante. Oh iya, kenalkan, Tante. Ini adik kembar saya. Namanya Alea Bragastara." Axel menoleh pada Alea, adiknya itu langsung menyodorkan tangan kanan lalu mencium punggung tangan Tina. Namun, Tina menarik cepat. "Maaf. Rasanya enggak pantes tangan saya d

    Last Updated : 2025-03-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 248. Gelisah dan Bimbang

    Setelah saling menukar nomor handphone, Alea dan Axel pamit pulang. Walau agak kecewa tapi yang dikatakan Alea ada benarnya. Bisa saja yang punya rumah tidak nyaman kalau mereka menunggu kepulangan ayahnya Rina. "Kak, enggak pulang ke rumah?" tanya Alea saat turun dari motor. "Pulang. Tapi, kapan-kapan. Hahahaha ...."Axel menjawab dengan kelakar. Alea mencebik kesal, tak banyak bicara. Dipikirnya, percuma membujuk Axel pulang kalau dirinya sendiri tak mau pulang. "Ya udah aku pulang duluan."Alea masuk ke dalam mobil, lalu kendaraan itu melaju meninggalkan Axel yang duduk di sepeda motor. Axel pun melajukan kendaraannya, menuju kos-an Gilang. Rencananya setelah mengganti pakaian, Axel mau ke cafe. Membantu Gilang di sana. Namun, saat tiba di kos-an, kedua mata Axel memicing, melihat Cassandra yang duduk di kursi depan rumah yang ditempati Gilang selama ini. Cassandra berdiri ketika motor yang dikendarai Axel masuk pekarangan. Bibirnya menyunggingkan senyum meski hati Cassandra s

    Last Updated : 2025-03-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 249. Nyesek

    "Eng ... Enggak, Xel. Aku lupa tadi mau tanya apa. Kamu sendiri mau ngomong apa?" jawab Cassandra tak bisa menyembunyikan sikap salah tingkahnya. "Aku cuma mau ngomong, kalau enggak ada yang mau Kakak omongin, aku mau ke cafe. Mau bantuin Bang Gilang," jawab Axel santai. Cassandra menganggukkan kepala, mengambil tas dari atas meja lalu berdiri. "Kalau kamu mau ke cafe, aku mau pulang. Nanti malam kamu mau tidur di kos an lagi?""Kayaknya iya. Dari pada di rumah, enggak bisa tidur semalaman. Yang ada, di sekolah aku ngantuk.""Hm ... nanti malam aku mau ke cafe kamu aja. Aku juga di rumah bosan. Eh, jangan-jangan nanti malam kamu mau ke rumah Rina?" Sengaja, Cassandra bertanya demikian. Axel terdiam sesaat, lalu menjawab, "Mau ngapain? Nanti malam juga bukak malam Minggu kali, Kak!"Cukup tersentak, Cassandra mendengar jawaban Axel. "Oh, iya ya. Nanti malam, malam Jumat. Jadi, Kamu mulai suka sama Rina, ya? Emang si Rina cewek idaman kamu?"Bukannya langsung menjawab, Axel justru g

    Last Updated : 2025-03-05

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 362. Disita

    "Enggak ...." Tentu saja ibu Ros berkilah akan tuduhan Bianca. "Enggak minta uang. Tante juga tau diri, Bianca. Sekarang kan Nida bukan menantu Tante lagi," sambung ibu Ros tersenyum kaku. Bianca tak sepenuhnya percaya. Dulu, Nida pernah bercerita jika mertuanya selalu minta uang. "Masa? Sukurlah kalau Tante tau diri. Lah terus, ngapain Tante pengen ketemu sama Nida?" Bianca penasaran. Bertanya lagi tentang alasan ibu Ros yang tiba-tiba datang ke kantor. Ibu Ros sempat salah tingkah namun ia berusaha menguasai dirinya agar tidak terlihat gugup di depan Bianca yang tak lain saudara Nida. "Tante pengen ketemu dia mau nanyain kapan jadwal sidang perceraiannya. Tante mau datang," ujar ibu Ros tersenyum kaku. "Kenapa nanyainnya ke Nida? Kenapa enggak tanya sama anak Tante yang tukang selingkuh itu?" sindir Bianca yang tak ingin pergi meninggalkan ibu Ros. Dari dulu, Bianca tak suka dengan wanita yang telah melahirkan Hanif. Bianca masih ingat betul saat dirinya berkunjung ke rumah Nid

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 361. Minta Uang?

    "Apa? Mama enggak punya uang? Aku enggak percaya!" tandas Hanifa pada wanita yang telah melahirkannya. Ibu Ros tampak tak peduli, apakah Hanifa akan percaya padanya atau tidak? Ia juga tidak mau dipusingkan dengan urusan kebutuhan rumah tangga kedua anaknya. Selama ini, ibu Ros memang terlalu memanjakan Hanifa dan Haifa. Membiarkan mereka tinggal satu atap tanpa menyuruh suami-suami mereka mencari tempat tinggal lainnya. "Kalau kamu enggak percaya, ya sudah. Mama juga enggak maksa kamu buat percaya pada Mama," kata ibu Ros berusaha bersikap sesantai mungkin. Mendengar ucapan sang mama, Hanifa semakin emosi dan geram. Ia lantas membuka kembali lemari pakaian ibu Ros. Mengobrak-abrik pakaian yang sudah tersusun rapi. "Nifa, apa yang kamu lakukan? Kenapa pakaian Mama kamu obrak-abrik? Berhenti, Nifaaa! Berhentiiiii!" teriak ibu Ros. Amarahnya yang ditahan, keluar juga. Ia menarik kasar lengan anak keduanya agar menjauh dari lemari pakaian. Hanifa geram, wajahnya memerah karena marah."

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 360. Tidak Punya

    "Argh, sial! Sial! Sial!" maki Hanifa di dalam kamar setelah Nida mematikan sambungan telepon. Hanifa sengaja menghubungi Nida setelah suaminya berangkat kerja. Hanifa benar-benar tak menyangka jika Nida tidak memberikan pinjaman uang lagi padanya. Ditambah Nida langsung mematikan sambungan telepon tanpa ingin mendengarkan tanggapannya. Penuh emosi, Hanifa mengetik pesan untuk mantak kakak iparnya itu. "Mbak jangan sombong! Enggak usah sok mengikhlaskan uang pinjamanku. Kalau suamiku udah gajian, aku akan bayar utang Mbak itu!"Setelah mengirim pesan yang ceklisnya belum berubah, Hanifa keluar kamar. "Mama! Maaaa ... Mama!" Teriakan Hanifa membuat adiknya keluar kamar, berjalan cepat menghampiri. "Ada apa, Mbak? Pagi-pagi udah teriak?" tegur Haifa menatap lekat kakak kandungnya. "Anak-anak udah kamu anterin ke sekolah?""Udah. Dede Haris ada di kamarku. Lagi main sama Rafa. Mbak Nifa kenapa?" tanya Haifa yang tak mengerti dengan sikap Hanifa. Pagi-pagi udah marah-marah. "Mbak be

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 359. Bukan Adik Ipar

    "Ya udah, kamu coba aja telepon mbak Nida. Selama ini kan dia selalu kasih pinjaman walaupun kita enggak pernah bayar," titah Tedi, suami Hanifa. Namun, Hanifa tampak berpikir. Tidak mungkin ia menghubungi Nida malam ini."Mas, besok pagi aja, ya? Soalnya sekarang udah malam. Takut nanti enggak diangkat teleponnya," kilah Hanifa beralasan tak enak hati padahal ia tak mau kalau suaminya tahu jumlah uang yang akan diberikan Nida. "Memangnya besok kamu punya uang? Aku enggak punya uang lagi. Di kantor aja aku minta traktir makan teman terus."Sungguh bohong. Mana ada teman yang mau traktir orang hampir tiap hari? Sebetulnya Tedi punya uang tapi ia akan gunakan untuk berjudi lagi. Lelaki itu masih penasaran dapat menang banyak. "Beruntung kamu, Mas. Punya teman yang baik, yang mau traktir kamu tiap hari," kata Hanifa menimpali kebohongan sang suami. "Emang mamamu enggak punya uang lagi? Biasanya dia banyak uangnya."Setahu Tedi, Hanifa dan Haifa selalu minta uang pada ibu Ros. "Sekara

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 358. Tidak Tahu Malu

    "Mbak, duit lima ratus ribu cukup buat beli apa? Gila aja!"Bukannya berterima kasih, Hanifa justru marah-marah. Friska yang mendengar ucapan Hanifa menghela napas berat. Pikirnya, ibu dan anak sama saja! Ibu Ros juga demikian. Friska teringat pada Nida sewaktu menjadi menantu ibu Ros dan kakak ipar Hanifa. Apa Nida juga mengalami hal yang dialaminya?"Kamu bilang cukup buat beli apa? cukup buat beli beras 10 kilo, cukup buat beli telor 10 kilo, cukup buat---""Udah, udah, jangan berisik! Kalau enggak mau nambahin uangnya, enggak usah ceramah! Tau gini, mending mas Hanif masih sama Mbak Nida. Mbak Nida itu baik orangnya. Selalu ngasih kami uang sesuai yang kami minta!" omel Hanifa tak tahu diri. Friska terkejut mendengar Hanifa membandingkan dirinya dengan mantan istri sang suami. Hanif pun terkejut karena Friska menyebut nama Nida di depan Friska apalagi sampai membandingkan. Amarah dalam diri Friska tak dapat dibendung lagi, ia pun membalas ucapan Hanifa. "Eh, seenaknya aja kamu ng

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status