Beranda / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 203A. Pertama Kali Berziarah

Share

Bab 203A. Pertama Kali Berziarah

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-15 15:16:51

"Kak Bian dan Kak Namira bersahabat. Mereka saling menyayangi. Bahkan Om Daniel mau menikahi Namira atas usul Kak Bian. Axel, Lea, Tante mohon ... maafkan kesalahan kak Bian. Mereka telah merawat kalian dengan baik. Walaupun kalian udah tau kenyataan ini, anggap saja Kak Bian dan Kak Evan pengganti kedua orang tua kalian."

Axel memalingkan wajah ke arah lain. Ia masih kecewa dan marah akan keputusan Bianca. Sementara Alea, hanya menangis. Ia tidak tahu harus menanggapi bagaimana.

"Sekarang di mana kedua orang tua kami dimakamkan? Tolong, Tante ... anterin kami ke sana," pinta Axel tak ingin membahas masalah Bianca.

"Iya, Tante. Di mana makam kedua orang tua kami dan ... dan kenapa di rumah ini, enggak ada foto mereka?" tanya Alea, suaranya bergetar.

"Ada. Foto mereka ada di kamar itu." Dagu Nida menunjuk salah satu kamar di rumah ini. Pandangan Alea dan Axel mengikuti arah pandang Nida. Kamar yang selama ini selalu terkunci dan tidak boleh dimasuki oleh mereka.

"Dulu, itu kamar Om
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 203B. Maafin

    Hampir setengah jam, Axel dan Alea berada di samping pusara kedua orang tua kandungnya. Nida, Bianca dan Evan berdiri di belakang kedua anak itu. Bianca tubuhnya sangat lemah. Ditambah Evan pun sedang tak enak badan. Mereka tidak terlalu tua, tapi tubuhnya terlihat sangat ringkih. Nida yang melihat pasangan suami istri merasa prihatin. Tidak dapat dipungkiri jika satu sisi Nida merasa bersalah karena telah memberitahu kebenaran yang selama ini disembunyikan Bianca dan Evan. Sisi lain, hatinya begitu lega karena Axel dan Alea sudah mengetahui siapa Namira dan Daniel. Apapun alasannya, menyembunyikan siapa kedua orang tua Axel dan Alea merupakan kesalahan. "Kak, lebih baik Kak Bian dan Kak Evan pulang duluan aja," ujar Nida pada Bianca yang berdiri memandang kedua remaja yang sedari bayi dirawat penuh kasih sayang olehnya. "Iya, Sayang. Kita pulang saja. Mungkin Axel dan Alea ingin lebih lama lagi di sini," timpal Evan merangkul pundak istrinya. Air mata Bianca sudah mengering. Tatap

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 204. Tidak Ikut

    Sorot mata Axel begitu tajam menatap kembarannya. Rasa kecewa dan kesedihan tergambar jelas di kedua bola mata. Axel masih tak terima dengan kebohongan yang dilakukan Bianca dan Evan. Ia hanya bersedih, kenapa baru tahu kalau kedua orang tuanya telah meninggal dunia? Ia bersedih karena baru sekarang mengirimkan doa untuk mama dan papanya. "Kak, udah, Kak." Sebulir air mata membasahi wajah Alea. Gadis itu memegang lengan kakaknya. Berharap Axel mau memaafkan kesalahan yang dilakukan Bianca yang tak kakak kandung mereka. Axel tak menanggapi. Berjalan ke arah mobil yang terparkir di sisi jalan area pemakaman. Alea menyeka kasar lelehan air mata. Ia tak bisa membayangkan hidup berpisah dengan Bianca dan Evan. Selama ini Alea selalu bersyukur memiliki orang tua seperti Bianca dan Evan. Mereka sangat baik, sangat menyayangi dan perhatian. Hampir semua keinginannya selalu dipenuhi. Evan dan Bianca sosok kedua orang tua yang baik. Kendaraan yang ditumpangi Axel dan Alea telah melaju, menin

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 205. Apakah Tidak Cemas?

    Kendaraan yang ditumpangi Axel dan Alea telah memasuki halaman rumah keluarga Bragastara. Rumah yang selama ini menjadi saksi kebahagiaan Axel dan Alea memiliki kedua orang tua seperti Bianca dan Evan.Mesin mobil telah dimatikan, tapi Axel tetap bergeming. Pandangannya nanar pada rumah mewah nan megah itu. Benak Axel masih bertanya, kenapa Bianca begitu tega menyembunyikan kenyataan tentang siapa kedua orang tuanya? Apakah kedua orang tua Axel melakukan kesalahan sehingga Bianca begitu membenci mereka? Sehingga mereka tega tidak memberitahu kenyataan itu?"Mau turun dulu enggak, Kak?" Pertanyaan Alea menyentak lamunan lelaki yang berkulit putih, bermata agak sipit dan memiliki tinggi badan sekitar 178 cm itu. "Ya. Aku mau ngambil barang-barang dan pakaian dulu.""Kak, coba pikirin lagi. Jangan kebawa emosi. Coba berpikir positif," tegur Alea mengingatkan keputusan Axel yang ingin pergi dari rumah. Axel tak menanggapi, ia membuka pintu mobil, lalu berjalan lebih dulu ke pintu depan.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 206. Cafe

    "Brisik! Minggir! Kalau kamu enggak mau ikut, enggak apa-apa." Axel mendorong adiknya agar menyingkir dari hadapan. Anak lelaki itu telah selesai mengemasi pakaian dan barang-barang ke dalam koper. Figura foto yang ada di tangan Alea, tak diambil. Dengan langkah cepat, Axel keluar kamar, menuruni anak tangga."Axel!" Panggilan Evan membuat langkah kaki Axel terhenti. Evan berjalan cepat menghampiri Axel yang selama ini dianggap anak olehnya. "Kamu mau kemana?" tanya Evan saat berdiri di depan Axel. Kembaran Alea itu tak langsung menjawab, ia terdiam sesaat. Melihat sikap Axel, Evan sudah dapat menerka jika Axel belum mengetahui kemana arah perginya. "Papa enggak akan melarangmu pergi. Tapi, kalau kamu mau, tinggal saja di apartemen Papa. Dan Papa harap, kamu enggak putus sekolah." Sebisa mungkin Evan bicara baik-baik pada Axel. "Terima kasih atas tawarannya tapi aku rasa enggak perlu. Masalah sekolah, enggak perlu khawatir. Aku akan tetap sekolah sampai selesai. Aku pamit."Hanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 207. Tidak Berguna

    "Dari mana, Pa?" tanya Bianca ketika Evan datang ke ruang makan. Sebelumnya Bianca melihat Evan ke depan rumah. "Dari depan," jawab Evan singkat. Ia melihat raut wajah ceria pada Bianca. Mungkin karena sikap Alea yang sudah biasa-biasa lagi. Seperti tidak ada yang terjadi. Tidak berselang lama, Alea datang dengan senyum tipis. Ia menyapa Bianca dan Evan seperti biasa. Alea sangat berusaha agar tidak ada yang berubah. Ia merasa sangat bahagia dengan kehidupannya. Dengan peran Bianca dan Evan yang mengaku sebagai kedua orang tua. "Lea, Axel mana? Apa dia belum selesai mandi?" tanya Bianca, menatap lekat adiknya yang sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik. "Ma, Axel tadi keluar rumah. Mungkin dia hanya pergi sebentar. Lebih baik kita makan duluan saja." Evan yang menjawab. Mengetahui kalau Alea tampak kebingungan menjawab pertanyaan Bianca, wanita yang dianggap ibu selama ini. Raut wajah Bianca yang sebelumnya ceria, kini berubah muram. Ia menelan saliva, kembali bersedih. Kepalanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 208. Ceraikan Saja!

    Sungguh, perkataan ibu Ros sangat menyinggung hati Nida. Wanita itu menatap tajam mertuanya. "Terserah Mama. Mau makan lauk nasi ini atau mau nunggu aku yang masak tapi aku mandi dulu!" Sangat ketus, Nida berkata.Selama ini, dia sudah berusaha sangat sabar menghadapi mulut ibu mertua yang luar biasa pedasnya. Kerap kali Nida dikatakan mandul pada keluarga Hanif. Hal yang paling tidak disukai Nida, mereka sering kali berkata, "Kayaknya Mbak Nida enggak punya anak karena emang keturunan. Buktinya Mbak Bianca juga enggak punya keturunan."Jika saja karena tidak menghargai suaminya, Nida udah menampar wajah kedua adik iparnya itu. "Dasar menantu enggak tau diri! Harusnya dulu Hanif nikah sama ibu guru Marisa saja bukan nikah sama dia! Menyebalkan! Huh! Aku harus menelepon Hanif. Harus aku adukan sikap istri kurang ajarnya itu!" cetus Ibu Ros mengeluarkan handphone dari saku gamis yang dikenakan. Tidak berselang lama, panggilan telepon ibu Ros diangkat anak sulungnya. "Assalamualaikum

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 209. Permohonan

    Di dalam kamar, Nida berdiri di depan pintu. Kedua matanya terpejam, mulutnya mengucapkan istighfar berulang kali. Terkadang Nida sangat bersedih jika mengingat tak juga diberi buah hati. Berbagai cara telah Nida lakukan bahkan ia sempat menawarkan pada Hanif agar melakukan program bayi tabung tapi Hanif tak setuju. "Program bayi tabung itu mahal, Dek.""Tapi aku ada uangnya, Mas. Aku kan kerja. Uang hasil aku kerja kan jarang dipake." "Kamu menganggap Mas enggak punya uang? Kamu merendahkan Mas? Mas emang bukan pengusaha seperti keluargamu, tapi uang PNS yang Mas dapatkan sudah lebih dari cukup. Sudahlah, enggak usah melakukan program bayi tabung. Kalau sudah waktunya, nanti juga kita dikasih anak."Begitulah perdebatan Nida dengan suaminya suatu waktu. Setelah itu, Nida tak mengusulkan apa-apa lagi. Lebih memilih diam dan menerima hinaan dan makian dari keluarga Hanif terutama ibunya. Beruntung, Nida tipikal wanita bodo amatan. Terpenting baginya, Hanif mencintainya dengan tulus d

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 210. Ceraikan Aku Dulu!

    Nida terkejut bukan main mendengar permohonan ibu Ros yang tak lain ibu mertuanya. Kedua mata Nida nyalang menatap wanita yang telah melahirkan suaminya. Sungguh, sedikitpun ia tak menyangka jika ibu Ros memintanya untuk mengizinkan Hanif menikah lagi.Sadar dari rasa terkejut, Nida menarik napas panjang. Ia tak boleh tersulut emosi. Jika sampai Nida memarahi ibu Ros, wanita itu pasti mengadu berlebihan pada Hanif."Oh, jadi Mama ingin aku izinin Mas Hanif nikah lagi? Supaya Mama dapat cucu dari istri barunya nanti? Begitu?" Nida sengaja mengulang keinginan ibu Ros dengan sikap yang santai. Ia juga melanjutkan suapan makan malamnya. Ibu Ros mengembuskan napas melihat ketenangan sikap Nida. "Iya begitu. Ya habis mau gimana lagi? Kamu juga sadar kan, enggak bisa kasih Hanif anak? Iya 'kan?"Yang salah tingkah bukan Nida, justru ibu Ros. Nida manggut-manggut sembari meneguk segelas air di dalam gelas hingga tandas. "Jujur ya, Ma. Sebenarnya aku enggak mau dipoligami. Enggak mau kala

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 284. Berceritalah!

    "Ya Allah, Kak Bian kok mikirnya gitu? Aku pergi kerja bukan karena happy tapi karena enggak mau meratapi apa yang udah menimpa rumah tanggaku. Kak Bian jangan asal nuduh. Mana ada aku dekat dengan pria lain?"Wajar saja jika reaksi Nida marah. Bianca keterlaluan. Bukannya bersimpati atas yang menimpa rumah tangga Nida, justru menuduh yang bukan-bukan. "Kamu kok marah sih? Aku kan cuma nanya. Kalau kamu enggak merasa, ada pria lain, ya udah enggak usah marah," elak Bianca tak mau disalahkan. Membuang wajah ke arah lain, enggan bersitatap dengan Nida. "Terus kedatangan Kak Bian ke sini mau ngapain? Mau ngejek aku? Karena aku sekarang udah diceraikan mas Hanif?" Intonasi suara Nida masih meninggi. Ia tahu, berubahnya sikap Bianca sekarang ini karena ia telah membongkar rahasia yang bertahun-tahun ditutup rapat oleh Bianca dan Evan. "Aku ke sini cuma pengen tau aja. Ya udah, aku mau ke kantor sekarang!"Tanpa menunggu tanggapan Nida, Bianca berjalan ke mobil, masuk lalu melakukan ken

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 283. Supaya Bisa Nikah Lagi

    Setelah Arfan pamit, Bianca datang menemui Axel dan Alea yang masih berada di luar rumah. "Kalian ngapain di luar?" tanya Bianca memandang Axel dan Alea bergantian. "Kami habis ngerjain tugas. Alhamdulillah sekarang udah selesai. Misi, Ma." Axel menjawab sekaligus meninggalkan Bianca yang masih tertegun di luar rumah. "Ma, aku juga mau ke kamar. Mau istirahat," ujar Alea. Namun, Bianca mencekal pergelangan tangan gadis itu. "Mama ingin bicara. Duduklah!""Iya, Ma."Jelas saja Alea tak bisa menolak perintah anak sulung Daniel itu. Keduanya duduk di kursi teras depan rumah. "Apa kamu tau, alasan Hanif menceraikan Nida? Apa karena Nida mandul?"Sungguh kata mandul sangat tak enak didengar. Jika Nida mendengarnys pasti tersinggung. "Ma, tante Nida enggak mandul. Tolong jangan sebut dia mandul. Enggak ada dokter yang menyatakan tante Nida mandul. Rahim tante Nida baik-baik aja kok, aku pernah baca surat keterangan dari dokter," jelas Alea menyanggah pemikiran Bianca tentang kondisi r

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 282. Menemukan Bukti-Bukti

    "Minumannya udah datang..., " seru Alea membawa tiga cangkir kopi. Dua cangkir berisi kopi, satu cangkir berisi teh manis. Alea meletakkan cangkir teh manis di depan Arfan. "Makasih, Lea." "Sama-sama. Diminum dulu tehnya biar semangat!" kata Alea menarik kursi yang tak jauh dari jangkauan. Ketiga anak muda itu langsung fokus pada layar laptop yang biasa digunakan Axel. Sebelum meretas, Arfan ingin tahu lebih dulu akun Hanif. "Kayaknya Pak Hanif enggak terlalu aktif di media sosial yang ini. Nih kalian lihat!" Arfan menyodorkan layar laptop ke hadapan Axel dan Alea. Saudara kembar itu duduk berdekatan. "Enggak bisa di cek DM -nya?" tanya Axel menoleh pada Arfan. "Bisa. Sebentar, aku coba lagi." Kali ini cukup lama, Arfan berkutat di depan laptop. Arfan begitu lincah mengoperasikan teknologi. Alea yang baru melihat kemampuan Arfan secara langsung, sampai dibuat kagum. Tanpa disadari, Alea tersenyum sembari memandang wajah Arfan yang cukup tampan. Axel yang semula memandang l

  • Benih Papa Sahabatku   Nan 281. Mau Bantu

    "Astaghfirullah, Mama kok bilang gitu? Enggak peduli sekali dengan musibah yang dialami tante Nida." Refleks, Alea menimpali ucapan Bianca. Biasanya Alea tak berani menyanggah ucapan Bianca tetapi kini, ia langsung angkat bicara."Bukan Mama enggak peduli! Ah, sudahlah. Sekarang lebih baik kalian mandi, ganti seragam dan makan. Mama enggak mau penghuni rumah ini ada yang sakit lagi," ucap Bianca masih diselimuti emosi. Wanita itu masuk ke dalam rumah, tanpa menunggu tanggapan dari kedua adiknya. Axel menarik napas panjang melihat tingkah laku Bianca yang tak berubah. Masih saja menyebalkan. "Kenapa mama jadi ngeselin banget sih, Kak?" gerutu Alea, bibirnya cemberut, kedua tangsj bersidekap. "Emang ngeselin!" jawab Axel masuk ke dalam rumah lebih dulu. Axel sedang malas berdebat. Kalau saja tidak ingat dengan kesehatan Bianca, mungkin Axel tadi akan ribut juga. Saudara kembar itu masuk ke dalam kamar masing-masing. Melakukan perintah Bianca setelahnya mereka berdua menuju ruang mej

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 280. Karma Itu Nyata

    Raut wajah Alea seketika berbinar. Ia baru ingat kalau teman sekelasnya itu memiliki keahlian teknologi. Meski masih SMA, tapi otak Arfan bisa dikatakan lumayan encer terutama masalah teknologi. "Iya, Kak. Bener banget tuh! Aku baru inget kalau si Arfan jago IT. Ya udah, Kak. Aku mau telepon dia dulu. Suruh dia dateng ke rumah nanti malam. Gimana, Kak?" Alea sangat bersemangat menjalankan rencana yang disampaikan oleh Axel. Ia tak sabar ingin mengetahui penyebab Hanif menceraikan Nida. "Boleh. Coba aja kamu telepon." Alea langsung merogoh handphone dari saku seragamnya. Lalu menekan nomor kontak Arfan. Arfan yang tengah berkutat di depan komputer rumahnya, terkejut melihat Alea sang gadis pujaan hati menghubunginya. Senyum Arfan mengembang, menarik napas panjang lalu mengangkat telepon dari Alea. "Hallo?" "Fan, nanti malam kamu bisa enggak ke rumahku?" Tanpa basa-basi Alea bertanya. Ia tak mau membuang waktu. Ingin secepatnya mengetahui alasan Hanif mecneraikan tante

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 279. Sadap

    "Analisamu ada benernya, Lea. Bisa jadi Om Hanif yang mandul," timpal Axel sependapat dengan kembarannya.Nida hanya mengulum senyum mendengar tanggapan dari Alea dan Axel."Ya udahlah, Tante enggak mau terlalu mikirin itu lagi. Toh kenyataannya, sekarang kami udah bercerai. Tinggal menunggu sidangnya saja." Sangat tenang, Nida menanggapi ucapan anak kembar itu. Alea dan Axel saling pandang lalu keduanya mengela napas berat. "Tante harus kuat ya terutama di depan om Hanif. Jangan sampai terlihat lemah atau bersedih. Nanti si om malah besar kepala. Malah mikir, Tante kecintaan banget ama dia," kata Alea memberi semangat pada wanita yang selama ini tempat mereka curhat. "Tapi, Tante. Apa Tante enggak ada curiga kalau om punya wanita idaman lain? Ya aku sih, enggak habis pikir aja. Selama ini yang aku tau, rumah tangga Tante kan baik-baik aja. Kok sekarang tiba-tiba ...."Axel menggantung kalimat, tak sanggup melanjutkan kalimat yang sudah dimengerti oleh Nida dan Alea. "Namanya juga

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 278. Dia yang Mandul

    "Cerai?" Serempak Alea dan Axel bertanya. Raut wajah mereka terkejut. "Tante serius?" tanya Alea. "Pasti cuma nge-prank nih," timpal Axel tak percaya. Nida tersenyum, menepuk pundak Axel. "Kita makan dulu aja. Nanti Tante baru cerita."Keduanya menganggukkan kepala. Mengikuti langkah Nida yang menuju dapur. "Kalian tunggu di sini. Tante mau hangatin masakannya. Oke?""Oke, Tante."Nida menarik napas lega sebab Alea dan Axel datang ke rumahnya. Paling tidak ia sedikit terhibur akan kedatangan mereka. Dirinya tidak merasa sendirian di rumah ini. Namun, Nida sadar. Dia mesti terbiasa dengan kesendirian. "Sudah siap masakannya," seru Nida seolah tak terjadi hal buruk yang menimpanya. Ya, hal buruk. Sebab, meski Nida terlihat sumringah, terlihat menerima keputusan Hanif akan tetapi hatinya tetaplah bersedih dan sakit. Nida wanita normal. Yang sakit hati jika cintanya dikhianati. Nida menyimpulkan sendiri jika alasan Hanif menceraikannya karena ada wanita lain. Wanita lain itu kemungk

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 277. Sudah Cerai

    Hanif tak dapat mengelak lagi. Selama ini tidak bisa ia berbohong pada Nida. Pun Nida, ia tahu jika suaminya menyembunyikan sesuatu atau sedang berbohong. Namun, lagi dan lagi Hanif diam, tak juga menjawab. "Oke. Kalau kamu masih enggak mau jawab pertanyaanku, enggak masalah. Aku juga enggak masalah kalau kamu mau cerai. Silakan saja."Nida menyerah, tidak bisa mendesak lelaki yang lebih banyak diam itu. Nida beranjak ke toilet. Di dalam sana, setelah membuka kran, Nida menangis tersedu-sedu. Sedikit pun Nida tak menyangka jika Hanif akan menceraikannya. Baru beberapa hari lalu, Hanif meyakinkan cinta dan kesetiannya terhadap Nida. Hanif menarik napas panjang ketika Nida pergi meninggalkannya. Ia mengusap wajah kasar, memandang lurus ke depan, lalu pandangannya mengitari kamar yang sudah bertahun-tahun ditempatinya bersama wanita yang dulu mati-matian ia perjuangkan. Dan hari ini, Hanif sudah menjatuhkan talak. Lelaki itu kembali menarik napas, mengembuskan perlahan. Berusaha meyak

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 276. Apa Karena Dia?

    Tiba di rumah, Nida berjalan cepat, ingin segera menemui suaminya. Ketika hendak menaiki anak tangga yang menghubungkan ke kamarnya, terdengar suara percakapan Hanif dengan ibunya di ruang keluarga. Nida pun mengurungkan pergi ke kamar, belok ke ruang keluarga. "Mas!" pekik Nida menghampiri suaminya yang duduk di sebelah ibu Ros. "Kamu enggak apa-apa, Mas? Mana yang terluka?" telisik Nida panik. Menelisik Hanif. "Kamu ini gimana sih? Malah nyari yang terluka? Kamu pengen suamimu terluka?" Pertanyaan ibu Ros membuat Nida menoleh. Menghela napas berat. Nida tahu, apapun yang dilakukannya, di hadapan ibu Ros selalu saja salah. "Bukan aku pengen mas Hanif terluka, Ma. Tadi Mas Hanif bilang semalam kecelakaan. Makanya dia enggak pulang," jelas Nida menahan rasa kesal pada ibu mertua. Hanif masih bergeming, tidak mengeluarkan kata-kata. "Udah tau! Sebelum Hanif cerita ke kamu, dia udah cerita ke Mama," tandas ibu Ros menunjukkan raut wajah tak suka. "Aku mau bicara empat ma

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status