Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 106A. Ancaman

Share

Bab 106A. Ancaman

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-01-21 09:52:37

"Saya ingin bicara empat mata sama kamu," ujar Daniel. Tatapannya sangat dingin. Dia sudah tidak bisa bersikap baik pada wanita yang berdiri di hadapan.

Gita menelan saliva. Perasaannya mulai tak menentu. Dia merasa kalau Daniel sudah mengetahui perbuatannya di masa lalu.

"Silakan masuk, Pak Daniel." Gita mempersilakan sambil memaksakan bibir untuk tersenyum. Perasaannya sungguh tak enak. Dia takut sekali kalau Daniel berbuat buruk padanya.

"Enggak usah di dalam. Duduk di sana saja." tolak Daniel dengan isyarat dagu mengarah pada kursi teras rumah Yuda. Ia berjalan, duduk di kursi sebelah kiri.

Gita salah tingkah, sikapnya berubah gugup. Jantungnya berdegup lebih cepat melihat ekspresi wajah Daniel yang dingin dan datar. Biasanya Daniel sangat ramah, wajahnya tak luput dari senyuman. Tapi, kini ... wajah Daniel sangat dingin dan muram.

"Hm, Pak Daniel, saya mau ambilin air minum dulu, ya? Sebentar." Gita ingin menghindar dari Daniel. Ia tak ingin ngobrol dengannya. Gita ke dalam
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 106B. Akan Pulang

    "Ferry, bagaimana keadaan Hesti? Apa sidangnya sudah berjalan?" tanya Gauri pada anak semata wayangnya. "Keadaannya semakin buruk, Bu. Aku takut kalau Hesti akan melakukan bvnuh diri. Dia sering kali bilang ke aku kalau dirinya gak sanggup tinggal di penjara. Bu, apa Ibu gak bisa bantu membujuk Pak Daniel agar mau mencabut laporannya? Bukankah dulu Ibu temannya pak Daniel? Aku mohon, Bu ... aku gak mau kehilangan Hesti. Walaupun usia kami berbeda jauh, tapi cinta kami sangat tulus, Bu."Gauri terdiam, merunduk dalam. Beberapa hari belakangam Gauri merasa kasihan pada Ferry. Anaknya itu jarang sekali makan. Badannya pun semakin kurus. Gauri yang melihat anak tunggalnya merasa takut. Takut kalau Ferry meninggalkannya karena masalah ini. "Ferry, bukan Ibu ---""Ya udah, Bu. Enggak apa-apa. Kalau begitu, Ibu gak perlu perhatian lagi padaku. Enggak perlu lagi merasa kasihan padaku. Aku hanya butuh Hesti yang ada di sisiku. Kalau Ibu gak bisa membantuku bicara pada Pak Daniel, biar aku sa

    Last Updated : 2025-01-21
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 107A. Tidak Peduli

    Sambungan telepon terputus. Yuda menyugar rambut kesal. Ia tidak tahu harus berpihak pada siapa. Yuda dan Daniel sudah sangat lama berteman bahkan sebelum mengenal Gita. Rasanya tidak mungkin Daniel menuduh Gita tanpa bukti dan saksi. Sekarang Yuda berada di ujung kebimbangan. "Pah, Papah udah pulang?" tanya Evan tiba-tiba. Yuda menoleh, segera menyeka lelehan air matany. Yuda menarik napas, berusaha setenang mungkin. "Papah nangis kenapa? Berantem sama Mamah?" sambung Evan dengan beberapa pertanyaan. Yuda merunduk sejenak, lalu menggelengkan kepala."Enggak. Papah gak berantem sama Mamahmu," jawab Yuda selalu berusaha menunjukan sikap baik-baik saja di depan anak lelakinya. "Iya juga enggak apa-apa sih, Pah. Aku juga lagi kesel sama Mamah." Ungkapan Evan membuat kening Yuda mengkerut. Mereka tengah duduk di ruang keluarga. "Bukannya tadi kamu nganterin Mamahmu belanja?""Iya. Udah capek nganterin dia belanja. Eh, pulang belanja nyuruh orang aneh-aneh," gerutu Evan mengingat kemba

    Last Updated : 2025-01-21
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 107B. Wanita Masa Lalu

    Saat di depan pintu, Bianca urung mengetuk pintu. Ia tahu, ada papahnya di dalam. Bianca menghela napas berat, lalu membalikkan badan. Lebih baik Bianca menunggu papahnya keluar kamar dulu. Di dalam kamar, Daniel meminta maaf berulang kali pada Namira. Wanita yang tengah mengandung b3nihnya. "Udah, Mas Ayang ... udah aku maafin. Aku juga udah enggak demam lagi. Tadi dokter kasih aku obat demam yang aman buat ibu hamil," kata Namira. Suaranya terdengar lemah. Tidak riang seperti biasanya. "Sayang, aku minta maaf bukan enggak mau menerima saran darimu tapi ... tapi aku gak bisa membiarkan kej4hatan yang dilakukan Gita pada Nida, enggak mendapatkan balasan yang setimpal. Sayang, aku mohon ... kamu enggak perlu ikut memikirkan masalah ini. Masalah hubungan Evan dan Bianca, aku bisa pastikan mereka enggak akan terpisahkan. Misalnya nanti Gita menyuruh Evan menjauhi Bianca, aku yang akan melindunginya. Sayang, kamu harus tenang, ya? Kamu ... kamu harus sembuh lagi."Segaris senyum meling

    Last Updated : 2025-01-21
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 108A. Mencabut Kasus

    Sungguh, Daniel tak menyangka jika orang-orang yang pernah hadir di masa lalu, kini Allah datangkan kembali. Pertama Nida, sekarang Gauri. Wanita yang dulu pernah dicintai Daniel namun ditentang Gragastara hanya karena ia berasal dari keluarga biasa. Bukan anak seorang pengusaha atau anak pejabat atau anak dari keluarga kaya raya. "Aku Gauri, Daniel," sambung Gauri melihat Daniel tak mengeluarkan sepatah kata pun. Daniel tersadar, mengembangkan senyum tipis. Beberapa waktu lalu, Daniel sempat mendengar suara Gauri lewat sambungan telepon, hatinya sangat bergetar, kerinduan pun langsung menyergap hatinya. Tetapi, sekarang ketika bertemu, Daniel biasa-biasa saja perasaannya. Jangankan kerinduan, hatinya bergetar juga tidak. "Tentu saja aku masih ingat." Tidak berlangsung lama, Bi Rusmi datang membawa tiga cangkir hangat, diletakkan di hadapan kedua tamunya juga di hadapan Daniel. "Kamu apa kabar, Gauri?" Daniel berusaha menyikapi sikapnya. Dia harus bisa menghalau rasa terkejut meli

    Last Updated : 2025-01-21
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 108B. Siapa Namanya?

    Daniel harus tegas. Dia tidak boleh lemah meski di hadapan Gauri sekalipun. Gauri menghela napas panjang. Ternyata membujuk Daniel tidak semudah yang dikira Gauri. Dulu, Daniel selalu mengabulkan apapun yang minta Gauri. Tapi, sekarang?"Ya udah enggak apa-apa. Aku cukup mengerti. Maaf, aku ganggu waktu istirahatmu."Daniel tak tega ketika melihat tetesan air mata yang membasahi wajah Gauri. Kenangan masa lalunya sewaktu bersama Gauri kembali melintas. Daniel adalah lelaki yang sering kali menyeka lelehan air mata Gauri. Tetapi kini, hal itu tidak mungkin Daniel lakukan. Gauri memberi isyarat pada Tina agar membantunya duduk di atas kursi roda. "Gauri, tunggu!"Gauri dan Tina menoleh. Mereka berdua berharap kalau Daniel mau mencabut kasus Hesti. "Apalagi, Dan?""Kalian ke sini naik apa? Maksudku ... apa kalian bawa mobil sendiri?" Daniel bertanya menatap Gauri dan Tina bergantian. "Kami naik grab, Pak." Kali ini Tina yang menjawab. "Kalau begitu, biar aku anterin sekalian aku peng

    Last Updated : 2025-01-21
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 109A. Jangan Marahin!

    Pertanyaan Namira membuat Daniel bingung dan tercengang. Dia tidak ingin menyebut nama Gauri karena sekarang Namira sudah tahu kalau dulu Daniel pernah mencintainya. "Mas?" panggilan Namira membuat Daniel terkejut. "Iya, Sayang. Aku tinggal sebentar aja. Nanti pulangnya aku beliin sesuatu. Atau kamu mau nitip?" Daniel sengaja mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin menyakiti hati Namira. Istrinya sekarang sedang tidak enak badan, lagi banyak pikiran. Namira menarik napas panjang. Ia mencoba mengerti. Tidak ingin memaksa suaminya mengatakan siapa dia itu?"Enggak. Aku gak nitip apa-apa. Takut mual lagi. Aku mau tidur lagi. Kamu kalau mau nganterin si dia, ya udah sana. Hati-hati."Namira sedang tidak ingin merajuk atau memaksa. Ia berbaring kembali, menarik selimut sebatas d4da, lalu pura-pura memejamkan kedua mata. Namira tidak ingin memikirkan yang tak patut dipikirkan. Ia harus bisa menjaga kesehatannya. Harus bisa menjaga calon bayinya. Daniel merunduk. Ada rasa bersalah dalam

    Last Updated : 2025-01-22
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 109B. Berpikir Positif

    Sampai di rumah Gauri, Daniel membantu wanita itu keluar dari mobil, duduk di atas kursi roda. "Biar saya saja yang mendorong kursi rodanya, Tina." Daniel menghalau tangan Tina yang hendak menyentuh kursi roda. "Dan, jangan begini. Aku gak mau repotin kamu," ujar Gauri mendongak, menatap lelaki yang masih terlihat ketampanannya. "Enggak apa-apa. Aku enggak ngerasa direpotin."Daniel mendorong kursi roda yang ditempati Gauri. Setelah kursi roda itu masuk ke dalam rumah. Daniel dipersilakan duduk di sofa sederhana."Mohon maaf kalau kamu merasa kepanasan di rumah ini," ucap Gauri pada lelaki yang telah lama baru ia jumpai lagi. "Enggak apa-apa." Tidak berselang lama, Tina datang membawa segelas air putih, diletakkan di hadapan Daniel. "Silakan diminum airnya, Pak." Tina mempersilakan dengan sopan. Daniel menganggukkan kepala, mengangkat gelas itu lalu menyesap airnya. "Jadi selama ini kamu tinggal di sini?" tanya Daniel, setelah meletakkan gelas ke tempat semula."Enggak selama i

    Last Updated : 2025-01-22
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 110. Penjelasan

    "Mau makan malam dulu gak, Mas?" tanya Namira saat mereka masuk ke dalam kamar. Daniel melepaskan kancing kemeja. "Nanti, aku mau mandi dulu," jawab Daniel, raut wajahnya masih datar. Namira berpikir, mungkin Daniel masih kesal karena mereka sempat berselisih paham. Daniel masuk ke dalam toilet. Sedangkan Namira membawa pakaian kotor suaminya keluar kamar, menuju mesin cuci. "Mih, Papah mana?" Tanpa disadari Namira, Bianca sudah berdiri di belakangnya. "Ya Allah, Bi ... ngagetin aja kamu. Papahmu lagi mandi.""Oh ... Mamih gak ngajakin Papah makan dulu?""Enggak. Dia bilang mau mandi dulu. Ngapain sih kamu tanya-tanya gitu? Kayak wartawan aja banyak tanya, Nida mana?" Namira mengitari sekeliling, mencari keberadaan Nida. Padahal dia tidak ingin membahas masalah suaminya. Sebagai seorang istri, Namira juga memiliki firasat kalau suaminya sedang menyembunyikan sesuatu. Terutama menyembunyikan si dia. "Di kamarnya kali.""Oh. Kamu gak belajar? Biasanya belajar terus?" tanya Namira

    Last Updated : 2025-01-22

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 361. Minta Uang?

    "Apa? Mama enggak punya uang? Aku enggak percaya!" tandas Hanifa pada wanita yang telah melahirkannya. Ibu Ros tampak tak peduli, apakah Hanifa akan percaya padanya atau tidak? Ia juga tidak mau dipusingkan dengan urusan kebutuhan rumah tangga kedua anaknya. Selama ini, ibu Ros memang terlalu memanjakan Hanifa dan Haifa. Membiarkan mereka tinggal satu atap tanpa menyuruh suami-suami mereka mencari tempat tinggal lainnya. "Kalau kamu enggak percaya, ya sudah. Mama juga enggak maksa kamu buat percaya pada Mama," kata ibu Ros berusaha bersikap sesantai mungkin. Mendengar ucapan sang mama, Hanifa semakin emosi dan geram. Ia lantas membuka kembali lemari pakaian ibu Ros. Mengobrak-abrik pakaian yang sudah tersusun rapi. "Nifa, apa yang kamu lakukan? Kenapa pakaian Mama kamu obrak-abrik? Berhenti, Nifaaa! Berhentiiiii!" teriak ibu Ros. Amarahnya yang ditahan, keluar juga. Ia menarik kasar lengan anak keduanya agar menjauh dari lemari pakaian. Hanifa geram, wajahnya memerah karena marah."

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 360. Tidak Punya

    "Argh, sial! Sial! Sial!" maki Hanifa di dalam kamar setelah Nida mematikan sambungan telepon. Hanifa sengaja menghubungi Nida setelah suaminya berangkat kerja. Hanifa benar-benar tak menyangka jika Nida tidak memberikan pinjaman uang lagi padanya. Ditambah Nida langsung mematikan sambungan telepon tanpa ingin mendengarkan tanggapannya. Penuh emosi, Hanifa mengetik pesan untuk mantak kakak iparnya itu. "Mbak jangan sombong! Enggak usah sok mengikhlaskan uang pinjamanku. Kalau suamiku udah gajian, aku akan bayar utang Mbak itu!"Setelah mengirim pesan yang ceklisnya belum berubah, Hanifa keluar kamar. "Mama! Maaaa ... Mama!" Teriakan Hanifa membuat adiknya keluar kamar, berjalan cepat menghampiri. "Ada apa, Mbak? Pagi-pagi udah teriak?" tegur Haifa menatap lekat kakak kandungnya. "Anak-anak udah kamu anterin ke sekolah?""Udah. Dede Haris ada di kamarku. Lagi main sama Rafa. Mbak Nifa kenapa?" tanya Haifa yang tak mengerti dengan sikap Hanifa. Pagi-pagi udah marah-marah. "Mbak be

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 359. Bukan Adik Ipar

    "Ya udah, kamu coba aja telepon mbak Nida. Selama ini kan dia selalu kasih pinjaman walaupun kita enggak pernah bayar," titah Tedi, suami Hanifa. Namun, Hanifa tampak berpikir. Tidak mungkin ia menghubungi Nida malam ini."Mas, besok pagi aja, ya? Soalnya sekarang udah malam. Takut nanti enggak diangkat teleponnya," kilah Hanifa beralasan tak enak hati padahal ia tak mau kalau suaminya tahu jumlah uang yang akan diberikan Nida. "Memangnya besok kamu punya uang? Aku enggak punya uang lagi. Di kantor aja aku minta traktir makan teman terus."Sungguh bohong. Mana ada teman yang mau traktir orang hampir tiap hari? Sebetulnya Tedi punya uang tapi ia akan gunakan untuk berjudi lagi. Lelaki itu masih penasaran dapat menang banyak. "Beruntung kamu, Mas. Punya teman yang baik, yang mau traktir kamu tiap hari," kata Hanifa menimpali kebohongan sang suami. "Emang mamamu enggak punya uang lagi? Biasanya dia banyak uangnya."Setahu Tedi, Hanifa dan Haifa selalu minta uang pada ibu Ros. "Sekara

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 358. Tidak Tahu Malu

    "Mbak, duit lima ratus ribu cukup buat beli apa? Gila aja!"Bukannya berterima kasih, Hanifa justru marah-marah. Friska yang mendengar ucapan Hanifa menghela napas berat. Pikirnya, ibu dan anak sama saja! Ibu Ros juga demikian. Friska teringat pada Nida sewaktu menjadi menantu ibu Ros dan kakak ipar Hanifa. Apa Nida juga mengalami hal yang dialaminya?"Kamu bilang cukup buat beli apa? cukup buat beli beras 10 kilo, cukup buat beli telor 10 kilo, cukup buat---""Udah, udah, jangan berisik! Kalau enggak mau nambahin uangnya, enggak usah ceramah! Tau gini, mending mas Hanif masih sama Mbak Nida. Mbak Nida itu baik orangnya. Selalu ngasih kami uang sesuai yang kami minta!" omel Hanifa tak tahu diri. Friska terkejut mendengar Hanifa membandingkan dirinya dengan mantan istri sang suami. Hanif pun terkejut karena Friska menyebut nama Nida di depan Friska apalagi sampai membandingkan. Amarah dalam diri Friska tak dapat dibendung lagi, ia pun membalas ucapan Hanifa. "Eh, seenaknya aja kamu ng

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status