Tangan Daren yang sejak tadi membolak balik pakaian yang tergantung dari dalam lemari seketika terhenti, saat Danisa berkata seperti itu padanya. Hal yang sangat masuk akal menurutnya, sama dengan semangat sang mama melakukan pesta pernikahan mewah yang dilakukan untuk mereka.Daren sama sekali tidak menyangka jika sang mama akan se-exited ini melakukan pernikahan untuknya bersama Danisa. Sampai Sampai masalah gaun malam pertama pun turut ia atur dan berhasil membuat Daren kehabisan kata-kata. “Benarkan, Pak. Apa yang aku bilang?” Danisa semakin memperjelas kalimatnya sebelumnya, ketika Daren tak berkutik setelah dirinya membuka pikiran Daren yang beranggapan dirinya selayaknya wanita jalang. Danisa tentu tidak tersinggung, toh dia memang melakukan semua ini karena uang dalam jumlah besar. Bagi Danisa, semua yang Daren katakan tidak akan berpengaruh apa pun atas niatnya. Toh, dia sudah terbiasa dengan mulut pedas Daren dan tidak akan membuat Danisa sakit hati karenanya. “Bisa-bi
Dengan sangat terpaksa Daren harus tidur dengan bertelanjang dada. Malamnya ini terasa sangat sial baginya, mengingat sama sekali tidak ada selimut di kamar yang sangat mewah ini. Bahkan petugas hotel yang sempat ia hubungi untuk mengirimkan selimut ke kamar ini sama sekali tidak muncul sejak dua jam lalu ia menghubungi. Dengan terpaksa, Daren masih mempertahankan diri hanya dengan bathroof dari dalam lemari yang membalut tubuhnya kali ini. “Sial sekali. Sepertinya, mama memang sengaja melakukan ini semua padaku. Pasti dia bekerja sama dengan Leo.” Daren menggerutu kesal, mendapati nasib sialnya di malam pengantinnya ini. Lirikan matanya tertuju pada Danisa yang sudah tertidur pulas di atas ranjang tersebut. Ia hanya mampu menghembuskan nafas kasarnya saat mendapati wanitanya itu seolah tak memiliki beban sedikitpun atas setiap kejadian yang dengan sengaja diciptakan untuk mereka itu. Menggelengkan kepala, Daren yang sudah sangat mengantuk akhirnya memutuskan untuk mendekat
Setelah Daren melakukan panggilan beberapa saat yang lalu, pintu Hotel itu pun tertutup dari luar. Darren melirik ke arah Danisa, wanita itu Tengah asik menikmati sarapan yang dibawa oleh pelayan hotel. Melihat itu, dia pun memutuskan bangkit dari duduknya hanya dengan berbalut handuk dan bertelanjang dada. Daren melakukannya, karena dia tahu siapa orang yang sedang mengetuk pintu untuknya itu. “Morning, Pak!” Sapa Leo, pria itu tersenyum kaku pada sang atasan. Dia sedang mempersiapkan diri untuk menerima teguran yang akan ia terima dari pria yang menatap tajam ke arahnya itu. Tidak ada jawaban dari Daren, pria itu masih bergeming dengan tetapan tidak terbacanya. “Ini pesanan Bapak Dan Danisa. Nyonya Riana sudah menyiapkan semua di dalamnya,” terang Leo, dia mengulurkan 2 paper bag yang di bawahnya itu terhadap sang atasan. Tanpa menjawab atau mengucapkan kalimat terima kasih pada Leo, Daren mengambil paper bag yang Leo ulurkan ke arahnya tersebut. Tanpa mengatakan apapun, Daren
Seperti apa yang Daren minta kepada Danisa. Danisa hari ini tidak kemana-mana. Mengikuti perintah suaminya, Danisa sedang mengemas beberapa pakaian yang akan ia bawa ke rumah Daren. Danisa sedang menatap dua koper yang sudah siap di bawanya. Satu koper berisi pakaian branded dengan harga yang masih mampu tercapai oleh kantongnya. Satu koper lagi berisi tas dan juga beberapa sepatu yang sengaja ia bawa. Danisa memang sudah menikah dengan atasannya sendiri. Tetapi, Danisa tidak rela jika harus kehilangan pekerjaannya dengan posisi yang diinginkan oleh banyak orang bersama Darren. Maka, meski kali ini dia sudah menjadi Nyonya Bos hanya untuk 9 bulan lamanya Dia memutuskan untuk tetap bekerja. Tidak lama, setelah mengemas pakaian yang akan dibawanya. Danisa menatap ke sekeliling kamar, memindai setiap sudut yang sudah berhasil memberikan kenangan indah buatnya selama beberapa tahun terakhir tinggal di kota ini. Ada rasa sayang dalam Danisa, ketika harus meninggalkan tempat ini. Hing
Danisa tak habis pikir dengan pemikiran orang kaya. Seenaknya saja mengatakan untuk beli lagi. Padahal jika mereka tahu bagaimana Danisa bisa mendapatkan semua pakaian dan tas branded yang ia miliki di dalam koper-kopernya itu harus bekerja keras. Bahkan dia harus merelakan diri untuk menjadi teman pria-pria kesepian yang membutuhkan jasa darinya. Mungkin pria di hadapannya itu tidak akan berkata dengan begitu entengnya. “Seenaknya saja bapak bilang beli. Andai saja Bapak tahu, jika aku harus melakukan banyak pengorbanan demi bisa memiliki barang-barang ini.”Danisa berdecak tak senang, kala Daren berkata dengan begitu enteng atas semua barang yang ia bawa.“Lagi pula kan sangat sayang sekali, jika barang-barang berharga aku ini tidak digunakan. Asal Bapak tahu, jika aku memiliki semua ini tuh butuh perjuangan yang tak mudah.”Tanpa diminta untuk menjelaskan. Wanita yang memang terbiasa banyak bicara itu menjelaskan semau pada Daren. Pria itu bergeming. Daren yang mendengar jawaban
Membawa DanisaDanisa merasa menang dengan pembelaan yang Daren berikan terhadap dirinya. Dia sangat puas, saat menatap wajah Reno yang terlihat begitu kesal. Senyum kepuasan terukir pada kedua ujung bibirnya. Bersamaan dengan pintu lift yang terbuka, Daren berlalu begitu saja mengabaikan Danisa yang sedang beradu perang dingin terhadap Reno di dalam ruang lift tersebut.“Bye, Reno, aku duluan ya.”Tanpa merasa risih atas apa yang terjadi. Danisa sengaja menunjukkan sikap manisnya kepada Reno. Sengaja dia melakukannya, dengan maksud meledek Reno yang masih dengan kekesalan yang terjadi padanya. Bahkan dengan tak tahu malunya, Danisa memberikan kecupan jauh pada Reno. Semua perbuatan yang dilakukan oleh Danisa berhasil membangkitkan gejolak amarah yang semakin meluap-luap di dada bidang pria yang tengah memberikan tatapan tajam penuh emosi pada Danisa yang sedang mengejar langkah cepat pria yang menjadi suami dari temannya tersebut. “Bapak jalannya cepat sekali sih!” Seru Danisa yan
Daren mendengus kesal, saat mendengar Danisa yang terus memanggilnya dengan kata ‘Bapak.’Entah harus berapa kali ia mengingatkan kepada wanitanya tersebut untuk membiasakan diri memanggil dirinya dengan sebutan nama saja.Dia yang sempat kesal itu sedikit mendapat hiburan saat mendapati wajah panik Danisa. Hal itu ia manfaatkan untuk memberikan pelajaran pada wanitanya tersebut. “Kau tanya mau ke mana?” Tanya Daren, dia menaikkan sebelah alisnya melirik singkat kepada Danisa yang sedang cemas.“Ini bukan jalan menuju ke arah rumah Bapak. Melainkan kita sedang menuju pusat kota. Sebenarnya kita akan ke mana? Bukankah bapak akan membawaku buat tinggal di rumah anda bersama mama Riana?” Tanya Danisa lagi dengan kepanikan yang terjadi padanya kali ini. Daren tersenyum mengejek ke arah Danisa, dia kembali mengalihkan pandangan dari jalanan kota yang ramai lancar oleh lalu lalang pengendara mobil yang lain tersebut. “Aku tak pernah bilang jika hari ini akan bawa kau ke rumahku. Aku han
“Ambil barang-barangmu,” perintah Daren, saat mobil yang membawa mereka sudah terparkir rapi di apartemen tersebut. “Kita turun, Pak?” Tanya Danisa yang berhasil memancing emosi Daren pastinya. “Kau mau tetap di sini. Jangan salahkan aku, jika sesuatu buruk terjadi padamu. Yang jelas aku takkan pernah bertanggung jawab akan hal itu, jika sampai terjadi,” kata Darren dengan begitu tenangnya.Setelah mengatakan hal tersebut, Daren dengan tenangnya membuka pintu mobil dan menuju ke arah bagasi mobilnya. Dia membukanya, dan mengeluarkan koper yang sebelumnya Danisa bawa. Meski kesal, Danisa mengikuti langkah suaminya. Dia mengambil satu koper yang sudah Daren turunkan, dan menarik kopernya itu mengikuti langkah suaminya yang sudah lebih dulu meninggalkan dirinya. Danisa masih diliputi banyak pertanyaan, saat dirinya sudah berada di dalam lift yang tentu jauh lebih mewah dari tempat tinggalnya. Mendapati itu, dia berpikir jika Daren memiliki unit di gedung elit yang hanya orang-orang