Kedua mata dua insan yang pernah saling mengenal satu sama lain itu pun terpaku. Kali ini. bukan hanya kedua anak kecil menggemaskan yang tak lain adalah buah cinta Danisa dan juga pria yang bernama Daren yang pernah menjadi masa lalunya saja yang terkejut. Kini Daren dan juga Danisa pun melakukan hal yang sama dengan kedua anak yang sebelumnya memberikan respon sama terhadap dirinya itu. Danisa yang melihat keberadaan pria yang pernah menjadi masa lalunya itu pun tersadar. Adanya Daren, pria yang pasti sangat dikenali olehnya itu berhasil membuat dirinya teringat pada dua buah hati yang telah dilahirkan olehnya. Pandangan mata Danisa puun teralihkan pada sepasang anak pria dan wanita yang salah satunya tadi menabrak dirinya. Anak peremppuan yang sebeluumnya terjauh itu sudah bangunn dengan bantuan saudaranya. Debaran di dalam tubuh Danisa itu tiba-tiba berdetak semakin kencang. Sata dia tersadar jika pria yang pernah menjadi suaminya itu berada tepat di depan matanya. Apa Dani
Dua minggu sebelum kepergian Daren sekeluarga ke Indonesia. Daren yang terlihat kusut dengan segala tumpukan berkas yang ada di atas mejanya itu sedang menghela nafas beratnya. Leo yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja sang atasan tentu tahu apa yang sedang terjadi pada bosnya itu. Sebab, Daren yang sedang dalam situasi sulitnya. Bukan hanya pekerjaan yang tengah dipikir oleh sang atasan. Melainkan Daren juga sedang berada dilema antara desakan ibunya yang selalu meminta Daren untuk menikah kembali dan juga dilema masalah Ara yang selalu terpojok oleh teman-temannya karena Ara yang tidak memiliki seorang Ibu selayaknya teman-temannya yang lain. “Pak,” panggil Leo kala itu. Pria itu masih begitu setia membersamai Daren dalam memimpin perusahaan yang dia miliki. Daren yang sedang memejamkan mata itu pun kembali membuka matanya. Tanpa bergerak sedikitpun dirinya, dan hanya menatap Leo yang sudah berdiri tepat di hadapan meja kerjanya. Bahkan, Daren sama sekali tidak menjawa
“Bunda, itu Reval masih diobati sama Om Ganteng,” kata Claudia pada Danisa yang sejak tadi kaki melangkah namun pikirannya melayang entah ke mana. “Bunda, Bunda!” Claudia semakin mengencangkan panggilan yang dia lakukan pada Danisa, ketika ucapan yang baru saja dia katakan pada Danisa itu sama sekali tidak mendapatkan respon dari Dannisa yang sejak tadi diajak bicara. “Claudia, tidak boleh bicara dengan nada yang tinggi sama Bunda Nisa,” tegur Restu saat menyadari kesalahan yang dilakukan oleh putri kesayangannya. Tidak pernah Restu mengajarkan Claudia untuk berkata dengan intonasi nada yang tinggi pada orang tua. Dan kini, dia melihat putri kesayangannya itu melakukan kesalahan di depan matanya sendiri. Danissa tersentak, dia beralih menatap ke arah Claudia yang terlihat murung dan menunduk akibat mendapat teguran dari sang ayah. “E, ada apa? Kenapa princess bunda murung begini?” tanya Danisa saat tersadar antara anak dan ayah sedang berselisih di hadapannya itu. Claudia men
“Dimana Nelson?” tanya Daren dengan suara dinginnya. Daren yang mendapati panggilannya terhubung dengan diangkat oleh seorang wanita itu pun menjadi tahu, jika wanita tersebut adalah wanita yang memang disewa oleh pria bejat tersebut. “Siapa kau berani angkat telponku.”Suara yang begitu dingin itu pun terdengar di indera Daren, dia menduga jika Nelson sedang marah kepada wanitanya di seberang sana. “Aku hanya angkat panggilan yang masuk ke ponselmu. Habis berisik sekali.” Sebuah jawaban itu pun terdengar di indera pendengaran Daren, tak lama dia mendengar suara seseorang di seberang panggilan yang dia lakukan. “Ada apa Bos?” tanya Nelson saat athuu jika yang menghubunginya itu adalah Daren. “Ada perintah untukmu.” sebuah perintah langsung Daren berikan untukmu Nelson saat orang yang sedang ia hubungi itu mengangkat panggilan yang masuk dari dirinya itu. “Siap,” jawaban singkat yang Nelson lakukan sebagai bentuk kesiapan yang pria itu berikan atas perintah yang akan Daren berik
Daren menoleh ke arah sumber suara sang putri yang telah memanggilnya itu. Dia mengernyit bingung, mendapati tampang Ara yang sama sekali tidak menunjukkan semangat sedikitpun. Hal itu membuat Daren tidak menunggu untuk tidak bertanya pada Ara.“Why?” tanya Daren, tetap dengan suaranya yang iri bicara meski saat ini dia sedang bersama sang putri tercintanya. Pandangan matanya pun kembali mengarah ke depan, menatap ke arah dimana jalanan yang ramai di depannya itu.“Es krimnya tak enak,” kata Ara dengan pandangan mata yang sama sekali tidak menunjukkan semangat. Aiden masih bungkam di tempat duduknya. Sama sekali tidak berpengaruh apa pun atas apa yang sedang Ara katakan pada sang ayah. “Kenapa? Bukannya kau sangat suka es krim? Apa rasanya beda?” tanya Daren. Karena sejujurnya bukan rasa es krim yang tak lezat sebenarnya yang terjadi pada Ara. Melainkan, sebab yang sedang terjadi pada gadis itu adalah suasana hatinya yang sedang tidak baik-baik saja lebih tepatnya. “Kau bahkan sa
Lagi, Daren ingin mengetahui sebab sang buah hati yang mendadak suasana hatinya itu berubah dari yang begitu bersemangat menjadi sama sekali tidak bersemangat sedikitpun. Ara tidak langsung menjawab apa yang ditanyakan sang ayahnya itu. Anak perempuan itu seolah sedang menerawang jauh. Menatap jalanan dari kaca jendela tepat di sampingnya berada. Sebelum akhirnya dia membuka suara menjawab apa yang ditanyakan oleh sang ayah itu kepadanya. “Aku sedang sedih, Dad,” ucapnya pelan yang berhasil membuat Daren menautkan keningnya saat mendengar apa yang dikatakan oleh sang putri tercintanya itu kepadanya. “Tadi aku berpikir jika benar-benar akan mendapat mimpi yang selalu Ara harapkan setiap malam sebelum tidur. Tapi, semua yang Ara mimpikan itu telah musnah begitu saja,” terang anak perempuan itu dengan kedua mata yang kembali mulai berkaca-kaca setelah mengatakan isi hati yang tengah dirasakan olehnya itu. “Apa harapan kamu sebelum tidur, jika daddy boleh tahu?” tanya sang ayah pada a
Riana menatap punggung Aiden yang menghilang dari hadapannya. Anak lelaki itu bukan menjawab apa yang dia tanyakan, malah berlalu begitu saja dari hadapannya. Jika yang melakukan itu adalah anak orang lain. Sudah dipastikan Riana akan memberikan teguran atas sikap sang cucu yang tidak sopan menurutnya itu. Setelahnya, dia beralih menatap di aman sang putra yang datang melangkah ke arahnya. Daren mengulas senyum pada sang mama. Sebelum akhirnya dia memeluk mamanya dan mengecup sebelah pipi Riana. “Mama sudah pulang?” tanya Daren pada sang mama. “Sudah. Satu jam yang lalu mungkin, mama sudah tiba di rumah.” Riana menjawab sang putra dengan masih memberikan tatapan lekat, menelisik sesuatu yang terjadi pada Daren dan juga anak-anaknya. Riana berpikir, jika ada sesuatu yang terjadi pada Daren dan juga sang putri. Dia berpikir, jika Darenemmarahi Ara, sebab masalah pekerjaan yang mungkin sedang banyak dan Ara yang tidak mau mengalah dengan situasi yang sedang terjadi pada ayahnya. “Ap
Riana yang mendengar kabar dari Daren, Sang putra itu pun terdiam. Sama sekali tidak menyangka dia akan mendapati kabar yang sangat mengejutkan baginya. Tentu saja terkejut, Ara sang cucu saja terkejut apa lagi dia. “Lalu apa yang jadi masalah sehingga Ara menjadi sedih seperti itu?” Tanya Riana bingung bahkan Sikap yang ditunjukkan oleh cucu perempuannya itu. Bukankah seharusnya Ara bahagia, bisa bertemu dengan mommynya seperti harapannya selama ini anak itu lakukan setiap malam? Lalu, menatap anak itu pulang-pulang allah menjadi sedih. Lalu apa yang buat cucunya seperti itu? Ah, wanita yang sudah tak muda namun tetap energik itu semakin bingung dengan tingkah cucu perempuannya itu. “Ada anak kecil yang panggil wanita tadi Bunda. Sebab itulah, Ara menjadi sedih. Harapannya seolah pupus dengan kehadiran anak tadi.” Daren menjelaskan kejadian sebenarnya pada sang mama. Berharap mamanya itu mengerti atas perubahan suasana hati yang terjadi pada putri kesayangannya itu.“Anak kecil?
Siang itu, mendadak suasana rumah sakit menjadi mencekam.Darren sudah keluar dari dalam ruang perawatan Rinaldi, ayahnya. Namun belum sempat Riana yang baru saja akan menghampiri putranya dan ingin bertanya tentang apa yang dilakukan Daren di dalam sana sudah dibuat terkejut dengan beberapa perawat yang saling berlari menuju ke ruang Reynaldi dengan tatapan mata yang terlihat panik.Bukan hanya Riana yang terkejut, Danisa pun ikut merasa panik dengan kejadian nyata yang saat ini dilihatnya.Lewat sorot matanya Ia pun bertanya pada Riana dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Renaldi di dalam kamar perawatannya.Detak janur Riana berpacu kencang saat melihat para petugas medis berlarian yang tak lama diikuti oleh dokter pribadi Renaldi yang menangani langsung pria tua itu.“Apa yang terjadi?” Entah pada siapa Riana bertanya sebab Danisa dan Daren pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi.Danisa mendekat ke arah Riana memeluk perempuan itu dengan maksud ingin menguatkan ji
Suasana ruang yang didominasi oleh warna putih itu begitu hening. Sambutan yang kini didapat oleh seorang pengusaha muda yang bernama Daren Raynaldi. Ya, dia sangat membenci nama Reynaldi yang begitu sangat dirinya benci. Daren begitu membenci nama itu. Sebab nama tersebut adalah nama dari pria yang memiliki aliran darah sama dalam tubuhnya. Nama yang begitu sangat dibencinya, sebab pria yang tak lain adalah ayahnya sendiri telah menorehkan luka yang begitu dalam untuk dirinya selama ini. Kini, dia dapat melihat penderitaan dari pria yang tak ingin ditemui olehnya itu. Pria yang sangat dibenci oleh Daren, kini tergeletak lemah tak berdaya. Bahkan, dirinya yakin untuk sekedar membuka mata pria itu tak akan mampu melakukannya. Daren masih berdiri di tempatnya, setelah dirinya usai menutup pintu ruang perawatan khusus yang hanya ada satu ranjang beserta pasien serta seluruh alat yang menempel dalam tubuh pria yang sudah sangat lemah tak berdaya. Ya, pria angkuh dan sombong itu sudah
Seperti yang Darren katakan kepada Danisa yang meminta untuk ditemani. Kini, keduanya sedang berada di dalam mobil menuju ke sebuah tempat yang Danisa sendiri pun belum mengetahui. Iya, Danisa belum bertanya pada sang suami sebab setelah darah mengajak dia harus disibukkan dengan mengurus kedua buah hatinya yang kemudian mengantar Ara dan Aiden menuju ke tempat sang nenek.Setiba di sana, kedua anak kembar itu pun langsung turun dari mobil. Sebab tak sabar untuk bermain bersama nenek dan tantenya.“Mom dan daddy nggak usah anterin arah ke dalam. Nanti biar Ara yang bilang sama nenek jika Mommy dan Deddy akan pergi.”Ara yang sudah tidak sabar itu meminta ayah dan sang ibu untuk segera berlalu dari kediaman sang nenek. Tetapi Danisa tak langsung mengiyakan, sebab dia pun ingin bertemu dengan sang Ibu dan meminta izin untuk menitip kedua buah hatinya di sini.“Mommy mau bertemu nenek dulu, Princess. Nanti setelah ketemu nenek baru Mommy dan Deddy akan berangkat.”Danisa tersenyum lembut
“Apa kamu sibuk hari ini?” tanya Daren tiba-tiba saat subuh dan keduanya sedang berada di atas ranjang saling berpelukan satu sama lain. Danisa yang berada dalam dekapan hangat suaminya itu mendongak. Menatap penuh tanya pada sang suami akan maksud yang hendak Daren katakan kepadanya itu. “Kenapa?” tanya Danisa, balik bertanya ingin memastikan jika Daren ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat. Daren membalas tatapan sang istri. Memberikan usapan lembut ke lengan Danisa setelah aktivitas panas malamnya telah berlangsung. Keduanya tak langsung tidur setelah melakukan ibadah subuhnya. Saling mendekatkan diri, dan Danisa tak ingin banyak tanya atau berbicara kecuali jika itu urusan kedua buah hatinya. “Temani aku,’ ucap Daren singkat, tak langsung memberitahukan tujuannya ke mana akan pergi mengajak wanitanya. “Aku akan temani, jika kamu butuh aku. Tak perlu bertanya,” jawab Danisa, merekahkan senyum manisnya dan kembali mengeratkan dekapan hangat yang Daren berikan untuknya. Daren
“Jangan bicara begitu sama mama,” kata Danisa minta agar Daren mampu meredam emosi pada sang mama.DADanisa tak ingin melihat hubungan ibu dan anak itu menjadi renggang. Sebab, dia tahu seberapa besar rasa sayang dan pengorbanan Riana yang begitu besar dalam membesarkan Daren dulu. Daren tak menjawab, pria itu masih diam merasakan sentuhan lembut dari Danisa yang memeluk dirinya dari belakang tubuh tegapnya itu. “Mama akan sedih, jika kamu berkata kasar padanya. Bukankah selama ini kau selalu memperjuangkan kebahagiaan mama,” lanjut Danisa mengingatkan pada suaminya. Perjuangan yang Daren lakukan untuk mamanya begitu besar. Hingga dia mampu melawan ego menikah demi bisa memberikan cucu yang selalu dituntut oleh mamanya dulu. Daren menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian membuangnya secara kasar sebelum akhirnya membuka suara menjawab setiap kalimat yang terucap dari wanitanya itu. “Kau tak mengerti,” jawab Daren singkat. “Aku tahu, Daren,” bela Danisa untuk dirinya sendiri, yang
Riana menghentikan langkah kakinya saat Daren menyebut kata ‘tua bangka’. Riana berpikir, mengapa Daren bisa mengetahui rahasia yang masih dijaga olehnya dengan begitu baik. Dia pun berpaling, menatap Daren yang sedang berusaha menahan amarah. Riana tahu, jika Daren tidak akan meluapkan amarahnya di hadapan anak-anaknya. Riana sudah menyiapkan segala sesuatu untuk segala kemungkinan yang akan terjadi jika Daren akan marah kepada dirinya. “Kau tak boleh bicara seperti itu Daren,” tegur Riana dengan nada rendahnya sebab tak ingin menunjukkan perdebatan yang akan berlanjut kemarahan putranya tersebut. Daren diam, tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya itu kepadanya. “Sejak kapan Mama berhubungan lagi dengannya?” tanya Daren dengan suara dinginnya. “Dan untuk apa mama menemui tua bangka itu lagi. Itu sebabnya mama tak mau kembali lagi ke Singapura dan memilih menetap di sini.” Daren masih tak menunjukkan sikap ramahnya. Danisa yang semula bersiap menghidangkan sarapan d
Pagi di kediaman rumah Daren terasa begitu berbeda seperti hari-hari biasanya. Danisa pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya membantu pelayan yang bekerja di rumah mewah Daren itu untuk menyiapkan sarapan keluarga kecilnya.Beberapa kali pelayan meminta agar Danisa beristirahat. Tentu saja mereka tahu jika pengantin baru harus memiliki banyak waktu luang dan kebersamaan terlebih rumah tangga mereka yang terpisah lumayan lama.Akan tetapi, larangan yang dilakukan oleh pelayan untuk Danisa itu diabaikan oleh Danisa. Dia ingin sekali menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya dan juga suaminya, maka dari itulah dia menyempatkan untuk pergi ke dapur dan membuatkan sarapan khusus untuk keluarga kecilnya.“Saya khawatir jika tuan dari nanti bangun akan menegur kami, Bu,” tutur wanita yang usianya jauh lebih tua dari pelayan lain yang bertugas menjadi ketua pelayan di rumah mewah itu.Indonesia menoleh, dia tersenyum hangat kepada wanita paruh baya yang begitu ramah sejak kedatangannya di rum
“Mama pergi dulu ya, kalian lanjutkan dulu sarapannya.” Riana mengakhiri sarapan paginya, di saat anggota keluarganya yang lain pun baru saja akan memulai.Kemudian dia beralih menatap kepada Ara yang sedang menggigit roti di tangannya.“Princess, Oma. Nanti kamu berangkatnya sama Mommy saja ya. Oma minta maaf, sebab tadi sudah janji akan antar Ara ke sekolah pagi ini seperti kemarin,” lanjut Riana berkata kepada Ara sebab dirinya tak bisa mengantarkan sang cucu sebelumnya. Sejak Daren tidak ada di rumah dan tak bisa mengantarkan kedua buah hatinya untuk bersekolah. Sejak saat itulah Riana yang selalu antar jemput bersama suster Ara dan juga sopir yang memang ditugaskan untuk mengantar jemput kedua buah hati Daren dan Danisa tersebut.“Ara nggak mau sekolah. Ara Mau di rumah saja bersama Mommy. Ara rindu sekali dengan Mommy. Hari ini, maka Ara akan menghabiskan waktu bersama Mommy. Dan Ara tak akan membiarkan Daddy mengganggu waktu kami.”Anak perempuan itu seperti sedang balas den
“Mommy!”Suara melengking yang Ara lakukan itu berhasil menusuk indera pendengaran Danisa dan Daren yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah setelah dua hari mereka memutuskan untuk menginap sebab tidak ingin mendapat gangguan dari kedua buah hatinya. Ara berlari, menuju ke arah kedatangan sang Mommy dan Daddy-nya. Anak perempuan itu begitu tak sabar untuk berjumpa dengan sang ibu. Bahkan, saat mobil yang Daren kendarai baru saja berhenti di area halaman rumah dan pelayan yang menyampaikan jika Daren dan Danisa telah kembali itu membuat anak perempuan yang baru saja akan menuju ke meja makan itu tak menunggu lama. Dia langsung berlari menuju ke luar rumah untuk menemui sang Mommy yang sudah sangat dia rindukan beberapa hari ini.Tanpa menunggu, Ara segera memeluk Danisa penuh Kerinduan. Sedangkan Daren hanya menggeleng dengan tingkah yang dilakukan oleh putrinya itu. “Mommy rindu sekali dengan putri mommy yang cantik ini,” kata Danisa memeluk hangat Ara dipekannya. Ara yang m