SEMENTARA Jeanne merasa bimbang dengan keputusan yang akan dibuatnya, Alan merasa bahagia karena sebentar lagi penantiannya akan segera mendapat jawaban.Alan pun menyambut hari senin dengan senyum mengembang di bibirnya. Senyum yang tak biasa dia tampilkan dan membuat beberapa orang yang melihatnya jadi penasaran. Tak terkecuali Glen yang selama ini menjadi asisten pribadinya. Alan yang banyak senyum begini terasa seperti bukan bosnya.Jika saja Glen tidak tahu kalau Jeanne sudah punya pacar, mungkin dia akan beranggapan kalau kedua orang itu kini sudah berpacaran. Sayangnya jelas bukan demikian. Glen malah merasa kalau Alan bahagia karena sebentar lagi dia akan mendapat sekretaris perempuan yang bisa dia manfaatkan.Pria itu mengembuskan napas kasar, lalu mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan. Dia frustrasi. Sangat-sangat frustrasi. Kalau hal seperti ini terjadi lagi dan lagi, lalu sampai kapan semua ini akan berakhir?Saat itulah dia tidak sengaja melihat Jeanne lewat di de
SETELAH Jeanne melepaskan pegangan tangannya, sontak saja Tantri menatapnya dengan tatapan heran sekaligus tidak percaya. "Gue kira lo mau ikut makan siang bareng Pak Alan lagi, Je."Jeanne tersenyum masam mendengar ucapan itu. Sejujurnya dia memang ingin makan siang bersama Alan, tapi entah kenapa dia langsung badmood saat melihat Sherina berdiri di sebelah pria itu. Lebih badmood lagi saat tahu kalau Sherina yang akan menjadi sekretaris baru Alan.Entah apa yang sedang terjadi dengannya, Jeanne tidak tahu. Atau mungkin dia merasa cemburu? Dia memang belum pernah merasa cemburu sebelumnya, marah dan kesal sih sering, tapi kalau cemburu begitu sepertinya tidakLagian, kenapa dia harus merasa cemburu segala? Dia bukan siapa-siapanya Alan juga. Cuma teman yang merangkap sebagai simpanannya saja."Kenapa? Jangan bilang lo ketagihan makan siang bareng Mas Mantan?" Bukannya menjawab, Jeanne malah balik menyerang.Tantri langsung menatapnya taj
UNTUK yang ketiga kalinya Jeanne berpapasan dengan Glen hari ini. Entah ini yang disebut sebagai takdir, jodoh, atau apa pun itu, tapi sumpah pertemuan mereka sangat mengganggu sekali. Terlebih Glen sedang bersama Sherina kali ini.Tantri sudah memasang wajah masam saat melihat Glen berada di sekitarnya. Dia ingin langsung melengos sambil menyeret Jeanne untuk menghilang secepatnya. Namun bak sudah mengetahui rencananya, Glen segera mencegat langkah mereka."Jeanne!" panggil laki-laki itu dengan senyum tak berdosa terpampang di wajahnya."Ada apa lagi?" Jeanne mengembuskan napas kasar sembari menjawab panggilannya dengan sebal. Dia benar-benar tidak mood meladeni pria itu sekarang."Pak Alan minta bungkusin lo katanya." Kata-kata itu sontak membuat ketiga wanita yang ada di sana langsung memelototinya.Jeanne menatap Glen tajam. "Hah?! Dia minta bungkusin gue? Dikira gue makanan apa?" Responnya yang terlihat kesal."Mana gue tahu
PONSEL Jeanne tiba-tiba saja bergetar. Seperti sudah tahu siapa yang sedang menghubunginya, Jeanne langsung menghela napas kasar. Dia mengambil ponselnya dari tangan Alan dan langsung mengangkat panggilan."Halo!"Jeanne berdiri dan berniat pergi, tapi Alan langsung memegangi sebelah tangannya yang lain dan mencegahnya untuk menjauh dari sana. Jeanne menatapnya protes, tapi Alan balas menatapnya tajam sambil menepuk sofa di sebelahnya. Isyarat jelas kalau Alan meminta Jeanne untuk tetap duduk di sampingnya.Jeanne mengembuskan napas sekali lagi dan terpaksa harus duduk kembali. Sebenarnya dia tidak ingin bertengkar dengan Fredy di depan Alan, karena Alan mungkin akan tertawa mendengar pertengkaran mereka.Namun, Jeanne tidak punya banyak pilihan. Cengkeraman tangan Alan bukan jenis cengkeraman yang bisa dia singkirkan dengan mudah. Alhasil dia hanya bisa pasrah saat Alan mendekatkan wajah dan ikut menguping pembicaraannya dengan Fredy yang ad
SEBENARNYA, Jeanne bukan orang yang mudah patah hati. Alasannya karena dia pernah gagal menjalin hubungan berulang kali dan hal itu pula yang membuatnya membatasi diri saat mulai mencintai seseorang. Namun tak disangka, dia masih bisa merasakan sakit itu juga sekarang.Mungkin, karena dia terlalu percaya. Mungkin juga, karena dia terlalu berharap padanya. Jeanne tidak tahu mana jawaban yang tepat baginya, tapi memang benar saat ini dadanya terasa sesak bukan main.Jeanne menarik napas panjang, kemudian mengembuskan napasnya dengan perlahan. Dia melirik pantulan diri yang ada di depannya. Wajahnya tampak cukup berantakan, sebagian make up-nya masih aman, tapi memang lebih baik jika lekas dihilangkan.Jeanne membasuh mata dan pipinya menggunakan sedikit air dan membereskan beberapa anak rambutnya yang berantakan sebelum keluar.Alan baru saja selesai makan saat Jeanne keluar dari kamar mandi. Jeanne sontak saja mengernyitkan dahi. Entah makanan itu memang sudah dihabiskan atau malah dib
AKHIRNYA semua pekerjaannya selesai juga. Dia bisa pulang dan mengistirahatkan tubuh serta hatinya yang sedang kelelahan.Jeanne mengembuskan napasnya berat saat teringat pesan Alan tadi siang. Pria itu ingin mereka pulang bersama. Memangnya mereka bisa melakukannya jika pekerjaan Alan saja sedang menumpuk dan memenuhi meja?Jeanne mengambil ponselnya di ujung meja kerja dan mengirimkan pesan pada Alan yang tentunya masih berada di ruangannya.KoJeanne : Kerjaan gue udah selesai. Kerjaan lo gimana?Alan : Tinggal dikit, sebentar lagi selesai. Tungguin aja.Jeanne : Gue nggak boleh pulang sendirian aja, nih?Alan : Nggak boleh, tungguin aja sebentar, sepuluh menit lagi gue udah keluar.Jeanne : Nggak usah maksa gitu, takutnya bukan kelar malah salah kerjaan.Alan : Tenang, gue profesional, kok.Jeanne berdeceh saat membaca pesan terakhir dari Alan itu. "Profesional apaan kalau sekretarisnya selalu diajak main di kantor, huh?"Atau jangan-jangan Alan memang sedang melakukannya dengan S
ALAN pikir Jeanne bakal mengalami drama patah hati setelah putus dari kekasihnya. Namun nyatanya, perempuan itu kini tampak baik-baik saja. Jeanne terlihat biasa atau mungkin dia hanya pura-pura kalau sedang baik-baik saja.Sebenarnya, alasan itu pula yang membuat Alan tidak berniat melepaskan Jeanne sendirian malam ini. Setelah dia melihat langsung air mata yang menuruni pipi juga perlakuan buruk Fredy pada Jeanne selama ini. Alan merasa tidak boleh membiarkan Jeanne sendiri.Terlebih, dia tidak boleh sampai kecolongan lagi. Apalagi sampai membuat Jeanne kembali ke pelukan cowok berengsek bernama Fredy."Jadi, kapan lo mau pindah ke apartemen gue?" tanya Alan sembari tersenyum lebar. Sesekali dia akan melirik Jeanne dari ekor matanya sebelum kembali fokus pada jalan raya di depannya.Sejujurnya, Jeanne mau pindah secepatnya. Namun dia butuh waktu serta tenaga untuk membereskan semua yang sudah dia tata di apartemennya. "Lo mau bantu beres-beres emangnya?"Alan meliriknya lagi. "Boleh
ALAN tidak bisa tidur. Setelah mengantar Jeanne pulang, Alan sama sekali tidak merasakan kantuk akan datang. Alasannya sederhana, dia sekarang sedang bahagia, tapi juga merasa kesal sekali pada pacar barunya.Bagaimana tidak kesal? Mereka baru saja jadian tapi dengan entengnya Jeanne bilang kalau dia mau minta cincin mahal supaya bisa dijual kalau mereka putus nantinya. Memang terdengar realistis dan malah biasa saja, tapi Alan tidak mau hubungan mereka berakhir di tengah jalan. Dia bahkan tidak ingin membayangkan, karena dia ingin serius dengan Jeanne sampai ke pernikahan.Alan bahkan sudah memesan cincin dan siap untuk melamarnya kapan saja kalau cincinnya sudah jadi. Namun, Jeanne malah merencanakan apa yang akan dia lakukan jika hubungan mereka kandas suatu hari nanti.Alan berdecak kesal. "Kayaknya lo perlu dilamar secepatnya, kalau perlu cepetan dinikahin aja, biar nggak berani mikir macam-macam lagi kayak gini, Jeanne!" desisnya penuh emos
AKHIR-AKHIR ini Alan jadi sering disebut zombie. Dia tidak protes dengan julukan itu, karena dia pun mengakuinya sendiri. Hidup tanpa Jeanne membuat harinya terasa sepi, seperti hidupnya sudah tak berarti lagi. Namun dia tahu dengan pasti kalau Jeanne sedang menantinya kembali.Lalu akhirnya, semua penderitaannya selama ini akan berakhir hari ini. Dengan rindu yang memenuhi dada dan membuatnya merasa sesak yang begitu menyiksa. Alan memandangi pantulan dirinya yang dibalut jas putih bersih dengan senyum tipis menghias bibirnya.Semoga tidak ada drama lain yang bisa membatalkan acara pernikahannya atau dia benar-benar akan gila."Kamu masih belum siap juga?" Arnold melihat putranya yang sedang berkemas dan tak kunjung selesai sejak tadi.Penampilan Alan hari ini terlihat lebih baik dari hari kemarin. Mungkin karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan calon istrinya setelah tiga minggu lebih mereka tidak pernah berhubungan lagi.Arnold sebenarnya cukup khawatir saat Jeanne tidak bisa
SEMALAM Alan terpaksa harus tidur di sofa ruang tamu, karena kamarnya benar-benar sudah tidak layak huni. Pagi harinya dia hanya bisa menatap kepergian Jeanne serta kedua orang tuanya seperti zombi.Tubuhnya terasa lelah dan remuk redam, tapi kini dia harus ditinggalkan sendirian. Walaupun demi kebaikan, tapi tetap saja rasanya menyesakkan.Apalagi saat dia tiba di kantor, masalah yang tersisa kemarin ditambah dokumen menumpuk di atas meja kerjanya ... Alan merasa pusing langsung menyerang kepalanya."Selamat pagi, Pak!" Glen menyapa seperti biasa.Alan memang selalu datang lebih awal, tapi dia akan berhenti di parkiran untuk mengecek kabar terbaru tentang perusahaan. Jadi dia bakal terlambat masuk ke ruangannya."Pagi," jawabnya lelah. "Untuk sementara waktu, tolong kosongkan jadwal temu saya dengan klien. Saya mau menyelesaikan semua dokumen dan masalah yang masih tersisa hari ini. Dan juga, tolong bantu Tantri agar bisa menjadi sekretaris sementara saya yang baik."Glen mengernyitk
"JADI, kalian mau langsung menikah saja bulan depan?" Bulan tersenyum bahagia saat mengatakannya. Itu berarti, sebentar lagi Jeanne akan resmi menjadi menantunya dan dia bisa segera menggendong cucu yang sudah lama diidam-idamkannya.Jeanne ganti menoleh ke sisi lain tubuhnya. "Jangan dong, Tante! Saya masih pengin melajang dulu sampai bulan depan, minimal samp—ai ..."Jeanne menelan ludahnya susah payah saat Alan langsung memajukan wajah hingga berada di depan wajahnya. Tangan pria itu entah sejak kapan sudah memegangi tangannya dan mencengkeramnya dengan kuat."Melajang gimana maksudnya, ya? Perasaan hubungan kita masih baik-baik aja dan nggak ada masalah apa pun akhir-akhir ini?" katanya dengan nada tajam. Kalau terus dibiarkan, Jeanne bisa makin seenaknya saja dan rencana pernikahan mereka bakal molor lama.Padahal Alan sudah ingin mengikat wanita ini agar bisa terus bersamanya setiap hari. Kalau dia masih mau mengulur waktu lagi, Jeanne pasti akan mencari pria lain lagi setelah i
ALAN memejamkan matanya. Menarik napas panjang, kemudian mengembuskan napasnya secara perlahan. Tidak bisa. Dia tidak boleh melakukannya. Dia sudah berjanji untuk menjadi pria setia, maka dia harus menepati janjinya apa pun yang terjadi nantinya.Alan menarik tangannya tepat saat ponsel yang ada di mejanya bergetar. Dia mengambil ponselnya dan membuka sebuah pesan yang masuk ke sana.Arnold : Sayang sekali kamu tidak mau pulang malam ini, kalau pulang, kamu pasti bisa merasakan bagaimana rasa masakan calon istrimu ini.Pesan dari papanya itu sukses membuat Alan langsung mengernyitkan dahi. Masakan calon istri ... maksudnya masakan Jeanne? Memangnya Jeanne bisa memasak?Seingatnya, Jeanne tidak bisa memasak dan tidak bisa melakukan pekerjaan rumah. Makanya dia mau mencari calon suami yang kaya raya agar dia tidak dibuat repot mengurus masalah rumah, karena dia bisa menyewa asisten rumah tangga.Lalu, siapa maksud calon istri di sini? Dia benar-benar Jeanne kekasihnya atau wanita lain y
JEANNE menyerah. Dia memang paling tidak cocok melakukan pekerjaan rumah. Walaupun untuk cuci piring dia sudah bisa menguasainya, tapi tetap saja masih ada satu atau dua gelas yang pecah karena ulahnya. Jeanne memang tidak dimarahi, tapi dia merasa tidak enak hati.Sepertinya dia memang harus membatalkan niat untuk menjadi calon menantu di rumah ini atau dia akan menghabiskan semua piring dan gelas kesayangan calon mertua baiknya ini.Jeanne mengembuskan napasnya lelah. Padahal dia hanya membantu cuci piring dan gelas. Dia memang sedang diajari memasak juga katanya, karena sejak tadi dia hanya disuruh mengupas sayuran, mengiris cabai dan bawang, lalu disuruh menggorengnya di wajan.Sisanya Bulan yang membereskan untuknya, karena Jeanne benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan dengan bahan-bahan yang sekarang sudah berada di wajan.Bahkan dia juga tidak tahu apa yang Bulan tambahkan ke dalam wajan. Mungkin saja bumbu dapur seperti garam dan sedikit penyedap rasa atau mungkin j
ALAN merasa kepalanya mau pecah. Satu masalah muncul, masalah lainnya langsung bertebaran. Setelah menyelesaikan harga saham dan persoalan video yang kekasihnya perankan, Alan menyadari dirinya sedang butuh seorang teman. Dia butuh hiburan, tapi kekasihnya tidak ada di sekitarnya.Padahal dia hanya butuh ditemani. Dibiarkan menyender dengan manja untuk menyingkirkan pusing dan lelah yang dia derita. Dia hanya butuh hal yang sederhana, seperti menyampaikan sedikit keluh kesah yang sedang dirasakannya atau mungkin hanya diam saja dan tiduran di paha kekasihnya.Namun kenyataannya Jeanne tidak ada di sana. Kekasihnya tidak ada di sekitarnya.Alan melirik jam di tangannya. Sebentar lagi jam makan siang usai. Jarak dari kantor dan apartemen memang tidak terlalu jauh, tapi tidak akan cukup untuk dia bermanja-manja dengan kekasihnya, karena Alan pasti ingin melakukannya sampai puas.Alan sudah menghubungi Jeanne, berniat meminta Jeanne datang ke sana dan menemaninya bekerja, tapi sialnya pon
RUMAH ini ternyata benar-benar luar biasa. Walaupun terlihat tenang dan nyaman dari luar, nyatanya dalamnya penuh senjata. Baik pistol maupun senapan laras panjang menjadi hiasan dindingnya.Jeanne menelan ludah susah payah. Ini kalau ada yang niat maling bakal langsung dibunuh di tempat, kah?"Ini senjata beneran atau imitasi, Om?" Jeanne refleks bertanya pada Arnold yang berjalan di belakangnya.Pria tua itu berhenti melangkah, karena Jeanne sedang menghentikan langkah untuk memandangi setiap koleksi simpanannya. Tubuh aslinya tinggi tegap, tapi dia harus kehilangan kaki kiri di tugas terakhirnya. Walaupun kini dia memakai sebelah kaki palsu, tapi Arnold masih suka membawa tongkat saat dia berjalan."Senjata asli, tapi nggak ada pelurunya."Jeanne berdecak kagum, kemudian tersenyum manis saat berkata, "Wah, kalau dijual bakal mahal nih, Om!""Nggak akan saya jual, soalnya buat koleksi sekaligus kenang-kenangan." Arnold menjawab dengan tenang, suaranya tegas dan jelas.Jeanne terkesi
"SEJAK kapan lo tinggal sama Jeanne?" Alva bertanya begitu dia berjumpa dengan Alan di ruangannya.Alva baru saja selesai mengantar Jeanne pulang, lalu dia kembali ke perusahaan itu untuk mengantar dokumen langsung ke sepupunya serta mencari tahu kabar viral yang sedang beredar pagi ini. Terlebih Jeanne sebelumnya berasal dari kantor cabang tempat dia bekerja. Alva juga yang merekomendasikan Jeanne dimutasi ke sana. Kalau Jeanne sampai kena masalah, sepertinya dia harus ikut turun tangan untuk bertanggung jawab bersamanya.Glen yang ada di sebelah bosnya langsung melotot tajam mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut seseorang yang sedang mengantar laporan dari kantor cabang Bandung untuk atasannya.Hari ini dia sudah cukup terkejut dengan berita viral soal video asusila Jeanne. Sekarang dia makin dibuat terkejut oleh kenyataan kalau atasannya dan Jeanne selama ini tinggal bersama. Bagaimana bisa? Bukannya atasannya masih mengincar Jeanne tempo hari, ya?"Setelah pacaran," jawabnya
DENGAN serempak mereka menoleh. Zion salah seorang teman divisi yang selama ini terang-terangan melempar kode pada Jeanne sedang mendekati mereka. Dengan wajah mesum, tatapan melecehkan, dan sebuah seringai menyebalkan."Lo jangan kurang ajar, ya!" Tantri langsung membela, karena bagaimanapun juga Jeanne adalah temannya. "Belum tentu juga itu video punya dia!"Jeanne hanya tersenyum miris. Itu memang dia. Itu memang video dirinya. Jeanne tidak mungkin melupakan wajahnya sendiri. Jadi, itu memang benar-benar dirinya. Dia tidak akan bisa menyangkal, karena dia pun dapat mengenali siapa pria yang mengambil video tersebut.Pria itu adalah mantan pacarnya. Salah satu pria yang pernah dicampakkan olehnya. Pria itu pula yang pernah membuat Jeanne trauma dan menjadi wanita matre plus realistis soal uang hingga sekarang."Lo masih mau nyangkal juga? Padahal yang punya video diem aja." Zion menyeringai.Tantri menatap Jeanne yang hanya diam saja dengan senyum tipis terukir di bibirnya. Jeanne m