Bab 147. Mimpi Aneh Deva
======
“Tanda tangani, Sya! Agar Dokter segera melakukan tindakan! Aku akan telpon Niken. Kami akan segera ke sana. Kamu tenang, ya! Tolong jangan sampaikan hal ini pada Papa dan Mama!”
Itu pesan dari Raja, adik kandung Deva. Alisya merasa ada pendukung sekarang. Wanita itu tak lagi mersa sendirian. Apapun yang akan terjadi nanti, tak lagi mutlak menjadi tanggung jawabnya. Raja akan mendukungnya.
“Aku tanda tangani, ya, Mas?” tanya Alisya memastikan.
Bab 148. Aku Titip Di Rahim Kamu, Sya!*******“Mas! Terima kasih, ya!” Alisya mendaratkan kecupan lembut di kening dan kedua pipi Deva.“Aku yang terima kasih, Sya. Kok malah kamu yang sepertinya girang banget.”“Maaf, Mas. Aku sudah menadatangani surat persetujuan operasi itu. Maaf, Sayang!”“Sya! Sekarang kamu yang bermimpi, kan?”“Tidak, Mas! Jangan kaget, ya! Coba buka mata kamu, Sayang! Pelan, ayo buka!&rd
Bab 149. Sujud Syukur Alisya Atas Kesembuhan Deva======“Bagaimana kondisi pasien? Sudah bisa kita lakukann tindakan anestesi?” Seorang Dokter spesialis anestesi menghampiri ranjang pasien. Dia adalah Dr. Ilham.“Sudah, Dok. Silahkan!” Dr. Robert mempersilahkan.“Ok, tolong Suster! Kondisikan pasien sebelum kita suntik obat bius!” perintah Dr. Ilham, sambil tersenyum ramah pada Deva.Deva berusaha balas tersenyum.“Kita bius total, Ya Pak! Santai saja, tidak ada yang perlu
Bab 150. Doa Raja Di Perjalanan=========“Jangan panggil aku ‘Pak’ apalagi ‘Anda’. Gak enak banget didengar.” Raja menatap mata Rika. Mencoba memastikan sekali lagi akan perasaannya. Tetapi, entah kenapa tetap wajah Alisya yang berkelabat lagi di hati pun pikiranya. Bayangan itu mengaduk hati.Raja mencoba mencari wajah Rika meski di relung yang terdalam, tapi, gagal. Wajah Rika tak juga bisa bertahta di sana. Begini sulitkah untuk jatuh hati pada gadis lain, Alisya? Begini sulitkah membuang bayangmu dari hati ini?“Baik, Mas. Saya nu
Bab 151. Sujud Syukur Alisya Atas Kesembuhan Deva===========“Ya, Mas Deva gak akan kenapa-napa. Kamu tenang, ya!” Raja menatap lembut wajah jelita itu. Alisya mengangguk, lalu menatap lurus lagi ke pintu ruang operasi. Raja menata hati, kini dia lebih tenang. Ihklas, bahwa wanita luar biasa di sampingnya ini adalah milik kakaknya, selamanya.Pintu ruangan terbuka. Dokter Robert keluar langsung dikejar oleh Alisya, Niken dan Raja. Tiara ikut berdiri dan menyusul ketiganya.“Dok, gimana?” Alisya yang lebih dulu bertanya.“Selamat, Bu Alisya!&nb
Bab 152. Aisyah Menggetarkan Hati Raja========“Ya, Mas. Saya kerja di sini juga.”“Oh, kamu juga seorang Dokter?”“Hem.”“Begitu, ya. Wajah Dokter ‘baby face’ banget. Kukira Anda masih SMA. Maaf, tak tahunya seorang Dokter. Sumpah, aku gak nyangka banget. Maaf, Bu Dokter!” Raja menangkupkan kedua tangannya di depan dada.“Gak apa-apa, Mas. Panggil Ai, saja! Gak usah formil. Maaf, boleh saya duluan? Saya harus siap-siap sebelum masuk pergantian shift.”“Oh, i
Bab 153. Panggilan Misterius Dari Ardho=========“Terima kasih, Tiara! Kamu boleh pulang, deh! Kasihan kamu udah capek banget nemanin aku dari siang tadi!” Alisya menoleh kepada Tiara.“Iya, Sya. Kamu masuk aja! Bawa tas kamu, deh! Ponsel kamu ada di dalam. Siapa tahu kamu butuh sesuatu, langsung telpon aja aku, ya!” Tiara memeluk sahabatnya.“Iya, makasih, ya, Ra!”Alisya menerima tas sandang miliknya dari tangan Niken. “Kamu pulang, Ken! Tolong perhatiin Tasya dan Rena baik-baik, ya! Titip Bapak dan Ibu kakak &n
Bab 154. Aisyah Ternyata “Sakit”=========“Sekarang kita semua sudah bisa tenang. Pak Deva sudah siuman, biar kami periksa dulu, ya!”“Silahkan, Dokter!”Kedua Dokter dan dibantu perawat memeriksa keadaan Deva dengan teliti. Alat bantu pernapasan mulai di lepas perlahan.“Selamat malam, Pak Deva! Coba bernapas dnegan normal, ya! Pelan-pelan saja!” perintah Dr. Robert kepada Deva.Mulut Deva mulai terbuka, mengi
Bab 155. Ancaman Ardho Sangat Dekat=========“Ya, itulah dunia yang sengaja dia ciptakan untuk dirinya. Dia menjalani hari-harinya sebagai seorang dokter sekarang. Setiap hari dia datang ke sini, seolah-olah sedang bertugas. Untung teman-teman di sini bisa memaklumi keadaanya. Untungnya lagi, dia tak pernah berbuat ulah di sini. Dia hanya menumpang masuk ke rumah sakit ini. Jalan-jalan, keliling-keliling dengan seragam Dokter. Lalu pulang lagi.”“Oh, ya.”“Begitulah, Pak.”“Boleh saya tahu, apa penyebabnya, Dok?”&