Sempat membuat drama, akhrinya Ilona pun menyerah dengan bujuk rayu Kenedict. Wanita muda itu tak sanggup menahan gelak tawanya ketika Kenedict bertingkah konyol dan mengancam tak akan berhenti jika Ilona tidak memaafkannya.
“Ice cream memang paling baik untuk mengembalikan mood,” kata Kenedict.
Satu tangannya menggenggam tangan Ilona, sementara tangannya yang lain menggenggam dua buah ice cream beda rasa.
“Coba kau rasa ini,” ucap Kent sambil menyodorkan ice cream. Dengan polos Ilona membuka mulutnya. Namun, bukannya ice cream yang masuk di mulutnya, malah lidah Kenedict.
Ilona menggeram. Ia menampar lengan Kenedict. Pria Archer itu tertawa.
“Lebih enak itu, kan?”
Ilona menggeleng sambil mendengkus. “Emang bule kayak gitu, yah. Cabul!” Ilona berucap dengan bahasa Indonesia.
Kent menyengir lebar. Ia menaruh tangannya ke atas pundak Ilona lalu menarik gadis itu ke arahnya. Sepasang kekasi
Terlihat lipatan di dahi Kenedict. Kelopak matanya mulai bergerak, tampak terganggu. Perlahan namun pasti kedua mata pria itu mulai terbuka. Ia mengernyit saat mendengar suara berisik yang datangnya dari dalam kamar mandi. Terdengar suara geraman dari dalam mulut yang masih terkatup itu. Kent butuh beberapa detik untuk mengumpulkan kesadarannya. Namun, saat suara berisik dari dalam kamar mandi makin terdengar, Kenedict tak tahan untuk segera berdiri dari tempat tidur. Sambil mengucek mata, ia mulai melangkah. Kent menguap sambil merentangkan kedua tangan, merenggangkan badan. “Honey,” panggil Kent dengan suaranya yang parau. Kenedict berdiri di depan pintu. Tak ada jawaban selain suara berisik yang terus-terusan mengganggu pendengarannya. Penasaran dengan apa yang sedang terjadi, Kenedict pun segera menekan gagang pintu. “Honey?” Kenedict mengernyit. Dilihatnya Ilona sedang bersandar di atas wastafel sambil memegang perutnya. “
Suasana begitu hening di dalam mobil limosin. Hanya ada deru napas panjang yang terdengar datangnya dari Ilona. Gadis itu menaruh satu tangannya bersandar di jendela sambil membawa pandangan ke luar. Manik matanya seolah tak berhasrat ketika memandangi pemandangan yang indah di sekelilingnya. Hanya ada wajah sang dokter lengkap dengan perkataannya yang terus berdengung di dalam kepala Ilona yang membuatnya makin tak bisa menatap wajah Kenedict. ‘Perbanyak istirahat dan jangan lupa untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan. Sekali lagi saya ucapkan banyak selamat.’ Ada rasa bahagia yang terbalut kesedihan, kepedihan dan rasa tak percaya hingga ia terus bergumam dalam hati, ‘Bagaimana mungkin?’ Yah, bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi. Ketika Ilona tengah berbahagia oleh sebab pria yang begitu dikagumi, dicintainya membuktikan jika perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan. Ilona masih terbayang bagaimana lamaran romanti
Sepasang manik hijau tengah mematri cairan kuning pekat di dalam gelas kristal. Tampak rahangnya mengencang ketika dalam kepalanya terngiang ucapan seorang dokter. ‘Jika dihitung dari tanggal HPHT, sepertinya usia kehamilan Anda, enam minggu. Namun, untuk lebih memastikannya, Tuan dan Nyonya bisa segera ke dokter kandungan. Mereka bisa melakukan tes USG untuk memastikan usia kandungan dengan akurat.’ Decihan halus samar terdengar keluar dari bibir pria beradarah Archer itu. Ia kembali menegak minuman dalam gelasnya. TAK Dentuman gelas kristal yang mendarat kasar di atas meja menggema hingga ke seantero bar exlusive di Milan ini. Suasana yang cukup hening membuat Kenedict terbawa dalam khayalan tak berujung. Hembusan napas kasar terus menggema di depan wajahnya. “Hei!” Kenedict berseru sambil mengangkat selokinya. Seorang bartender memutar pandangannya kepada Kenedict di saat tangannya masih sibuk mencampur koktail milik pelangg
Ilona tidak mengerti lagi apa yang harus ia lakukan selain menangis. Seakan-akan takdir kembali melemparnya ke dalam kubangan kepedihan tak berujung.Cahaya yang masuk lewat celah gordeng sanggup memberitahu jika hari telah berganti dan malam kabut telah pergi, akan tetapi lukanya masih begitu terasa.Ilona membuka matanya yang baru terpejam selama beberapa menit. Ia memandang sisi kanan ranjang yang tampak begitu rapi, menandakan jika calon suaminya tak pulang semalam.Selapis bening cairan putih kembali terbentuk membuat matanya perih. Ilona menghela napas dan kembali ia merasakan kesesakan di dada ketika gadis itu mengembuskan napas panjang.TOK TOK TOKIlona mengerutkan kening. Kepalanya kembali terasa pening ketika ia mencoba untuk bangkit. Hembusan napas panjang menggiring gadis itu untuk berdiri dari ranjang lantas berjalan menghampiri pintu.Sempat jantungnya berdetak meningkat saat memikirkan wajah seorang pria yang tak pul
Ilona mengerutkan dahi ketika mendengar dering telepon. Wanita itu menyibakan selimut yang menutupi tubuhnya. Ia duduk di tepi ranjang lantas tangannya meraih gagang telepon yang terletak di atas nakas. Ilona tak bersuara menanti si penelepon mengeluarkan suaranya. “Tidurmu nyenyak?” Wanita muda itu kembali mengerutkan dahi. Suara serak di seberang sambungan telepon tampak sedikit familiar. Kekehan sinis dari si penelpon membuyarkan lamunan Ilona yang masih mengira-ngira siapa sekiranya orang itu. “Ayolah. Aku tahu kau sedang menangisi kehamilanmu. Ups!” “Siapa kau, hah?!” desis Ilona yang akhirnya mengundang gelak tawa dari seberang sambungan telepon. “Akhirnya kau bersuara juga. Kupikir kau sudah bisu karena Kenedict meninggalkanmu. Sudah kubilang dia tidak sebaik yang kau pikirkan. You just a dork, Baby girl.” Ilona mendesah panjang. “Dasar kurang kerjaan,” gumam Ilona. Gadis itu bersiap me
“Ilona!”Ilona tersentak. Refleks, gadis itu menutup matanya. Kenedict akhirnya berhasil meraih tangan gadis itu sebelum ia melangkah lebih jauh.“Lepas!” bentak Ilona. Buliran air bening tiada henti menetes dari pelupuk matanya.Kenedict berdecak kesal. Lewat sudut matanya, Kenedict melihat tatapan orang-orang di sekelilingnya yang mulai memandang mereka dengan tatapan sinis. Kent mendengkus. Ia kembali memberikan tatapan keras pada Ilona lantas menarik tangan gadis itu dengan kasar.“Ikut denganku,” desis pria itu.“Lepaskan aku!” jerit Ilona.Gadis itu memberontak. Ia mengayunkan tangannya yang berada di dalam tawanan tangan kekar Kenedict. Namun, Kent tak peduli. Ia terus menyeret Ilona lantas membawanya ke dalam kamar.Dari kejauhan, Ilona melihat seorang gadis yang sedang berdiri di dekat kamar tempat di mana ia memergoki kekasihnya. Deru napas Ilona bahkan menggema hingga ke bawah
Langit tampak mendung mengeluarkan gemuruh riuh disusul awan hitam yang kini mulai menumpahkan cairan ke bumi. Seketika langit Milan pun berubah. Seakan-akan ikut merasakan kepedihan yang kini dialami oleh seorang gadis yang tengah menapaki trotoar sambil memegang coat panjang yang menjadi satu-satunya pelindung tubuhnya sekarang. Ia masih tersedu-sedu. Seakan menghiraukan tatapan orang-orang yang berpapasan dengannya. “Are you okay?” Gadis itu hanya bisa menundukan kepala ketika segelintir orang tampak menghawatirkan keadaannya. Tidak. Dia sedang tidak baik-baik saja. Tidak bisakah mereka melihatnya? Tak cukupkah raut wajahnya menggambarkan betapa kondisinya saat ini sedang tidak baik-baik saja? Tidak ada yang baik-baik saja ketika calon suamimu menyuruhmu pergi dan mencari lelaki lain yang bisa menerima kondismu saat ini. Dada Ilona seperti disayat. Mencelos perasaan perih yang kian menyesak. ‘Ohya? Kalau begitu
Sambil menahan getaran di tubuhnya, Ilona berusaha untuk bangkit. Matanya membesar memandangi pria di hadapannya. “K-kau?” Ilona menggagap. “Yah, aku. Apa kabarmu, Ilona?” Pria itu menutup kalimat dengan senyum kotaknya yang khas. Ilona tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bergeming, Menyaksikan pria di depannya tengah menyingkap over coat di tubuhnya. Kedua tangan Ilona masih memeluk tubuhnya yang makin menggigil kedinginan. Ia menunduk saja ketika pria di depannya menyampirkan over coat tersebut ke tubuh Ilona berharap gadis itu akan mendapatkan kehangatan. Selain tubuh, kini wajah Ilona juga bergetar. Bibir ranum kini berubah pucat. Ikut bergetar menahan dingin yang kian membekukan tubuh. “Ayo, kuantar kau kembali pada Mr. Kent,” ucap pria itu. Ilona langsung melayangkan pandangan nyalang kepada pria tersebut. Gadis itu menggelengkan kepalanya. “Tidak,” lirih Ilona dengan bibir yang bergetar. Gadis itu menyembunyikan w
Enam kemudian ><__________________San Diego – California USA Archer’s Mansion 07.23 PM_________ Ilona dan Jane begitu sibuk menata meja makan. Gadis itu sengaja turun ke dapur untuk membantu para pelayan mansion. Turun dari tangga, seorang pria bermata hijau dalam balutan sweater panjang berwarna abu-abu. Ia mengambil langkah panjang menghampiri dining room. Kedua kaki berhenti tepat saat tubuhnya tiba di pintu. “Katanya sup ayam mampu meningkatkan kekebalan tubuh saat hamil?” tanya Ilona. Ia membawa sesendok kuah ke mulutnya. Di sampingnya, Jane mengangguk. “Bagaimana rasanya?” Ilona menarik kedua sudut bibirnya ketika kelopak matanya melebar. “Mmmm …,” gumam gadis itu. Ia mengacungkan jempol. “Masakanmu selalu yang tebaik, Jane.” Jane tertawa. “Aku senang kau menyukainya, Nyonya.” “Em, em, em, em!” Hailey menggoyangkan telunjuk di depan wajahnya. “Sudah berkali-kali kubilang jangan pern
“Kalau begitu ayo kita mulai.” Hailey tersenyum penuh kemenangan. Melihat bagaimana manik berwarna biru milik suaminya kini berubah gelap membuat sesuatu dalam pangkal paha Hailey berkedut makin kencang. Embusan napas berat dari Christian menyapu kulit dadanya. Ditatapnya sang pria yang kini tengah melucuti bagian atas gaunnya dengan gerakan pelan. Seakan-akan tengah membuka kado spesial, Christian membukanya sepenuh hati. “Damn it,” gumam Christian ketika menatap bagian padat dan kenyal milik sang istri. Christian mendongak menatap Hailey lalu dilumatnya bibir istrinya dengan kasar. Hailey menghela napas di dalam mulut Christian lalu dengan cepat pria itu menarik bibirnya lagi. Tubuh Hailey menggeliat gelisah ketika Christian menempelkan lingualnya di leher wanita itu. “Oh, Chris. Mmmptthhh ....” Hailey mendesah. Kelopak matanya menutup sebagian manik berwarna cokelat itu. Tangan Hailey terangkat melepaskan jepit rambut. Membiarkan rambutnya
Christian menggendong pengantinnya dengan begitu lembut memasuki salah satu kamar mewah di hotel termegah kota ini. Desain serba putih dengan taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur. Sementara sang pengantin wanita mengalungkan tangan ke leher Christian. Hailey memandang lelakinya lekat-lekat lantas ia menarik kedua sudut bibirnya. Hailey tersenyum. Hatinya dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Betapa tidak menyangkanya wanita itu mendapatkan Christian sebagai suaminya. Sepertinya ia harus sering berterimakasih kepada Kenedict yang telah mengirim Hailey kepada kakaknya. Walaupun pertemuan mereka dibilang tragedy, tetapi Hailey sungguh bersyukur. Ia tak menginginkan hal yang lain selain pria bermata biru yang kini sedang mendekapnya mesra. Christian menaruh tubuh istrinya dengan begitu lembut di atas ranjang. Sambil mengunci tatapan pada Hailey, Christian bergerak menudungi tubuh sang istri. Ia tetap menjaga bobot tubuhnya dengan kedua lutut dan satu ta
Hallo :)Dengan berakhirnya kisah romansa dewasa ini, aku mau mengucapkan terima kasih untuk seluruh pembacaku yang sudah mengikuti kisah ini dari awal sampai akhir. Terima kasih juga untuk kalian yang telah berbaik hati memberikan VOTE & RIVIEW untuk novel ini. Mohon maaf apabila Novel ini kurang memuaskan. Sekali lagi, novel ini hanyalah sebuah karangan yang datang dari imajinasi penulis. Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata dan tidak ada maksud untuk menyinggung satu dan atau beberapa pihak/golongan. Apa pun yang tersuguhkan dalam novel ini, niatnya hanyalah untuk menghibur. Semoga ada pesan moral yang bisa diambil dari kisah Kenedict, Christian, Ilona dan Hailey. Sampai bertemu di karya-karyaku selanjutnya, yah :)Sehat terus. Jaga kesehatan dan semoga TUHAN MEMBERKATI :)Your lovely Author : DREAMER QUEEN
London – England09.23 AM________Kenedict mondar-mandir di dalam ruang ganti. Sementara di sudut ruangan terdengar embusan napas panjang dari Christian yang sedang duduk di kursi tunggal berwarna putih.“Kent, apa kau butuh popok?” cibir Christian. Pria itu gemas melihat tingkah Kent.“Sial!” Kent mendesis sambil menatap kakaknya dengan nyalang.Wajahnya pucat. Benar-benar pucat, tapi telinganya merah. Ia kembali berlari ke kamar mandi dan datang setelah sepuluh detik. Christian menggelengkan kepalanya. Pria itu akhirnya berdiri lalu mengambil jas berwarna hitam yang disampirkan ke sandaran kursi.TOK TOKKeduanya kompak menengok ke arah pintu. Hailey muncul dengan senyum sumringah.“Mempelai wanita telah siap,” kata Hailey.Christian tersenyum. Ia menjulurkan tangan saat Hailey berjalan cepat menghampirinya. Pria itu mendekap tubuh Ha
Dan sekarang aku sadar, jika sebenarnya ada tempat di mana seharusnya aku berada di sana. Berlari ke sana. Tempat yang pernah kuanggap sebagai sebuah kengerian. Kini berdiri di depanku sebagai penyembuhku.Christian Archer~______________Restoran di hotel mewah ini sedikit ramai, oleh karena para eksekutif global company memilih untuk makan siang di Ritz Carlton.Terdengar gelak tawa dari suara bass berat milik tuan Dune. Diikuti kekehan dari beberapa teman sebayanya. Mereka menikmati makan siang dengan santai. Berusaha menghilangkan formalitas yang mengikat.Namun, ada satu tempat dekat jendela yang suasananya sangat canggung. Dua orang muda memilih untuk duduk di tempat tersudut. Seolah-olah yang lain memang memberikan ruang bagi mereka. Sesekali mereka memandang pada pemandangan di luar jendela. Namun, semua itu sekadar untuk melepaskan gugup yang sedari tadi membalut suasana makan siang mereka.&ldq
Dua jam lebih duduk dalam posisi tegang. Gelisah. Gugup. Terus terdengar suara deheman berbalas-balasan.Sesekali saling mencuri pandangan lalu membuang muka saat tak sengaja bertabrak pandang . Seperti seorang pencuri yang sudah tahu akan tertangkap, tapi tetap ke sana.“Bagaimana dengan Anda, Mr. Chris?”Christian akhirnya bergeming. Pria itu menoleh ke samping. Ia bergumam lalu menaikkan kedua alis.“Apakah Anda punya ide lain?” tanya seorang pria pertengahan tiga puluh.Christian berdehem. Sejujurnya pria itu tak bisa berkonsentrasi. Ia telah berusaha selama dua jam penuh untuk membentuk konsentrasi di otaknya, akan tetapi Christian gagal. Otaknya berhenti berpikir. Terpusat pada bagaimana seorang Hailey McAvoy bisa berada satu ruangan dengannya. Dan kenapa dia sangat sialan cantik.“Ehem!”Entah Christian sadar atau tidak, wajah Adonisnya kini sedang berubah warna. Bagai udang yang terken
Christian menatap dirinya di depan cermin. Kameja berwarna putih dengan dasi hitam metalik tampak begitu gagah membalut tubuh kekarnya. Namun, wajah pria itu terlihat suram. Terdengar dari embusan napas panjang yang menggema di dalam deluxe room hotel mewah ini. “Sepertinya aku memang harus diet,” gumam Christian. Sekali lagi ia menatap dirinya dari pantulan cermin. Oke, Chris tak menyangka jika dirinya akan termakan ucapan manipulative adiknya sendiri. Akhirnya semalam Christian ke salon yang berada di dalam hotel ini. Dalam semalam, Chris bisa mengembalikan tampilannya. Dia terlihat makin tampan dengan tatanan rambut klasik yang telah menjadi ciri khasnya selama ini. Pria itu tak pernah mengganti gaya rambut sama sekali. Terlalu betah dengan potongan rambut crew cut. Tak lupa Christian juga mencukur kumis. Ah! Ini sungguh tidak adil. Sejauh ini Christian memang tak pernah memerhatikan dan memedulikan penampilannya. Hanya saja … entah mengapa
Milan – Lombardia, Italia. _____________________“Semua sudah siap, Tuan.” Seorang pria dalam balutan sweater rajut berwarna hitam dan celana jins berwarna biru bangkit dari atas bangsal rumah sakit yang telah selama enam bulan ini menjadi tempat tinggalnya. “Terima kasih, Theo.” Dia berucap setelah asistennya memberikan over coat berwarna cokelat. Mereka bersiap meninggalkan rumah sakit ini. Setelah dokter ortopedi mengatakan jika Christian Archer telah sembuh dari cedera kakinya seminggu yang lalu. Tidak mudah. Selama enam bulan ini, Christian Archer menahan rasa sakit. Mengikuti fisio terapi bukanlah hal yang gampang bagi seseorang yang memiliki cedera kaki parah. “Tuan,” panggil Theo. Ia memberikan kruk kepada Christian. “Aku tidak membutuhkannya,” kata Christian. Asistennya tak dapat membantah. Melihat tuannya mampu berdiri dengan kedua kaki, membuat ia senang. Perjuangan sang tuan akhirnya