Tepat Sasaran
--
“You okay?”
Sejak pertemuan di klub waktu itu, Naomi sudah beberapa kali mengajak Sandara untuk bertemu lagi. Akan tetapi, Sandara selalu menolak. Hari ini Naomi senang karena Sandara mengajaknya bertemu untuk makan siang bersama.
Sekarang Sandara dan Naomi sudah berada di salah satu restoran yang lokasinya tidak jauh dari gedung perusahaan Hillary Group yang tadi Sandara datangi. Mereka tengah menunggu makanan yang sudah mereka pesan untuk disajikan.
“Aku baik-baik aja kok,” jawab Sandara.
Naomi tidak percaya dan menyadari bahwa sebenarnya ada sesuatu yang telah terjadi pada Sandara. Namun, Naomi tidak bertanya kepada Sandara secara frontal.
“Eh, gue baru denger lo ngomong pakai aku-kamu.”
Sandara terkekeh. “Maaf. Kebiasaan.”
“Nggak perlu minta maaf. Lagi pula, gue juga udah terbiasa. Beberapa temen gue yang dari Jawa emang rata-rata ngomong pakai aku-kamu. Gue malah sempet nggak percaya waktu lo ngomong kalau lo itu asalnya dari Jogja.”
“Hm?” Sandara sedikit terkejut.
Jangan-jangan Naomi udah cari tau tentang latar belakangku dan tau kalau aku bohong sama dia? tanya Sandara di dalam benak.
Sandara memang sudah berbohong kepada Naomi, tetapi rasanya terlalu cepat untuk terbongkar sekarang. Sandara jadi panik sedikit.
“Lo sama sekali nggak keliatan kayak dari Jawa,” lanjut Naomi, membuat perasaan Sandara lebih tenang. “Lo malah keliatan kayak orang yang udah lama tinggal Jakarta. Kan biasanya kalau dari Jawa masih ada logat-logat jawanya gitu, kan?”
Naomi terkekeh, Sandara juga. Ternyata Sandara hanya salah menduga. Naomi belum tahu apa-apa.
“By the way, tadi lo ngajakin gue ketemu di kafe Hillary, tapi kenapa tiba-tiba lo pengen pindah?”
“Ya karena kebetulan tadi gue lagi di sana.”
“Denger-denger kafenya emang nyaman, tapi gue nggak nyangka kalau lo sampai ke sana. Apalagi, lo kan baru di sini. Kalaupun ada orang yang ngerekomendasiin tempat, kayaknya bukan ke sana juga, sih. Atau lo ada nge-fans sama salah satu aktor yang di sana?”
“Enggak!” jawab Sandara cepat, “sebenarnya niat gue itu mau cari info casting, tapi malah ketemu cowok gila.”
Naomi terkekeh mendengar penjelasan Naomi yang menyebutkan ‘cowok gila’. “Wait ... satu-satu ... Pertama, lo ke sana karena mau casting? Lo tertarik jadi aktris?”
Sandara mengangguk. “Gue ke Jakarta karena emang mau wujudin cita-cita gue, jadi artis.”
“Wow, gue baru tau..., tapi soal ... cowok gila?”
“Yap! Tadi gue ketemu cowok gila. Nggak jelas! Sombong! Angkuh! Nggak punya otak kayaknya.”
Sandara sudah berusaha untuk terlihat baik-baik saja, tetapi ternyata dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya dan berakhir dengan meluapkan kekesalannya di depan Naomi. Naomi pun tidak menyangka kalau dia akan melihat sosok Sandara yang rupanya bisa marah juga. Akan tetapi, Sandara malah terlihat lucu, membuat Naomi semakin tertawa.
“Kenapa?”
“Hm... Gue pikir, waktu gue pertama kali ketemu lo ... lo itu kayak cewek dewasa yang selalu sabar dan berpikiran bijak. Gue merasa ketinggalan jauh karena kita seumuran, tapi gue masih childish. Sekarang gue merasa kalau kita nggak jauh beda sebenernya. Apalagi zodiak kita sama, kan!” Naomi kembali tertawa lagi.
“Ya, sebenarnya semua tergantung situasi.”
“Bener.”
***
“Bayangin! Bisa-bisanya dia nggak kenal sama gue!”
Ganesha, biasa dipanggil Gane, sahabat seperjuangan Arbian menitih karir dari bintang iklan dengan bayaran yang masih kecil sampai jadi aktor papan atas yang kini sangat digandrungi oleh seluruh masyarakat dari segala usia. Walaupun Gane adalah cucu pemilik Hillary Group, anak dari pemilik rumah produksi Hillary Pictures, tetapi Gane merintis karirnya dari bawah sehingga membuatnya bisa bertemu dan dekat dengan Arbian.
Gane hanya tertawa-tawa saja. Di dalam ruangan yang hanya ada mereka berdua itu, dipenuhi dengan ocehan Arbian sejak Arbian kembali ke ruangan setelah tadi dia bilang mau beli kopi, tetapi berakhir datang dengan tangan kosong.
Sama halnya dengan Sandara, pertemuan yang terjadi antara Sandara dengan Arbian membuat moodnya terjun payung. Apalagi setiap Arbian mengingat percakapannya dengan Sandara tadi.
‘Emangnya lo siapa?’
‘Lo nggak tau siapa gue?’
‘Enggak! Dan nggak penting juga buat gue tau siapa lo! Minggir!’
Sandara berhasil meloloskan diri setelah mendorong Arbian menjauh.
“Argh!” Arbian masih kesal.
“Udahlah ... udah. Jangan terlalu benci gitu. Nanti tiba-tiba jodoh.”
“Nggak! Nggak bakalan gue sama cewek kayak dia. Cantik sih cantik, tapi gayanya aja norak!”
“Hyaa....” Gane semakin tertawa. “Cantik sih cantik ... coba aja dia tau lo, udah pasti digebet.”
“Ck! Apaan sih, lo.”
“Ya ... emang gitu kan, playboy?”
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu membuat percakapan Gane dan Arbian terpotong. Gane dan Arbian kompak melihat ke arah pintu dan seseorang muncul dari baliknya.
“Meeting udah mau dimulai. Bisa kumpul ke ruangan sebelah sekarang?”
“Iya, bisa,” jawab Ganesha.
“Oke. Ditunggu, ya.”
Ganesha berdiri dilanjutkan menepuk bahu Arbian. “Ayo!”
Wajah Arbian masih merengut. Dia benar-benar kesal.
“Udahlah. Lupain aja. Habis ini kan bakalan ketemu ... si itu.”
Arbian mendorong Ganesha dan mendahului ke luar ruangan. Gane pun terus menertawakan sikap Arbian yang sedang berubah jadi kayak anak kecil.
***
Sandara dan Naomi sudah mulai menyantap makanan mereka. Sudah setengah jalan. Sembari makan Naomi kembali menanyakan tentang keinginan Sandara.
“Lo beneran mau jadi aktris?”
“Iya.”
“Kenapa, gitu?”
“Ya ... karena gue mau.”
“Menurut gue, jadi aktris atau ya, artis ... itu nggak gampang. Apalagi gue adalah tipekal orang yang nggak suka banget kalau kehidupan gue dilihat banyak orang. Emangnya lo udah siap dengan itu semua? Bakalan ada banyak orang yang ikut campur urusan kehidupan pribadi lo juga.”
Sandara manggut-manggut. “Gue tau. Semua pekerjaan pasti ada baik dan buruknya. Gue pun udah memikirkan tentang itu dan gue nggak peduli. Pada akhirnya, tergantung gimana kita aja. Tujuan gue jadi artis ya buat fokus berkarya.”
Naomi kemudian bertepuk tangan kecil. “Keren!”
Sandara tersenyum saja.
“Em ... sebenernya gue punya kenalan orang yang kerja di Hillary. Nanti gue tanyain ke dia, ya. Kalau ada info casting, gue kabarin lo.”
“Kenalan lo kayaknya banyak banget, ya?”
Naomi terkekeh. “Nggak juga.”
“Waktu lo nganterin gue balik ke apart setelah dari rumah sakit, lo juga bilang kalau lo punya kenalan yang tinggal di sana. Sekarang, lo punya kenalan orang yang kerja di Hillary. Kayaknya relasi lo luas banget, padahal katanya lo lagi fokus kuliah doang.”
“Kebetulan aja sih ... punya kenalan.”
“Seneng deh, gue bisa ketemu dan kenal sama lo.”
“Gue juga seneng. Ternyata lo orangnya asik.”
“Gue lebih beruntung, sih.”
“Nggak lah.”
“Gue emang nggak salah pilih orang.”
“Maksudnya?”
“Pilih orang buat temenan. Ya ... lo kan udah tau gue nggak punya siapa-siapa di sini. Beruntung banget karena gue ketemu temen yang baik. Kalau salah orang, gue bisa dibodoh-bodohi dan dimanfaatin kali.”
“Eh, kapan-kapan ajakin gue ke Jogja dong! Ke rumah lo. Terus jalan-jalan ke ... mana itu ... Malioboro, ya?”
“Iya. Nanti kapan-kapan kita ke Jogja bareng, ya.”
***
Beberapa menit setelah Sandara mendaratkan badan di atas sofa apartemen miliknya, ia mendapati pesan singkat dari Naomi. Sandara pun langsung mengangkat punggungnya yang tadinya ia sandarkan.
Good news!
Naomi: Gue udah tanyain. Katanya lagi ada casting buat sinetron sama ftv baru. Besok, lo langsung datang ke Hillary aja. Jam 8 pagi.
Sandara menyunggingkan senyuman setengah. Lalu, ia bergegas membalas pesan dari Naomi dengan cepat.
Sandara: Beneran?
Naomi: Iya. Lo temuin orang yang namanya Kak Mega.
Sandara: Oke. Makasih banyak, Naomi.
Naomi: Sama-sama. Good luck!
Sandara menyimpan kembali HP-nya. Pada wajahnya bertengger senyuman merekah, puas. Sejauh ini masih sesuai dengan yang dia harapkan. Tidak salah Sandara mendekati Naomi. Dia tau kalau Naomi yang akan memberikan jalan untuk membantunya mencapai tujuan. Namun, selain Naomi, Sandara masih memiliki PR untuk bisa mendekati seseorang lainnya lagi. Dia adalah orang yang menjadi alasan Sandara untuk memilih tinggal di apartemen mewah ini. Sudah satu minggu Sandara di sini dan mencoba menggunakan semua fasilitas umum yang disediakan, tetapi Sandara belum bertemu dengan orang itu juga.
“Cowok itu....” Tiba-tiba Sandara kepikiran dengannya lagi. “Sebenernya dia di mana?” gumam Sandara, “kayaknya aku harus mikirin cara lain supaya aku bisa cepet-cepet ketemu dan kenalan sama dia.”
***
Undangan Makan Malam--Tidak seperti rumah orang-orang kaya kebanyakan, rumah tempat Naomi tinggal termasuk kecil. Berada di kawasan yang cukup mahal, bangunannya termasuk tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan rumah-rumah di sekelilingnya. Desainnya sangat sederhana, tetapi barang-barang yang ada di dalam rumahnya merupakan barang-barang berkualitas premium.“Papa berangkat dulu, ya.”“Oke, Pa.”Sandi menikah dengan Mama Naomi—Hera—sepuluh tahun yang lalu. Kini hubungan Sandi dan Naomi sudah seperti ayah dan anak kandung. Hubungan mereka sangat dekat. Sebelum pergi, Sandi sempat cipika-cipiki serta mencium kening Naomi. Saat Sandi sudah tidak terlihat lagi, Ganesha dan Hera baru muncul berbarengan, bergabung dengan Naomi di ruang makan.“Papa mana?” tanya Ganesha.Ya, Ganesha adalah Kakak Naomi. Naomi adalah adik Ganesha. Mereka berdua saudara kandung.“Udah berangkat,” jawab Hera. “Nggak pamitan sama kamu emangnya?”Ganesha geleng-geleng kepala.“Mungkin kamu nggak denger. Past
Penuh Kepura-puraan--Kebetulan Naomi menanyakan soal casting.“Soal itu ... nanti gue juga pengen cerita sama lo.”Bagus.Sandara jadi punya kesempatan untuk melaporkan perlakuan Mega tadi pagi. Sandara memang sudah berniat akan memberitahukannya, tetapi tidak hanya di depan Naomi, melainkan di depan Hera juga.“Oke! Nanti cerita, ya.”Naomi terus melingkarkan tangannya di tangan Naomi sampai mereka memasuki rumah. Namun, tiba-tiba langkah Sandara meragu. Semakin lama, langkah Sandara mengecil. Sampai akhirnya, Naomi dan Sandara sama-sama berhenti, padahal belum sampai ruang makan.“Kenapa?” tanya Naomi yang menyadari bahwa sikap Sandara menjadi sedikit aneh.Sandara tidak lekas menjawab. Ia hanya terus memain-mainkan bibirnya, melihat ke mana-mana, seperti tidak fokus.“Hei, kenapa, San? Lo sakit?”Sandara geleng-geleng kepala.“Terus?”“Sebelum masuk lebih jauh, gue boleh tanya sesuatu nggak sama lo?” Bahkan Sandara tampak ragu-ragu dalam berbicara.“Iya. Ada apa?”“Lo ... adiknya
Rumor Perselingkuhan -- Drrt ... drrrt. HP Naomi bergetar di atas meja. Ketika Naomi baru menoleh, Raden sudah lebih dulu mengambil HP-nya. Sandara pun langsung bisa merasakan adanya firasat buruk. Naomi membiarkan Raden yang mengecek. “Eh, sori,” ucap Raden kemudian, setelah membaca pesan yang masuk. “Kenapa?” tanya Naomi, bingung. Raden menunjukkan pesan yang barusan dia baca. Ternyata pesan dari Sandara yang mengatakan, ‘Na, kayaknya gue harus pulang sekarang, deh’. “Sandara... Lo nggak nyaman ya, di sini?” tanya Raden secara frontal. “Atau lo masih gugup karena Kak Arbian mau ke sini?” “Ha? Enggak, kok. Nggak gitu.” Hanya Ganesha yang tidak tau apa yang sudah terjadi. Namun dia memperhatikan sembari menerka-nerka. “Terus kenapa? Kenapa buru-buru mau pulang?” “Soalnya....” “Mending lo nginep di sini aja nggak, sih?” “Nggak bisa,” jawab Sandara cepat. “Nggak apa-apa, San. Mending lo nginep di sini aja. Kayaknya baju tidur gue juga masih muat buat lo kok.” Sandara geleng
Teman dan Musuh--Pyar!Suara pecahan botol yang menghantam bagian belakang badan Sandara membuat Sandara terhenyak. Dentuman keras musik yang tadinya memeriahkan suasana klub malam menjadi redup seketika.“Auch,” lirih Sandara kala itu, kesakitan. Sensasi perih dan linu Sandara rasakan menjalar di seluruh bagian belakang badannya, khususnya di bagian atas.Seorang cewek berambut pendek yang berhasil ia selamatkan, membalikkan badan beberapa detik setelahnya dan memasang tampang kebingungan. “Eh, ada apa ini? Lo nggak apa-apa?” tanyanya pada Sandara yang akhirnya menjadi awal mula dari percakapan-percakapan lainnya.Cewek berusia dua puluh tahun itu bernama Naomi. Dia dan Sandara lahir di tahun yang sama, bahkan memiliki zodiak yang sama pula. Karena merasa cocok satu sama lain pun cepat akrab, sekarang Naomi menjadi satu-satunya teman Sandara di Jakarta.Pukulan malam itu masih meninggalkan bekas luka. Sandara mengenakan atasan yang memperlihatkan bagian belakang badannya. Di depan
Rumor Perselingkuhan -- Drrt ... drrrt. HP Naomi bergetar di atas meja. Ketika Naomi baru menoleh, Raden sudah lebih dulu mengambil HP-nya. Sandara pun langsung bisa merasakan adanya firasat buruk. Naomi membiarkan Raden yang mengecek. “Eh, sori,” ucap Raden kemudian, setelah membaca pesan yang masuk. “Kenapa?” tanya Naomi, bingung. Raden menunjukkan pesan yang barusan dia baca. Ternyata pesan dari Sandara yang mengatakan, ‘Na, kayaknya gue harus pulang sekarang, deh’. “Sandara... Lo nggak nyaman ya, di sini?” tanya Raden secara frontal. “Atau lo masih gugup karena Kak Arbian mau ke sini?” “Ha? Enggak, kok. Nggak gitu.” Hanya Ganesha yang tidak tau apa yang sudah terjadi. Namun dia memperhatikan sembari menerka-nerka. “Terus kenapa? Kenapa buru-buru mau pulang?” “Soalnya....” “Mending lo nginep di sini aja nggak, sih?” “Nggak bisa,” jawab Sandara cepat. “Nggak apa-apa, San. Mending lo nginep di sini aja. Kayaknya baju tidur gue juga masih muat buat lo kok.” Sandara geleng
Penuh Kepura-puraan--Kebetulan Naomi menanyakan soal casting.“Soal itu ... nanti gue juga pengen cerita sama lo.”Bagus.Sandara jadi punya kesempatan untuk melaporkan perlakuan Mega tadi pagi. Sandara memang sudah berniat akan memberitahukannya, tetapi tidak hanya di depan Naomi, melainkan di depan Hera juga.“Oke! Nanti cerita, ya.”Naomi terus melingkarkan tangannya di tangan Naomi sampai mereka memasuki rumah. Namun, tiba-tiba langkah Sandara meragu. Semakin lama, langkah Sandara mengecil. Sampai akhirnya, Naomi dan Sandara sama-sama berhenti, padahal belum sampai ruang makan.“Kenapa?” tanya Naomi yang menyadari bahwa sikap Sandara menjadi sedikit aneh.Sandara tidak lekas menjawab. Ia hanya terus memain-mainkan bibirnya, melihat ke mana-mana, seperti tidak fokus.“Hei, kenapa, San? Lo sakit?”Sandara geleng-geleng kepala.“Terus?”“Sebelum masuk lebih jauh, gue boleh tanya sesuatu nggak sama lo?” Bahkan Sandara tampak ragu-ragu dalam berbicara.“Iya. Ada apa?”“Lo ... adiknya
Undangan Makan Malam--Tidak seperti rumah orang-orang kaya kebanyakan, rumah tempat Naomi tinggal termasuk kecil. Berada di kawasan yang cukup mahal, bangunannya termasuk tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan rumah-rumah di sekelilingnya. Desainnya sangat sederhana, tetapi barang-barang yang ada di dalam rumahnya merupakan barang-barang berkualitas premium.“Papa berangkat dulu, ya.”“Oke, Pa.”Sandi menikah dengan Mama Naomi—Hera—sepuluh tahun yang lalu. Kini hubungan Sandi dan Naomi sudah seperti ayah dan anak kandung. Hubungan mereka sangat dekat. Sebelum pergi, Sandi sempat cipika-cipiki serta mencium kening Naomi. Saat Sandi sudah tidak terlihat lagi, Ganesha dan Hera baru muncul berbarengan, bergabung dengan Naomi di ruang makan.“Papa mana?” tanya Ganesha.Ya, Ganesha adalah Kakak Naomi. Naomi adalah adik Ganesha. Mereka berdua saudara kandung.“Udah berangkat,” jawab Hera. “Nggak pamitan sama kamu emangnya?”Ganesha geleng-geleng kepala.“Mungkin kamu nggak denger. Past
Tepat Sasaran--“You okay?”Sejak pertemuan di klub waktu itu, Naomi sudah beberapa kali mengajak Sandara untuk bertemu lagi. Akan tetapi, Sandara selalu menolak. Hari ini Naomi senang karena Sandara mengajaknya bertemu untuk makan siang bersama.Sekarang Sandara dan Naomi sudah berada di salah satu restoran yang lokasinya tidak jauh dari gedung perusahaan Hillary Group yang tadi Sandara datangi. Mereka tengah menunggu makanan yang sudah mereka pesan untuk disajikan.“Aku baik-baik aja kok,” jawab Sandara.Naomi tidak percaya dan menyadari bahwa sebenarnya ada sesuatu yang telah terjadi pada Sandara. Namun, Naomi tidak bertanya kepada Sandara secara frontal.“Eh, gue baru denger lo ngomong pakai aku-kamu.”Sandara terkekeh. “Maaf. Kebiasaan.”“Nggak perlu minta maaf. Lagi pula, gue juga udah terbiasa. Beberapa temen gue yang dari Jawa emang rata-rata ngomong pakai aku-kamu. Gue malah sempet nggak percaya waktu lo ngomong kalau lo itu asalnya dari Jogja.”“Hm?” Sandara sedikit terkeju
Teman dan Musuh--Pyar!Suara pecahan botol yang menghantam bagian belakang badan Sandara membuat Sandara terhenyak. Dentuman keras musik yang tadinya memeriahkan suasana klub malam menjadi redup seketika.“Auch,” lirih Sandara kala itu, kesakitan. Sensasi perih dan linu Sandara rasakan menjalar di seluruh bagian belakang badannya, khususnya di bagian atas.Seorang cewek berambut pendek yang berhasil ia selamatkan, membalikkan badan beberapa detik setelahnya dan memasang tampang kebingungan. “Eh, ada apa ini? Lo nggak apa-apa?” tanyanya pada Sandara yang akhirnya menjadi awal mula dari percakapan-percakapan lainnya.Cewek berusia dua puluh tahun itu bernama Naomi. Dia dan Sandara lahir di tahun yang sama, bahkan memiliki zodiak yang sama pula. Karena merasa cocok satu sama lain pun cepat akrab, sekarang Naomi menjadi satu-satunya teman Sandara di Jakarta.Pukulan malam itu masih meninggalkan bekas luka. Sandara mengenakan atasan yang memperlihatkan bagian belakang badannya. Di depan