"Apa yang mba Zeni katakan! Aku sudah berumur lebih dari delapan belas tahun. Aku berpikiran normal dan sudah sepatutnya mba Zeni belajar untuk menjadi istri dengan melayani suami. Oke deh mba. Aku bisa menginap di rumah mba Zeni saat akad nikah." ucap Lisa diiringi dengan senyum merekah. Zeni tersipu malu, wajahnya berubah menjadi merah merona. Dia tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. "Lisa kamu sungguh membuatku tidak punya muka. Tentu aku akan mempelajari tugas sebagai seorang istri. Apakah kamu juga akan cepat menyusul ku?" "Aku masih sibuk kuliah mba. Calon saja aku belum memiliki." seloroh Lisa. Suara nada dering ponsel menghentikan percakapan mereka. "Sepertinya ponselku berdering. Baiklah aku akan menjawab panggilan telepon tersebut." Zeni segera beranjak dari tempat duduk dan mengambil ponsel yang terletak disamping tempat tidur. "Silakan mba Zeni, aku akan menemui Nina sebentar." Lisa segera berjalan keluar dari kamar dan pergi meninggalkan Zeni seorang
"Syukurlah, kamu dapat menjaga amanah yang bapak berikan kepadamu. Kalian tentu merasa lelah, istirahatlah!" "Baiklah pak. Aku pamit pulang. Terima kasih sudah mengijinkan ibu untuk menemani ku." Baskoro segera keluar dari kediaman bapak Hutama. Ibu Indraswari menatap kepergian Baskoro sampai menghilang dari pandangan matanya. "Aku belum mengantuk pak. Bolehkan kita membahas sebentar terkait persiapan pernikahannya Baskoro?" suara lembut Ibu Indraswari membius pikiran bapak Hutama untuk menuruti permintaannya. "Boleh. Tapi sebentar saja. Aku tahu ibu sudah lelah." ucapnya dengan pasrah. "Kami sudah membicarakan pelaksanaan akad nikah dan resepsi pernikahan yang rencananya akan dilaksanakan dua bulan kedepan. Karena sesuatu hal maka acara akad nikah dan resepsi pernikahan dilakukan di dua tempat yang berbeda. Ibu mendapatkan amanah untuk bertanggung jawab dan mengelola acara resepsi pernikahan yang dilaksanakan di kota Surabaya. Adapun keluarga Ibu Laksmi selaku ibunya Zen
Seorang pelayan wanita membukakan pintu utama kediaman Bapak Hutama. "Mas Baskoro silakan masuk! Bapak Hutama dan ibu sudah menunggu kedatangan kalian." "Apakah bapak belum berangkat bekerja?" kata Baskoro seraya melangkahkan kakinya masuk kedalam ruang tamu. "Belum mas, Bapak Hutama bersikeras menunggu kedatangan Mas Baskoro dan Mba Zeni. Silakan duduk, aku akan menyampaikan kedatangan kalian." Pelayan wanita segera pergi meninggalkan Baskoro dan Zeni di ruang tamu. "Duduklah Zeni!" kata Baskoro sembari menunjuk sofa yang kosong. Zeni segera duduk di sofa tersebut. Bapak Hutama dan Ibu Indraswari datang ke ruang tamu. Mereka melihat Baskoro duduk bersebelahan dengan seorang gadis berjilbab. "Apakah gadis ini yang bernama Zeni?" tanya ibu Indraswari sembari duduk di sofa yang tepat berada di depan mereka berdua. Bapak Hutama segera duduk bersebelahan dengan istrinya. "Benar Bu." jawabnya dengan tersenyum ramah. Zeni segera berjabatan tangan dengan Ibu Indraswari dan
"Jeng Indraswari akhirnya dikau datang juga?" kata Miss Reva sembari berjalan dengan langkah genit menghampiri mereka. "Ayolah mari kita duduk di sofa, kalian pasti lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Sebentar... pelayan ku akan mengambilkan minuman untuk kalian." celotehnya dengan riuh. "Miss Reva aku senang telah mendapatkan pelayanan prioritas dari kamu. Perkenalkan ini Baskoro putra bungsuku yang akan menikah dua bulan mendatang dan disebelahnya adalah calon menantu ku bernama Zeni." "Wah .... senang sekali aku bisa bertemu dengan Baskoro dan Zeni. Suatu kehormatan bagiku mendapatkan kepercayaan untuk merancang gaun pengantin untuk kalian berdua. Aku tidak menyangka Zeni yang berjilbab dapat masuk ke keluarga besar Hutama. Selamat Zeni.... itu artinya sebentar lagi kamu akan menjadi anggota keluarga Hutama." "Miss Reva.... Apa yang kamu katakan! Kami tidak mempermasalahkan jika Zeni berjilbab. Keluarga kami menerima Zeni dengan tangan terbuka. Aku meminta tolong
Lantai dua Jasmine butik terdiri dari beberapa ruangan. Thalia beserta rombongan keluarga ibu Indraswari segera berjalan memasuki ruangan yang terbesar di lantai dua. "Ibu Indraswari, silakan untuk memilih gaun pernikahan syar'i yang menjadi koleksi di butik ini. Ibu Indraswari bisa menyesuaikan konsep foto prewedding dengan gaun pernikahan yang akan digunakan." "Tentu saja Thalia." jawab Bu Indraswari sembari melihat kesekeliling ruangan tersebut. "Zeni .... Lihatlah! Seluruh koleksi gaun di ruangan ini, seluruhnya untuk muslimah dan dilengkapi dengan jilbab. Pilihlah gaun pernikahan yang cocok untukmu. Kamu juga dapat mencobanya terlebih dahulu." "Baiklah ibu. Aku akan melihatnya." Zeni segera berjalan melihat koleksi gaun dengan ditemani Thalia. "Apakah ibu sudah memiliki gambaran terkait konsep foto prewedding?" tanya Baskoro. "Ibu baru memiliki pandangan sedikit. Ibu tidak mempermasalahkan gaun apa yang dipilih Zeni, karena semua koleksi gaun pernikahan di ruangan ini
Zeni duduk di serambi Musholla setelah selesai melaksanakan sholat ashar. Dia menunggu Lintang yang telah memintanya bertemu di serambi. "Apakah kamu sudah lama menunggu Zeni?" tanya Lintang saat sudah berada didepan Zeni. Zeni tersenyum melihat kedatangan Lintang."Tidak Lintang. Aku baru saja menunggu mu. Kita masih ada waktu sepuluh menit sebelum rapat di mulai." sembari Zeni melihat jam pada layar ponselnya. Lintang segera duduk disebelahnya Zeni. "Apakah ini rapat persiapan terakhir kita Zeni? Minggu depan pelaksanaan orientasi mahasiswa baru di tingkat fakultas." "Kemungkinan ini rapat terakhir. Senin kita ada briefing pagi untuk panitia. Apakah kamu sudah sholat ashar Lintang?" "Aku sudah sholat ashar di kos sebelum berangkat. Zeni .... bagaimana kamu menyikapi salah paham atas maksud baik dari Frans?" Zeni tersenyum malu mendengar pertanyaan dari Lintang. "Aku yang salah Lintang dan aku sudah mengirimkan pesan kepada Frans, untunglah Frans sudah memakluminya.
Rita kembali ke tempat duduknya dengan membawa delapan buah kaos panitia berukuran all size. “Biar aku bantu bagikan ke seluruh anggota divisi humas.” kata Zeni. “Terima kasih Zeni. Ini ambillah!” Rita menyerahkan tumpukan kaos kepada Zeni. Zeni menerimanya dan segera membagikan kepada delapan anggota tim lainnya. “Bagaimana kalian sudah menerimanya kan? Lumayan juga kaosnya agak tebal meskipun kurang menyerap keringat.” kata Rita sembari memegang kaos tersebut. Anggota humas yang lain menyahut : “Apakah kita sudah boleh pulang? Ini hampir pukul 18:00 petang dan sebentar lagi waktu maghrib. Rita menggelengkan kepalanya. “Lihatlah Rian dan beberapa panitia lainnya, mereka masih sibuk dengan pembagian kaos. Kita tunggu saja sampai mereka selesai menerima kaos semuanya. Kita bisa melaksanakan sholat maghrib di musholla. Tenang saja kalian, selama Rian yang menghandle rapat, kita tidak akan pulang melewati waktu isya. Cobalah kalian amati saat Rian menjabat sebagai ketua pan
”Makanlah Zeni.” kata Lintang saat pelayan sudah menyajikan makanan di atas meja.“Terima kasih Lintang. Kamu hari ini mentraktirku, kapan-kapan sebelum aku menikah, aku juga akan mentraktir kamu.”“Lupakanlah Zeni. Aku hanya ingin sebentar bercengkerama denganmu. Ayolah kita makan bersama!” ajak Lintang sembari menggigit potongan ayam bakar.Zeni yang duduk tepat didepan Lintang segera menyuapkan ayam bakar. “Apakah kamu sudah mulai membuat rancangan proposal untuk skripsi?” tanya Zeni.Lintang menggelengkan kepalanya.“Belum. Aku sudah mengajukan judul skripsi tiga kali juga belum di acc oleh dosen pembmbing. Dosen pembimbingku terkenal killer. Ya sudah aku bersikap santai saja dan tidak ambil pusing.” ucapnya dengan cuek.“Aku rencananya mau fokus menyelesaikan bab dua ku. Tapi benar-benar waktuku sekarang terbatas. Kemungkinan aku akan mulai berkonsentrasi pada skripsi setelah kepanitiaan mahasiswa baru tingkat jurusan selesai.” kata Zeni sembari menyesap es jeruknya.“Apa yang a
Zeni mengambil ponselnya dan menghubungi Baskoro. Sesaat panggilan mulai terhubung.“Hallo Zeni. Apakah kamu sudah bertemu dengan driver?” tanya Baskoro melalui sambungan telepon.“Aku sudah bertemu dengan driver dan saat ini sedang dalam perjalanan. Baskoro, aku akan pergi ke kantor sebentar untuk melakukan absensi online dan bertemu dengan pak Leon. Apakah kamu tidak keberatan?”“Tentu saja aku tidak keberatan. Driver akan mengantarkanmu ke kantor sebelum pergi ke rumah sakit.”“Baiklah… Bagaimana kondisi bapak Hutama?”“Keadaannya jauh lebih baik dibandingkan tadi malam. Saat ini bapak sedang sarapan pagi ditemani oleh Ibu dan Om Laksana.”“Syukurlah jika kondisi pak Hutama semakin baik. Sebentar lagi aku akan sampai di kantor, aku tutup teleponnya sekarang Baskoro.”“Siapa yang meneleponmu Baskoro?” tanya Galuh tepat berada didepan Baskoro.“Tante!” kata Baskoro dengan terkejut. “Kapan tante Galuh datang ke balkon ini? Kenapa aku tidak menyadari kedatangan tante?”“Aku baru saja d
Laksana dan Galuh masuk ke dalam ruang perawatan. Dia melihat Baskoro sedang berbicara dengan seorang perawat yang berdiri tak jauh dari Hutama. Galuh segera duduk disamping Indraswari.“Kak, bersabarlah! Aku yakin kak Hutama segera sembuh. Jika kak Indraswari sudah lelah, istirahatlah! Biarkan aku dan Laksana yang menjaga kak Hutama.”“Aku belum lelah Galuh. Nanti saja sekalian aku menunggu Ardiansyah.” ucapnya dengan sedih.“Kak Hutama memiliki semangat hidup yang tinggi, tentu dia akan lekas sembuh. Kak Indraswari tidak perlu larut dalam kesedihan.”“Benar apa yang kamu katakan Laksana, Hutama memang tipe orang yang bersemangat dan memilki optimis yang tinggi. Aku hanya merasa shock atas kesehatan Hutama yang tiba-tiba jatuh sakit. Selama aku hidup berumah tangga dengannya dia tidak pernah sakit parah. Ini adalah pertama kalinnya.”“Kak Hutama sudah tidak muda lagi, tentu energinya tidak seperti dulu. Yang sama hanyalah semangat hidupnya yang masih berjiwa muda. Kemarin dia sakit s
“Tidak tante Galuh. Aku hanya terkejut saja atas pertanyaan yang tiba-tiba menyudutkanku untuk segera menikah. Aku benar-benar belum memilki teman dekat laki-laki yang cocok dan sesuai dengan kriteriaku.”“Apakah kamu memiliki masalah? Tante berpikir jika kamu memiliki pergaulan yang luas, sehingga tidaklah sulit untuk mendapatkan pasangan hidup.”“Itu tidak semudah yang tante lihat. Aku merasa belum waktunya untuk menikah, usiaku juga belum memasuki kepala tiga, jadi aku masih memiliki waktu untuk menikmati masa lajangku.”“Tidak seperti itu Adiratna, kamu adalah anak perempuan satu-satunya dari kak Hutama, jadi kedua orang tuamu tentu lebih memperhatikan masa depanmu. Mungkin tante dan om Laksana bisa membantumu untuk mengenalkan beberapa lelaki yang pantas untukmu.”“Lakukan saja Galuh! Aku juga pernah memikirkan hal tersebut dengan Hutama, namun karena kami jarang bertemu ditambah dengan kesibukan masing-masing, rencana kami belum terlaksana sampai saat ini.”“Apakah kak Indraswar
Baskoro dan pak Archery segera berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Mereka segera menuju ke lift yang membawanya menuju ke lantai dua.“Apakah kamu sudah mengetahui di ruang mana Hutama menjalani perawatan?” “Sudah pak Archery, prof. Jack telah mengirim pesan mengenai ruangan yang digunakan untuk perawatan bapak.”“Oh… benar! Aku hampir lupa. Kamu adalah calon dokter. Apakah kamu sebentar lagi akan menuntaskan kuliahmu?”“Kemungkinan tahun ini aku akan wisuda. Bulan depan aku akan menjalani sidang skripsi.”“Aku salut kepadamu Baskoro. Hutama dan Indraswari pandai mendidik kamu. Selain kamu kuliah saya dengar kamu juga sudah memiliki bisnis. Di usiamu yang cukup muda kamu sudah mendulang kesuksesan.” “Apa yang pak Archery katakan itu sungguh berlebihan. Aku merasa posisiku masih stagnan dan belum ada perkembangan apapun. Bisnis yang aku geluti pun belum berkembang dengan pesat dan masih berskala nasional.”“Apa kamu pikir aku tidak mengetahui bisnismu Baskoro? Kamu telah bekerjasama
Ibu Indraswari mulai menguraikan pelukannya. Perlahan dia mengusap bulir air mata yang mengalir di kedua pipinya.“Ibu tidak tahu mengapa tiba-tiba bapakmu sakit. Tadi saat sedang minum teh di ruang tengah ibu meninggalkan bapakmu sebentar untuk mengambil kudapan di dapur. Saat itu dia masih sehat, kami memang sedang menunggu kerabat dari keluarga bapak yang akan berkunjung ke rumah. Ibu terkejut melihat bapakmu sudah pingsan sekembali dari dapur. Segera ibu memanggil pelayan untuk membawanya menuju ke kamar.”“Setahuku bapak sehat selama ini. Apa ibu menyembunyikan sesuatu dari ku? Apa bapak menderita penyakit tertentu? Tidak mungkin bapak pingan secara tiba-tiba.”“Sudahlah Baskoro! Kamu jangan menyudutkan ibu dengan berbagai pertanyaanmu. Ibu juga tidak tahu sama seperti kita. Sebaiknya kita menunggu dokter memeriksa bapak.” kata Ardiansyah.Om Laksana yang baru saja masuk ke dalam kamar, melihat sedikit keributan yang muncul antara Baskoro dan Ardiansyah. Dia segera berjalan mende
Sesampainya di kamar kos, Lisa mengajak Zeni duduk. “Sebentar mba Zeni, tunggulah disini. Aku menaruh barangnya di motor.” Lisa bergegas keluar dari kamar.Tak lama kemudian Lisa kembali dengan membawa satu buah paper bag dan meletakkannya di atas meja.“Ini mba Zeni, terimalah. Aku tadi sempat mampir ke butik dan aku lihat ini cocok untuk mba Zeni. Cobalah!”“Aku tidak mau merepotkanmu Lisa. Kenapa kamu membelikan ini untukku? Apakah ini kado pernikahan darimu?” kata Zeni sembari membuka paper bag tersebut.Lisa segera duduk disamping Zeni. “Itu bukan kado pernikahan untuk mba Zeni, tapi kenang-kenangan dariku. Mba Zeni sebentar lagi akan melakukan tugas pengabdian masyarakat selama satu bulan dan setelah itu pasti mba sibuk untuk mempersiapkan pernikahan dan tentunya akan mengambil libur kuliah beberapa hari kan? Setelah itu kita pasti jarang bertemu, apalagi fakultas kita berbeda. Aku pasti merindukan mba Zeni.”“Apa yang kamu katakan Lisa? Kamu jangan lebay seperti Lintang, seol
Siang hari Zeni masih berkutik didepan laptop sampai suara nada dering ponsel membuyarkan konsentrasi Zeni. Dia segera mengambil ponselnya dan menjawab panggilan telepon dari Lintang.“Assalamu’alaikum Lintang? Bagaimana kabarmu?” “Wa’alaikumussalam Zeni. Apakah kamu saat ini berada di kos? Aku sekarang sedang di kampus, rencananya aku mau menemuimu karena kamu tidak berangkat ke kampus?”“Iya Lintang, aku ingin rehat sebentar. Aku tunggu kamu di kos. Datanglah sekarang!”“Oke Zeni. Aku akan segera ke kosmu sekarang.” Tak berapa lama kemudian Lintang sudah berada didepan kos. Dia mengetuk pintu kos Zeni sembari mengucapkan salam. Zeni segera berjalan menuju ke ruang tamu saat mendengar ucapan salam. Dibukanya pintu kos, dia tersenyum melihat Lintang sudah berada didepannya.“Masuklah! Aku senang akhirnya kamu datang ke kos?”Lintang segera masuk ke dalam kos. Zeni menutup pintu kos dan menguncinya. Dia memandu Lintang untuk berjalan menuju ke kamarnya.“Kenapa kosmu sepi sekali? Dim
Tepat pukul 20:30 malam Zeni sampai di kos. Dia segera masuk ke dalam kamar dan meletakkan paper bag di atas meja. Diambilnya baju didalam lemari dan segera melangkahkah kakinya berjalan keluar dari dalam kamar menuju ke kamar mandi.Lisa masuk ke dalam kamar. Dia melihat kamarnya kosong tidak menemukan Zeni.Dia bergumam : “Kemana mba Zeni? Sepertinya tadi mba Zeni sudah pulang ke kos?” sesaat pandangan matanya tertuju pada paper bag di atas meja.“Berarti benar jika mba Zeni sudah pulang.” bisiknya lirih.Zeni muncul dari balik pintu. Dia melihat Lisa sudah duduk di depan meja.“Dari mana kamu Lisa? Kenapa aku baru melihatmu?” tanya Zeni sembari masuk ke dalam kamar.“Tadi aku baru menemani Nina untuk memfotokopi beberapa tugas kelompok. Aku tadi melihat ada mobil yang keluar dari halaman kos kita. Berarti benar, tadi mba Zeni diantar oleh Baskoro?”“Benar Lisa. Apakah kamu melihat Baskoro?”Lisa menggelengkan kepalanya.“Tidak mba. Saat itu mobilnya melaju dengan cepat, aku tidak s
“Hallo Baskoro! Ibu sekarang sudah berada di depan café. Keluarlah! Ibu mau bertemu dengan kamu dan Zeni. Ibu tunggu sekarang!” kata Ibu Indraswari melalui sambungan telepon.“Baiklah ibu. Aku dan Zeni akan segera menemui ibu.” Baskoro segera menutup panggilan telepon.“Kami akan pulang terlebih dahulu, ibu sudah menunggu kami di depan Café. Bill nya biar aku yang bayar.” ucap BaskoroBaskoro segera melambaikan tangannya kepada pelayan café. Seorang pelayan café datang.Dia berkata : “Ada yang perlu aku bantu Tuan?”“Tolong berikan bill untuk seluruh pesanan pada meja ini?” “Baiklah Tuan. Tunggu sebentar aku akan ke kasir untuk mengambilkan catatan billnya.” pelayan segera berlalu dari hadapan Baskoro. Sesaat kemudian pelayan datang sembari menyerahkan kertas bill kepada Baskoro.Baskoro segera mengelurkan sejumlah uang untuk membayar pesanan makanan tersebut.“Aku akan pulang nanti Baskoro. Ada hal yang masih ingin aku bicarakan dengan Frans. Berhati-hatilah selama dalam perjalanan