Kaivan tidak menyerah begitu saja meski berkali-kali Krystal menolak dirinya. Pun Krystal memintanya untuk segera pergi. Tapi Kaivan tetap bersikeras untuk tetap berada di sisi sang istri. Semakin Krystal meminta diberikan jarak maka semakin Kaivan mengikis jarak itu. Kaivan tidak bisa meninggalkan istrinya yang bahkan saat ini kondisinya begitu lemah.“Pulanglah, Kai. Aku ingin sendiri.” Krystal bangkit dari ranjang, dan memilih meninggalkan Kaivan yang sejak tadi tak henti menatapnya.“Tidak, Krys. Aku tidak akan pulang. Aku akan tetap ada di sini,” tegas Kaivan penuh penekanan.“Terserah.” Krystal melangkah masuk ke dalam kamar mandi, dia mengabaikan keberadaan Kaivan. Ya, sebenarnya Krystal ingin sekali pergi menjauh dari Kaivan. Tapi kenyataannya semua sulit karena Kaivan tidak juga pergi darinya.Kaivan memejamkan mata. Meredakan amarah dalam dirinya. Bertepatan dengan Krystal yang berada di dalam kamar mandi, dering ponsel Kaivan berbunyi. Tampak raut wajah Kaivan kesal melihat
“Krys, dengarkan aku. Kamu salah paham. Demi Tuhan aku tidak memiliki hubungan apa pun dengan Citra. Dia menghubungiku tadi pasti karena ingin minta maaf atas semua kekacauan terjadi, Krys.”Kaivan menggedor pintu kamar hotel Krystal yang telah tertutup rapat. Ya, sejak di mana Citra menghubunginya—Krystal memilih mengunci kamar hotel. Istrinya itu bahkan tidak mau membuka pintu sedikit pun. Bisa saja Kaivan mendobrak pintu kamar hotel ini tetapi, Kaivan tetap harus mengendalikan dirinya. Dia tak mau memaksa sang istri. Terlebih Kaivan mendengar Krystal yang tengah menangis. Ingin rasanya Kaivan memeluk Krystal. Namun, dalam hal ini adalah tidak mungkin. Krystal masih begitu marah dengannya.“Kystal buka pintunya, Krys!” seru Kaivan dengan keras.“Pergi, Kai! Kalau kamu masih ada di sini aku bersumpah akan melukai diriku sendiri! Sekarang pergi!” bentak Krystal dari dalam kamar hotel yang sontak membuat raut wajah Kaivan berubah. Tampak pancaran mata Kaivan menggelap kala mendengar Kr
Suara ketukan pintu membuat Krystal yang tertidur pulas di atas sofa empuk langsung membuka kedua matanya. Perlahan Krystal mengerjapkan mata beberapa kali kala mendengar suara ketukan pintu itu.Tampak kening Krystal mengerut ketika ada yang mengetuk pintu. Ya, ingatan Krystal langsung berputar kejadian beberapa jam lalu—di mana dirinya berdebat dengan Kaivan meminta Kaivan untuk pulang. Menangis dari pagi membuat Kystal akhirnya ketiduran di atas sofa. Bangun-bangun kepalanya sudah sedikit sakit.“Krystal?” Suara gedoran pintu dari luar bersamaan dengan memanggil nama Krystal. Sontak Krystal langsung menyadari kalau yang datang bukanlah Kaivan.“Aryan? Itu kamu?” tanya Krystal seraya bangkit berdiri dan mendekat ke arah pintu.“Iya, ini aku, Krys.” Aryan menjawab dari luar kamar.Krystal mendesah pelan. Rupanya yang menggedor pintu adalah Aryan. Bukan Kaivan. Paling tidak saat ini, Krystal tidak harus berdebat. Jujur saja, Krystal lelah jika harus berdebat dengan Kaivan. Meminta Kai
“Nyonya Citra, Anda bisa sakit kalau terus menangis seperti ini.” Marike—asisten Citra menegur Citra yang sejak tadi tidak henti menangis. Sejak di mana Citra bertemu dengan Kaivan—wanita itu tidak henti menangis.“Marike, apa yang harus aku lakukan sekarang? Kaivan membenciku,” isak Citra dengan air mata yang tak henti berlinang membasahi pipinya.Marike terdiam sejenak melihat keadaan Citra. Ada rasa iba dalam dirinya. Sudah lebih dari dua jam, tapi Citra tak kunjung berhenti menangis. Bossnya ini akan selalu menyalahkan diri atas apa yang terjadi. Padahal, apa yang terjadi sudah terjadi. Tidak akan pernah berubah. Namun setidaknya bisa diperbaiki. Walau kemungkinan utuh tidaklah mungkin.“Nyonya, apa Anda tidak mau menemui Nyonya Krystal? Paling tidak Anda menjelaskan dan juga meminta maaf padanya, Nyonya,” kata Marike memberikan saran pada Citra.“Kaivan melarangku menemui Krystal, Marike. Padahal aku ingin sekali bertemu dengannya. Paling tidak sebelum aku meninggalkan Indonesia,
“Untuk apa kamu ke sini, Citra?”Suara Krystal bertanya dengan nada dingin pada Citra yang ada di hadapannya. Ya, wanita yang datang pada Krystal saat ini adalah Citra. Sorot mata Krystal menghunus begitu dingin dan tajam pada Citra. Tampak raut wajah tak suka akan kedatangan Citra begitu terlihat di wajah cantik Krystal.“Krystal, boleh kita bicara sebentar?” tanya Citra dengan pelan seraya menggigit bibir bawahnya.“Maaf, aku sibuk.” Krystal hendak menutup pintu kamar hotelnya, namun gerak Krystal terhenti kala Citra menahan pintu itu.“Krys, aku mohon. Berikan aku waktu sebentar,” pinta Citra dengan tatapan penuh permohonan pada Krystal.“Apa maumu, Citra? Jangan menggangguku!” seru Krystal.“Please, Krystal. Aku mohon. Ini terakhir kalinya aku menemuimu. Aku berjanji padamu,” ucap Citra dengan nada penuh permohonan.Krystal mengembuskan napas kasar. Detik selanjutnya, Krystal terpaksa menganggukan kepalanya. Dia membiarkan Citra melangkah masuk ke dalam kamar hotelnya. Terlihat se
Krystal menatap nanar tiket pesawat yang telah dikirimkan oleh Maya lewat email pribadinya. Tampak raut wajah Krystal muram. Ada keraguan dalam dirinya meninggalkan Jakarta. Sebenarnya Krystal tahu dirinya sangatlah egois. Dia seperti lari dari masalah. Namun, Krystal melakukan ini demi kandungannya. Terakhir dokter mengatakan kandungannya lemah. Tujuan Krystal pergi karena ingin menenangkan hati dan pikirannya. Terlalu banyak masalah yang terjadi, membuat Krystal benar-benar rasanya tak sanggup. Krystal tidak mau berbohong kalau kejadian di mana dirinya melihat Kaivan dan Citra berciuman tak bisa dilupakan begitu saja. Kebohongan Kaivan, membuat hati Krystal sangat hancur. Andai Kaivan menceritakan ini sejak awal maka Krystal tak akan pernah sesakit ini. Hal yang paling dibenci adalah dibohongi. Krystal merasa tidak pernah dianggap oleh Kaivan.Krystal menyeka air matanya yang mulai jatuh berlinang membasahi pipinya. Dia terisak pelan. Detik selanjutnya, Krystal mengambil pena dan se
PranggggSebuah gelas sloki terlempar ke dinding, pecahannya jatuh memenuhi lantai marmer itu. Doni yang ada di ruangan itu hanya bisa menundukan kepalanya, tidak berani menatap Kaivan yang tengah memendung amarah. Umpatan kasar lolos dari mulut Kaivan. Tak segan-segan bahkan Kaivan nyaris menyenai gelas sloki itu ke kepala Doni. Terlihat jelas amarah di wajah Kaivan. Sejak tadi bahkan Kaivan terus menghunuskan tatapan tajamnya pada Doni.“Kenapa kamu masih belum menemukan keberadaan Krystal, Doni! Aku tidak ingin mendengar alasanmu! Cepat temukan istriku detik ini juga! Kalau kamu masih belum juga menemukannya lebih baik angkat kaki dari perusahaanku!” seru Kaivan dengan nada tinggi bercampur dengan geraman kemarahan.Ya, sudah dua hari Kaivan mencari-cari keberadaan Krystal. Namun, Kaivan tidak menemukan hasil. Ponsel Krystal mati sehingga GPS istrinya itu tidak bisa terlacak. Bahkan ketika Doni melacak kartu debit yang terakhir digunakan Krystal, hanya terdeteksi Krystal pergi ke s
Nihiwatu Beach, Sumba, Nusa Tenggara Timur.Deburan ombak menyapu hingga ke dasar pantai. Air laut berhasil menyentuh long dress berwarna putih yang dikenakan Krystal saat ini. Ya, kini Krystal tengah menyisir bibir pantai. Wanita itu melangkah dengan pelan. Sesekali Krystal melihat kakinya yang sudah penuh dengan pasir. Tatapan penuh kekaguman Krystal muncul kala melihat keindahan mengagumkan dari Pantai Nihiwatu. Sebuah pantai yang terletak di Sumba, Nusa Tenggara Timur ini begitu indah. Lautnya masih sangat biru dan jernih. Bahkan pengunjung pun hanya bisa dihitung dengan jari. Tak banyak orang tang tahu, Indonesia memiliki surga yang luar biasa indah. Jika kebanyakan orang lebih sering mengunjungi Bali sebagai pusat di mana para turis berdatangan, lain halnya dengan Krystal yang memilih untuk berada di Sumba, Nusa Tenggara Timur.Tepatnya ketika pertama kali Krystal tiba di Sumba, Nusa Tenggara Timur—Maya teman baiknya menawarkan Krystal untuk tinggal di sebuah resort Pantai Nihiw