Share

Bekas Bini
Bekas Bini
Penulis: Jana Indria

1. Cerai

Penulis: Jana Indria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Va, aku ingin kita bercerai?!" ujar Faris, yang baru saja duduk di ruang makan.

Ivana tertegun, gerakan tangannya yang sedang mengambil nasi untuk Faris tiba tiba terhenti.

Dia pandangi wajah suaminya dengan tatapan kaget dan tak mengerti.

"Ada apa, Mas? Bukannya hubungan kita lima bulan terakhir ini tidak ada pertengkaran?" tanya Ivana.

Tatapan mata perempuan cantik itu terlihat tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Aku minta maaf Ivana, tapi Bella hamil, dan itu adalah anakku."

Mata Ivana terbelalak kaget' saat mendengar apa yang suaminya katakan.

"Apa maksud kamu, Mas. Bukannya kamu sudah—?"

Ivana tak sanggup melanjutkan ucapannya, seperti tak bertulang, badan perempuan cantik itu terduduk lemas di kursinya.

"Jangan menduga apa pun, Ivana. Tolonglaah!" pinta Faris dengan wajah yang terlihat bingung, melihat Ivana menatap dirinya, nanar.

"Kalau begitu, ceritakan padaku apa yang sudah terjadi di antara kalian, dan, sejak kapan ?" tanya Ivana, lirih. Setelah tadi terlihat menarik nafas panjang.

"Setelah pernikahan kita, sejak itu pula aku tidak pernah bertemu dengan Bella, tepatnya sejak dia pergi menghilang. Hingga, kami kembali bertemu saat aku menghadiri perayaan ulang tahun salah satu relasi, dan semuanya masih baik baik saja."

Faris terdiam, melirik ke arah Ivana yang dari awal memang tengah memandanginya, pula.

"Aku tidak tahu bagaimana awalnya, seingatku saat itu aku tidak minum terlalu banyak. Namun, entah apa yang membuatku tak sadarkan diri dan saat terbangun tiba tiba sudah ada di dalam kamar bersama Bella dalam kondisi tak mengenakan sehelai benang pun di badan kami."

Dengan lesu, dan wajah sedih, Faris menceritakan apa yang terjadi pada diri dan mantan kekasihnya itu.

"Maafkan aku, Ivana .... Karena setelah menghilang lagi sekian lama, kemarin Bella datang sambil menangis dengan memberikan bukti kalau dia sedang hamil anakku?!"

Tanpa Ivana sadar, tangan kanannya seketika mengusap perutnya sendiri saat Faris mengatakan perihal anak.

"Aku di paksa untuk menikahinya karena dia tak mau menanggung malu. Dan aku tidak bisa menolaknya, maap ...."

Hening, Faris terdiam dengan mata menatap Ivana yang menundukkan kepalanya tanpa berkata.

"Kamu masih mencintainya bukan?!" tanya Ivana yang sepertinya tak sanggup mengangkat kepala.

"Ah, aku yang bodoh, seharusnya aku sadar dari dulu, kalau kebersamaan lima bulan ini tak akan mengalahkan tanyakan tadi.

"Aku mulai mencintaimu Ivana, sungguh? Bersamamu aku menemukan kenyamanan yang berbeda, tapi—"

"Aku paham kok, Mas. Memang seharusnya kita menjalani rumah tangga ini sesuai dengan perjanjian awal yang kau buat, untuk tidak menggunakan hati," potong Ivana yang memaksa dirinya untuk mengangkat kepala memandangi Faris dengan mata yang berkaca kaca.

"Aku, A-ku sebenarnya tak ingin melepasmu, sungguh! Aku merasa sangat nyaman saat kita bersama, tapi sayangnya Bella ingin menjadi istri tanpa ada wanita lain," sahut Faris yang segera memalingkan wajah, tak sanggup melihat luka di mata istrinya.

"Aku paham, sangat sadar diri kalau aku ini hanya perempuan berstatus sebagai istri pengganti yang sudah kamu kontrak."

"Jangan berkata seperti itu, Ivana. Aku tak suka mendengarnya, ini pilihan berat untukku, dan —" tukas Faris, yang tiba tiba terdiam karena tanpa dia sadar suaranya terdengar seperti sedang membentak.

"Aku paham, tak usah di bahas lagi. Aku setuju untuk kamu ceraikan, sekarang kita makan dulu," jawab Ivana yang segera melakukan pengalihan pembicaraan, saat Faris memilih untuk tidak melanjutkan ucapannya.

****

"Mungkin ada baiknya aku tak memberitahukan pada ayahmu, Nak. Ibu rela menjadi satu satunya orang tua untukmu."

Ivana yang duduk di pinggir ranjang, berkata dengan mata menatap sedih pada perutnya yang masih ramping, lalu diusapnya pelan dengan tangan kanan.

"Ternyata ini akhirnya ...."

Ivana kembali mendesah. Namun kini dengan uraian air mata, di saat Ivana kebingungan mencari waktu yang tepat untuk memberitahukan pada sang suami tentang kehamilannya, Faris sudah lebih dulu memberikannya kejutan yang sangat pedih.

Apalagi sejak pembicaraan di meja makan tadi, Faris memilih untuk meninggalkannya sendirian di dalam kamar, tanpa mengucapkan sepatah kata.

"Tapi tidak apa," ujar Ivana yang kini terlihat memaksa untuk tersenyum, dan mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangan.

"Pernikahan ini belum satu tahun lamanya, jadi tidak masalah bukan kalau aku meminta harta yang lebih sebagai kompensasi perceraian?!"

Senyum Ivana terlihat semakin melebar dan beraura beda, apalagi dengan tatapan mata yang walau basah. Namun, terlihat aneh.

****

Flash back on

"Iva ... bangun, kita sudah sampai," tangan Faris menepuk lembut pipi perempuan yang kini berstatus sebagai istrinya itu, karena ketiduran sewaktu dalam perjalanan.

Ivana tergagap bangun, perjalanan tidak begitu melelahkan hanya pikirannya lah yang terbebani sangat berat. Hingga dirinya memilih tiidur agar dapat sedikit meringankan beban.

"Ini di mana?" tanya Iva dengan mata meneliti sekeliling tempat mobil Faris berhenti.

"Ayo turun!"

Memilih tak menjawab apa yang istrinya tanyakan, Faris keluar dari mobilnya. Diikuti Ivana yang keluar dari mobil melalui pintu yang berbeda.

Di depan mobil yang tadi dia tumpangi, ada mobil milik Papa mertuanya terparkir.

"Selamat datang Iva, ini rumah yang bakalan kamu tempati berdua dengan Faris."

Mamanya Faris menyambut Ivana yang masih tampak ragu dengan ke dua tangan yang terbuka lebar dan senyum yang mengembang.

Ivana terdiam dalam rengkuhan mamanya Faris dengan tatapan kagum. Matanya memandang setiap sudut luar dari rumah yang terlihat sangat besar untuknya.

"Ayo masuk!" ajak Mama yang merengkuh bahu Ivana dengan posesif mengajak masuk ke dalam rumah.

Mata Ivana kembali membesar, saat masuk ke dalam rumah, dan di suguhi oleh pemandangan isi rumah yang menurutnya sangat mewah.

"Duduk, Va," ujar mamanya Faris.

Entah apa yang ada di dalam benak perempuan cantik itu, hingga bisa bisanya tak menjawab titah Mama mertua.

"Kenapa, Va?" tanya Naya, yang heran dengan sikap sahabatnya yang baru saja mengupgrade status sebagai kakak ipar.

Naya sengaja menarik tangan Ivana agar duduk di sampingnya. Dia terlihat sangat bahagia menjadi ipar dari sahabatnya sendiri.

"Rumahnya besar ya, Nay? Ini di tempati berapa orang?" bisik Iva. Namun masih bisa di dengar oleh Mama, Papa dan Naya.

"Di sini ada berapa asisten rumah tangga, Faris?!" tanya Papa pada Faris yang terlihat baru saja masuk ke dalam rumah.

"Ada enam, satu di antaranya laki laki," Faris menjawab dengan wajah datar, yang kemudian merebahkan badannya di samping sang Papa.

Mata Ivana tampak membulat sempurna, dia tahu keluarga sahabatnya ini memang orang kaya, tapi dia tak menyangka kalau ternyata dirinya pun bakalan di layani oleh asisten rumah tangga sebanyak Naya.

"Kami pamit ...." ujar Papa yang tiba tiba berdiri, yang di ikuti oleh Mama dan Naya.

"Kenapa buru buru sekali, Om?" tanya Ivana yang terlihat kaget dan sedikit kecewa. Namun ikut berdiri, begitu pun dengan Faris.

"Kalian baru saja menikah, pasti butuh waktu banyak untuk saling mengenal lebih jauh lagi bukan?" ujar Mama yang menjawab dengan senyum yang Iva rasa sangat menyejukkan.

"Lagi pula jangan panggil aku Om, Iva. Panggil Papa, sama seperti Faris dan Naya karena kamu pun sekarang adalah anakku," pinta Papanya Faris, penuh harap.

"Baik, P— Pa."

Papa tersenyum ketika mendengar jawaban Ivana yang masih terlihat kaku.

Pasangan pengantin baru itu pun kemudian melangkah mengiringi kepergian keluarga Faris. Dan melambaikan tangan hingga mobil yang ditumpangi keluarga Faris tak terlihat lagi.

"Aku harap kamu bisa betah di sini, di rumah yang akan kita tempati, rumah yang sebenarnya sudah aku sesuaikan dengan kemauan Bella, mantan pacarku," ujar Faris, saat mereka hanya berdua saja di depan pintu.

Mendengar ucapan si suami, Ivana hanya bisa menggigit bibir bawahnya, kata kata tadi terdengar sedikit mengancam, apalagi di suarakan tanpa senyum.

"Aku harap, kamu tidak berniat mengubah apa pun yang sudah ada di rumah ini. Apa pun, jangan di ubah!" tegas Faris tanpa melihat ke Ivana

Bab terkait

  • Bekas Bini   2. Bukan Perebut

    "Ini masih awal, Va. Kamu belum masuk rumah aja, Faris sudah mulai membatasimu," lirih suara Ivana yang tanpa sadar mengelus pelan dadanya sendiri."'Bisa bertahan dan sabarkah diriku?" bisik Ivana lagi pada hatinya sendiri."Kenapa .... Apa ada yang salah dari ucapanku?" tanya Faris, memandang curiga gerak-gerik Ivana."Tidak, Mas. Hanya saja perlakuanmu padaku tadi seolah aku adalah penyebab kamu gagal menikahi pacarmu," jawab Ivana tegas tapi santai dengan mata menatap penuh Faris."Jangan lupa, aku adalah korban dari keluargamu. Tolong perlakukan aku seperti sahabat, kalau Mas tidak bisa, setidaknya sebagai teman, karena aku bukan perebut calon suami orang!" tegas Ivana, sedikit sarkas. Mata wanita cantik itu memandang tajam pada lelaki yang berdiri di depannya, lelaki yang kini dia sebut sebagai 'suami' itu mulai menyakiti perasaan Ivana, dan dia tak ingin membiarkan itu terjadi di awal pernikahan."Maap ... aku tak bermaksud seperti itu, hanya saja aku masih belum bisa menerima

  • Bekas Bini   3. Rizal

    "Kami akan segera bercerai," ujar Ivana, dengan tangan kanan yang terus memainkan sedotan es teh."Kamu ngomong apa sih, nikah juga baru lima bulan sudah bahas cerai aja? Kayak selebartis deh!" Naya, perempuan cantik berambut lurus bagus, sebahu itu, tiba tiba mendelik, menunjukkan wajah tak suka dengan apa yang baru saja sahabatnya katakan."Aku serius, seharusnya selama kami bersama, kami tidak usah memakai perasaan, agar tidak ada kewajiban layaknya suami istri," lanjut Ivana, matanya menatap Naya."Jadi ... kamu terima apa saja yang kakakku katakan? Bantahlah sekali sekali, Va!" sungut Naya, sambil membalas tatapan Ivana dengan kecewa.."Ah ... Aku lupa kalau kamu pasti nggak bakalan mau ngebantah suami, pamali ya, kan?!"Naya menjawab sendiri pertanyaannya tadi. Pandanganya dia alihkan ke tempat lain, petanda dia tak suka pilihan Ivana.Ivana menanggapi Naya dengan senyuman, apa yang dilakukan perempuan yang duduk di hadapannya ini bukanlah yang pertama kali."Kamu inginkan aku

  • Bekas Bini   4. Kamu siapa

    "Ke mana?" jawab Rizal, matanya menatap Dimas, tak mengerti."Kita nanya langsung aja ke mas Faris," jawab Dimas sambil berdiri dari kursi."Tapi mampir dulu ke rumah sebentar, aku mau ngasih pesanan nyokap tadi pagi, gimana?" sambung Dimas, lagi."Ayo .... Kamu ikut, nggak? Malah ngelamun," desak Dimas, tak sabar."Mmm ... iya deh, aku ikut ...." Rizal berdiri dan melangkah mengikuti arah Dimas berjalan.Dimas tersenyum mendengar keputusan Rizal, dan terus melangkah tanpa menoleh.****"Mau ke mana lagi, Dim? Baru nyampek rumah 'kok sudah mau pergi lagi." Bundanya Dimas mulai ngomel saat melihat gelagat anaknya yang berkemas hendak pergi lagi."Mau ke kantornya mas Faris, Bun." jawab Dimas, sambil terus berkemas."Ngapain ke sana, ada perlu apa?" tanya Bunda dengan kening mengernyit."Denger dari Naya, katanya Mas Faris baru saja nikah dengan —""Terus ... apa hubungannya denganmu?" potong Bunda dengan tatapan tajam ke arah Dimas, sambil duduk di sofa berhadapan dengan posisi duduk

  • Bekas Bini   5. Annabelle

    "Apa kabar Adik Ipar tersayang, aku harap ... mulai hari ini kamu belajar untuk mulai membiasakan diri menghormati aku yang nantinya akan menjadi istri dari kakakmu."Bella tersenyum sinis saat melihat sosok orang yang tadi berani membantah apa yang dia katakan. "Jangan bermimpi terlalu tinggi, di tabrak pesawat kan nggak lucu?!" Naya menjawab sinis, setelah sebelumnya terlihat mencibir.Dari awal Bella berhubungan kasih dengan Faris, Naya adalah salah satu orang yang berani menampakkan sikap tidak sukanya pada Bella secara terang terangan, selain mamanya Faris. "Sepertinya kamu salah orang, adik kecil, yang bermimpi itu dia! Bukan aku!" jawab Bella dengan tangan kiri menunjuk ke arah Ivana yang masih terlihat sangat tenang."Jangan sok akrab! Aku bukan adikmu!" balas Naya saat mendengar perempuan berbaju kurang bahan itu memanggilnya adik kecil."Faktanya sekarang adalah Ivana memang istri dari kakakku?! Jadi buat apa dia bermimpi, sedangkan kamu, siapa kamu?!" lanjut Naya dengan

  • Bekas Bini   6. Permen

    "Mmm ... Bella benar, akulah pemimpi itu."Dengan wajah sedih, Ivana melihat ke atas tempat tidur, tempat tadi Faris tidur, sebelum dirinya ke kamar mandi, kini kosong. Hanya ada kotak berbungkus kertas kado dan kotak kain beludru warna merah. Ivana mengunci pintu kamar dan kembali ke ranjang, dengan perlahan dia membuka kotak kain beludru."Sudah aku duga," ujar Ivana, saat dia melihat di dalam kotak itu terdapat satu set perhiasan lengkap dengan surat suratnya. Kotak berisi perhiasan itu dia tutup kembali dan meletakkannya ke atas nakas di samping ranjang. "Terima kasih Naya."Dengan tersenyum, Ivana meletakkan kertas yang baru daja dia baca, lalu membuka bungkusan yang dia yakini telah dititipkan oleh sahabatnya, Naya. Kening Ivana tiba tiba mengerut, saat melihat isi di dalam kotak, ada sebuah jam tangan dan ... permen.Permen yang membuatnya bisa merasakan menjadi seorang istri yang utuh.Ivana teringat lima bulan yabg lalu, tepatnya seminggu setelah dirinya resmi menjadi is

  • Bekas Bini   7. Kembalikan

    "Papa di mana, Ma?!" tanya Naya, saat dirinya yang baru datang dari rumah sahabatnya, hanya bertemu dengan Mama yang baru saja turun dari lantai dua."Di ruang kerjanya, memangnya ada apa? Kok tumben, baru masuk rumah sudah nanya Papa? Lagi pula kamu dari mana aja, Nay? Kenapa pulangnya malam begini?"Mama menjawab sekaligus bertanya pada anak perempuannya yang baru saja memeluk dan mencium ke dua pipi."Dari rumah Ivana, Ma," jawab Naya, yang melangkah ke arah kamar yang di jadikan sebagai kantor Papa kalau di rumah. "Kamu sudah makan malam? Kalau belum, sini temani mama makan," ajak Mama penuh harap."Masih kenyang, Ma. Di rumah Ivana tadi, aku terlalu banyak makan gorengan." Naya menjawab tanpa menoleh. "Oh iya, sekarang Ivana ulang tahun, ya? mama dan Papa tadinya juga mau ke sana, hanya saja tadi pagi ada insiden tidak mengenakkan sehingga membuat papamu terlupa tentang niatnya tadi."Langkah Naya tiba tiba terhenti, perempuan cantik itu membalikkan badannya kembali ke arah M

  • Bekas Bini   8. Talak

    "Halo, ada apa Nay?" tanya Ivana, siang itu kepada orang yang sedang menelponnya.[Va, kamu nggak ke kampus?] terdengar suara Naya yang bukannya menjawab, malah balik bertanya."Aku sedang nggak enak badan, Nay." [Kamu kenapa? Sakit?]"Masuk angin mungkin, tadi malam ketiduran di balkon."[Jangan ke mana mana, ya. Setelah dari sini aku bakalan ke sana.]"Sungguh! Kalau bener mau ke sini, boleh nggak aku minta tolong kamu? Tolong ambilkan hasil pemeriksaan yang kemarin di rumah sakit."[Ke Dokter Agustien kan, ya?]"Iya ...."[Ok, aku bakalan ambil.]"Makasih ya, terus kalo udah dalam perjalanan ke sini. tolong belikan ice cream coklat ya, please."[Ok, siap!]"Makasih ya ... Nay," jawab Ivana sambil menutup ponselnya, sesaat setelah mendengar Naya menjawab salam dan menutup pembicaraan lebih dulu.Dari kemarin Ivana merasa kondisi badan tidak enak, Namun suhu badan tidak panas, hanya pusing dan lemas aja, dan ditambah selera makan yang turun drastis.Saat hendak menaruh phone ke temp

  • Bekas Bini   9. Perpisahan

    "Aku berhak bahagia, Nay. Mas Faris pun juga.""Tapi kondisi---""Aku bahagia, masih ada kamu, Umi. Ada Dimas dan Rizal," ujar Ivana di antara gemetar suaranya. Naya mendekati Ivana dan memeluknya, Namun terlihat raut amat sedih Naya, yang merasa bersalah. Perlakuan kakaknya telah membuat sahabatnya menderita."Aku akan menjagamu, Va. Percayalah.""Makasih, Nay. Kamu tetap adikku, mantan adik ipar, jangan songong loo." Ivana tersenyum mencoba keluar dari zona sedih. Tanpa mereka berdua sadari. Dari arah dapur, tampak Mak Ijah dan Pak No dan empat perempuan berseragam, saling bertatapan karena mendengar pembicaraan itu sejak awal, mereka terdiam sedih."Apakah, kau membawa apa yang aku pesan, Nay?" tanya Ivana."Oiya, ini hasil pemeriksaan yang kau minta, tapi hanya fotokopiannya saja, yang asli dipegang dr. Sinta." Naya memberikan map warna kuning ke Ivana untuk ke dua kalinya."Menurut, dokter Sinta. Laporan itu udah lengkap dengan diagnosa gejala awal, sampai beberapa stadium lan

Bab terbaru

  • Bekas Bini   100. Aku Cemburu

    “Sebelum kamu tanyakan itu pada Ivana, kita berandai andai dulu, apa jawabanmu kalau kamu berada di posisi Ivana?" Faris terdiam saat mendengar apa yang di katakan oleh mama, pertanyaan yang di balik kini ke dirinya sendiri."Aku memilih tidak mau berhenti?!" jawab Faris, terdengar lemah tak bersemangat.Bukan tanpa alasan Faris memilih tidak menerima, karena dia sendiri tahu bagaimana keras dan gigihnya Ivana saat berusaha menyelesaikan kuliah yang pada saat itu dalam kondisi sakit hati, karena proses bercerai dengan dirinya dan dalam kondisi hamil."Lalu apa yang membuatmu hingga bisa yakin atau berharap Ivana mau menuruti ucapanmu untuk berhenti menjadi Dokter? Apakah karena kamu sekarang mempunyai status sebagai CA-LON suami?!" tanya mama Via, terdengar penuh dengan tekanan."Aku -""Ada apa denganmu? Kenapa tiba tiba menjadi seorang lelaki yang suka mengikat istrimu? Wanita bekerja bukan hanya karena uang tapi juga agar bisa bersosialisasi."Mama Via kembali melontarkan pertanya

  • Bekas Bini   99. Berteman

    Triiiiing!Mama Via yang baru saja menjejakkan kakinya di kamar setelah menemani Naya hingga terlelap di kamarnya, segera mencari di mana tadi sumber suara berada. Sudah lama dirinya tak mendengar bunyi ponsel sejak kepergian almarhum.Di ambilnya benda pipih berwarna emas yang tadi lupa ia letakkan di nakas dekat kamar mandi, dan membawanya menuju ke balkon di depan kamarnya, walau pun sudah tak bersuara lagi.Seakan ingin berlama lama di balkon, mama Via sengaja memakaikan minyak seree untuk obat anti nyamuk, juga sebagai minyak penghangat pengganti, penghalau rasa dingin.Damar! Nama yang tertera di pesan aplikasi warna hijau, membuatnya kembali tersenyum dengan arti yang tak mungkin di jelaskan.Namun dia tidak segera merta membuka pesan itu, malah membuka pesan dengan foto profil pernikahan dirinya dengan almarhum.Air matanya basah seketika itu pula, saat membaca pesan pesan yang ada, lengkap dengan emoji emoji dan stiker yang dulu sangat almarhum sukai.“Apakah kamu sungguh

  • Bekas Bini   98. Cemburu

    Faris seketika terdiam saat melihat di meja sebelah kiri dekat etalase sana, Ivana duduk berhadap hadapan dengan Dokter Mark, Dokter yang dia anggap sebagai saingan berat dalam menaklukan hati bekas bininya sampai saat ini. Setelah menimbang sebentar, Faris melangkahkan kaki ke arah kasir, tidak langsung mendatangi meja Ivana dan Dokter itu."Mbak, pesan kopi hitam tanpa gula, tolong dijadikan satu dengan bill dokter Ivana, biar sekalian saya bayar," ujarnya pada seorang perempuan yang menggunakan seragam di balik mesin penghitung."Baik, silahkan di tunggu sebentar." Perempuan di balik kasir itu pun memberikan kertas yang entah apa isinya kepada temannya yang menggunakan seragam sama corak beda warna.Faris sesekali terlihat mencuri pandang pada Ivana dan Dokter yang terlihat sangat akrab, dengan sesekali di iringi tawa oleh keduanya."Terima kasih," kata Faris, sesaat kemudian dirinya sudah menerima cup kopi dengan menggunakan tangan kanan, dan tangan kiri menerima kertas bukti

  • Bekas Bini   97. Via

    “Apa yang sebenarnya membuatmu berat, Via?” tanya Damar saat ini mereka ada di teras, di temani seorang maid yang duduk di kursi yang diletakkan agak jauh, Namun masih bisa mendengar apa yang tamu dan nyonya sedang bicarakan.“Aku hanya heran kenapa kamu seperti sangat ingin agar aku mau menerima pernikahan ini, apakah kamu tak ingin bertemu dengan istrimu lagi nantinya di akhirat, karena aku pernah mendengar jika kita menikah lagi, maka kita tak akan bertemu nantinya dengan pasangan kita yang pertama.”Damar menghela napas panjang, memandangi perempuan yang semakin terlihat cantik karena dalam bingkaian kerudung berwarna pastel saat ini “Kamu itu aneh, Vi … pikiranmu itu terlalu jauh menurutku, sebaiknya saat ini yang kita pikirkan adalah apakah amalan kita bisa menuntun kita masuk ke surganya, nanti saat di surga Allah akan mengabulkan apa yang kita inginkan, bukan? Jadi kita bisa minta untuk dikumpulkan lagi seperti dulu, ada Ana, Adi, kita dan seluruh keluarga kita.”Damar terdi

  • Bekas Bini   96. Sabar ...

    “Sayaaang, apa yang kau dapatkan dari riadohmu selama ini?” tanya ayah Damar pada Ivana setelah hampir sepuluh hari melebihi dari target yang anaknya janjikan kepada Naya, Dimas, dan Faris.“Aku hanya bermimpi Faris bersama Rizal yang tersenyum kepadaku, Ayah,” ujar Ivana, pagi itu saat sedang sarapan bersama.pp0⅔“Alhamdulillah, aku yakin itu adalah tanda bagus kalau Tuhan menyetujui apa yang Rizal amanatkan kepadamu dan Faris,” seru Nenek dengan mata binar terlihat sangat bahagia.Melihat sang Nenek, Ivana datang mendekat dan mengusap wajah yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah banyak itu dengan perlahan, dari saking bahagianya sang Nenek sampai membuat basah kedua matanya.“Terima kasih … Sayang.” Nenek berkata lembut, dua perempuan cantik berbeda generasi itu saling tatap dalam arti yang sama pula.“Lalu bagaimana dengan Via, Damar? Apakah kamu juga mendapatkan hal yang sama seperti yang di impikan oleh anakmu.”Damar hanya tersenyum, tak menjawab apa yang di tanyakan

  • Bekas Bini   95. Kedua

    “Aku tak menyangka kalau mantannya Farislah yang ternyata berasal dari keluarga Kamandaka, aku jadi tak heran, pantas saja lelaki itu tidak mau lepas begitu saja, apalagi melihat kedekatan antara dua keluarga itu sudah terjalin dnegan sangat baik sekali, pasti mereka juga sedang mengincar kekayaan kamandaka yang tak habis habis itu!” ujar Papi Yunus dengan sesekali memukul pahanya sendiri dengan tangannya yang terkepal, pelan.“Andai kita tahu kalau yang kaya ternyata mantan istrinya, nggaklah mungkin aku akan bersusah payah membelikan tas dan beramah tamah dengan keluarga Faris.”Mendengar apa yang dikatakan oleh kedua orang tuanya, Rika hanya bisa tersenyum dalam tangis, tak menyangka hidupnya bakalan se rumit itu, padahal di kelilingi oleh orang terdekat Namun entah kenapa tidak pernah dirasa tulus mencintainya.“Kenapa kamu malah tersenyum seperti itu? Kamu senang ya, karena apa yang di lakukan oleh mami dan papi kali ini ternyata salah besar?!” tanya Mami dengan wajah tak mengen

  • Bekas Bini   Bab 94

    “Umroh?!” Dengan wajah yang terlihat tak percaya dan hampir bersamaan, Ayah Damar dan mama Via mengucapkan satu pertanyaan yang sama.Dimas dan Faris bukannya menjawab, mereka berdua hanya tersenyum saja, melihat ayah Damar dan mama Via yang tampak salah tingkah.“Bagaimana kamu bisa tahu tentang hal itu? Apakah Ivana yang menceritakan padamu tentang mimpi yang aku alami selama beberapa malam ini?!” tanya ayah Damar setelah dia berhasil menenangkan dirinya.“tidak …. Bukan hanya Ivana yang cerita tapi Naya juga, mereka bilang kalau mama tidak bisa tidur karena mimpi yang sama berulang kali, begitu juga dengan ayah Damar. Jadi sekarang apa yang membuat kalian ragu untuk melaksanakan apa yang papa adi inginkan?!” "Via, apakah benar kamu mengalami mimpi yang sama denganku, mimpi bertemu dengan adi di Mekah?" tanya ayah Damar dengan wajah membias bahagia dan penuh harap. Senyum Damar kini terlihat berbeda saat anggukan kepala mama Via terlihat berulang kali tadi sebagai jawaban dari pe

  • Bekas Bini   93. Kalian kapan?

    Seorang lelaki yang baru saja masuk, segera memotong ucapan Faris, dan membuat kaget karena kedatangannya yang mendadak, Namun mampu membuat Faris, mama Via, Dimas dan Ivana tesenyum.“Pak Kamandaka!!” seru pak Yunus dengan wajah senang sekaligus bimbang, sehingga tanpa sadar dia berdiri dan menyambut ketika melihat lelaki yang baru saja datang yang nyatanya nanti akan menjadi pengacara keluarga Faris untuk melawan dirinya.“Pak Kamandaka, saya dan istri ingin meminta maaf atas kejadian saat di kantor anda, kami berdua tidak tahu kalau lelaki yang kami usir ternyata anda,” ujar Pak yunus dengan kedua tangan yang tergenggam. Tentu saja ini membuat Rika mengerutkan keningnya, dia menatap Papi dengan mata tak percaya. “Mengusir? Mami dan Papi berani mengusir pak Kamandaka dari kantornya?” Rika yang sedang bermonolog lirih, mengulang apa yang dikatakan oleh Papinya tadi. “Ooo … ini alasan kenapa Papi dan Mami berubah sebaik manusia."Mendengar ucapan Rika, Bu Yunus menepuk bahu anakn

  • Bekas Bini   Bab 92

    “Minta maap?” Faris mengulang apa yang dikatakan oleh tamunya dengan senyum yang terlihat seperti seringai jahat dan kejam.“Apa saya tidak salah dengar?” ujar Faris, kini dengan wajah datar tanpa ekpresi. Kedua matanya menatap tajam ke ketiga tamunya silih berganti.“Tentu saja, dan lihatlah ini, sengaja aku belikan ini untuk mamamu, agar kamu dapat melihat ketulusan kami,” ujar Nyonya Yunus, dengan kedua tangan yang sedang memegang paper bag dengan tulisan sebuah merk dunia, terulur ke arah Faris.“Apa yang membuat sikap anda menjadi sangat manusia seperti ini?” tanya Faris yang terlihat sudah bisa membaca ada maksud tertentu dari sikap baik dari orang yang kemarin sangat menghina keluarganya.“Faris, kenapa tamunya tidak di persilahkan duduk lebih dulu, Nak?” Faris yang mendengar suara yang sangat dia kenal dari belakang punggungnya, seketika itu juga menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.“Mama, kok sudah keluar dari kamar? Apakah ada yang mengganggumu?” tanya Faris dengan si

DMCA.com Protection Status