"Nggak salah aku diundang ke rumah pemilik perusahaan?" tanya Fandi memastikan apa yang di dengarnya, Dona menganggukkan kepalanya "Kapan? Aku harus pakai apa?"
Dona hanya bisa memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan Fandi "Pakaian biasanya saja, mereka juga nggak melihat harga pakaianmu.""Tapi...buat apa mereka mengundang aku? Apa kamu sudah memberitahukan hubungan kita?" Fandi memberikan tatapan penuh selidik, menundukkan kepalanya agar bisa melihat Dona lebih dalam "Kamu kasih tahu hubungan kita? Bukankah hubungan ini baru beberapa...""Bukan, mereka hanya mau tahu tentang pria yang dekat sama aku. Semua itu gara-gara omongan abang, Lucas maksudnya karena mulutnya terlalu lemes buat bicara." Dona menjawab segala kenyataan."Apa perlu aku ajak kamu ke rumah? Mengenal keluargaku?" Fandi masih setia menatap Dona "Aku mengenal keluargamu tapi kamu belum mengenal keluargaku sama sekali, lebih tepatnya baru bertemu mereka sebentar, jadi apa"Semua akan baik-baik saja," ucap Dona sambil menepuk punggung tangan Fandi."Aku tahu," sahut Fandi berusaha untuk tenang.Hubungan mereka terlalu cepat, Dona merasakan ini semua. Keraguan masih hadir didalam dirinya pada hubungan ini, sikap Fandi yang baik justru semakin membuat dirinya ketakutan. Sikap yang sama seperti mantan suaminya saat mereka masih berpacaran, semuanya berubah setelah menikah dan Dona mengalami semua yang membuatnya trauma."Kita nggak bawa apa-apa?" Fandi bertanya hal yang sama berkali-kali semenjak keluar dari ruangan sampai sekarang yang bahkan hampir terlihat pagar rumah."Kita sudah mau sampai, bunda sama ayah bilang nggak perlu bawa apa-apa. Kamu sudah bertemu yang lain jadinya untuk apa takut dan cemas? Semua akan baik-baik saja." Dona menenangkannya beberapa kali."Baiklah."Mobil masuk kedalam gerbang, Fandi tidak sempat melihat sekitar karena memang fokusnya adalah memarkirkan mobilnya dengan am
Fandi merasakan suatu hal yang berbeda saat berada di rumah keluarga kaya tersebut, tidak seperti keluarga kaya pada umumnya. Mereka saling mendukung satu sama lain, melindungi Dona dengan sangat baik seakan takut terjadi sesuatu."Aku penasaran di usia kamu begini kenapa belum menikah? Kita tidak berbicara tentang kawin karena pastinya sudah kamu rasakan." Lucas membuka suaranya yang membuat Fandi hampir tersedak salivanya sendiri "Apa ada sesuatu? Setidaknya kami harus tahu bagaimana pria yang dekat dengan Dona." Lucas menambahkan kata-katanya yang diangguki Fandi."Selingkuh," jawab Fandi dengan satu kata yang membuat semua memandang kearahnya "Pacarku selingkuh dan hamil anak pria itu, pria yang sayangnya adalah kakak aku sendiri.""APA!?"Suara teriakan terdengar, tidak hanya dihadapan Fandi tapi seseorang dibelakangnya. Fandi membalikkan badan mendapati para orang tua berada tidak jauh dari tempat mereka dan sepertinya akan bergabung bersama
Dona memejamkan matanya saat mengatakan statusnya pada Fandi, tidak berani menatap reaksi Fandi yang sudah tahu tentang statusnya. Sentuhan di tangan membuka mata Dona, tatapan hangat dan lembut diberikan Fandi yang membuat jantungnya seketika berdetak kencang."Apa kamu trauma dalam hubungan?" Fandi bertanya dengan nada lembutnya."Sedikit," jawab Dona tanpa keraguan "Banyak hal yang terjadi pada pernikahanku, sempat membuat ketakutan dalam menjalin hubungan.""Sekarang? Masih takut?" Dona mengangkat bahunya "Kamu sudah mencoba dengan pria lain?" Dona menganggukkan kepalanya sedikit ragu "Hasilnya?""Tidak bagus," jawab Dona sebenarnya, Fandi mengerutkan keningnya "Kami berdua pada saat itu sama-sama kehilangan, tanpa ikatan hanya menuntaskan hasrat dan aku setuju sampai akhirnya dia memutuskan menikah dengan cinta pertamanya." Fandi menganggukkan kepala mendengar cerita Dona, menunggu reaksi Fandi setelah mendengar ceritanya "Apa akan menjadi ma
Fandi bernapas lega masalah limbah rumah sakit telah selesai, tidak hanya itu saja beberapa kontrak telah diubah sesuai dengan undang-undang dan pastinya kesepakatan bersama. Dona hanya bisa mengapresiasi kerja Fandi sejauh ini, harapannya adalah tidak menempatkan Fandi di hotel, sudah cukup dirinya melihat Naila di rumah sakit dan pastinya tidak ingin melihat Irwan di hotel."Kerjamu bagus juga," ucap Dona dengan nada bangganya "Ayah nggak salah dalam menilai orang.""Aku harus membuktikan pada keluargamu, nama firma dan pribadi menjadi taruhannya." Fandi mengatakan dengan penuh semangat.Dona menganggukkan kepalanya mendengar kata-kata Fandi yang memang benar adanya, tes yang diberikan ayahnya memang memiliki banyak tujuan dan Dona tidak menyalahkan apa yang dikatakan Fandi."Selanjutnya kita kemana?" pertanyaan Fandi membuyarkan lamunan Dona."Aku belum tahu, Lucas dan Endi juga belum mengatakan apa-apa." Dona mencoba mengingat pertemu
"Akhirnya kembali ke Singapore." Fandi merentangkan tangannya keatas, Dona hanya menggelengkan kepalanya "Kamu langsung pulang?" Fandi melingkarkan tangannya di pinggang Dona."Aku ada rapat setelah ini, Vivi sudah hubungi dari sebelum berangkat." "Aku antar." Dona menggelengkan kepalanya "Sudah dijemput?""Supir kantor, mau bareng? Biar aku dianter dulu baru kamu." Dona memberikan usul yang langsung ditolak dengan menggelengkan kepalanya "Kamu juga asisten ayah jadinya nggak ada masalah.""Masih ada yang harus aku selesaikan, aku mau ke kampus dulu."Dona menatap tas yang dibawa Fandi "Kalau begitu masukkan mobil biar nanti aku antar ke tempatmu." Fandi kali ini tidak bisa menolak dan mengikuti Dona ke mobil perusahaan dengan memasukkan kopernya "Hati-hati." Dona mencium singkat bibir Fandi sebelum masuk kedalam mobil.Memegang jantungnya yang berdetak sangat kencang, tidak menyangka jika dirinya bisa membuka hati dengan sangat
Fandi mampu membuat perasaan Dona tenang hanya dengan kegiatan panas mereka berdua, pria yang berbaring disampingnya mampu membuat Dona mendapatkan klimaks berkali-kali dan melupakan sakitnya hubungan intim. Hal yang sama ketika dulu melakukan bersama Irwan, tapi tadi dirinya juga melupakan sentuhan atau bayangan Irwan."Masih mau lagi?" Fandi berkata dengan suara seraknya tanpa membuka mata "Kamu bisa merasakan penisku yang masih berdiri, kamu lakukan sesukamu."Dona tersenyum, mendekatkan bibirnya ke bibir Fandi menciumnya singkat "Kamu istirahat aja."Membaringkan badannya disamping Fandi yang secara tiba-tiba menarik kedalam pelukan, menyamankan diri dalam pelukan Fandi yang akhirnya membuat Dona tidur dengan tenang dan nyaman. Perasaan yang pernah dirasakan dulu saat bersama dengan mantan suami dan sekarang sudah melupakan itu semua, menahan napas ketika pelukan semakin dalam."Kenapa?" Fandi mengeratkan pelukannya "Apa teringat masa lalu?" D
"Menikah?!" Kedua orang tuanya mengatakan secara bersamaan dengan suara keras.Dona menganggukkan kepalanya tanpa ragu kearah kedua orang tuanya, Bima memijat kepalanya perlahan untuk menghilangkan rasa pusing. Berita yang disampaikan Dona seketika membuat seluruh anggota tubuhnya sakit, Bima sudah prediksi itu semua tapi tidak secepat ini. Dalam bayangan Bima adalah mereka akan membutuhkan waktu yang lama untuk kearah yang serius, maka dari itu sedikit santai dalam memeriksa Fandi tentang semuanya."Sayang, kamu sudah memikirkan baik-baik?" Via bertanya dengan nada lembut "Kalian baru saling kenal jadi...""Ayah sama bunda aja baru bertemu udah begituan, jadi ada yang salah kalau kami ingin menikah cepat?" tanya Dona dengan nada santai setelah memotong kalimat Via.Via menatap Bima yang masih memijat keningnya sambil menggelengkan kepalanya tanda jika tidak bisa membantu apapun untuk saat ini, Via hanya berdecih pelan melihat sikap Bima yang sama
"Kamu yakin?" Fandi memegang tangan Dona yang hanya diam "Kamu pernah melakukannya?" Dona menganggukkan kepalanya "Kalau memang itu yang terbaik buatmu maka lakukan, tapi aku tidak memaksa."Dona tahu sikap dewasa Fandi yang mengikat hatinya, tidak hanya itu saja Fandi tahu bagaimana membuatnya lupa saat berhubungan intim dimana yang ada didalam pikirannya hanya mendesahkan nama pria yang ada dihadapannya ini."Mau aku temani?" Fandi membuka suaranya yang dijawab gelengan kepala."Apa rencanamu setelah lulus?" Dona sedikit penasaran dengan rencana Fandi setelah menyelesaikan pendidikannya."Balik ke tanah air, melanjutkan pekerjaan sebagai dosen dan firma hukum. Kamu pasti disini melanjutkan perusahaan." Dona menganggukkan kepalanya "Apa kamu ingin aku disini juga? Apa kamu yang ikut aku? Kita harus membahas ini lebih dalam karena bagaimanapun berkaitan dengan masa depan kita." Fandi mengatakannya dengan menggenggam tangan Dona."Aku belu
"Sudah tidur mereka?""Barusan, ada apa?" "Aku nggak menyangka kita bisa melewati semua masalah, punya anak-anak yang lucu.""Kamu nggak kasih aku istirahat, masa setiap tahun melahirkan kaya kejar target aja." Dona mengerucutkan bibirnya yang langsung mendapatkan ciuman singkat dari Fandi."Kamu hebat dan luar biasa, melahirkan tiga anak setiap tahun." "Kamu yang kebangetan nggak biarin aku istirahat." Dona mengerucutkan bibirnya "Tapi...waktu lihat mereka lahir rasa sakit seketika hilang, aku langsung jadi penasaran kalau punya lagi akan mirip siapa.""Tapi...kenapa anak kita dan Azka nggak ada yang kembar ya?" "Mau kembar?" Dona menatap tanda tanya."Bukan gitu, kalian berdua kan kembar terus kenapa anak kalian nggak ada yang kembar?"Dona mengangkat bahunya "Belum mungkin, sekarang juga nggak kembar.""Apa kita buat kembar setelah ini lahir?" Dona membelalakkan matanya mendengar kalimat
"Kamu mau ke Singapore aja? Sudah yakin? Memang nggak pecah itu kepala diisi belajar mulu?""Aku buat karya ilmiah disana, setidaknya sampai anak kita lahir.""Kita disini juga nggak ada masalah.""Kasihan ayah sama bunda kamu, mereka pastinya butuh anak disana. Anggap aja sebagai bakti ke orang tua.""Gimana sama mama dan papa?""Disini ada banyak anak-anaknya, beda sama ayah dan bunda. Anaknya cuman kamu sama Azka, apalagi Azka lebih senang di agency daripada ngurus perusahaan disana. Azka bilang pecah kepalanya kalau urus perusahaan disana, dia coba udah gatal pengen keluar."Dona berdecih mendengar kata-kata yang Azka ucapkan ke Fandi, Azka memang nggak suka lihat angka atau apapun itu. Azka lebih menyukai suara musik, membuat musik membuat jiwanya tenang, tidak salah jika opanya menyiapkan masa depan mereka masing-masing."Dia bukan pecah kepala aja, tapi gatal pantatnya kalau kelamaan duduk lihat angka dan baca per
"Tokcer juga.""Jelas!" Fandi berkata dengan nada bangga dan penuh kesombongan."Kita sama sekali nggak membayangkan kamu bakal hamil lebih cepat.""Sama, ma. Kita sama sekali nggak nyangka bakal secepat ini.""Kita jadi ikut bahagia waktu Fandi kasih kabar lewat pesan, percaya nggak percaya. Apalagi kalian langsung pisah, kamu sibuk sama kerjaan dan Fandi juga sama."Dona dan Fandi hanya tersenyum mendengar kalimat sang mama, sebenarnya memang tidak bisa ditebak sama sekali. Dona tidak merasakan apapun sama sekali ketika di Singapore, masalah pekerjaan membuat Dona yang tidak merasakan tanda-tandanya. Saat bertemu Fandi seketika terjadi perubahan dan mereka segera memutuskan perika menggunakan alat tes kehamilan yang dijual umum, hasilnya positif dan tanpa menunggu waktu langsung menuju dokter kandungan di rumah sakit. Hasilnya tidak jauh berbeda, tapi bagusnya mereka langsung mengetahui usia kehamilan yang ternyata sudah ada dari sebelu
"Kenapa, bang?""Masih lama Dona?""Abang ini aneh, masih ada satu jam kali."Fandi menghirup udara banyak agar sedikit lebih tenang, biarkan Lita menganggap dirinya merindukan Dona padahal memikirkan hal yang tidak penting."Pekerjaanmu bagaimana?" Fandi membuka pembicaraan terlebih dahulu.Lita menghembuskan napas panjangnya "Aku masuk waktu lagi banyak event, makanya aku sering pulang malam. Apartemen yang diminta Mbak Dona tempati bisa membuat aku nggak perlu dengar mama ngomel.""Kamu jadi kerja di H&D?" Fandi memastikan kembali.Lita menganggukkan kepala tanpa ragu "Kurang dua tahap lagi, bang. Aku juga sering ketemu Tama buat tanya-tanya, kadang kalau luang juga ke cafenya Mbak Naila buat belajar.""Memang ditempatin dimana?" Fandi tidak tahu pembicaraan kedua wanita tersebut."Rencananya sih agency, Mbak Dona minta aku disana bantuin Mas Azka. Mbak Reina yang mantan istrinya sudah nggak disana,
"Hubungan jarak jauh? Memang enak? Sudah menikah tapi pisah.""Sementara, lagian cuman beberapa hari.""Tetap saja nggak enak secara nggak ada yang menghangatkan, hubungi Ratih aja.""Kami sudah berakhir lama."Fandi meninggalkan meja setelah tidak ada pembicaraan lebih lanjut, pembicaraan yang tidak memberikan manfaat apapun. Dua hari setelah di rumah Vivi memberi kabar untuk ke Singapore dimana ada perusahaan yang membutuhkan dipastikan dan Dona sangat ahli dalam hal itu. Disamping itu harus melakukan rapat bulanan yang mengharuskan Dona dan ayahnya berada disana."Maaf, pak.""Pras, sudah mau wisuda?" Fandi menatap mahasiswa yang baru lulus atau bisa dikatakan telat."Ya, akhirnya.""Kemana setelah ini?" "Belum tahu, pak. Saya sudah bekerja di event organizer, bukan pekerjaan di firma hukum tapi setidaknya saya bekerja dengan posisi bagus.""Bagus kalau begitu, apa kamu nggak ingin melanjut
"Dalam...ahh...lebih....ahh...."Dona meremas rambut Fandi atas apa yang dilakukan dibawah, jilatan yang dilakukan dengan memasukkan jemarinya membuat Dona bergerak tidak menentu, menarik kepala Fandi menghentikan kegaiatannya dibawah sana. Melumat kasar bibirnya menyalurkan hasrat dan gairahnya, mendorong tubuh Fandi agar berbaring dan berganti dengannya.Memberikan sentuhan pada tubuh Fandi dengan gerakan sensual, melihat itu Fandi hanya bisa mendesah dengan meremas rambut Dona, bibirnya sudah beralih ke bawah dengan memegang milik Fandi. Memasukkan kedalam mulut, memberikan jilatan pada kepalanya sebelum memasukkan kedalam mulut, gerakan maju mundur dilakukan yang membuat Fandi mendesah keras atas perbuatan Dona, mendengar suara Fandi membuat Don semangat.Memberikan tatapan menggoda dibawah sana disertai dengan jilatan kasar pada milik Fandi yang diikuti dengan gerakan tangannya yang bermain pada telurnya, Fandi mendesah keras atas semua yang Dona laku
"Habis menikah itu wajahnya bahagia, masa daritadi cemberut.""Berisik!""Kenapa memang dia, Don?"Dona memilih tersenyum mendengar pertanyaan Reno, setelah proses akad kemarin dimana Dona memberitahukan jika palang merah seketika Fandi berubah. Fandi tetap perhatian padanya, tapi ekspresi wajahnya seperti orang lemas dan tidak ada gairah."Kalau lihat ekspresinya bisa dibilang Dona lagi palang merah," ucap Lucas yang tidak tahu darimana "Memang yakin? Apa jangan alasan aja biar kalian...""Abang, tolong mulutnya! Ada anak-anak disini." Anggi langsung menegur Lucas yang membuatnya terdiam "Jangan gangguin Dona, mending disini bantuin aku."Dona menahan tawa melihat ekspresi wajah Lucas, pria itu berjalan mendekati Anggi yang sedang bersama anak-anak. Pemandangan yang selalu dilihat setiap kali mereka berkumpul, tahta tertinggi saat berada di rumah adalah wanita. Lucas sangat mengikuti apa yang opa katakan, berbeda dengan Leo yang
"SAH!"Suara teriakan terdengar keras ketika proses selesai, lantunan doa mereka semua panjatkan setelah mendengar satu kata yang membuat napas lega. Beberapa menit lalu jantungnya berdetak kencang, memegang tangan Bima dan mengucapkan kalimat sakral.Menunggu kedatangan Dona yang berada dalam kamar, jantung Fandi semakin berdetak kencang. Acara pingitan yang dilakukan orang tua mereka membuatnya tidak saling bertemu, tapi mereka berdua selalu mempunyai cara bisa berhubungan walaupun tidak bisa lama.Suara musik terdengar, Fandi berdiri menatap pintu masuk menunggu kedatangan Dona. Pintu terbuka, menahan napas ketika membayangkan apa yang akan dilihatnya nanti. Senyum lebar menghiasi wajah mereka berdua, tidak melepaskan tatapan satu sama lain dan hanya fokus pada satu objek. Langkah Dona semakin dekat sampai akhirnya dihadapan Fandi, dokumentasi diambil dan mereka memulai langsung apa yang menjadi susunan acara dari wedding organizer.Tanda tanga
"Kang, makasih banyak."Membalas pelukan Lita saat melingkarkan tangannya di perut, membelai rambut Lita dengan memberikan ciuman lembut. "Kenapa jadi melow gini?" Lita melepaskan pelukan dengan tatapan selidik."Memang salah kalau cium adik sendiri?" Fandi melangkahkan kakinya menuju ranjang."Ya udah, aku mau ke penginapan sebelah. Kang, Dara tidur sini memang nggak boleh?" Lita memberikan tatapan memohon."Mau tidur dimana? Kamu aja tidur kalau nggak sama mama ya disini, kamu mau tidur disana nanti? Kalau itu ijin mama bukan aku.""Enaknya jadi orang dewasa, aku juga pengen nikah.""Lulus dulu sana baru nikah." Fandi memperingati Lita "Ingat jadi cewek harus punya harga diri! Jangan mau disentuh seenaknya." "Pengalaman banget," goda Lita yang membuat Fandi mengacak rambutnya "Aku pergi dulu."Matanya tidak lepas melihat punggung Lita yang semakin menjauh, banyak hal yang sudah terjadi didalam hidup