Fandi bernapas lega masalah limbah rumah sakit telah selesai, tidak hanya itu saja beberapa kontrak telah diubah sesuai dengan undang-undang dan pastinya kesepakatan bersama. Dona hanya bisa mengapresiasi kerja Fandi sejauh ini, harapannya adalah tidak menempatkan Fandi di hotel, sudah cukup dirinya melihat Naila di rumah sakit dan pastinya tidak ingin melihat Irwan di hotel.
"Kerjamu bagus juga," ucap Dona dengan nada bangganya "Ayah nggak salah dalam menilai orang.""Aku harus membuktikan pada keluargamu, nama firma dan pribadi menjadi taruhannya." Fandi mengatakan dengan penuh semangat.Dona menganggukkan kepalanya mendengar kata-kata Fandi yang memang benar adanya, tes yang diberikan ayahnya memang memiliki banyak tujuan dan Dona tidak menyalahkan apa yang dikatakan Fandi."Selanjutnya kita kemana?" pertanyaan Fandi membuyarkan lamunan Dona."Aku belum tahu, Lucas dan Endi juga belum mengatakan apa-apa." Dona mencoba mengingat pertemu"Akhirnya kembali ke Singapore." Fandi merentangkan tangannya keatas, Dona hanya menggelengkan kepalanya "Kamu langsung pulang?" Fandi melingkarkan tangannya di pinggang Dona."Aku ada rapat setelah ini, Vivi sudah hubungi dari sebelum berangkat." "Aku antar." Dona menggelengkan kepalanya "Sudah dijemput?""Supir kantor, mau bareng? Biar aku dianter dulu baru kamu." Dona memberikan usul yang langsung ditolak dengan menggelengkan kepalanya "Kamu juga asisten ayah jadinya nggak ada masalah.""Masih ada yang harus aku selesaikan, aku mau ke kampus dulu."Dona menatap tas yang dibawa Fandi "Kalau begitu masukkan mobil biar nanti aku antar ke tempatmu." Fandi kali ini tidak bisa menolak dan mengikuti Dona ke mobil perusahaan dengan memasukkan kopernya "Hati-hati." Dona mencium singkat bibir Fandi sebelum masuk kedalam mobil.Memegang jantungnya yang berdetak sangat kencang, tidak menyangka jika dirinya bisa membuka hati dengan sangat
Fandi mampu membuat perasaan Dona tenang hanya dengan kegiatan panas mereka berdua, pria yang berbaring disampingnya mampu membuat Dona mendapatkan klimaks berkali-kali dan melupakan sakitnya hubungan intim. Hal yang sama ketika dulu melakukan bersama Irwan, tapi tadi dirinya juga melupakan sentuhan atau bayangan Irwan."Masih mau lagi?" Fandi berkata dengan suara seraknya tanpa membuka mata "Kamu bisa merasakan penisku yang masih berdiri, kamu lakukan sesukamu."Dona tersenyum, mendekatkan bibirnya ke bibir Fandi menciumnya singkat "Kamu istirahat aja."Membaringkan badannya disamping Fandi yang secara tiba-tiba menarik kedalam pelukan, menyamankan diri dalam pelukan Fandi yang akhirnya membuat Dona tidur dengan tenang dan nyaman. Perasaan yang pernah dirasakan dulu saat bersama dengan mantan suami dan sekarang sudah melupakan itu semua, menahan napas ketika pelukan semakin dalam."Kenapa?" Fandi mengeratkan pelukannya "Apa teringat masa lalu?" D
"Menikah?!" Kedua orang tuanya mengatakan secara bersamaan dengan suara keras.Dona menganggukkan kepalanya tanpa ragu kearah kedua orang tuanya, Bima memijat kepalanya perlahan untuk menghilangkan rasa pusing. Berita yang disampaikan Dona seketika membuat seluruh anggota tubuhnya sakit, Bima sudah prediksi itu semua tapi tidak secepat ini. Dalam bayangan Bima adalah mereka akan membutuhkan waktu yang lama untuk kearah yang serius, maka dari itu sedikit santai dalam memeriksa Fandi tentang semuanya."Sayang, kamu sudah memikirkan baik-baik?" Via bertanya dengan nada lembut "Kalian baru saling kenal jadi...""Ayah sama bunda aja baru bertemu udah begituan, jadi ada yang salah kalau kami ingin menikah cepat?" tanya Dona dengan nada santai setelah memotong kalimat Via.Via menatap Bima yang masih memijat keningnya sambil menggelengkan kepalanya tanda jika tidak bisa membantu apapun untuk saat ini, Via hanya berdecih pelan melihat sikap Bima yang sama
"Kamu yakin?" Fandi memegang tangan Dona yang hanya diam "Kamu pernah melakukannya?" Dona menganggukkan kepalanya "Kalau memang itu yang terbaik buatmu maka lakukan, tapi aku tidak memaksa."Dona tahu sikap dewasa Fandi yang mengikat hatinya, tidak hanya itu saja Fandi tahu bagaimana membuatnya lupa saat berhubungan intim dimana yang ada didalam pikirannya hanya mendesahkan nama pria yang ada dihadapannya ini."Mau aku temani?" Fandi membuka suaranya yang dijawab gelengan kepala."Apa rencanamu setelah lulus?" Dona sedikit penasaran dengan rencana Fandi setelah menyelesaikan pendidikannya."Balik ke tanah air, melanjutkan pekerjaan sebagai dosen dan firma hukum. Kamu pasti disini melanjutkan perusahaan." Dona menganggukkan kepalanya "Apa kamu ingin aku disini juga? Apa kamu yang ikut aku? Kita harus membahas ini lebih dalam karena bagaimanapun berkaitan dengan masa depan kita." Fandi mengatakannya dengan menggenggam tangan Dona."Aku belu
"Kita rapat hari ini!"Fandi menatap Bima dengan tatapan bingung "Rapat, pak? Rapat apa?"Bima menghentikan langkahnya "Kamu nggak baca email yang dikirim Vivi?" Fandi menggelengkan kepalanya "Kamu baca lima menit, setelah itu siapkan ruangan meeting."Fandi membuka emailnya dan terdapat email dari Vivi, membacanya dengan sangat cepat dan saat ini baru merasakan apa yang dirasakan mahasiswa jika diberikan sesuatu yang mendadak. Menatap jam yang sudah mendekati lima menit, Fandi menekan nomer Vivi untuk bertanya tentang ruang rapat dan hembusan napas lega dikeluarkan setelah tahu Vivi sudah menyiapkannya. Melangkahkan kakinya menuju ruang rapat untuk memastikan terlebih dahulu, hembusan napas panjang dikeluarkan Fandi saat melihat Vivi yang menyiapkan berkas diatas meja."Dona nggak kasih tahu?" tanya Vivi yang dijawab Fandi dengan menggelengkan kepalanya "Mungkin udah letakin note di lemari es.""Mungkin, ada yang bisa dibantu?"
Memberikan janji akan menjawab lain waktu, tempat yang mereka gunakan untuk berbicara sangat tidak memungkinkan, semua sudut bisa mendengar walaupun mereka menggunakan bahasa sendiri."Aku kira akang nggak akan datang," ucap Clara saat Fandi duduk dihadapannya.Memilih memesan makanan terlebih dahulu dengan memanggil pelayan, tatapan penasaran masih diberikan Clara pada dirinya."Gilbert mana?" tanya Fandi menatap sekitar."Nggak usah mengalihkan pembicaraan, kang. Jawab pertanyaan yang tadi di kantin!""Aku harus tahu dimana Gilbert terlebih dahulu, malas menjawab pertanyaan yang sama.""Akang!" Clara memberikan tatapan tajam dan kesalnya yang tidak dipedulikan Fandi "Gilbert...""Nungguin? Kamar mandi antri banget." Gilbert duduk disamping Fandi "Udah pesan?" Fandi menganggukkan kepalanya."Sekarang jawab!" Clara mengatakan dengan kesal pada Fandi.Menatap mereka berdua bergantian, cepat atau lambat m
"Aku nggak ke kantor, habis dari terapi langsung kesini." Dona mematikan kompor yang dipakai untuk membuat makan malam mereka, melihat Fandi yang hanya diam di tempat secara perlahan melangkahkan kakinya kearahnya. Dona mengambil tas yang dibawa Fandi, gerakannya terhenti saat Fandi menariknya kedalam pelukan."Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" "Bagaimana terapimu?" Mengeluarkan suara secara bersamaan, suara tawa memenuhi ruangan yang secara perlahan melepaskan pelukan. Dona meletakkan tas yang dibawanya kedalam kamar, Fandi mengikutinya dari belakang."Jadi bagaimana terapinya?" "Berjalan lancar.""Tidak terjadi sesuatu?" Dona mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan Fandi "Kamu baik-baik saja selama sesi terapi?""Baik-baik saja, aku lanjutkan masak dulu dan kamu langsung mandi."Meninggalkan Fandi yang menatap punggung Dona menjauh, perkataan Clara masih terngiang di telinganya. Fandi memang ti
"Ayah akuin dia bagus, nggak salah kalau jadi dosen." "Jadi lolos ini jadi kandidat calon suami?" Dona menaik turunkan alisnya."Baru seperempat, belum sepenuhnya karena masih ada banyak tes lagi." Dona memutar bola matanya malas mendengar jawaban Bima."Opa dulu nggak pakai nyeleksi ayah, kenapa sekarang calonku di seleksi?" Dona menatap malas pada Bima. "Opa yang nyuruh ayah melakukan seleksi buat calon kamu, tanpa diminta sama opa pastinya ayah akan melakukannya." Bima melakukan pembelaan diri "Kita nggak mau wanita di keluarga ini mengalami kekerasan. Nisa, Zee dan terakhir kamu yang mengalami kekerasan, maka itu ketika Tere dan Endi saling cinta opa langsung meminta Tian menyetujui mereka dan langsung menikahkannya, kita semua yakin Endi nggak akan menyakiti Tere."Dona menyandarkan tubuhnya di sofa, jawaban yang sama setiap kali dirinya melakukan protes tentang perlakuan mereka pada Fandi. Mereka tidak memikirkan sikap keluarga Fa