"Open the gate!"
Bangunan itu sebenarnya merupakan properti milik keluarga Paul Turner yang merupakan pemimpin kelompoknya. Dan sekarang beralih fungsi menjadi markas besar kelompok mereka— The Midas.
The Midas yang artinya sendiri adalah The God of Golden touch— merupakan kelompok yang paling ditakuti di daratan detroit, Michigan. Karena pengaruhnya, tak ada satupun yang berani menentang mereka, bahkan mereka kebal akan hukum di sana.
Termasuk Vanderex Zeckar. Ia adalah salah satu anggota geng itu, dan merupakan yang termuda diantaranya.
Masing-masing mereka akan diberi tanda sebuah tato khusus di tubuh mereka, sebuah simbol yang sama seperti yang ada di gerbang— sebagai tanda mereka adalah bagian dari The Midas. Dan Vander mendapatkannya di tangannya.
Dengan tak sabar dirinya yang kehujanan lantas turun dari motor trail yang ia naiki. Ia menggeram di balik tudung jaket hitamnya yang sudah basah kuyup. Sepertinya mereka semua sedang berpesta-pora, sehingga tak ada yang bisa menjaga gerbang saat ini.
Untungnya ia tahu sandi untuk masuk ke sana, hingga tak payah rasanya memasuki sarang penyamun itu, karena dirinya sudah sangat terlambat. Salahkan hujan yang menghambatnya.
Setibanya ia masuk ke dalam gedung tempat biasa mereka berkumpul dan mengadakan pesta, bukannya alih-alih suara riuh tawa dan musik seperti biasa yang ia dengar, melainkan suatu hal yang mengerikan terjadi.
Tampak beberapa wanita berteriak histeris dan para pria yang lainnya saling berkelahi. Bahkan kalau tempat itu biasanya lebih berantakan, yang ini lebih daripada itu— sangat kacau.
Apa yang terjadi? pikirnya.
Vander terdiam seraya memindai retinanya mencoba memahami situasi dan kondisi. Namun tiba-tiba suara disekitarnya mendadak hilang. Hanya terlihat pergerakan orang-orang di depan matanya tampak aneh— seperti diperlambat hingga terkesan dramatis.
Lagi-lagi ia bertanya dalam hati. Ia lalu memejamkan matanya dan berharap semuanya kembali normal. Dan benar saja, saat ia membuka mata semuanya kembali seperti sedia kala. Vander sungguh meragukan kewarasannya sekarang. Apa ia terlalu banyak menghisap 'barang haram' itu tadi?
Kakinya melangkah lebih maju untuk mencari tahu situasi aneh macam apa yang baru saja terjadi. Seperti ilusi. Semuanya tampak janggal dan aneh. Namun terasa sangat nyata.
Ia mencoba bertanya pada semua orang yang berada dalam jangkauannya, namun tak satupun yang menyahut. Semuanya sibuk meleraikan pertengkaran yang terjadi antara sesama anggota. Dan akhirnya ia pun ikut melerai tanpa tahu apa yang terjadi. Yang pasti ia tak mungkin hanya berdiam diri.
Saat mencoba menahan seorang pria bernama Louis, tiba-tiba dirinya ditarik paksa oleh seseorang dari belakang. Dan orang itu mencampakkannya hingga terjatuh menubruk meja kaca dekat sofa.
Vander meringis karena rasa sakit yang dideranya, bahkan telapak tangannya terluka karena serpihan kaca. Saat ia bangkit untuk berdiri, alangkah terkejutnya ia menemukan seorang pria dengan buih di mulutnya tergeletak di atas sofa dekatnya terjatuh tadi.
Paul Turner, sang alfa tampak menggenaskan dengan mata terbelalak dan busa di sekitar rahang bawahnya. Membuat Vander bergerak mundur— tak percaya bahwa orang yang sangat pro akannya itu telah tewas.
Damn it!
Matanya juga beralih pada sosok serba hitam di samping Turner yang terlihat sedang kejang-kejang. Beberapa orang diantaranya tampak panik, bahkan Vander mendengar ada seseorang yang memanggil polisi dengan ponselnya untuk ke markas segera.
What the fucking Hell?!
Itu sama saja dengan bunuh diri!
Namun keterkejutan itu belum berakhir, tiba-tiba saja terdengar suara tembakan dari luar. Membuat semua orang panik dan melarikan diri. Begitu juga Vander yang tak tahu apa-apa. Ia tampak kalang kabut dan segera ingin pergi, tetapi saat ia melangkahkan kakinya, sebelah yang lainnya tertahan. Ia melihat kaki kirinya sudah ada yang memegang. Tak lain tak bukan adalah sosok serba hitam yang di samping Paul tadi.
Pria bertudung hitam itu memang tak bersuara untuk meminta tolong, namun saat wajah itu menengadah ke atas... Vander dibuat mati berdiri.
Itu.... dirinya.
___"NO!!!"
Vander terbangun dari kursi yang ia tiduri dengan peluh membasahi seluruh tubuh. Napasnya terengah-engah seperti habis dikejar setan. Bahkan ia kini mati lemas karena mimpi buruk yang ia alami barusan.
Mimpi itu... sungguh menghantuinya selama beberapa tahun terakhir. Dirinya bahkan tak berani untuk terlelap hanya karena takut mengulang adegan yang sama.
Vander mengusap wajahnya dari peluh disekitar. Tetap berusaha tenang seperti hal yang sudah-sudah ia lakukan. Hanya perlu duduk, bernapas dengan teratur dan tetap berpikir positif— hal yang selalu ibunya katakan bila menemukannya dalam kondisi seperti tadi.
Setelah kembali tenang, Vander tersadar kalau dirinya bukanlah di kamar yang biasa ia tempati. Ruangan berukuran kecil dengan ranjang single di tengahnya bukanlah kamarnya. Bahkan ia merasa asing dengan perabot di sekitarnya.
Tapi, tunggu!
Ranjang?
Ia bangkit dari kursi yang ia tempati. Memandang heran pada ranjang yang harusnya diisi oleh seorang wanita muda yang ditolongnya tadi. Namun kemana wanita itu sekarang?
Vander mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Sangat sepi, hanya ada dirinya. Ia lalu berjalan ke arah kamar mandi yang pintunya terbuka. Di dalamnya juga tak ada orang. Namun penglihatannya menangkap hal ganjil pada cermin wastafel.
Ada tulisan berwarna merah yang bertuliskan:
Thank you for last night.
Sepertinya tulisan itu dibuat dengan coretan lipstik. Dasar wanita gila, pikir Vander. Sepertinya benturan di kepala setan cantik itu sangat keras. Sehingga ia dapat berhalusinasi yang tidak-tidak tentangnya.
Apa yang dipikirkan wanita itu ketika terbangun? Bahkan menyentuhnya di ranjang pun Vander enggan. Ia lebih memilih kursi di seberang ranjang untuk ia tempati.
"Stupid girl!"
Lantas Vander tak ambil pusing. Baguslah kalau wanita itu sudah pergi. Ia lalu berbalik mengambil ranselnya kemudian pergi dari motel yang di sewanya.
Vander memilih menaiki bus kali ini untuk menuju ke tempat kerjanya. Bukan ke kampus lagi tujuannya, karena jam mata kuliah pertamanya tentu sudah habis. Dan selanjutnya tak ada jadwal lagi alias kosong. Lebih baik ia pergi ke tempatnya bekerja karena ada pekerjaan yang sudah menunggu.
Xonix Motorsport— adalah bengkel tuner yang terkenal karena spesial memodifikasi mobil-mobil klasik. Bahkan bisa mengerjakan semua jenis model apapun. Didirikan ayahnya sejak dua puluh tahun yang lalu dan sangat terkenal di daratan Amerika, khususnya New York City.
Setibanya disana, Vander segera ke lantai atas untuk meletak ransel dan mengganti baju di kamar miliknya. Setelahnya ia berkumpul di bawah bersama para mekanik yang lain untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda kemarin.
"Hola, Beast. Mana kacamatamu?"
Sial. Vander melupakannya saat berganti baju tadi. Pantas ia merasa aneh. Seperti ada yang kurang. Namun ia malas untuk mengambilnya ke atas.
"Tidak pakai juga tak masalah," jawabnya sambil melepaskan Velg dari ban mobil yang ia pegang dengan mesin hidrolik pelepas ban.
Pria berjanggut yang menyapanya tadi mengangguk. "Lagipula kau tak cocok memakai barang purba itu. Kau bukan Meganthropus!" Berdiri sambil memerhatikan Vander yang tekun.
Para pekerja yang merupakan mekanik lainnya terkekeh mendengar ejekan yang terlontar untuk Vander.
"Makhluk purba tak pakai kacamata. Tapi mereka memiliki banyak bulu. Kau!" balas Vander pada pria berjanggut tadi yang bernama Polo.
Sontak suasana tempat kerja menjadi riuh. Bahkan mereka saling bersorak sekarang.
"Beruntunglah kau anak pemilik tempat ini. Kalau tidak sudah kugantung kau dengan crane."
Vander yang mendengar lontaran Polo hanya terkekeh. Dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
Sudah dua jam ia berkutat dengan sedan bongkok yang moncongnya khas menonjol panjang ke depan. Dan sebagai langkah menuju akhir, ia harus membalut body chevrolet Fleet Master itu dengan sentuhan warna agar kembali sangar dan gahar.
Rencananya ia akan mewarnai mobil klasik tahun 1948 itu dengan cokelat matte. Namun persediaan warna dasar yang ia ingin pakai habis. Mengharuskannya keluar untuk mencari ke toko karena stok di bengkel akan tiba esok hari. Menurutnya itu sangat lama dan membuang-buang waktu untuk menunggu.
Akhirnya Vander keluar untuk mencari ke toko cat khusus mobil. Cukup jauh karena itu ia harus menggunakan kendaraan. Ya, akhirnya Vander dapat mengendari kendaraan beroda empat itu.
Sayangnya benda itu hanya sebagai transportasi yang disediakan ayahnya untuk para pekerja disana selama jam kerja. Bukan untuk dirinya yang notabene-nya adalah anaknya.
Padahal ayahnya sangat kaya untuk sekedar membelikan satu mobil baru saja. Namun, ayahnya tak mengizinkan untuk itu karena kesepakatan yang mereka lakukan. Ia dapat menerima hal tersebut. Walaupun kadang agak kerepotan dengan stasiun, metro, bus dan juga taksi.
Berbicara soal taksi, Vander seketika teringat soal wanita yang ditemuinya tadi pagi. Kalau bukan karena kebaikan hatinya yang sedikit itu, mungkin nasib buruk akan menimpa si eksotis kini.
Untungnya ia membawa wanita itu ke sebuah motel yang letaknya di pinggir jalan, sehingga ia tidak susah-susah mengangkatnya. Melemparkannya ke ranjang. Dan berakhir ia yang juga ikut terlelap akibat kelelahan juga rasa kantuk yang dideranya karena belum tertidur sedari kemarin.
Vander merasa bodoh karena niatnya yang ingin mencampakkan wanita itu ke motel, menjadi ia yang dicampakkan sendirian. Belum lagi pesan absurd yang wanita itu tulis di cermin. Seolah membuatnya benar telah melakukan hal yang 'iya-iya' dengan wanita itu, padahal dirinya yang sebenarnya adalah korban. Uangnya habis untuk membiayai wanita itu semua.
Tolong ingatkan Vander lagi bila bertemu segera menagih bill pada wanita itu. Karena itu adalah rasa ucapan terima kasih yang sesungguhnya!
"Oh, come on."
Vander menggerutu dalam mobilnya yang terjebak macet lalu lintas. Manhattan di sore hari memang tampak begitu. Semua jalan tampak penuh dan ia harus bersabar menunggu untuk semuanya.
Dari kemudinya bisa ia lihat orang-orang juga tampak protes dari dalam mobilnya. Bahkan ada yang mengeluarkan setengah tubuhnya dari kaca untuk berteriak ke depan, dan yang lainnya juga menekan klakson mobil dengan tak sabar.
Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kemacetan tak bergerak sedikitpun? Apa ada terjadi kecelakaan di depan? Atau ada proses syuting di jalalan Manhattan?
Entahlah, terkadang para artis-artis itu sangat menyusahkan di jam-jam ramai seperti ini.
Vander menghela nafasnya kasar. "Seharusnya aku tidak keluar lagi kalau tahu ini hari sialku," gumamnya sambil melihat antrian yang sesak.
Wajahnya tampak nelangsa dengan kepala yang ia senderkan ke kaca. Mencoba menutup mata dan istirahat sejenak.
Belum semenit Vander menutup mata, tiba-tiba mobilnya tersentak kuat dari belakang. Mengakibatkan badannya terayun ke depan dan kepalanya terantuk ke kemudi karena ketidaksiapannya.
"F*ck!" Vander mengelus keningnya yang terbentur kuat.
"Kesialan macam apa lagi ini?" geramnya lalu keluar dengan amarah yang menyelimutinya. Bahkan pintu truk Chevrolet Apache yang dibawanya dibanting kuat olehnya.
"You!" tunjuk Vander pada pengemudi supercar di depannya. "Out!"
Vander memang tak dapat melihat siapa pengemudi brengsek yang menabraknya dari belakang dalam keadaan macet seperti ini. Mungkin seseorang yang baru mendapatkan sim— seorang amatir.
Saat Vander memerhatikan bagian belakang truknya yang ditabrak tadi, sudah berdiri seseorang yang baru saja keluar dari dalam supercar berwarna merah metalik itu.
"I-i-i'm so sorry...," cicit suara dari belakang pungung Vander. "Aku tak sengaja sungguh," sambung suara itu lagi yang rasanya tidak asing di telinga Vander.
Dan saat dirinya berbalik, alangkah terkejutnya Vander. Wanita yang meninggalkannya tadi kini ada di hadapannya kembali.
"K-kau?"
Wanita di depannya tak kalah terkejut. Namun bukannya takut, ia berubah kegirangan lalu melompat memeluk Vander bersemangat.
"I see you again. Aku mencarimu seharian ini."
To Be Continued
Vander tak bisa untuk tidak menekuk wajahnya dengan tampang masam. Merupakan hal yang tidak biasa dengan kesehariannya yang selalu tampak datar. Bahkan ia jarang sekali marah dan terkesan tak ingin tahu menahu dengan masalah. Selalu menanggapi setiap persoalan dengan mudah karena pengendalian dirinya yang luar biasa. Namun, kini apa yang terjadi sungguh merusak tatanan hidupnya. Wanita yang ia temui belum sampai dua belas jam itu sungguh menguras emosi dan tenaga. Bagaimana tidak? pertikaian mereka tadi disaksikan khalayak umum dan sekarang harus berhadapan dengan salah seorang polisi lalu lintas setempat yang dengan sok bijak memberi siraman rohani pada mereka selama lebih kurang setengah jam hanya karena membuat keributan di tengah jalan. Damn it! "Tuan Zeckar, apa kau sedang
Tidak seperti biasanya— pagi ini Vander bangun tepat waktu. Ia sendiri cukup terkejut mendapati dirinya yang tidak kesiangan. Bahkan ia terbangun sebelum bunyi alarm. Suatu pencapaian yang membuatnya ingin tertawa. Padahal biasanya ia terlambat bangun karena baru bisa terlelap saat fajar. Kini ia bisa tersenyum cerah, karena akhirnya bisa melakukan ritual sarapan pagi bersama ayah dan ibunya dengan benar. Ayah dan Ibu Vander saja merasa seperti mendapatkan kejutan saat melihat sang anak duduk manis sambil memakan sarapannya dengan tekun. Padahal selama ini Vander terkenal susah ditemui pada pagi hari. Entah itu karena masih tidur atau terburu-buru bak orang dikejar setan. Ini seperti apa yang diharapkan Vander untuk mengawali harinya; bangun pagi, sarapan bersama, mengikuti kelas paginya tepat waktu dan bekerja hingga sore hari lalu pulang untuk
"Dad?" Suara bruk terdengar ketika tubuh gadis itu terjatuh dan mendarat diundakan tangga dengan posisi terduduk, Vander tak sadar melepas pegangannya. "Aww..." "VANDER!" Mulut Vander menganga mendapati gadis yang berada dalam bopongannya tadi terjatuh. Dan saat ia beralih ke suara ayahnya, pria paruh baya itu sedang membelalakkan mata padanya. "Kenapa diam? Segera angkat gadis itu! Kau mencelakainya." Vander tersadar. Segera Vander mengikuti instruksi ayahnya untuk menolong Chloe. Dengan gerakan kakunya yang terkesan terburu-buru, ia mengangkat gadis itu. "Aww.. you hurt me." Chloe meringis lagi.
"Louis Miller?" Vander memandang ke arah pria bersurai perak dengan bathrobenya dan Chloe bergantian. Ia tak tahu kalau masa lalunya kini bisa berubah menjadi mimpi buruk. Dan seperti dejavu. Lagi. Ia menemukan pria yang ia kira sahabatnya itu menjadi benalu di hidupnya. Pria bernama Louis itu terkejut, "Vander? Is that you? Kau bersama... Chloe?" Memerhatikan penampilan baru Vander yang dengan kacamata. Tak lagi berlari seperti masa lalu. Vander maju selangkah dan memberi pukulan telak pada rahang Louis. "Terima kasih untuk kembali karena aku belum memberi salam perpisahanku dengan benar dulu. Goodbye, Jerk!" Setelah merubuhkan Louis yang tak bisa berkutik, Vander beralih ke ar
Suara langkah kaki dari lantai atas terdengar sedikit gaduh, disusul dengam suara kursi bergeser, membuat Zallyn mengalihkan pandangannya ketika ia baru saja mengangkat waffle dari cetakannya.Wanita paruh baya itu cukup terkejut dengan kehadiran putranya di pagi hari.Lantas ia bertanya sambil mengerutkan keningnya. "Vander, kau bangun pagi lagi? Apa ada kelas pagi hari ini?"Vander duduk di meja makan saat ibunya membalikkan badan dari arah pantry menghadapnya. Sepertinya paruh baya itu belum terbiasa dengan kebiasaan baru anaknya- bangun pagi."Ada janji dengan dad, Mom. Lagipula tidak ada kelas hari ini."Sang ibu berjalan ke arah meja makan seraya mem
Setelah menurunkan Chloe di salah satu gedung tua berbatu bata merah yang hanya beberapa blok dari rumahnya. Vander dan ayahnya kembali dalam keheningan tak berujung.Bahkan sampai mereka di garasi rumah, Vander tetap menunjukkan aksi tutup mulutnya. Dan menghindar cepat dari sang ayah yang kini memasang tanda tanya besar di wajahnya saat anaknya berlalu masuk ke dalam rumah."Vander, Daddy ingin bicara padamu. Kita bicara di halaman belakang," ucap Ayahnya saat Vander sudah separuh jalan di tangga menuju kamarnya.Vander memejamkan matanya kesal. Tak bisakah ia diberikan waktu barang sebentar untuk menenangkan dirinya? Ia takut dirinya hilang kendali di depan ayahnya saat gejolak emosinya sedang tak menentu.Namun itu yang mereka butuhkan kini. Vander tak bisa harus terus menerus
"No way!" pekik Andres tiba-tiba sambil berdiri, "Bukannya ini wanita yang berada di laptop Vander?" tanyanya dengan logat latinnya yang kental.Vander yang tadinya mengalihkan wajah ke samping lainnya, seketika berbalik menghadap sang tamu yang sedang berdiri sambil tersenyum kepada semua orang.Tidak! Sang mantan tidak seharusnya berada disini. Ini bukan tempat pembuangan! Sosok itu harus segera disingkirkan, kalau tidak akan mengundang penyakit.Lantas Vander berdiri dan seketika suara kursi berderit terdengar di lantai kayu. Membuat samua mata tertuju pada pria berbaju kuning itu yang hendak melangkah ke arah sang tamu asing."Ikut aku!" desis Vander mengamit tangan wanita yang dibencinya tersebut. Membawanya menjauh dari yang lainnya menuju pintu keluar.
Akhirnya Vander bisa bernapas lega setelah sampai di dalam unit apartemen Andres. Sebelumnya ia harus ikut dalam aksi kejar-kejaran dengan para wanita asal kampusnya yang dengan gilanya mengikuti kemana langkahnya berjalan.Seharian di kampus membuat dirinya sangat tidak betah dengan kelakuan absurd para wanita-wanita di sekelilingnya. Salahkan ayahnya yang merusak kacamatanya sehingga hari ini ia tak dapat menutupi mata elangnya juga wajah tampannya. Membuat penampilannya tampak berbeda dari sebelumnya.Lebih gagah dan juga dominan dibandingkan pria lainnya. Aura Vander lebih keluar. Dan seketika dirinya bagaikan magnet yang menarik sesiapa saja untuk mendekat padanya. Termasuk menjadi penguntit yang dilakukan oleh para wanita yang kurang kerjaan itu.Tidak Chloe maupun wanita manapun- jelas membuatnya gila. Hidupnya telah berubah
Mansion Keluarga Zeckar, Spanyol.Langit malam yang biasanya terlihat gelap dan hitam, kini bernuansa terang benderang berwarna - warni. Lucunya bukan karena ada perayaan tahun baru, tetapi bentuk suka cita keluarga Zeckar di malam natal. Setelah sekian lama mereka tidak merayakannya bersama, sekarang semuanya berkumpul. Bahkan turut mengundang semua kerabat terdekat dan yang berhubungan baik.Kasih natal rupanya melingkupi musim dingin tahun ini. Berita bahagia pun menjadi kado istimewah bagi mereka semua. Selain kehadiran anggota baru di keluarga itu, diketahui calon menantu keluarga Zeckar rupanya telah mengandung. Itu artinya ada generasi baru yang menjadi penerus mereka. Sepasang bayi lelaki dan perempuan diprediksi akan hadir pertengahan tahun depan. Menjadi penantian terindah bagi semuanya.Tuan Ramos yang berada di balkon melih
Bring The Autumn Backs Sorak sorai para penonton terdengar membahana seisi ruangan besar tempat peragaan busana yang diadakan oleh salah satu rumah mode terbaik edisi musim gugur ini. Satu per satu model terbaik tampil memamerkan hasil rancangan desainer ternama yang sedang naik daun. Termasuk Chloe, yang merupakan salah satu supermodel muda saat ini. Mimpinya kini terwujud berada satu panggung dengan para senior yang menjadi panutannya. Saat giliran dirinya keluar dan tampil dengan pakaian dalam seksi dengan sayap hitam tinggi di belakangnya, semua yang hadir semakin riuh dan berdiri dari tempat duduk masing - masing. Meneriakkan nama Chloe dan bersorak keras ke arah panggung. Membuat Vander yang berada di deretan kursi VIP semakin jengah dan teramat kesal. Bagaimana tidak? Kekasihnya dan tubuh eksotis yang hanya miliknya itu menjadi bahan
Love in Summer : Deja Vu Satu musim pun berlalu. Kini telah tiba saatnya musim panas. Banyak orang yang menantinya, karena sekarang adalah waktunya liburan. Berbeda dengan Vander yang tak ingin kemanapun saat ini. Ia lebih memilih rumah atau bengkel ayahnya sebagai rutinitas yang baginya tak membosankan. Alhasil kebiasaan itu sedikit membuat jengkel seseorang. Lantas tak jarang Vander sering mendapat keluhan, dan sekarang mungkin lebih dari pada itu. Contohnya, seperti saat ini. Tepat saat ia tiba di bengkelnya pukul sembilan pagi, Vander sudah mendapat amukan dari seorang wanita yang nyatanya telah lebih dulu tiba darinya. Wanita itu mengeluhkan ketidakpekaan Vander yang tak pernah mengajaknya kencan selama ini. Hanya wanita itu saja yang berinisiatif untuk mengajak pergi. Bahkan memberikan hadiah pun tak pernah. Alhasil si wanita dirundung rasa sedih dan gelisah. Khawatir jika seorang V
Spring has sprung (again!) Padahal empat musim rasanya sudah Vander lewati hingga ke titik di mana dirinya mendapatkan segalanya. Sayangnya, semua hanyalah sebatas mimpi. Sebuah imaji yang terbentuk di dalam pikiran dan ingatannya. Sesuatu yang antara dua ia yakini; apakah itu hanya sekedar bunga tidur? Ataukah mungkin ... bisa menjadi nyata? Vander memang mengalami sebuah mimpi sadar atau mimpi lucid tadi malam. Sebuah mimpi yang telah ia rancang akan hadir di ingatannya, tetapi tidak sepenuhnya bisa ia kendalikan. Seperti sebuah skenario. Hanya saja kita bertarung di dalamnya untuk membuat semua menjadi sesuai apa yang diinginkan. Bukan berarti semua terlihat mudah. Vander justru menemukan hal-hal lain yang tak pernah ia sangka. Entah itu si iblis cantik yang menyerupai malaikat. Ada juga manusia berhati setan yang hampir merusak segalanya. &n
East River, New York."Sugar- Honey- Iced- Tea! Damn! What the hell going on, Guys?"Chloe terlihat panik sambil berjalan memegangi perutnya yang besar.Dia baru saja meninggalkan pesta dan turun ke bagian dalam yacht miliknya— dengan penampilan sangat cantik menggunakan gaun panjang khusus ibu hamilnya dan mantel bulu hangat, serta riasan wajah yang memukau. Wanita itu menuntut ke arah sepasang kekasih yang kini tepat berada di hadapannya."Tenanglah, Chloe. Hanya ada kesalah pahaman sedikit. Mike akan mengatasinya. Kebetulan dia masih berada di kota," ujar Yasmine menenangkan. Wanita itu tak kalah anggunnya dengan gaun beludru merah hati dipadu padankan dengan coat panjangnya dan stiletto yang dipakai."It's okay, Ibu hamil. Kejut
"SURPRISEE!!!" Alangkah terkejutnya Vander dan semua yang baru saja tiba. Bunyi terompet, tebaran konfeti dan banyak balon seolah menyerbu mereka begitu memasuki mansion luas Turner. Apakah ini perayaan atas kemenangan mereka? Sepertinya begitu, tapi tidak setelah melihat siapa yang telah menyambut mereka. Itu bukan perayaan spesial dari Tuan Turner seperti yang mereka sangka. Melainkan dari orang-orang yang selama ini mereka rindukan. Semuanya berkumpul di sana tanpa terkecuali. "Welcome back!" sambut semua orang dari dalam. Bagaikan terkena terapi syok, semuanya tak bisa berkata-kata, terperangah dan terdiam di tempat masing-masing. Hingga satu per satu orang berhambur memeluk mereka semua. Barulah tersadar dengan apa yang sedang saja t
"Kau akan menyesal," sumpahnya menatap penuh rasa dendam ke arah Vander. "Aku akan membunuhmu untuk yang kedua kalinya. Kupastikan kau mati. Inilah akhirmu, Zeckar. Berbaliklah, dan lihat siapa yang datang," sambung Trevor sambil menyeringai puas. Vander dengan cekalannya yang masih kuat mencoba untuk menoleh ke arah yang dimaksud, akan tetapi sebuah moncong pistol sudah mendarat di pelipisnya. Begitu ia mendongak ke atas, sebuah seringai ia dapati. "Ay, Vander. Long time no see." _____ Pupil mata Vander membesar tatkala melihat siapa sosok yang berada di belakangnya; Sosok pria bertubuh tegap dengan rambut cepak— sedang menyeringai dengan ganja kering menyala di sudut bibir.
Tak banyak yang bisa dilihat Vander dari posisinya ia berada sekarang. Namun, sepertinya truk trailer yang membawa dia dan kelompoknya itu memasuki kawasan kota mati. Di mana tempat tersebut adalah kota industri otomotif lama yang telah ditinggalkan, dan hanya tersisa bangunan -bangunan tua usang saja saat ini.Dahulu sekali Vander pernah mengunjungi tempat tersebut. Mencari seorang anggota yang kabur membawa aset mereka dan mengeksekusinya sekaligus juga di sana. Di gereja satu-satunya di tempat itu. Dengan cara memasukkannya ke dalam peti dan memakunya hingga tak dapat keluar. Tak lupa ia menembakkan timah panasnya tepat di tengah peti tersebut.Terakhir yang Vander ingat sebelum keluar pintu, ia mendengar jeritan pria tersebut memanggil namanya. Dan setelahnya .... Ia benar-benar tak peduli.Lantas kini Vander kembali. Mencari orang-orang yang masuk
Bunyi deru mesin mobil dan motor mulai terdengar di halaman depan mansion Turner. Vander begitu juga yang lainnya sudah sedia di kendaraan masing-masing. Tepat saat fajar. Mereka memilih waktu subuh karena pasti sang musuh takkan mengira akan diserang pada saat itu. Mereka memutuskan untuk mulai berjalan, karena sekarang adalah saatnya. Earpeace sudah terpasang ditelinga. Memudahkan mereka untuk berkomunikasi jarak jauh. Begitu juga dengan senjata, juga taktik tentunya. Vander sudah duduk dibalik kemudinya. Sesaat dia baru saja berbicara dengan sang kakek. Aneh rasanya mendapat panggilan dari Abuelo-nya itu. Hanya saja Vander mengangkatnya juga. Ternyata kakeknya itu mengkhawatirkan dirinya. Walaupun tak terdengar seperti itu. Hanya saja Vander bisa merasakan yang kakeknya itu rasakan. Tuan