Home / Romansa / Behind The Beast / I. Spring | Seven

Share

I. Spring | Seven

Author: Lady_Andrea
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Suara langkah kaki dari lantai atas terdengar sedikit gaduh, disusul dengam suara kursi bergeser, membuat Zallyn mengalihkan pandangannya ketika ia baru saja mengangkat waffle dari cetakannya.

Wanita paruh baya itu cukup terkejut dengan kehadiran putranya di pagi hari.

Lantas ia bertanya sambil mengerutkan keningnya. "Vander, kau bangun pagi lagi? Apa ada kelas pagi hari ini?"

Vander duduk di meja makan saat ibunya membalikkan badan dari arah pantry menghadapnya. Sepertinya paruh baya itu belum terbiasa dengan kebiasaan baru anaknya- bangun pagi.

"Ada janji dengan dad, Mom. Lagipula tidak ada kelas hari ini."

Sang ibu berjalan ke arah meja makan seraya membawa waffle hangat yang baru saja dibuatnya.

"Makanlah. Mungkin sebentar lagi dad akan turun. Mom lupa, kalau kalian akan ke acara pameran mobil itu, bukan?"

Vander mengangguk. "Thank's, Mom." Saat sarapannya tiba, "Kami akan ke Javits hari ini." Lanjutnya sambil menuangkan madu di atas waffle miliknya.

Saat Vander ingin memasukkan suapan pertamanya, sang ayah hadir dari balik dinding memasuki ruang dapur.

"Good morning," ucap pria setengah abad itu dengan suara baritonenya yang khas.

"Morning," sahut sang Ibu riang seraya mendekati suaminya dan mengecup bibirnya singkat. Lalu membawanya ke meja makan untuk duduk.

Sungguh manis, pikir Vander. Membuatnya mengalihkan pandangannya ke piring.

"Morning, Dad," sambut Vander pelan sembari menuangkan susu kotak ke gelas ayahnya.

Sang ayah menaikkan sebelah alisnya karena perhatian kecil Vander. Sempat melirik sang istri, namun wanita cantik itu hanya mengendikkan bahunya dan tersenyum.

"Thank you, Son." balas sang Ayah lalu duduk dan meneguk segelas susu yang sudah disediakan anaknya itu.

Zallyn yang melihat kedua orang tersayangnya tampak akrab tersenyum haru.

"Mom selalu menginginkan hari ini tiba. Dan akhirnya bisa terwujud sekarang."

Kedua pria yang ada di meja makan itu terhenti sesaat, namun langsung tersadar dan melanjutkan sarapannya lagi.

"Makanlah, sayang. Jangan menangis saat mentari baru menyingsing," tegur sang suami saat melihat istri cantiknya itu menyeka air mata dengan jari-jari lentiknya duduk di samping.

Vander yang sedari tadi menunduk, melihat ke arah sang ibu. Dilihatnya sang ibu meninju kecil bahu ayahnya. Yang dibalas sang ayah dengan kecupan mesra di dahi wanita itu.

Mata Vander berotasi saat melihat adegan romantis orang tuanya lagi. Ia yang muda saja tak pernah melakukan hal manis semacam itu. Walau dulu ia pernah memiliki kekasih, tetapi Vander jarang melakukan hal selembut itu. Entahlah mungkin ia tipe yang... sedikit liar.

"Kau membuat seseorang cemburu, Honey," sindir Ibunya sambil melihat Vander yang tiba-tiba mendelik.

Sang ayah melihat ke arah Vander, dan pria muda itu langsung berdeham kembali melanjutkan makannya. Rasanya ada yang menyangkut di tenggorokannya sekarang.

"Minum," perintah Ayahnya. Lantas Vander menurut karena memang ia membutuhkannya.

"Percuma wajah tampan tapi tidak ada kekasih," ejek sang Ibu lagi seraya menopang dagunya di tangan melihati Vander.

"Siapa bilang dia tak punya kekasih," sahut Ayahnya, "Dia membawanya ke-"

"Dad!"

Vander tak bisa mendengar kedua orang tuanya membahas si biang onar itu. Pasti setan cantik itu akan menjadi tema sarapan mereka pagi ini. Dan Vander tidak ingin itu terjadi. Sehari tanpa Chloe, bisakah itu?

"Dia membawanya kemarin ke bengkel," lanjut Ayahnya yang membuat Vander ingin menulikan pendengarannya dan menghilangkan ingatannya.

Satu lagi pagi yang menyebalkan.

Ibu Vander menutup mulutnya tak percaya. "Really? Gadis bernama Chloe?" tanyanya melihat ke arah Vander dan sang suami.

Vander dan ayahnya membalas pandangan wanita cantik paruh baya itu dengan wajah terkejut.

Bagaimana ibunya bisa tahu nama si biang onar?

"Jadi kau tahu gadis itu, sayang?" tanya sang Ayah.

Dan itu membuat Vander ingin menenggelamkan dirinya sekarang. Keduanya sudah tahu tentang si biang onar. Bahkan namanya sudah disebutkan sekarang.

Ini salahnya! Salahnya sejak awal yang sudah 'sedikit' baik pada gadis bermata kelam itu. Sehingga membawanya terus-terusan hanyut dalam alur hidupnya.

Vander berdeham, kemudian berkata, "Dia bukan siapa-siapa." Lalu mengambil serbet untuk mengusap mulutnya. Ia sudah selesai sarapan sekarang. Dan ingin segera lari.

Sang ayah juga mengusap mulutnya dengan serbet yang tersedia. Mereka sama-sama sudah menyelesaikan makan. Sedangkan sang ibu belum juga menyentuh wafflenya sedikitpun- lebih tertarik dengan obrolan bersama suami dan anaknya.

"Lantas mengapa kau menciumnya?"

Pertanyaan ayah Vander sungguh seperti tikaman yang menghujam. Namun sang ibu justru memekik senang.

"Mom juga melihat Vander mencium gadis cantik itu kemarin. Sungguh!" Lapornya pada sang suami.

Pria dengan kerutan di wajahnya itu mendelik ke arah Vander, "Kau yakin dia bukan siapa-siapa? Bahkan kalian hampir-"

Vander mengkode ayahnya untuk segera berhenti bicara di depan sang ibu. Ia takut wanita yang melahirkannya itu mengutuknya kalau smpai tahu dirinya yang akan melampaui batas. Walaupun sebenarnya tidak sampai ia lakukan, tapi itu akan memancing amarah sang ibu bila ia mendengarnya.

Sang Ayah yang mengerti akhirnya mau diajak berkoordinasi. Ia juga tak ingin sang istri membuat kekacauan di pagi hari, karena racauannya yang seperti rel kereta api- tiada sudut untuk berhenti.

"Hampir apa?" tuntut wanita dengan rambut disanggul itu, "Kalian menyembunyikan sesuatu, bukan?" tanyanya pada kedua pria itu dengan menyipitkan kedua matanya curiga.

Vander dan ayahnya memilih menggelengkan kepala. Lalu keduanya berdiri sambil membawa piring kotor masing-masing untuk dibawa ke bak cucian. Membuat sang wanita paruh baya terheran dengan aksi keduanya yang kompak.

"Hampir saja perang dunia ketiga terjadi," desis sang Ayah saat di depan washtafel.

Dan Vander yang mendengar itu hanya bisa meringis saat membayangkannya. Ibunya terkadang bisa semengerikan Hulk dengan mulutnya.

🌸🌸🌸

Sesuai agenda mereka tiap tahunnya. Musim ini mereka kembali mendatangi pameran mobil New York di Manhattan- tepatnya di Javits Convention Center yang akan berlangsung selama sepuluh hari. Dan karena hari ini Vander tak memilik jadwal kuliah, ia dapat menghadirinya dengan sang ayah.

Selama dalam perjalanan, tak begitu banyak pembicaraan yang mereka lakukan. Hanya topik seputar cuaca, lalu lintas dan pekerjaan. Lalu mereka berdua kembali lagi menjadi duo manusia kaku.

Hanya suara radio dengan lagu rock lama dari mobil antik ayahnya yang terdengar. Mengingatkan Vander akan si polisi gila tadi malam yang membawanya.

"Kau benar mengantar gadis itu pulang tadi malam?"

Pertanyaan ayahnya membuat Vander tersentak dari lamunannya.

"Ya, sampai ke tempatnya." di neraka.

Sang ayah mengangguk sambil menyetir mobil kesayangannya. Ia tak pernah mengizinkan Vander untuk mengendarainya, walaupun barang sebentar.

"Tapi kau sangat lama di luar."

"Ya, lalu lintas terlalu padat. Kebetulan aku bertemu dengan Billy. Dia yang mengantarku."

"Dad tahu."

Vander melirik ayahnya. Ingin menanyakan bagaimana ayahnya bisa tahu, padahal ia tiba di rumah saat semuanya sudah terlelap. Namun ia urungkan, karena tak berani saat ayahnya membalas tatapannya.

Pasti Billy si mulut besar yang seperti ember bocor itu yang memberi tahu.

Selanjutnya perjalanan mereka menuju Javits pun terasa sangat jauh. Karena keduanya tak mengisi satu sama lain. Mereka berdua kembali terdiam sampai akhirnya tiba di gedung besar yang menjadi acara pameran itu.

Disana keduanya mengikuti berbagai pertunjukkan peragaan mobil, ada konferensi yang terkait, forum serta perkenalan akan teknologi terbaru dari produksi brand besar yang menampilkan supercar bertenaga hidrogen.

Kedunya tampak menikmati dan penuh minat akan acara yang berlangsung. Bahkan tak jarang keduanya saling memberi tanggapan satu sama lain mengenai pabrikan yang ditampilkan. Tak sadar kalau keduanya sudah akur dan saling berbaur.

"Menurutmu teknologi apa yang akan kau tampilkan untuk kontes di Las Vegas nanti? Disini sudah banyak referensi yang bisa diambil," tanya sang Ayah saat mereka berdiri di samping mobil supra yang dimodifikasi total.

Vander berdiri di depan kap mesin yang terbuka- memperhatikan mesin-mesin apa yang telah dicekoki dalam mobil yang katanya tercepat itu.

"Rencananya aku akan menggunakan Ford Mustang King Cobra," ucap Vander hati-hati sambil memperbaiki letak kacamatanya. Ia tahu saat ini adalah saatnya.

Ayah Vander terkejut. Mobil itu adalah mobil balap. "Kau yakin? Sangat susah mencarinya." Matanya meneliti ke arah sang anak.

"Ya, aku harus rajin mengikuti acara lelang mobil. Mungkin ada satu atau dua yang mau menjualnya. Dad, kau mengizinkanku menggarapnya? Walau kutahu itu mobil untuk drag race."

Ayah Vander mengusap dagunya berpikir, "Sudah buat rancangannya?" tanyanya balik.

Vander mengangguk ragu. "Sudah, Dad. Dengan mesin 5.0 liter supercharged V8 dengan daya 600 BHP. Bisa menempuh jarak 400 meter dalam 10 detik."

"Good. Spesifikasi mesin yang cukup mumpuni untuk digunakan drag race. Jadi... kau keluar jalur dari yang biasanya mengerjakan mobil antik ke mobil balap? Ayah mendukungmu kalau begitu. Mungkin passionmu ada disana."

Vander tersenyum senang. Tak menyangka ayahnya akan setuju dengan idenya. Dari dulu ia ingin sekali menyuarakan pendapatnya, tapi takut dibantah. Maka dari itu ia diam saja selama ini. Namun mimpinya untuk menjadi pemenang di acara SEMA Las Vegas adalah salah satu harapan terbesarnya.

Mungkin inilah saatnya ia memperbaiki hubungannya dengan sang ayah. Ia akan mulai mendekatkan diri kembali. Ia akan berusaha sebaik mungkin, termasuk membuat ayahnya bangga. Karena Vander sangat membutuhkan sosok ayahnya sekarang. Dan ia ingin ayahnya ikut andil dalam setiap langkahnya.

"Dad, aku ingin kau menjadi mentorku."

Ayahnya tersenyum, mengangguk sambil menepuk bahu sang anak lalu mereka pergi dari tempat itu.

🌸🌸🌸

Setelah menghadiri acara pameran mobil hingga sore hari. Sang ayah membawa Vander ke toko bunga untuk membelikan istrinya yang sangat menyukai mawar merah.

Vander hanya menurut ketika disuruh turun untuk membeli sebuket mawar di toko kaca itu, sedangkan sang ayah membeli kopi di cafe sebelahnya.

Vander masuk ke toko bunga yang tidak terlalu besar itu. Seketika terdengar bunyi lonceng dari pintu yang dimasukinya. Membuat sang penjaga terkesiap dan segera berlari untuk menyambut sang tamu.

"Selamat datang, di Fleur de Paris. Ada yang bisa saya bantu?"

Wanita berambut coklat sebahu dengan bola mata senada menghampiri Vander. Wajahnya sangat tak asing di penglihatan Vander, namun ia tak ambil pusing untuk mengeruk ingatannya.

"Ya, tolong buatkan sebuket mawar merah dengan ukuran yang besar."

"Pakai kartu ucapan?"

Vander diam beberapa saat untuk berpikir. "Emm, sebaiknya tak usah."

Gadis penjaga itu tersenyum lagi lalu berkata, "Baiklah, Tuan. Silahkan tunggu disana selagi saya membuatkan pesanan anda. Permisi."

Vander mengangguk lalu berjalan ke tempat yang telah ditunjuk tadi. Sebuah tempat duduk dengan meja kecil yang menghadap jalan dibatasi oleh kaca. Sangat nyaman dan merupakan sudut yang bagus.

Sedangkan sang gadis bersurai madu tadi telah meninggalkannya dan berlari ke dalam untuk merangkai bunga.

Sambil menunggu pesanannya dan juga sang ayah. Vander mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya yang lama tidak ia sentuh. Sangat jarang bagi Vander untuk menyentuh benda tipis itu.

Selain untuk berkirim pesan dan menelfon seperlunya, ia jarang sekali menggunakannya. Karena Vander tak menggunakan media sosial apapun, apalagi bermain game. Ia terlalu sibuk untuk itu. Lagipula kontak yang ada di ponselnya terhitung sedikit.

Saat ia membuka kunci ponselnya, hal pertama yang ada di layarnya adalah pesan dari temannya, Andres. Rupanya temannya itu sudah datang hari ini dari Spanyol. Andres mengirimkan pesan pemberitahuan kalau dirinya sudah sampai.

Lalu ada pesan kedua dari nomor tak dikenal. Saat Vander ingin membukanya, tiba-tiba ada panggilan dari Andres. Segera Vander menjawabnya.

Kurang lebih lima menit Vander dan Andres berbicara. Dari awal menanyakan kabar sampai masalah kampus mereka. Dan setelahnya ia mematikan panggilan itu karena sang penjaga toko sudah kembali dengan pesanannya. Melupakan isi pesan kedua yang tadi ingin dilihatnya.

"Tuan, pesananmu telah selesai."

Vander lantas berdiri dan meyambut mawar -mawar itu dengan sebelah tangannya.

"Terima kasih."

Kemudian Vander membayar buket bunga itu ke kasir dengan kartu miliknya, karena sang ayah tak jua muncul untuk membayar pesanannya.

Apa cafe kopi disebelah sangat ramai sehingga ayahnya harus mengantri begitu lama? Membuatnya kembali merugi karena tabungannya yang sedikit terkuras lagi.

"Terima kasih sudah berkunjung. Semoga harimu menyenangkan."

Vander menatap sang penjaga toko itu sekilas dari balik kacamatanya. Menurutnya gadis serba coklat itu pernah ia lihat, tapi entah dimana. Atau hanya perasaannya saja?

Berjalan keluar. Vander melihat sang ayah ternyata tengah berdiri membelakanginya. Sepertinya pria paruh baya itu sedang berbicara dengan seseorang di depannya. Namun ia tak bisa melihat siapa sosok itu karena tertutup punggung ayahnya yang lebar.

Dan saat ia mendekat, ayahnya berbalik melihat Vander, lalu menunjuknya seakan memberitahukan kedatangannya pada seseorang.

"Vander, Chloe akan menumpang dengan kita ke Brooklyn."

Lalu gadis itu memiringkan kepalanya dan melambai kepada Vander dengan senyum manis andalannya.

Vander mengalihkan pandangannya ke sembarang arah dan mendengus kesal.

Hah... Apa lagi ini! keluh Vander dalam hati.

To Be Continued

Kaugnay na kabanata

  • Behind The Beast   I. Spring | Eight

    Setelah menurunkan Chloe di salah satu gedung tua berbatu bata merah yang hanya beberapa blok dari rumahnya. Vander dan ayahnya kembali dalam keheningan tak berujung.Bahkan sampai mereka di garasi rumah, Vander tetap menunjukkan aksi tutup mulutnya. Dan menghindar cepat dari sang ayah yang kini memasang tanda tanya besar di wajahnya saat anaknya berlalu masuk ke dalam rumah."Vander, Daddy ingin bicara padamu. Kita bicara di halaman belakang," ucap Ayahnya saat Vander sudah separuh jalan di tangga menuju kamarnya.Vander memejamkan matanya kesal. Tak bisakah ia diberikan waktu barang sebentar untuk menenangkan dirinya? Ia takut dirinya hilang kendali di depan ayahnya saat gejolak emosinya sedang tak menentu.Namun itu yang mereka butuhkan kini. Vander tak bisa harus terus menerus

  • Behind The Beast   I. Spring | Nine

    "No way!" pekik Andres tiba-tiba sambil berdiri, "Bukannya ini wanita yang berada di laptop Vander?" tanyanya dengan logat latinnya yang kental.Vander yang tadinya mengalihkan wajah ke samping lainnya, seketika berbalik menghadap sang tamu yang sedang berdiri sambil tersenyum kepada semua orang.Tidak! Sang mantan tidak seharusnya berada disini. Ini bukan tempat pembuangan! Sosok itu harus segera disingkirkan, kalau tidak akan mengundang penyakit.Lantas Vander berdiri dan seketika suara kursi berderit terdengar di lantai kayu. Membuat samua mata tertuju pada pria berbaju kuning itu yang hendak melangkah ke arah sang tamu asing."Ikut aku!" desis Vander mengamit tangan wanita yang dibencinya tersebut. Membawanya menjauh dari yang lainnya menuju pintu keluar.

  • Behind The Beast   I. Spring | Ten

    Akhirnya Vander bisa bernapas lega setelah sampai di dalam unit apartemen Andres. Sebelumnya ia harus ikut dalam aksi kejar-kejaran dengan para wanita asal kampusnya yang dengan gilanya mengikuti kemana langkahnya berjalan.Seharian di kampus membuat dirinya sangat tidak betah dengan kelakuan absurd para wanita-wanita di sekelilingnya. Salahkan ayahnya yang merusak kacamatanya sehingga hari ini ia tak dapat menutupi mata elangnya juga wajah tampannya. Membuat penampilannya tampak berbeda dari sebelumnya.Lebih gagah dan juga dominan dibandingkan pria lainnya. Aura Vander lebih keluar. Dan seketika dirinya bagaikan magnet yang menarik sesiapa saja untuk mendekat padanya. Termasuk menjadi penguntit yang dilakukan oleh para wanita yang kurang kerjaan itu.Tidak Chloe maupun wanita manapun- jelas membuatnya gila. Hidupnya telah berubah

  • Behind The Beast   I. Spring | Eleven

    Kembali. Vander kembali dengan kacamata yang membingkai wajahnya. Namun hal itu tak ada gunanya lagi. Semua sudah tahu paras tampan dibalik tipuan kecil itu.Dan merasa tak ada gunanya lagi bersembunyi, seorang Zeckar muda akhirnya keluar dari cangkang memilih untuk menunjukkam jati diri sesungguhnya.Be a beast. Walau Vander sudah membuka rahasia kecilnya, sifat yang ditunjukkannya tak pernah berubah menjadi lebih baik seperti apa yang ditunjukkan tampilannya. Tetap kasar, tak peduli dan jarang tersenyum. Seakan wajah datar itu sudah melekat pada dirinya.Pria berbadan proporsional itu tetap membuat jarak pada sesiapa saja. Bahkan bila ada yang terang-terangan mengikutinya, ia dengan tegas mengecam aksi itu dan mengusirnya tanpa balas ampun.Dibalik itu semua, Vander kini tengah mencari informasi tentang mantannya itu

  • Behind The Beast   I. Spring | Twelve

    Malam semakin larut dan acara makan malam bersama di rumah keluarga Vander telah selesai. Semua tamu juga sudah berpulangan, kecuali tiga orang yang dalam keadaan setengah sadar- duduk di sofa ruang santai dan bersama mereka menyanyikan lagu 'Ave Maria'.Suara ketiganya sungguh tak karuan. Sangat buruk dan juga sumbang. Membuat ketiga orang lainnya yang adalah tuan rumah menggelengkan kepala- tak mengerti dengan ketiga orang gila lainnya yang sedang kehilangan kewarasannya lakukan."Biarkan mereka tidur disini malam ini. Karena sepertinya tidak memungkinkan untuk merek kembali pulan. Billy dan Andres tidur di kamarmu, Vander. Lalu Chloe... bawa gadis itu ke kamar tamu."Ayah Vander kembali menghela napasnya lalu pergi menuju kamarnya, diikuti oleh sang istri yang tampak kelelahan dan ingin istirahat segera. Meninggalkan Vander yang diberi tanggung jawab untuk meng

  • Behind The Beast   II. Every Summer Has A Story

    Vander menemukan dirinya kini tengah duduk di hamparan pasir putih nan halus seraya memandang lautan biru diiringi ombak-ombak kecil yang berlomba menuju tepi pantai. Dihalangi oleh manusia-manusia yang memadati sarana rekreasi itu tentunya.Rambutnya yang biasanya kaku kini dibiarkan bergerak bebas— dipermainkan angin, tersibak karena deru yang kencang. Bernasib sama seperti jaket training panjang hitam yang dikenakannya— berkibar-kibar karena dalam keadaan terbuka, menampakkan kaos polo yang mencetak tubuh atletisnya.Hanya satu hal yang tidak ada. Kacamata. Benda tua itu sudah lenyap.Dirinya tahu kalau kehadirannya di tempat yang ramai itu adalah ide yang buruk. Lihat saja bagaimana semua wanita yang sedari tadi berlalu lalang di depannya, terkesan seperti hiu yang siap menerkam mangsanya. Sangat mengerikan.

  • Behind The Beast   II. Summer | Fourteen

    "Honey, please ..."Chloe mengejar pria di depannya itu dengan panik. Tidak ia pedulikan tatapan orang-orang yang melihatnya seperti penguntit. Yang ia pedulikan kini hanya sosok dingin yang sedari tadi ia ikuti. Meminta maaf karena kebodohan yang telah ia perbuat."Vander, please, talk to me. I know that i'm wrong... but- Aw!" Gadis bersurai panjang itu terhempas ke rak buku di belakangnya. Vander sang pelaku kini menjepitnya dalam kungkungan badan besar nan tegap itu."Kau— " Vander menarik napas juga memicing matanya, "kapan tidak membuat semuanya menjadi runyam?" Kemudian menatap Chloe menusuk.Chloe hanya bisa menelan ludahnya. Sedikit takut dengan tatapan mata pujaan hatinya yang terlihat kelam."Ma-af ...," cicit Chloe dengan menundukkan kepalanya, lantaran tak ingin

  • Behind The Beast   II. Summer | Fifteen

    Dan disinilah Vander dan Chloe berada- di sebuah ruangan bernuansa monokrom yang adalah ruang santai di tempatnya bekerja, tepatnya di lantai dua dengan pencahayaan yang menyilaukan dari matahari sore yang menembus dinding kaca.Mata elang itu sedang menatap nyalang pada gadis yang kini sedang mengunyah permen karetnya, dengan urat-urat kepala yang sudah menegang disekitaran pelipis."Apa? Apa ada yang salah denganku?"Vander menatap garang pada perempuan yang sepertinya tidak punya rasa bersalah sama sekali itu. Pertanyaan santai yang keluar dari bibir manis Chloe berhasil membuat darahnya mendidih.Bagaimana tidak? Si biang onar membuat keonaran lainnya yang membuatnya malu di hadapan Yasmine tadi. Dengan seenaknya gadis itu mengklaim dirinya, dan tidak tahu malunya juga mengancam agar siapapun tidak menyentuhnya apalagi mend

Pinakabagong kabanata

  • Behind The Beast   Extra Part 2

    Mansion Keluarga Zeckar, Spanyol.Langit malam yang biasanya terlihat gelap dan hitam, kini bernuansa terang benderang berwarna - warni. Lucunya bukan karena ada perayaan tahun baru, tetapi bentuk suka cita keluarga Zeckar di malam natal. Setelah sekian lama mereka tidak merayakannya bersama, sekarang semuanya berkumpul. Bahkan turut mengundang semua kerabat terdekat dan yang berhubungan baik.Kasih natal rupanya melingkupi musim dingin tahun ini. Berita bahagia pun menjadi kado istimewah bagi mereka semua. Selain kehadiran anggota baru di keluarga itu, diketahui calon menantu keluarga Zeckar rupanya telah mengandung. Itu artinya ada generasi baru yang menjadi penerus mereka. Sepasang bayi lelaki dan perempuan diprediksi akan hadir pertengahan tahun depan. Menjadi penantian terindah bagi semuanya.Tuan Ramos yang berada di balkon melih

  • Behind The Beast   Extra Part 1

    Bring The Autumn Backs Sorak sorai para penonton terdengar membahana seisi ruangan besar tempat peragaan busana yang diadakan oleh salah satu rumah mode terbaik edisi musim gugur ini. Satu per satu model terbaik tampil memamerkan hasil rancangan desainer ternama yang sedang naik daun. Termasuk Chloe, yang merupakan salah satu supermodel muda saat ini. Mimpinya kini terwujud berada satu panggung dengan para senior yang menjadi panutannya. Saat giliran dirinya keluar dan tampil dengan pakaian dalam seksi dengan sayap hitam tinggi di belakangnya, semua yang hadir semakin riuh dan berdiri dari tempat duduk masing - masing. Meneriakkan nama Chloe dan bersorak keras ke arah panggung. Membuat Vander yang berada di deretan kursi VIP semakin jengah dan teramat kesal. Bagaimana tidak? Kekasihnya dan tubuh eksotis yang hanya miliknya itu menjadi bahan

  • Behind The Beast   EPILOG

    Love in Summer : Deja Vu Satu musim pun berlalu. Kini telah tiba saatnya musim panas. Banyak orang yang menantinya, karena sekarang adalah waktunya liburan. Berbeda dengan Vander yang tak ingin kemanapun saat ini. Ia lebih memilih rumah atau bengkel ayahnya sebagai rutinitas yang baginya tak membosankan. Alhasil kebiasaan itu sedikit membuat jengkel seseorang. Lantas tak jarang Vander sering mendapat keluhan, dan sekarang mungkin lebih dari pada itu. Contohnya, seperti saat ini. Tepat saat ia tiba di bengkelnya pukul sembilan pagi, Vander sudah mendapat amukan dari seorang wanita yang nyatanya telah lebih dulu tiba darinya. Wanita itu mengeluhkan ketidakpekaan Vander yang tak pernah mengajaknya kencan selama ini. Hanya wanita itu saja yang berinisiatif untuk mengajak pergi. Bahkan memberikan hadiah pun tak pernah. Alhasil si wanita dirundung rasa sedih dan gelisah. Khawatir jika seorang V

  • Behind The Beast   END

    Spring has sprung (again!) Padahal empat musim rasanya sudah Vander lewati hingga ke titik di mana dirinya mendapatkan segalanya. Sayangnya, semua hanyalah sebatas mimpi. Sebuah imaji yang terbentuk di dalam pikiran dan ingatannya. Sesuatu yang antara dua ia yakini; apakah itu hanya sekedar bunga tidur? Ataukah mungkin ... bisa menjadi nyata? Vander memang mengalami sebuah mimpi sadar atau mimpi lucid tadi malam. Sebuah mimpi yang telah ia rancang akan hadir di ingatannya, tetapi tidak sepenuhnya bisa ia kendalikan. Seperti sebuah skenario. Hanya saja kita bertarung di dalamnya untuk membuat semua menjadi sesuai apa yang diinginkan. Bukan berarti semua terlihat mudah. Vander justru menemukan hal-hal lain yang tak pernah ia sangka. Entah itu si iblis cantik yang menyerupai malaikat. Ada juga manusia berhati setan yang hampir merusak segalanya. &n

  • Behind The Beast   IV. Winter | Fifty Five

    East River, New York."Sugar- Honey- Iced- Tea! Damn! What the hell going on, Guys?"Chloe terlihat panik sambil berjalan memegangi perutnya yang besar.Dia baru saja meninggalkan pesta dan turun ke bagian dalam yacht miliknya— dengan penampilan sangat cantik menggunakan gaun panjang khusus ibu hamilnya dan mantel bulu hangat, serta riasan wajah yang memukau. Wanita itu menuntut ke arah sepasang kekasih yang kini tepat berada di hadapannya."Tenanglah, Chloe. Hanya ada kesalah pahaman sedikit. Mike akan mengatasinya. Kebetulan dia masih berada di kota," ujar Yasmine menenangkan. Wanita itu tak kalah anggunnya dengan gaun beludru merah hati dipadu padankan dengan coat panjangnya dan stiletto yang dipakai."It's okay, Ibu hamil. Kejut

  • Behind The Beast   IV. Winter | Fifty Four

    "SURPRISEE!!!" Alangkah terkejutnya Vander dan semua yang baru saja tiba. Bunyi terompet, tebaran konfeti dan banyak balon seolah menyerbu mereka begitu memasuki mansion luas Turner. Apakah ini perayaan atas kemenangan mereka? Sepertinya begitu, tapi tidak setelah melihat siapa yang telah menyambut mereka. Itu bukan perayaan spesial dari Tuan Turner seperti yang mereka sangka. Melainkan dari orang-orang yang selama ini mereka rindukan. Semuanya berkumpul di sana tanpa terkecuali. "Welcome back!" sambut semua orang dari dalam. Bagaikan terkena terapi syok, semuanya tak bisa berkata-kata, terperangah dan terdiam di tempat masing-masing. Hingga satu per satu orang berhambur memeluk mereka semua. Barulah tersadar dengan apa yang sedang saja t

  • Behind The Beast   IV. Winter | Fifty Three

    "Kau akan menyesal," sumpahnya menatap penuh rasa dendam ke arah Vander. "Aku akan membunuhmu untuk yang kedua kalinya. Kupastikan kau mati. Inilah akhirmu, Zeckar. Berbaliklah, dan lihat siapa yang datang," sambung Trevor sambil menyeringai puas. Vander dengan cekalannya yang masih kuat mencoba untuk menoleh ke arah yang dimaksud, akan tetapi sebuah moncong pistol sudah mendarat di pelipisnya. Begitu ia mendongak ke atas, sebuah seringai ia dapati. "Ay, Vander. Long time no see." _____ Pupil mata Vander membesar tatkala melihat siapa sosok yang berada di belakangnya; Sosok pria bertubuh tegap dengan rambut cepak— sedang menyeringai dengan ganja kering menyala di sudut bibir.

  • Behind The Beast   IV. Winter | Fifty Two

    Tak banyak yang bisa dilihat Vander dari posisinya ia berada sekarang. Namun, sepertinya truk trailer yang membawa dia dan kelompoknya itu memasuki kawasan kota mati. Di mana tempat tersebut adalah kota industri otomotif lama yang telah ditinggalkan, dan hanya tersisa bangunan -bangunan tua usang saja saat ini.Dahulu sekali Vander pernah mengunjungi tempat tersebut. Mencari seorang anggota yang kabur membawa aset mereka dan mengeksekusinya sekaligus juga di sana. Di gereja satu-satunya di tempat itu. Dengan cara memasukkannya ke dalam peti dan memakunya hingga tak dapat keluar. Tak lupa ia menembakkan timah panasnya tepat di tengah peti tersebut.Terakhir yang Vander ingat sebelum keluar pintu, ia mendengar jeritan pria tersebut memanggil namanya. Dan setelahnya .... Ia benar-benar tak peduli.Lantas kini Vander kembali. Mencari orang-orang yang masuk

  • Behind The Beast   IV. Winter | Fifty One

    Bunyi deru mesin mobil dan motor mulai terdengar di halaman depan mansion Turner. Vander begitu juga yang lainnya sudah sedia di kendaraan masing-masing. Tepat saat fajar. Mereka memilih waktu subuh karena pasti sang musuh takkan mengira akan diserang pada saat itu. Mereka memutuskan untuk mulai berjalan, karena sekarang adalah saatnya. Earpeace sudah terpasang ditelinga. Memudahkan mereka untuk berkomunikasi jarak jauh. Begitu juga dengan senjata, juga taktik tentunya. Vander sudah duduk dibalik kemudinya. Sesaat dia baru saja berbicara dengan sang kakek. Aneh rasanya mendapat panggilan dari Abuelo-nya itu. Hanya saja Vander mengangkatnya juga. Ternyata kakeknya itu mengkhawatirkan dirinya. Walaupun tak terdengar seperti itu. Hanya saja Vander bisa merasakan yang kakeknya itu rasakan. Tuan

DMCA.com Protection Status