Home / Romansa / Behind The Beast / I. Spring | Four

Share

I. Spring | Four

Author: Lady_Andrea
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tidak seperti biasanya— pagi ini Vander bangun tepat waktu. Ia sendiri cukup terkejut mendapati dirinya yang tidak kesiangan. Bahkan ia terbangun sebelum bunyi alarm. Suatu pencapaian yang membuatnya ingin tertawa.

Padahal biasanya ia terlambat bangun karena baru bisa terlelap saat fajar. Kini ia bisa tersenyum cerah, karena akhirnya bisa melakukan ritual sarapan pagi bersama ayah dan ibunya dengan benar.

Ayah dan Ibu Vander saja merasa seperti mendapatkan kejutan saat melihat sang anak duduk manis sambil memakan sarapannya dengan tekun. Padahal selama ini Vander terkenal susah ditemui pada pagi hari. Entah itu karena masih tidur atau terburu-buru bak orang dikejar setan.

Ini seperti apa yang diharapkan Vander untuk mengawali harinya; bangun pagi, sarapan bersama, mengikuti kelas paginya tepat waktu dan bekerja hingga sore hari lalu pulang untuk makan malam bersama kembali. Terdengar membosankan, tetapi itu adalah tujuannya kini.

A journey of a thousand miles begins with a single step.

Ya, baru satu langkah kecil dan ia sudah merasa benar.

Setelah sarapan dengan kedua orang tuanya dan sedikit perbincangan di meja makan. Kini waktunya ia berangkat ke kampusnya.

Menaiki subway— Vander berdiri di dekat pintu agar akses keluarnya nanti mudah. Dan seperti biasanya, beberapa orang pasti akan memperhatikannya. Kalau biasanya itu tatapan aneh dengan kerutan di dahi mereka, kini tidak.

Hampir semua orang yang berpapasan dengannya selalu meliriknya takjub dari atas hingga bawah. Membuat Vander mendengkus tak suka karena merasa lagi-lagi dirinya jadi pusat perhatian.

Dirinya terlalu bersemangat, pagi ini ia baru sadar telah melupakan gel rambutnya. Membuat surai hitam lebat itu tampak bebas dan menampilkan kesan gagah dari dirinya. Mengapa ibu atau ayahnya tak memberi tahu kebodohannya tadi? Biasanya mereka tanggap akan hal itu.

Suatu pemandangan yang bagus di kereta karena mendapati pria berkacamata dengan porsi tubuh yang pas juga wajah tampan yang mempesona dengan kontur rahang kerasnya yang menambah kesan lelaki. Bahkan rambut lebatnya mampu membuat wanita mana saja berpikiran kotor.

Vander hanya bisa memasang tudung jaketnya dan juga masker yang ia bawa untuk menutupi akses orang-orang pada wajahnya. Ia tak suka menjadi pusat perhatian. Apalagi kalau itu dengan wajahnya.

Setibanya di stasiun, dengan sigap Vander keluar meninggalkan ketidak nyamanannya. Ia berjalan dengan langkah-langkah besar menuju halte bus yang akan membawanya ke universitas.

Sampai di tempat tujuan, suasana kampus sangat ramai. Banyak anak baru di musim semi ini. Semuanya masih tampak polos dan sebagiannya ada juga yang terlihat trendi. Dipastikan mereka akan menjadi populer di angkatannya atau mungkin menjadi selebriti seantero kampus. Termasuk seorang wanita yang tengah berdiri dikelilingi para pria dekat dengan papan denah kampus di gerbang utama.

Wanita itu tampil cantik dengan hanya memakai kaos rajut putih panjang dan ripped jeans nya yang terkesan sederhana. Tak lupa surai coklat bergelombangnya yang terurai indah. Sangat feminim dengan senyum manisnya yang mengembang. Meninggalkan kesan manja yang liar, dan membuat semua kumbang mendekatinya karena dirinya bagaikan bunga musim semi yang baru mekar. Sangat menggoda.

Sesaat mata Vander membesar mendapati sosok wanita itu. Lalu kemudian mengalihkan pandangannya dan berbelok tak tentu arah. Berharap si biang onar tak mengenalinya. Untung saja ia memakai masker.

Lagipula apa yang dilakukan wanita itu

di kampusnya. Apa Chloe mengikutinya dan mencarinya sekarang? Atau jangan-jangan dia bagian dari kampusnya? Yang artinya mereka akan sering bertemu?

Hanya Chloe dan pihak universitas yang tahu.

Vander mengutuk nasib sialnya yang lagi-lagi bertemu si setan cantik. Bahkan sekarang di tempatnya menimba ilmu. Dan semakin khawatir kalau ternyata benar wanita itu juga berkuliah di tempat yang sama dengannya. Jangan sampai mereka bertemu kembali. Bisa-bisa rencana hidupnya yang aman akan buyar.

Untungnya sampai jam mata kuliah terakhir, Vander dapat menyelesaikannya dengan lancar dan tanpa gangguan. Bahkan sampai ia ke tempat kerjanya, sang peganggu enggan menampakkan diri.

"Kau tahu? sepertinya musim semi kali ini mendatangkan sosok malaikat baru di kampus kita."

"Who's that girl?"

"Chloe Johnson. Dia dari fakultas ekonomi."

"What?! Chloe Johnson? Anak dari pemilik CJ One Club California?"

"Kudengar begitu. Entah angin apa yang membuatnya berkuliah disini. Dan sepertinya ia sudah tergabung dalam celebrity sorority girls."

"Bitchy resting face with Jade and Zendaya? Perfect!"

"Yup, Drake dan Miguel mulai mencoba mendekatinya tadi. Namun sayang, Chloe memberi jarak pada mereka. Bahkan tak segan-segan meminta keduanya menjauh. Sadis."

"Wah, sekaliber Drake dan Miguel saja ditolaknya, bagaimana dengan kita?"

Brak!

Kedua pria yang sedang mengobrol asik di ruang tunggu itu terkejut mendengar suara gebrakan dari mesin minuman. Saat mereka melihat siapa pelakunya, ternyata itu sosok yang tak pernah mereka duga— sedang mengambil minuman kaleng dari mesin, kemudian meminumnya hingga tandas dan meremuknya serta melemparkannya ke tempat sampah di dekat mereka.

What the hell's going on here?!

Semua mereka lihat dengan napas tertahan tanpa berani protes, karena dihadapan mereka kini ada beast yang menatap nyalang di balik kacamatanya.

"Bayar bill kalian lalu pergi dari sini. Ini bukan tempat untuk mengisi acara minum teh."

Setelah mengatakan itu, Vander pergi menghilang di balik dinding kaca. Meninggalkan kedua pria yang sudah syok ditempat.

"Apa yang dilakukan si beast di sini? Dia terlalu jauh dari goa-nya. Dia juga tampak berbeda," tanya pria kurus dengan banyak tindik di telinga dan wajah.

"Entahlah. Baru kali ini aku berhadapan dengannya. Ternyata dia semenyeramkan yang dikatakan," jawab pria dengan rambut cepak dan bertato di seluruh tangannya.

"Shit! Jangan bilang  kalau si kuno itu bekerja di sini?"

Lantas keduanya saling bertatapan lalu melihat ke arah punggung Vander yang menjauh.

Ya, Siapa yang tidak tahu Vanderex Zeckar si beast yang kejam. Dikatakan seperti itu karena di balik penampilannya yang kuno, ada sisi lain yang membuat beberapa orang enggan berhadapan dengannya. Namun, tak ada yang tahu ia memiliki pekerjaan yang terbilang keren.

Ia bukan tipe kutu buku yang ramah dan dapat dengan mudah didekati atau diajak berdiskusi. Bukan juga sosok yang gampang dirundung dan diintimidasi.

Vander adalah sosok pria yang ketika semua memandang mereka menunduk, ketika berkata semua mendengar, dan ketika ia menyalak yang dihadapannya akan menjadi gentar. Walaupun begitu, bukan berarti dia dibenci semua orang, karena sikapnya yang unik tersebut itulah para wanita di NYU sangat penasaran padanya. Bahkan mereka berlomba-lomba mendekatinya, akan tetapi hasilnya akan sia-sia, Vander sangat pemilih dalam berteman.

Kecuali Andres Banderas— pria asal spanyol yang jauh-jauh dari negaranya untuk menimba ilmu. Merupakan sosok yang  berbanding terbalik dengan Vander karena ia sangat ramah dan juga liar.

Hal yang membuat mereka berdua dekat dan cocok satu sama lain adalah— mereka sama-sama menyukai dunia otomotif. Dan juga karena Andres adalah tipe pria yang tidak munafik, apa adanya dan juga gayanya tidak berlebihan walau dia dari golongan orang berada.

Namun kini teman dekatnya itu belum jua kembali ke Big Apple City. Karena Andres masih menjalani tour keliling dunianya.

"Vander, kekasihmu mencari."

Dahi Vander mengernyit ketika Robert si pemuda pirang itu memberitahunya untuk ke bagian depan.

"Aku tidak memiliki kekasih," ucapnya lalu melenggang ke ruang service. Begitu juga dengan Robert. Mereka berdua adalah partner dan sedang menggarap satu mobil yang sama.

"Kukira Chloe adalah kekasihmu. Maaf. Pantas saja Polo berani mendekatinya. Bahkan meminta nomor ponselnya tadi. Dia memang gila. Tak bisa melihat gadis mulus sedi— hey?!"

Ocehan Robert terputus karena Vander tiba-tiba berbalik dan melewatinya.

"Hey, Vander! Kerjaan kita menunggu," teriak Robert. Namun diabaikan oleh Vander. Memaksanya untuk mengejar pria itu untuk menggeretnya kembali.

Saat Robert masih jauh tertinggal di belakang, vander sudah berdiri tegak sejauh tiga meter dari tempat Polo dan Chloe berada.

"POLO!"

Teriakan Vander membuat Robert terhenti dari aksi kejarnya. Dan juga membuat terkejut sang pemilik nama yang reflek berbalik. Begitu juga dengan sang tamu yang langsung terdiam.

"WHAT?"

Suara Polo tak kalah kuat dari Vander. Membuat sebagian karyawan atau orang yang mendengar menjadi fokus ke arah mereka.

"Apa kau dibayar di sini untuk menggoda?!"

Polo yang merasa disindir, balik membalas, "Ya! Apa kau ingin menggoda nona ini juga?" tunjuknya pada Chloe. Dan gadis itu hanya bisa tersenyum karena aksi Polo.

Vander menajamkan matanya dan mengetatkan rahangnya sekarang. Ia paling tidak suka di permainkan apalagi dibantah. Ingin rasanya ia mengamuk, namun sedetik kemudian ia tersadar bahwa yang dilakukannya sangatlah tidak wajar. Ini di luar batas pengendaliannya.

"Polo, jangan menggali lubang kuburmu sendiri. Segera selesaikan kerjaanmu atau ucapkan selamat tinggal pada New York."

Vander mendapatkan dirinya kembali. Ia lalu berbalik dan meninggalkan kedua orang di hadapannya itu. Juga melewati Robert yang sedari tadi menonton.

Sedangkan Polo hanya bisa mendengus dan mengibaskan tangannya dengan maksud mengusir Vander dari jauh.

"Hush! Dasar beast sialan!"

Dan Chloe. Ia sekarang berjalan ke mana arah yang di tuju pria berkaca mata itu pergi. Karena Vander yang sedari tadi ia cari.

"Bye Polo..."

Meninggalkan Polo dan Robert yang berjarak dan saling menatap seolah bertanya apa yang terjadi. Namun keduanya hanya saling mengendikkan bahu.

"Kau ada masalah dengannya?" tanya Robert pada Polo.

Polo memutar matanya. "Tidak ada. Sampai ia berteriak padaku tadi. Padahal dia sudah tahu kalau pekerjaanku sudah selesai."

Robert mengernyitkan dahinya. "Ini aneh. Oh, mungkin dia sedang lelah."

"What ever!"

Polo pergi meninggalkan Robert dengan wajah kesal. Dan pria berambut pirang itu akhirnya juga ikut meninggalkan tempat.

Kembali. Chloe lagi-lagi menjadi kutu di hidup Vander. Selama pria berkaca mata itu kerja hingga sampai tempat itu tutup, ia selalu setia disisi Vander. Membuat pria itu risih dan sering menjadi bahan ledekan yang lainnya.

"Kau. Kau mau apalagi?"

Vander membawa wanita berkulit eksotis itu ke tempat yang sepi, tepatnya di bawah tangga menuju lantai atas.

"Kau. Hanya kau. Sederhana, bukan?"

Chloe menunjukkan senyum manisnya kepasa Vander. Namun sayang, pria itu tak mudah luluh oleh bibir manis itu. Kecuali...

Chloe mengecup bibir Vander kilat. Membuat yang dikecup membatu di tempat.

"Vander, you're a liar! You add another layer skin of your heart."

Vander menggeram, "Shut up! You don't know all about me."

"I know!" bisik Chloe. "Baby, show me who you are. I wanna see it all."

Vander hanya diam dengan tatapan tajamnya yang menusuk— mencoba menelisik apakah wanita dihadapannya ini sungguh-sungguh atas ucapannya. Apa Chloe tak takut berhadapan dengannya?

Karena tak mendapat balasan dari Vander, dengan nekat Chloe merangkul leher pria itu, lalu melumat bibirnya dengan sangat liar. Bahkan kakinya berjinjit untuk menggapai lebih. Seakan itu adalah candunya.

Sedangkan Vander, ia tak bisa lagi berpikir. Tubuhnya kaku di tempat, dengan kedua tangan yang terkepal kuat. Mencoba mengembalikan kesadarannya, namun ia tersesat.

Seiring dengan kedua kelopak matanya yang tertutup, Vander merasa dirinya menggelap. Ia berangsur mulai menggerakkan bibirnya, dan mencoba membalas gerakan lawan. Sampai lama-kelamaan gerakannya berubah menjadi sama liarnya. Bahkan tubuh ringkih yang berada di pelukannya kini sudah terperangkap ke dinding.

Chloe melenguh dalam pagutannya dan itu membuat sisi lain Vander bersemangat. Vander terus menginvasi bibir yang terasa manis itu hingga terasa tebal di indra kecapnya. Entah apa yang dirinya lakukan, namun itu semakin membangkitkan gairahnya.

Sedangkan Chloe, ia hampir kehabisan napas karena aksi Vander. Bahkan tubuhnya kian merosot karena tungkainya yang melemah. Hanya tangannya yang kini menopang di tubuh Vander.

Bahkan karena gairahnya ia tak sengaja meremas surai hitam Vander yang merupakan mimpi setiap wanita di stasiun tadi. Chloe beruntung telah mencobanya dengan bonus bibir panas itu tentunya.

Chloe tak mampu lagi berdiri. Untungnya Vander mengerti dan dengan sigap mengangkatnya tanpa melepas pagutan mereka. Berjalan ke arah tangga dan menapaki undakan demi undakan ke atas.

Namun, saat di tengah perjalanan, langkah Vander terhenti. Netranya yang tadi menggelap tiba-tiba kembali normal. Menghempaskan dirinya pada kenyataan dan kesadaran yang sejadi-jadinya. Dan itu semua karena bayangan seseorang yang sedang berdiri tegak di puncak tangga dengan gaya angkuh yang sama seperti dirinya.

"Dad?"

To Be Continued

Related chapters

  • Behind The Beast   I. Spring | Five

    "Dad?" Suara bruk terdengar ketika tubuh gadis itu terjatuh dan mendarat diundakan tangga dengan posisi terduduk, Vander tak sadar melepas pegangannya. "Aww..." "VANDER!" Mulut Vander menganga mendapati gadis yang berada dalam bopongannya tadi terjatuh. Dan saat ia beralih ke suara ayahnya, pria paruh baya itu sedang membelalakkan mata padanya. "Kenapa diam? Segera angkat gadis itu! Kau mencelakainya." Vander tersadar. Segera Vander mengikuti instruksi ayahnya untuk menolong Chloe. Dengan gerakan kakunya yang terkesan terburu-buru, ia mengangkat gadis itu. "Aww.. you hurt me." Chloe meringis lagi.

  • Behind The Beast   I. Spring | Six

    "Louis Miller?" Vander memandang ke arah pria bersurai perak dengan bathrobenya dan Chloe bergantian. Ia tak tahu kalau masa lalunya kini bisa berubah menjadi mimpi buruk. Dan seperti dejavu. Lagi. Ia menemukan pria yang ia kira sahabatnya itu menjadi benalu di hidupnya. Pria bernama Louis itu terkejut, "Vander? Is that you? Kau bersama... Chloe?" Memerhatikan penampilan baru Vander yang dengan kacamata. Tak lagi berlari seperti masa lalu. Vander maju selangkah dan memberi pukulan telak pada rahang Louis. "Terima kasih untuk kembali karena aku belum memberi salam perpisahanku dengan benar dulu. Goodbye, Jerk!" Setelah merubuhkan Louis yang tak bisa berkutik, Vander beralih ke ar

  • Behind The Beast   I. Spring | Seven

    Suara langkah kaki dari lantai atas terdengar sedikit gaduh, disusul dengam suara kursi bergeser, membuat Zallyn mengalihkan pandangannya ketika ia baru saja mengangkat waffle dari cetakannya.Wanita paruh baya itu cukup terkejut dengan kehadiran putranya di pagi hari.Lantas ia bertanya sambil mengerutkan keningnya. "Vander, kau bangun pagi lagi? Apa ada kelas pagi hari ini?"Vander duduk di meja makan saat ibunya membalikkan badan dari arah pantry menghadapnya. Sepertinya paruh baya itu belum terbiasa dengan kebiasaan baru anaknya- bangun pagi."Ada janji dengan dad, Mom. Lagipula tidak ada kelas hari ini."Sang ibu berjalan ke arah meja makan seraya mem

  • Behind The Beast   I. Spring | Eight

    Setelah menurunkan Chloe di salah satu gedung tua berbatu bata merah yang hanya beberapa blok dari rumahnya. Vander dan ayahnya kembali dalam keheningan tak berujung.Bahkan sampai mereka di garasi rumah, Vander tetap menunjukkan aksi tutup mulutnya. Dan menghindar cepat dari sang ayah yang kini memasang tanda tanya besar di wajahnya saat anaknya berlalu masuk ke dalam rumah."Vander, Daddy ingin bicara padamu. Kita bicara di halaman belakang," ucap Ayahnya saat Vander sudah separuh jalan di tangga menuju kamarnya.Vander memejamkan matanya kesal. Tak bisakah ia diberikan waktu barang sebentar untuk menenangkan dirinya? Ia takut dirinya hilang kendali di depan ayahnya saat gejolak emosinya sedang tak menentu.Namun itu yang mereka butuhkan kini. Vander tak bisa harus terus menerus

  • Behind The Beast   I. Spring | Nine

    "No way!" pekik Andres tiba-tiba sambil berdiri, "Bukannya ini wanita yang berada di laptop Vander?" tanyanya dengan logat latinnya yang kental.Vander yang tadinya mengalihkan wajah ke samping lainnya, seketika berbalik menghadap sang tamu yang sedang berdiri sambil tersenyum kepada semua orang.Tidak! Sang mantan tidak seharusnya berada disini. Ini bukan tempat pembuangan! Sosok itu harus segera disingkirkan, kalau tidak akan mengundang penyakit.Lantas Vander berdiri dan seketika suara kursi berderit terdengar di lantai kayu. Membuat samua mata tertuju pada pria berbaju kuning itu yang hendak melangkah ke arah sang tamu asing."Ikut aku!" desis Vander mengamit tangan wanita yang dibencinya tersebut. Membawanya menjauh dari yang lainnya menuju pintu keluar.

  • Behind The Beast   I. Spring | Ten

    Akhirnya Vander bisa bernapas lega setelah sampai di dalam unit apartemen Andres. Sebelumnya ia harus ikut dalam aksi kejar-kejaran dengan para wanita asal kampusnya yang dengan gilanya mengikuti kemana langkahnya berjalan.Seharian di kampus membuat dirinya sangat tidak betah dengan kelakuan absurd para wanita-wanita di sekelilingnya. Salahkan ayahnya yang merusak kacamatanya sehingga hari ini ia tak dapat menutupi mata elangnya juga wajah tampannya. Membuat penampilannya tampak berbeda dari sebelumnya.Lebih gagah dan juga dominan dibandingkan pria lainnya. Aura Vander lebih keluar. Dan seketika dirinya bagaikan magnet yang menarik sesiapa saja untuk mendekat padanya. Termasuk menjadi penguntit yang dilakukan oleh para wanita yang kurang kerjaan itu.Tidak Chloe maupun wanita manapun- jelas membuatnya gila. Hidupnya telah berubah

  • Behind The Beast   I. Spring | Eleven

    Kembali. Vander kembali dengan kacamata yang membingkai wajahnya. Namun hal itu tak ada gunanya lagi. Semua sudah tahu paras tampan dibalik tipuan kecil itu.Dan merasa tak ada gunanya lagi bersembunyi, seorang Zeckar muda akhirnya keluar dari cangkang memilih untuk menunjukkam jati diri sesungguhnya.Be a beast. Walau Vander sudah membuka rahasia kecilnya, sifat yang ditunjukkannya tak pernah berubah menjadi lebih baik seperti apa yang ditunjukkan tampilannya. Tetap kasar, tak peduli dan jarang tersenyum. Seakan wajah datar itu sudah melekat pada dirinya.Pria berbadan proporsional itu tetap membuat jarak pada sesiapa saja. Bahkan bila ada yang terang-terangan mengikutinya, ia dengan tegas mengecam aksi itu dan mengusirnya tanpa balas ampun.Dibalik itu semua, Vander kini tengah mencari informasi tentang mantannya itu

  • Behind The Beast   I. Spring | Twelve

    Malam semakin larut dan acara makan malam bersama di rumah keluarga Vander telah selesai. Semua tamu juga sudah berpulangan, kecuali tiga orang yang dalam keadaan setengah sadar- duduk di sofa ruang santai dan bersama mereka menyanyikan lagu 'Ave Maria'.Suara ketiganya sungguh tak karuan. Sangat buruk dan juga sumbang. Membuat ketiga orang lainnya yang adalah tuan rumah menggelengkan kepala- tak mengerti dengan ketiga orang gila lainnya yang sedang kehilangan kewarasannya lakukan."Biarkan mereka tidur disini malam ini. Karena sepertinya tidak memungkinkan untuk merek kembali pulan. Billy dan Andres tidur di kamarmu, Vander. Lalu Chloe... bawa gadis itu ke kamar tamu."Ayah Vander kembali menghela napasnya lalu pergi menuju kamarnya, diikuti oleh sang istri yang tampak kelelahan dan ingin istirahat segera. Meninggalkan Vander yang diberi tanggung jawab untuk meng

Latest chapter

  • Behind The Beast   Extra Part 2

    Mansion Keluarga Zeckar, Spanyol.Langit malam yang biasanya terlihat gelap dan hitam, kini bernuansa terang benderang berwarna - warni. Lucunya bukan karena ada perayaan tahun baru, tetapi bentuk suka cita keluarga Zeckar di malam natal. Setelah sekian lama mereka tidak merayakannya bersama, sekarang semuanya berkumpul. Bahkan turut mengundang semua kerabat terdekat dan yang berhubungan baik.Kasih natal rupanya melingkupi musim dingin tahun ini. Berita bahagia pun menjadi kado istimewah bagi mereka semua. Selain kehadiran anggota baru di keluarga itu, diketahui calon menantu keluarga Zeckar rupanya telah mengandung. Itu artinya ada generasi baru yang menjadi penerus mereka. Sepasang bayi lelaki dan perempuan diprediksi akan hadir pertengahan tahun depan. Menjadi penantian terindah bagi semuanya.Tuan Ramos yang berada di balkon melih

  • Behind The Beast   Extra Part 1

    Bring The Autumn Backs Sorak sorai para penonton terdengar membahana seisi ruangan besar tempat peragaan busana yang diadakan oleh salah satu rumah mode terbaik edisi musim gugur ini. Satu per satu model terbaik tampil memamerkan hasil rancangan desainer ternama yang sedang naik daun. Termasuk Chloe, yang merupakan salah satu supermodel muda saat ini. Mimpinya kini terwujud berada satu panggung dengan para senior yang menjadi panutannya. Saat giliran dirinya keluar dan tampil dengan pakaian dalam seksi dengan sayap hitam tinggi di belakangnya, semua yang hadir semakin riuh dan berdiri dari tempat duduk masing - masing. Meneriakkan nama Chloe dan bersorak keras ke arah panggung. Membuat Vander yang berada di deretan kursi VIP semakin jengah dan teramat kesal. Bagaimana tidak? Kekasihnya dan tubuh eksotis yang hanya miliknya itu menjadi bahan

  • Behind The Beast   EPILOG

    Love in Summer : Deja Vu Satu musim pun berlalu. Kini telah tiba saatnya musim panas. Banyak orang yang menantinya, karena sekarang adalah waktunya liburan. Berbeda dengan Vander yang tak ingin kemanapun saat ini. Ia lebih memilih rumah atau bengkel ayahnya sebagai rutinitas yang baginya tak membosankan. Alhasil kebiasaan itu sedikit membuat jengkel seseorang. Lantas tak jarang Vander sering mendapat keluhan, dan sekarang mungkin lebih dari pada itu. Contohnya, seperti saat ini. Tepat saat ia tiba di bengkelnya pukul sembilan pagi, Vander sudah mendapat amukan dari seorang wanita yang nyatanya telah lebih dulu tiba darinya. Wanita itu mengeluhkan ketidakpekaan Vander yang tak pernah mengajaknya kencan selama ini. Hanya wanita itu saja yang berinisiatif untuk mengajak pergi. Bahkan memberikan hadiah pun tak pernah. Alhasil si wanita dirundung rasa sedih dan gelisah. Khawatir jika seorang V

  • Behind The Beast   END

    Spring has sprung (again!) Padahal empat musim rasanya sudah Vander lewati hingga ke titik di mana dirinya mendapatkan segalanya. Sayangnya, semua hanyalah sebatas mimpi. Sebuah imaji yang terbentuk di dalam pikiran dan ingatannya. Sesuatu yang antara dua ia yakini; apakah itu hanya sekedar bunga tidur? Ataukah mungkin ... bisa menjadi nyata? Vander memang mengalami sebuah mimpi sadar atau mimpi lucid tadi malam. Sebuah mimpi yang telah ia rancang akan hadir di ingatannya, tetapi tidak sepenuhnya bisa ia kendalikan. Seperti sebuah skenario. Hanya saja kita bertarung di dalamnya untuk membuat semua menjadi sesuai apa yang diinginkan. Bukan berarti semua terlihat mudah. Vander justru menemukan hal-hal lain yang tak pernah ia sangka. Entah itu si iblis cantik yang menyerupai malaikat. Ada juga manusia berhati setan yang hampir merusak segalanya. &n

  • Behind The Beast   IV. Winter | Fifty Five

    East River, New York."Sugar- Honey- Iced- Tea! Damn! What the hell going on, Guys?"Chloe terlihat panik sambil berjalan memegangi perutnya yang besar.Dia baru saja meninggalkan pesta dan turun ke bagian dalam yacht miliknya— dengan penampilan sangat cantik menggunakan gaun panjang khusus ibu hamilnya dan mantel bulu hangat, serta riasan wajah yang memukau. Wanita itu menuntut ke arah sepasang kekasih yang kini tepat berada di hadapannya."Tenanglah, Chloe. Hanya ada kesalah pahaman sedikit. Mike akan mengatasinya. Kebetulan dia masih berada di kota," ujar Yasmine menenangkan. Wanita itu tak kalah anggunnya dengan gaun beludru merah hati dipadu padankan dengan coat panjangnya dan stiletto yang dipakai."It's okay, Ibu hamil. Kejut

  • Behind The Beast   IV. Winter | Fifty Four

    "SURPRISEE!!!" Alangkah terkejutnya Vander dan semua yang baru saja tiba. Bunyi terompet, tebaran konfeti dan banyak balon seolah menyerbu mereka begitu memasuki mansion luas Turner. Apakah ini perayaan atas kemenangan mereka? Sepertinya begitu, tapi tidak setelah melihat siapa yang telah menyambut mereka. Itu bukan perayaan spesial dari Tuan Turner seperti yang mereka sangka. Melainkan dari orang-orang yang selama ini mereka rindukan. Semuanya berkumpul di sana tanpa terkecuali. "Welcome back!" sambut semua orang dari dalam. Bagaikan terkena terapi syok, semuanya tak bisa berkata-kata, terperangah dan terdiam di tempat masing-masing. Hingga satu per satu orang berhambur memeluk mereka semua. Barulah tersadar dengan apa yang sedang saja t

  • Behind The Beast   IV. Winter | Fifty Three

    "Kau akan menyesal," sumpahnya menatap penuh rasa dendam ke arah Vander. "Aku akan membunuhmu untuk yang kedua kalinya. Kupastikan kau mati. Inilah akhirmu, Zeckar. Berbaliklah, dan lihat siapa yang datang," sambung Trevor sambil menyeringai puas. Vander dengan cekalannya yang masih kuat mencoba untuk menoleh ke arah yang dimaksud, akan tetapi sebuah moncong pistol sudah mendarat di pelipisnya. Begitu ia mendongak ke atas, sebuah seringai ia dapati. "Ay, Vander. Long time no see." _____ Pupil mata Vander membesar tatkala melihat siapa sosok yang berada di belakangnya; Sosok pria bertubuh tegap dengan rambut cepak— sedang menyeringai dengan ganja kering menyala di sudut bibir.

  • Behind The Beast   IV. Winter | Fifty Two

    Tak banyak yang bisa dilihat Vander dari posisinya ia berada sekarang. Namun, sepertinya truk trailer yang membawa dia dan kelompoknya itu memasuki kawasan kota mati. Di mana tempat tersebut adalah kota industri otomotif lama yang telah ditinggalkan, dan hanya tersisa bangunan -bangunan tua usang saja saat ini.Dahulu sekali Vander pernah mengunjungi tempat tersebut. Mencari seorang anggota yang kabur membawa aset mereka dan mengeksekusinya sekaligus juga di sana. Di gereja satu-satunya di tempat itu. Dengan cara memasukkannya ke dalam peti dan memakunya hingga tak dapat keluar. Tak lupa ia menembakkan timah panasnya tepat di tengah peti tersebut.Terakhir yang Vander ingat sebelum keluar pintu, ia mendengar jeritan pria tersebut memanggil namanya. Dan setelahnya .... Ia benar-benar tak peduli.Lantas kini Vander kembali. Mencari orang-orang yang masuk

  • Behind The Beast   IV. Winter | Fifty One

    Bunyi deru mesin mobil dan motor mulai terdengar di halaman depan mansion Turner. Vander begitu juga yang lainnya sudah sedia di kendaraan masing-masing. Tepat saat fajar. Mereka memilih waktu subuh karena pasti sang musuh takkan mengira akan diserang pada saat itu. Mereka memutuskan untuk mulai berjalan, karena sekarang adalah saatnya. Earpeace sudah terpasang ditelinga. Memudahkan mereka untuk berkomunikasi jarak jauh. Begitu juga dengan senjata, juga taktik tentunya. Vander sudah duduk dibalik kemudinya. Sesaat dia baru saja berbicara dengan sang kakek. Aneh rasanya mendapat panggilan dari Abuelo-nya itu. Hanya saja Vander mengangkatnya juga. Ternyata kakeknya itu mengkhawatirkan dirinya. Walaupun tak terdengar seperti itu. Hanya saja Vander bisa merasakan yang kakeknya itu rasakan. Tuan

DMCA.com Protection Status