Musik keras menghentak-hentak gendang telinga Angel. Satu jam lamanya dia menenggelamkan diri dalam keramaian kelab malam bersama kedua temannya. Austin dan Michelle tengah asyik berdansa dengan pria yang baru saja mereka temui di tempat itu. Meliuk-liukkan badan mengikuti irama musik sambil sesekali berpagutan bibir dan bermesraan tak kenal malu. Hal semacam itu memang sudah lumrah terjadi di tempat ini. Michelle dan Austin bahkan sering one night stand dengan pria yang sama sekali tidak mereka kenal. Hanya bersenang-senang satu malam tanpa memedulikan kehormatan dan juga martabatnya sebagai perempuan baik-baik yang sudah hilang entah sejak kapan. Pastinya, jauh sebelum Angel mengenal mereka, kedua wanita itu memang sudah menjalani kehidupan seperti ini.
Untungnya, meski mereka berteman baik tapi Angel tidak pernah tertarik untuk mengikuti gaya hidup kedua temannya dalam urusan percintaan. Cukup menjadi perempuan kejam saja sudah membuatnya bahagia. Rasanya Angel tidak perlu menjajakkan diri pada sembarang pria. Menurutnya itu sangat merugikan dan juga tidak berkelas. Bukan maksud gadis itu menyindir kedua teman baiknya. Hanya saja prinsip itu yang selalu ia pegang teguh hingga sekarang.
Tiga botol sudah minuman keras habis ditegaknya. Angel merasa perutnya sudah terisi penuh oleh cairan alkohol itu namun entah mengapa pikirannya tak kunjung terpengaruh. Dia tidak mabuk sama sekali. Niatnya datang ke sini adalah untuk minum-minuman sampai dia mabuk berat dan melupakan kejadian menyakitkan tadi siang di kampus. Kebersamaan Jaydan dengan Naina, bagaimana cara pria itu menjaga harga diri Naina dan melukai harga dirinya. Kata-kata menyakitkan itu, ah ... jantung Angel seolah diremas sangat kuat oleh tangan raksasa jika kembali memutar kejadian itu.
Dia kembali menegak minumannya hingga tetes terakhir. Pandangan Angel kosong, merenungkan semua ucapan Jaydan yang mengatakan bahwa orang sepertinya tidak akan pernah bisa bahagia.
"Pria jahat! Kau pikir kau siapa, hah? Beraninya menyumpahiku seperti itu. Bukan hanya menolak cintaku tapi kau juga sudah merendahkan harga diriku. Aku benar-benar membencimu, Jaydan!"
Angel menyandarkan kepalanya pada kepala sofa beludru itu, dia memiringkan tubuhnya ke kanan lalu memejam. Air mata mengalir sesekali, kedua pundak Angel bergetar menandakan betapa keras gadis itu menahan isakan. Melihat kondisi Angel yang sedang rapuh, seorang pria berinisiatif mendekati gadis itu namun urung ketika tiga orang pria berbadan tegap menghadang langkahnya. Pria itu memberikan cengiran konyol lalu mundur teratur. Niatnya ingin memanfaatkan keadaan terpaksa gagal karena dipatahkan oleh pengamanan pengawal Angel yang selalu siap sedia menjaga nonanya.
Ketika Angel hendak mengambil botol keempat, tiba-tiba tangan kepala pengawalnya mencegat. Angel memandang bengis pengawal itu dan memintanya untuk melepaskan tangan Angel.
"Hentikan, Nona, Anda harus pulang sekarang."
"Tidak mau! Aku mau berpesta sampai pagi dan kau tidak berhak melarangku!"
"Tolong turuti perintah kami kali ini saja, Nona. Anda benar-benar harus segera pulang. Tuan..." pengawal itu berhenti menjelaskan membuat Angel menoleh dan menatapnya penuh intimidasi.
"Apa yang terjadi pada ayahku?"
***
"Penyakit jantung tuan Adam semakin mwmburuk. Dia tidak bisa mendengar kabar-kabar mengejutkan karena itu akan berpengaruh pada kesehatan jantungnya. Mulai sekarang, Nona juga harus mengawasi tuan Adam. Jaga pola makan, jangan terlalu stres, dan pastikan beliau mengkonsumsi obat yang sudah diresepkan."
"Tapi Ayah saya bisa sembuh, kan, Dok?"
"Tentu saja, asal tuan Adam rutin melakukan pengobatan dan menghindari larangan-larangan yang sudah saya sebutkan tadi."
Keesokan harinya, Angel terus berjalan di koridor kelas teknik komunikasi sambil terus memikirkan interaksi daruratnya kemarin malam dengan dokter yang memeriksa kondisi ayahnya. Angel tidak pernah menyangka di balik sikap tangguh dan keras sang ayah, ternyata dia menyimpan rapat-rapat tentang rahasia penyakitnya. Angel merasa sangat tolol karena bisa-bisanya dia luput tentang informasi sepenting ini. Padahal selama ini, gadis itu selalu berusaha mencurahkan isi hati dan juga perhatiannya pada sang ayah. Sesibuk-sibuknya Adam, Angel akan berusaha mencuri waktu berharga pria itu untuk dihabiskan bersamanya. Katakanlah di momen makan siang, makan malam, atau momen-momen tak terduga lain yang sengaja Angel ciptakan hanya demi memiliki quality time bersama sang ayah. Tapi kenapa, kenapa dia masih bisa melewatkan rahasia sepenting itu tentang ayahnya.
"Bodoh!"
"Aw!" pekik seseorang meringis keras padahal bukan orang itu yang Angel tabrak.
Angel meluruskan pandangan dan menangkap sosok yang baru saja tak sengaja dia tabrak. Kim Jaydan. Ah, manusia ini lagi. Pria itu mematung dingin di hadapan Angel namun tak gadis itu pedulikan. Angel memutuskan untuk melanjutkan langkahnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Lihatlah dia, kemarin meraung-raung seperti singa ngamuk sekarang tatapannya kosong seperti mayat hidup. Dasar, Nenek Sihir!" rutuk Karel kemudian pria itu pun menepuk-nepuk baju Jaydan.
"Kau tidak apa-apa?" pungkas Karel merasakan keanehan karena temannya itu mendadak jadi patung. Padahal sebelumnya mereka tengah asyik mendiskusikan mengenai konsep tugas kelompok yang akan dikerjakan.
"Iya, sampai di mana tadi?"
"Angel seperti mayat hidup."
"Bukan itu, konsep tugas kelompok kita," koreksi Jaydan menanggapi Karel yang salah paham.
"Oh, jadi begini...."
Sebelum beranjak Jaydan tampak ingin menoleh ke belakang sebentar namun urung karena Karel langsungm menariknya untuk segera menyamai langkahnya.
"Bum, menurutmu Angel kenapa, ya?" tanya Karel yang sudah duduk di bangkunya dan membuat Jaydan terheran-heran karena tetiba membahas mengenai Angel.
"Mana kutahu, tanya saja pada orangnya."
"Malas gila, yang ada nanti aku diterkam hidup-hidup lagi." Karel bergidik ngeri membayangkan hal itu jika benar-benar terjadi padanya.
"Dia tidak suka pria cerewet sepertimu," balas Jaydan sambil membuka buku tebal bertuliskan "Psikologi Komunikasi".
"Iya, karena dia sukanya pria batu dan irit bicara sepertimu. Omong-omong aku masih penasaran tentang alasanmu menolaknya. Kau tahu, hari di mana kau menolak Angel jadi momen bersejarah di kampus ini. Khususnya bagi para penggemar dan pejuang cinta Angel. Mereka berjuang mati-matian hanya demi menarik perhatiannya dan kau dengan seenak jidat malah menolak gadis paling cantik dan populer di kampus ini. Kau gila atau bagaimana?"
"Mm, aku gila, itu alasannya."
"Ayolah, Bum, katakan yang sejujurnya. Apa alasanmu menolak seorang Lee Angel? Kalau dipikir-pikir, jika kau jadian dengan Angel, kalian pasti akan menjadi pasangan paling serasi di daratan Athasian. Secara kalian sama-sama kaya, sama-sama pintar, dan sama-sama kejam."
"Maksudmu?" delik tajam Jaydan menciptakan simbol perdamaian yang Karel tawarkan melalui jari tangannya yang berbentuk V.
"Intinya kalian sangat serasi jika dilihat dari penampilan luar. Kau serius, tidak menyimpan perasaan apa pun padanya?"
"Untuk saat ini tidak."
"Woaa... woaa... woa... pengakuan yang luar biasa mengejutkan. Berarti ada kemungkinan suatu hari nanti kau menyukainya?"
"Siapa yang tahu."
"Aku tahu kau akan mengatakan ini, manusia diplomatis sepertimu memang tidak bisa memberikan ketegasan yang pasti. Selalu main di jalur aman."
"Ocehanmu semakin membingungkan," ejek Jaydan yang mengartikan agar Karel segera berhenti mengoceh. Jaydan tidak bisa fokus membaca buku.
"Kesimpulannya adalah, lebih baik kau tidak jatuh hati pada Angel nanti karena itu hanya akan melukaimu."
"Kenapa?"
"Kau pikir Angel masih mau menerima pria yang hampir mengatainya murahan, hah?"
Jaydan tampak memikirkan hal itu, saking dalamnya merenung dia bahkan terus membuka halaman bukunya secara acak tanpa membacanya sama sekali.
"Harus kuakui kemarin kau benar-benar sudah di luar batas. Oke, niatmu baik karena ingin membela Naina dari hinaan Angel. Tapi caramu salah, Bum, kau malah balik menghina dan menghardiknya dengan doa-doa kejammu. Dia pasti sangat sakit hati."
"Dia pantas mendapatkannya," gumam Jaydan pelan dan tidak yakin.
Bersambung
Sejujurnya Jaydan bukan tidak menyesal sama sekali atas perkataan kasarnya kemarin. Dia ingin meminta maaf pada Angel namun bingung bagaimana memulainya. Terlebih gadis itu selalu menunjukkan sikap dingin dan tidak bersahabat ketika berpapasan dengan Jaydan. Sekarang pria itu dengan polosnya menyusuri setiap sudut kampus yang mungkin didatangi Angel hanya karena hasutan Karel yang memintanya untuk segera minta maaf. Awalnya pria ceria nan cerewet itu memang berjanji menemaninya menemui Angel meski dengan sedikit paksaan. Sayangnya, Karel tiba-tiba dipanggil ke ruang dekan dan itu membuat pria jangkung itu bersorak senang. Dia lebih memilih menghadap dekankillerdibandingkan menyaksikan amukan Angel. Alhasil di sinilah Jaydan sekarang, dia harus keluar jauh dari area kelasnya di lantai dua untuk berkeliling d
Ask Dad for Dinner Satu pekan berlalu, akhirnya Naina sudah diizinkan pulang dari rumah sakit. Ini hari terakhirnya dan dia sedang mempersiapkan kepulangannya dengan dibantu Jaydan dan Karel. Sejak insiden mengerikan pekan lalu, dua lelaki itu memang terbilang cukup sering menjenguk Naina. Ada sekitar tiga sampai empat kali, tepatnya Karel membersamai Jaydan menjenguk Karel sebanyak tiga kali, sementara satu harinya hanya Jaydan sendiri yang datang ke sana. Tentu hal itu membuat Naina senang. Jaydan sangat perhatian padanya sampai rela menyisihkan sedikit waktu untuk menemaninya di rumah sakit selama masa perawatan. "Kamu yakin sudah baik-baik saja, Nai, itu kepala masih sakit tidak?" tanya Karel berdiri di dekat lemari es setelah mengambil minuman dingin dari tempat tersebut.
Sehari update berkali-kali, parah, sih!Semoga kalian bacanya gak nabung bab ya, dan tetap kasih apresiasi di setiap bab, thank youuu😘 *** Behind Her Tears Angel bergegas keluar lab komputer dengan cepat begitu kelas selesai, ia bahkan tak memedulikan panggilan Michelle dan Austin yang bertanya hendak ke mana gadis itu pergi atau mereka yang ingin Angel menunggu agar bisa keluar bersama. Tidak bisa, Angel tidak ingin terlambat satu detik pun untuk momen langka yang sulit ia dapatkan di hari-hari biasa. Gadis itu menuruni tangga dengan semangat, senyumnya sedikit terangkat meski tidak terlalu lebar. Entah mengapa dia begituexcitedtentang ajakan makan malam ini. membayangkan dirinya bisa menghabiskan waktu panjang sambil mengobrol santai denga
Satu pekan berlalu sejak pertemuan Jaydan dan Angel hari itu. Pertemuan paling membekas dari semua pertemuan yang pernah terjadi di antara keduanya. Setidaknya begitulah menurut Jaydan. Sejak hari itu, Jaydan tidak pernah melihat Angel wara-wiri di kampus. Gadis itu seperti hilang ditelan bumi. Jaydan penasaran namun tidak memiliki cukup keberanian untuk menanyakan kabar Angel kepada dua teman dekatnya, Michelle dan Austin. Lelaki itu menopang dagunya sambil terus membuka lembar demi lembar buku yang dia ambil secara asal dari rak di seberang sana ketika pertama masuk ke perpustakaan. Pria itu tidak datang sendiri, dia ditemani Naina. Memang gadis itulah yang mengajak Jaydan ke sana, katanya Naina ingin minta bimbingan sang senior dalam mengerjakan salah satu tugas mata kuliah yang belum dia pahami. Memang pada dasarnya Jaydan orang baik jadi lelaki itu menyetujui permintaan Naina tanpa ragu. Sayangnya, konsentrasi Jaydan tidak terkumpul penuh di ruangan itu. Isi kep
Mendengar dua nama itu disebut sontak Jaydan menutup buku tebal di tangannya. Naina memandang itu nanar lalu fokus kembali pada apa yang akan Karel sampaikan tentang Angel. "Kenapa dia?" tanya Jaydan berusaha untuk tidak terlihat penasaran. "Hhh, ini kabar duka sebenarnya tapi gadis itu sudah terlalu kejam jadi aku bingung harus bereaksi apa." "Katakan saja apa beritanya!" desak Jaydan tidak sabar. "Hei, sabar, ini juga mau cerita. Kau ingat tidak, minggu lalu saat Angel menangis di parkiran?" Jaydan mengangguk, Naina yang tidak mengerti menatap kedua lelaki itu bergantian. "Rupanya saat itu Angel mendapat kabar bahwa ayahnya jatuh pingsan di kantornya, diduga karena penyakit jantungnya kumat." "Kau dengar dari siapa kabar ini?" Jaydan ingin memastikan, dia enggan percaya jika sumbernya tidak jelas. Karel menyapu pandangan sekitar, memastikan agar tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka. "Tadi aku ke ruang k
Jaydan memandang keluar jendela dari kamarnya yang ada di lantai dua. Hujan mengguyur Ibu Kota malam ini, tahu jika penghuni bumi memerlukan ketenangan yang lebih dari biasanya. Terutama bagi pemuda yang sedang kalut hatinya bernama Jaydan itu. Sejak mendapat kabar mengejutkan dari Karel tadi siang, tidak sekali pun bayangan Angel sirna dari pikirannya. Dia abaikan ponsel yang terus berdering menampilkan nama Naina pada layarnya. Pria itu benar-benar tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Tok tok tok! Baru saja Jaydan merapal keinginan untuk tidak diganggu siapa pun nyatanya kini sudah ada orang yang berniat mematahkan doa-doanya. Pria itu beranjak dari jendela dan membuka pintu. Ternyata ayahnyalah yang datang. Jaydan tersenyum lalu mempersilakan pria yang sangat dihormatinya itu masuk. Mereka duduk berhadapan, Jaydan di bibir ranjang sementara ayahnya di kursi belajar pria itu. Jaydan sengaja menunggu sang ayah untuk membuka percakapan. Lelaki itu yakin ayahn
Dalam kecepatan sedang Lamborghini Aventador putih milik Karel membelah jalan raya. Lelaki itu mengemudikan mobil sport kesayangannya dengan santai sambil asyik bersenandung mengikuti lantunan musik yang dia mainkan di sana. Akhirnya, setelah pekan penuh tekanan yang mengharuskannya berkutat dengan soal UTS, kini Karel bisa bernapas lega meski hanya sedikit karena faktanya selesai UTS, tugas-tugas baru mengular panjang—menunggu untuk dikerjakan. Pada dasarnya pekan tenang bagi mahasiswa itu benar-benar tidak ada, mustahil mereka menemukan satu pekan saja tanpa tugas dan presentasi. Memang sudah begitu kodratnya, jadi mau tak mau Karel menerima meski berat sekali pun. Hari ini, dia dan satu sahabatnya sedang dalam perjalanan menuju rumah teman sekelas mereka untuk mengerjakan tugas kelompok. Karel tidak akan bersemangat seperti itu jika tidak ada alasan yang menguntungkan baginya. Kita tahu bahwa Karelian ini tipikal mahasiswa yang menomor sekiankan tugas, tapi untuk tugas ha
Sekitar tiga puluh menit perjalanan dari kampus akhirnya Karel dan Jaydan tiba di tempat tujuan. Sebuah rumah bergaya modern klasik yang tidak begitu besar namun cukup resik dan asri. Tampak jelas sang penghuni rajin merawatnya dengan baik. Mobil yang ditumpangi Karel memarkir di halaman depan setelah seorang penjaga kebun membukakan gerbangnya. Jaydan melepas sabuk pengaman dan bersiap turun. "Kau yakin ini rumahnya?" tanya Jaydan sambil menyapu pandangan ke sekitar. Karel mengambil ponsel dan membuka riwayatchat-nya dengan salah seorang teman untuk memastikan alamat yang dimaksud. "Benar, sesuai dengan alamat yang dikirim Hena," ujar Karel dan tak lama kemudian dua orang gadis muncul dari pintu utama sambil mengembangkan senyum senang. "Jaydan, Karel, akhirnya kalian tiba juga. Ayo, silakan masuk." Keempat orang itu pun masuk rumah dengan berbagai perasaan berbeda dari tiap-tiap orang. Ada yang terlampau senang, ada yang biasa
Semuanya masih terasa seperti mimpi bagi Angel. Ujian hidupnya sungguh berat dan dia takjub pada dirinya sendiri karena bisa kuat dan bertahan sampai detik ini. Detik di mana ia bisa mengulang semua adegan demi adegan kehidupannya yang tak menyenangkan hanya dalam ingatan dan kenangan. Mendapat penolakan Jaydan di awal cerita, kehilangan sang ayah, dibenci semesta, berseteru dengan sahabat dan keluarga, bahkan sampai mendapat teror pembunuhan oleh dua orang gila yang dibutakan obsesi dan dendam kesumat.Ujian-ujian itu sungguh berat ketika dijalani namun ketika Angel berhasil melewatinya hanya tersisa perasaan lega terlepas dari hasilnya yang baik atau sebaliknya Angel tidak peduli. Dari semua kejadian yang menimpanya, Angel belajar banyak hal baru. Tentang rasa saling menghargai, pentingnya mempercayai seseorang, persahabatan yang tulus, pentingnya dukungan keluarga. Hal-hal sederhana yang tanpa sadar mampu menjadi penangkal berbagai masalah buruk dalam hidup.Memang
Tubuh Angel menghantam lemari sampai bergetar. Punggungnya terluka terkena pecahan kaca. Gerry terus melakukan serangan bahkan ketika Angel sudah tak berdaya karena lemas. Darah keluar sari telapak tangannya yang tersayat pecahan kaca.“Mati kau Angel Lee!” teriak Gerry siap menginjak bagian dada Angel.Sayang, sebelum aksinya berhasil sebuah tendangan mendarat di punggungnya dan Gerry pun tersungkur. Jaydan pelakunya, dia datang di momen yang tepat.“Angel,” cicit Jaydan khawatir, ia membantu kekasihnya untuk berdiri.Sementara Karel langsung melepaskan jaketnya dan menutupi bagian atas Alessa yang compang-camping. Amarah Karel mendidih, dia ingin melenyapkan Gerry dengan segera namun sekarang yang terpenting adalah Alessa. Lelaki itu ingin memberikan ketenangan dan kenyamanan untuk sang kekasih.“Kamu tunggu di sini,” kata Jaydan lagi setelah menyisihkan Angel ke tempat yang aman.Tatapan nyalang tak ter
Di tangan Naina ada sebuah boneka beruang yang cukup lucu. Ia mendekati Angel seraya memamerkan senyum mengerikan ala psikopat yang ada di film-film thriler. Tangan satunya lagi memegang belati yang masih berlumuran darah Moca. Darah Angel mendidih detik itu juga, ia ingin berontak tapi waswas Naina menyerangnya dengan benda tajam itu."Kak Angel, kau mau tahu tidak bagaimana caraku menganiaya kucing kesayanganmu?" tanya Naina dengan suara dibuat seramah mungkin."Pertama, aku tangkap dia seperti ini," katanya sambil mencekik leher boneka beruang."Lalu dia mengeong kesakitan, aku yakin kau pasti menangis guling-guling kalau melihatnya. Setelah itu, aku sayat lehernya begini!"Sret!Suara robekan terdengar begitu nyata, Angel membayangkan boneka itu adalah Moca. Napasnya tiba-tiba sesak, dia tidak sanggup mendengar kelanjutan cerita Naina."Setelah itu aku tusuk bagian perutnya sampai seluruh jeroannya keluar seperti ini."Naina mengh
Tangan kanan Gerry menangkup pipi Angel sekuat mungkin, “Tidak usah berlaga bodoh, Angel Lee. Aku muak melihatnya! Ayo jawab, di mana kau melihat Antonio mati, hm?”“Apa urusanmu? Kenapa kau ingin tahu hal itu?”“Aku? Aku bukan siapa-siapa, hanya seorang anak malang yang harus kehilangan ayah terkasihnya karena monster kejam seperti ibumu. Antonio itu ayahku, Angel Lee, dan ibumu merenggut nyawanya dengan sadis tepat di depan matamu. Kau ingat sekarang, hah?!”Gerry mendorong kepala Angel sampai membentur lantai, Alessa memekik—ingin membantunya tapi tak bisa karena kedua tangannya terikat. Alhasil Alessa hanya bisa menangis sambil memohon ampun pada Gerry.“Kau dan ibumu sama-sama perempuan monster, Angel Lee! Kenapa kau masih hidup, hah? Akan lebih baik jika orang-orang seperti keluargamu mati cepat dan berkumpul di neraka! Tebus semua dosa kalian selamanya!”Angel menangis, dia ingat kejadian
Penculikan ini terjadi beberapa saat lalu, tepatnya saat senja menghilang dan langit menggelap. Angel dan keluarga Alessa tengah bersiap menutup kedai. Para pengawal pun terlihat masih setia menanti nonanya di depan sana. Tepat pukul delapan persiapan untuk pulang sudah selesai. Ibu dan adik Alessa naik ke mobil lebih dulu sedangkan Alessa dan Angel keluar terakhir karena harus mengunci kedai terlebih dahulu.Tersisa dua pengawal yang masih menunggu Angel, tiba-tiba gerombolan pria berpakaian hitam berdatangan. Jumlahnya cukup banyak, mungkin ada sepuluh sampai lima belas orang. mereka memukuli pengawal Angel dan langsung menyeret Angel dan Alessa ke mobil. Pengawal yang sebelumnya sudah masuk mobil mencoba melawan namun mereka kalah jumlah dari kumpulan gangster itu.Sepanjang perjalanan Angel dan Alessa berontak, mereka baru diam ketika sang penculik membius keduanya sampai tak sadarkan diri. begitu membuka mata Angel sudah berada di sebuah bangunan yang membawa memo
“Di mana Angel?” tanya Jaydan berusaha mengatur napas dan amarahnya, dia tidak ingin terlihat terpancing oleh Naina.“Dia ada di depanku bersama si cupu, temannya yang sangat loyal. Kakak ingin mendengar suara mereka?”“Argh, sakit ...,” ringis Alessa, Karel yakin itu suara kekasihnya.Dia mendekat pada Jaydan—langsung memaki tindakan Naina.“Berengsek! Kau apakan kekasihku, hah?!”Karel lebih emosional dibanding Jaydan, hatinya sakit mendengar jerit kesakitan Alessa di sana.“Aw, rupanya kau sudah jadi kekasih si Cupu, kak Karel. Aku tidak melukainya kok, kau tenang saja. kami hanya sedikit bermain-main. Di depanku sekarang sudah ada tali tambang, bensin, dan pisau tajam yang kugunakan untuk mencabik tubuh kucing kesayangan Angel. Kira-kira kau dan kak Jaydan ingin kami memainkan benda yang mana?”“Sekali kau sentuh Alessa, kau akan mati di tang
Karel tidak mengerti mengapa Jaydan mengajaknya pergi ke kampus malam-malam di saat suasana dan aktivitas penghuninya mulai berkurang. Jelas saja, ini malam hari dan sedang dalam masa libur semester juga. Sudah pasti suasana malamnya tidak akan seramai malam-malam masa sebelum liburan. Karena penjaga sekolah sudah sangat dekat dengan Jaydan, ditambah ayah lelaki itu adalah rektor di sana jadi penjaga pun mengizinkan Jaydan dan Karel untuk mengakses sekretariat BEM dengan mudah. Jaydan memeriksa loker anggota yang tidak dikunci dan laci-laci di lemari tempat menyimpan berkas.“Sebenarnya apa yang kau cari, Jay? Katakan padaku agar aku bisa membantumu. Kalau begini kan aku bingung harus mencari apa.”“Buku catatan milik Gerry, aku ingat pernah melihatnya di ruangan ini,” jawab Jaydan sambil terus mencari tanpa henti.“Buku catatan Gerry? Kenapa kau mencarinya?”Jaydan menjeda aksinya sejenak, Karel ini memang tipika
Angel menghubungi beberapa pengacara keluarganya untuk mengurus kasus teror yang kemarin dia dapat. Laporan terhadap pihak kepolisian pun sudah dilakukan sebagai bentuk kewaspadaan. Ditakutkan ada serangan lain yang Angel dapatkan, alhasil kini kediaman Angel benar-benar dilindungi oleh beberapa petugas polisi dan ada pengawal pribadi juga yang dia sewa.Gadis itu akan memastikan keselamatan dirinya dan keluarga Alessa terjamin selama mereka tinggal bersama di kediaman mendiang Adam Lee. Cukup hanya Moca saja yang menjadi korban, Angel tidak ingin kehilangan sesuatu atau sosok yang dia sayangi lagi. Dia bersumpah tidak akan memaafkan manusia biadab itu siapa pun pelakunya.“Bagaimana Al, kamu sudah menemukan tanda-tanda orang mencurigakan yang terekam kamera cctv?” tanya Angel, ia dan Alessa sedang sibuk memeriksa hasil rekaman cctv dan black box mobil yang terparkir di sekitar kediamannya ketika kejadian pembantaian terhadap Moca terjadi.Sejauh ini
Di sebuah ruangan gelap dan lembap seseorang tengah tersenyum puas mengingat hasil kerjanya yang pasti berhasil membuat geger di rumah Angel. Orang itu duduk di sebuah sofa sambil menyelonjorkan kakinya ke atas meja. Semua rencana yang dia atur benar-benar berjalan dengan baik. Tidak ada satu pun yang mencurigai dirinya sebagai pelaku kejahatan terhadap Angel. Berbulan-bulan dia membuat hidup Angel menderita dan rasanya itu belum cukup. Orang itu tidak akan berhenti sebelum Angel benar-benar mati seperti orang yang dia sayang dulu. Kalau bukan karena ibu gadis iblis itu, mungkin dia tidak akan kehilangan ayah tercintanya.Clek!Suara pintu yang terbuka terdengar begitu nyaring di ruangan kedap suara itu. Gadis berhoodie hitam masuk sambil melepas topi dan maskernya. Dua barang itu dilempar tepat ke tong sampah yang ada di sudut ruangan. Dia duduk di samping sang lelaki setelah saling