Sehari update berkali-kali, parah, sih!
Semoga kalian bacanya gak nabung bab ya, dan tetap kasih apresiasi di setiap bab, thank youuuđ***
Behind Her Tears
Angel bergegas keluar lab komputer dengan cepat begitu kelas selesai, ia bahkan tak memedulikan panggilan Michelle dan Austin yang bertanya hendak ke mana gadis itu pergi atau mereka yang ingin Angel menunggu agar bisa keluar bersama. Tidak bisa, Angel tidak ingin terlambat satu detik pun untuk momen langka yang sulit ia dapatkan di hari-hari biasa. Gadis itu menuruni tangga dengan semangat, senyumnya sedikit terangkat meski tidak terlalu lebar. Entah mengapa dia begitu excited tentang ajakan makan malam ini. membayangkan dirinya bisa menghabiskan waktu panjang sambil mengobrol santai dengan sang ayah saja sudah membuat Angel senang. Susana hatinya mendadak cerah, secerah pelangi yang hadir setelah hujan deras berakhir.
Nethern University tercatat sebagai salah satu kampus yang memiliki wilayah terluas di Athasian, anehnya, hampir setiap Angel berada di sana dia selalu tidak sengaja dipertemukan dengan Jaydan di mana dan ke mana pun ia akan pergi. Seperti sekarang misalnya, saat Angel hendak mengambil mobilnya ia berpapasan dengan Jaydan yang juga baru keluar dari sebuah mobil sport warna putih. Lelaki itu turun lebih dulu, lalu disusul Karel setelah berhasil memarkir mobilnya dengan aman. Mereka berada di satu jalur yang sama, tidak ada kesempatan untuk saling menjauhkan diri dan Angel memilih untuk abai seperti biasanya.
"Naina sudah keluar dari rumah sakit," kata Jaydan membuat Angel seketika berhenti, gadis itu juga tidak tahu kenapa, padahal akan lebih baik jika dia konsisten mengabaikan Jaydan hingga akhir.
"Bum, ayolah jangan cari masalah. Yuk, ke sekre saja!" ajak Karel khawatir terjadi peperangan kesekian kalinya di antara kedua orang itu.
Jaydan tak mengindahkan ajakan Karel seakan kekhawatiran kawan baiknya itu hanya sebuah angin yang melintas sepintas. Tak berjejak sama sekali.
"Kau bicara padaku?"
"Tidak ada orang lagi di sini selain dirimu."
"Kau anggap temanmu tikus got?" balas Angel sarkastis.
Karel tersinggung ingin membidas malaikat berhati iblis itu namun tak punya cukup keberanian untuk melakukannya.
"Jangan macam-macam, Jay!" akhirnya Karel hanya bisa melampiaskan kekesalannya pada Jaydan, lelaki jangkung berlesung pipi dan mata bulat meninju lengan atas Jaydan.
"Naina akan senang jika kau meminta maaf padanya langsung, dia dan keluarganya masih berbesar hati memberimu kesempatan."
Angel mengekeh tak percaya, ia melangkah tegas ke hadapan Jaydan lalu berdiri di hadapan lelaki itu sambil mengamati ekspresi kaku Presiden mahasiswa itu. Tangan gadis itu melipat di atas perutnya, memandang remeh Jaydan dengan segala pikiran naifnya.
"Kenapa aku harus menemui mereka dan minta maaf?"
"Rupanya kau belum sadar juga."
"Kau yang belum sadar, orang sombong, kau!" Angel menekan kuat dada Jaydan dengan telunjuknya.
"Jika kau memang sangat ingin membahagiakan kekasihmu maka bahagiakanlah dia dengan caramu sendiri. Jangan usik orang lain dan memintanya mengemis maaf atas kesalahan yang tidak pernah dia lakukan."
"Kau pelakunya, pengakuan itu datang dari dirimu sendiri."
"Ck ck ck, kenapa lelaki sebodoh dirimu bisa terpilih menjadi Presiden mahasiswa. Heh, Galah!" ejek Angel pada Jaydan lalu memAustinl Karel dengan panggilan aneh.
"Aku?" tanya Karel menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, kau Galah idiot, aku rasa kau lebih cocok jadi presiden mahasiswa dibandingkan temanmu yang sok dermawan ini. Mau kubantu mengudetanya?"
Tawaran menarik, Karel nyaris tergiur, tapi dia cukup mawas diri tidak memiliki rasa tanggung jawab sebesar itu untuk bertukar posisi dengan Jaydan sebagai presiden mahasiswa.
"Tidak terima kasih, aku masih ingin hidup bebas."
"Sama idiotnya ternyata," gumam Angel, lidahnya lancar sekali dalam mengumpat orang, bebas hambatan seperti jalan tol.
"Aku sama sekali tidak tertarik mendengar umpatan kasarmu, yang perlu kau lakukan hanya meminta maaf pada Naina, itu saja."
"Sampai mati aku tidak akan sudi meminta maaf padanya. Secinta itu kau padanya sampai bisa dibodohi separah ini? Dia terlalu pintar atau memang otakmu saja yang rusak? Idiot!"
"Otakmu tidak lebih sehat karena pernah jatuh cinta pada orang idiot sepertiku."
Jaydan mulai menyerang pada ranah yang sangat sensitif, ekspresi Angel tidak bisa sesantai tadi. Dia paling tidak suka jika momen memalukan itu terus diungkit apalagi oleh orang yang paling berdosa atas momen itu. Orang yang sudah membuat Angel mengalami patah hati untuk yang pertama kalinya.
"Kau menyesal menolakku?" serang Angel membuat Jaydan mengernyit.
"Menyesal?" cicit Jaydan heran, Karel masih menyimak dengan waswas.
"Ya, kau sering membahas tentang kejadian bodoh itu, kau ingin aku kembali mengajakmu berkencan? Maaf, aku tidak tertarik lagi padamu sekarang. Di mataku, kau hanya sampah mengerikan yang terlalu mengganggu kenyamananku sampai rasanya aku ingin membuangmu ke jurang."
"Jika aku sampah, maka dirimu lebih buruk dari itu," ujar Jaydan dingin, terlalu menusuk sampai lidah Angel kelu tak sanggup membalasnya.
Gadis itu melayangkan tatapan marah, kecewa, sakit, dan dendam kepada laki-laki di hadapannya yang justru memandang Angel datar. Tanpa ekspresi dan itu terasa lebih menyakitkan dari perih yang Angel terima selama ini. Di tengah perdebatan sengit itu, ponsel Angel tiba-tiba berdering, dia menerima panggilan dari nomor tidak dikenal dan mendengarkan seseorang menjelaskan sesuatu di seberang sana. Ponsel warna emas itu meluncur dan menghantam aspal dengan cukup keras. Tangan Angel tetiba kehilangan tenaga untuk menggenggam barang yang tak seberapa berat itu. maniknya yang sempat memutus kontak dengan mata Jaydan kini menaut manik hitam lelaki itu lagi. Lebih dalam dan semakin dalam sampai muncul lapisan bening berkalang sendu.
Sorot tajam Jaydan melemah, tidak lagi sekuat sebelumnya saat sang lawan menunjukkan keanehan yang tidak bisa ia baca alasannya. Jaydan melihat kesedihan yang begitu besar di mata Angel. lelaki itu tertarik pada puncak kekagetannya saat tiba-tiba saja gadis yang dikenal sebagai Evil Queen itu meneteskan air mata, awalnya jarang namun lambat laun air kesedihan itu mengalir deras bagai arus air sungai yang tak bertepi. Tatapan mata berairnya sudah kosong, Angel mengambil langkah mundur sampai akhirnya dia berbalikâlari secepat mungkin memasuki mobilnya dan mobil itu melesat dengan cepat meninggalkan Jaydan dan Karel yang masih mematung kaget dan bingung.
"Astagaaa ... itu anak kenapa sebenarnya? Kau lihat tadi kan, Jay? Dia menangis, seorang Angel Lee menangis. Wah, harusnya tadi aku rekam, berita ini pasti akan jadi gosip hangat di grup angkatan."
Ketika Karel mengoceh, Jaydan masih bertahan dengan posisi patungnya. Mata tajam pria itu masih menaut ke arah jalan yang sudah menelan mobil Angel sampai tak terlihat.
"Jay, hei, Jay, hei Jaydan!"
Jaydan tersentak, melempar tatapan nyalang pada Karel dan laki-laki itu langsung buang muka sambil bersiul santai. Pikiran laki-laki itu masih sibuk menerka kiranya hal buruk apa yang terjadi sampai Angel menangis dan mengendarai mobil kesetanan seperti itu. Jaydan menghela napas berat, dia berniat meninggalkan tempat itu sampai pada akhirnya kakinya menginjak sesuatu. Itu ponsel Angel yang tak sempat gadis itu ambil, Jaydan memungutnya lantas ia masukkan ke dalam tasnya.
Apa dia baik-baik saja? Ada apa di balik air mata itu? Kenapa ... kenapa rasanya sungguh menyakitkan.
Satu pekan berlalu sejak pertemuan Jaydan dan Angel hari itu. Pertemuan paling membekas dari semua pertemuan yang pernah terjadi di antara keduanya. Setidaknya begitulah menurut Jaydan. Sejak hari itu, Jaydan tidak pernah melihat Angel wara-wiri di kampus. Gadis itu seperti hilang ditelan bumi. Jaydan penasaran namun tidak memiliki cukup keberanian untuk menanyakan kabar Angel kepada dua teman dekatnya, Michelle dan Austin. Lelaki itu menopang dagunya sambil terus membuka lembar demi lembar buku yang dia ambil secara asal dari rak di seberang sana ketika pertama masuk ke perpustakaan. Pria itu tidak datang sendiri, dia ditemani Naina. Memang gadis itulah yang mengajak Jaydan ke sana, katanya Naina ingin minta bimbingan sang senior dalam mengerjakan salah satu tugas mata kuliah yang belum dia pahami. Memang pada dasarnya Jaydan orang baik jadi lelaki itu menyetujui permintaan Naina tanpa ragu. Sayangnya, konsentrasi Jaydan tidak terkumpul penuh di ruangan itu. Isi kep
Mendengar dua nama itu disebut sontak Jaydan menutup buku tebal di tangannya. Naina memandang itu nanar lalu fokus kembali pada apa yang akan Karel sampaikan tentang Angel. "Kenapa dia?" tanya Jaydan berusaha untuk tidak terlihat penasaran. "Hhh, ini kabar duka sebenarnya tapi gadis itu sudah terlalu kejam jadi aku bingung harus bereaksi apa." "Katakan saja apa beritanya!" desak Jaydan tidak sabar. "Hei, sabar, ini juga mau cerita. Kau ingat tidak, minggu lalu saat Angel menangis di parkiran?" Jaydan mengangguk, Naina yang tidak mengerti menatap kedua lelaki itu bergantian. "Rupanya saat itu Angel mendapat kabar bahwa ayahnya jatuh pingsan di kantornya, diduga karena penyakit jantungnya kumat." "Kau dengar dari siapa kabar ini?" Jaydan ingin memastikan, dia enggan percaya jika sumbernya tidak jelas. Karel menyapu pandangan sekitar, memastikan agar tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka. "Tadi aku ke ruang k
Jaydan memandang keluar jendela dari kamarnya yang ada di lantai dua. Hujan mengguyur Ibu Kota malam ini, tahu jika penghuni bumi memerlukan ketenangan yang lebih dari biasanya. Terutama bagi pemuda yang sedang kalut hatinya bernama Jaydan itu. Sejak mendapat kabar mengejutkan dari Karel tadi siang, tidak sekali pun bayangan Angel sirna dari pikirannya. Dia abaikan ponsel yang terus berdering menampilkan nama Naina pada layarnya. Pria itu benar-benar tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Tok tok tok! Baru saja Jaydan merapal keinginan untuk tidak diganggu siapa pun nyatanya kini sudah ada orang yang berniat mematahkan doa-doanya. Pria itu beranjak dari jendela dan membuka pintu. Ternyata ayahnyalah yang datang. Jaydan tersenyum lalu mempersilakan pria yang sangat dihormatinya itu masuk. Mereka duduk berhadapan, Jaydan di bibir ranjang sementara ayahnya di kursi belajar pria itu. Jaydan sengaja menunggu sang ayah untuk membuka percakapan. Lelaki itu yakin ayahn
Dalam kecepatan sedang Lamborghini Aventador putih milik Karel membelah jalan raya. Lelaki itu mengemudikan mobil sport kesayangannya dengan santai sambil asyik bersenandung mengikuti lantunan musik yang dia mainkan di sana. Akhirnya, setelah pekan penuh tekanan yang mengharuskannya berkutat dengan soal UTS, kini Karel bisa bernapas lega meski hanya sedikit karena faktanya selesai UTS, tugas-tugas baru mengular panjangâmenunggu untuk dikerjakan. Pada dasarnya pekan tenang bagi mahasiswa itu benar-benar tidak ada, mustahil mereka menemukan satu pekan saja tanpa tugas dan presentasi. Memang sudah begitu kodratnya, jadi mau tak mau Karel menerima meski berat sekali pun. Hari ini, dia dan satu sahabatnya sedang dalam perjalanan menuju rumah teman sekelas mereka untuk mengerjakan tugas kelompok. Karel tidak akan bersemangat seperti itu jika tidak ada alasan yang menguntungkan baginya. Kita tahu bahwa Karelian ini tipikal mahasiswa yang menomor sekiankan tugas, tapi untuk tugas ha
Sekitar tiga puluh menit perjalanan dari kampus akhirnya Karel dan Jaydan tiba di tempat tujuan. Sebuah rumah bergaya modern klasik yang tidak begitu besar namun cukup resik dan asri. Tampak jelas sang penghuni rajin merawatnya dengan baik. Mobil yang ditumpangi Karel memarkir di halaman depan setelah seorang penjaga kebun membukakan gerbangnya. Jaydan melepas sabuk pengaman dan bersiap turun. "Kau yakin ini rumahnya?" tanya Jaydan sambil menyapu pandangan ke sekitar. Karel mengambil ponsel dan membuka riwayatchat-nya dengan salah seorang teman untuk memastikan alamat yang dimaksud. "Benar, sesuai dengan alamat yang dikirim Hena," ujar Karel dan tak lama kemudian dua orang gadis muncul dari pintu utama sambil mengembangkan senyum senang. "Jaydan, Karel, akhirnya kalian tiba juga. Ayo, silakan masuk." Keempat orang itu pun masuk rumah dengan berbagai perasaan berbeda dari tiap-tiap orang. Ada yang terlampau senang, ada yang biasa
Menjadi musuh semesta dalam waktu singkat tidak pernah Angel sangka akan menjadi nasibnya. Ya, dia sadar sebelum kasus ayahnya merebak, sosoknya yang angkuh dan kerap berlaku semena-mena memang sudah menjadi pemantik kebencian orang-orang terhadapnya. Tapi serangan kali ini lebih dahsyat dari serangan-serangan yang pernah dia dapat sebelumnya. Komentarnya sama-sama mengerikan, kala itu Angel lebih tangguh menghadapi semua hujatan karena ada Adam di sisinya. Pria itu yang selalu mengingatkan bahwa disukai dan dibenci itu adalah hal yang lumrah dalam kehidupan. Angel ingat betul kapan dan di mana sang ayah mengatakan itu. Dilonguedepan kolam renang saat senja datang, itulah tempat dan waktu favorit mereka untuk menghabiskan waktu bersama pasca Adam selesai dengan pekerjaannya. "Kita tidak bisa mengendalikan penduduk semesta untuk senantiasa menyukai kita. Sekelas Nabiâmanusia paling mulia di muka bumiâini saja masih ada yang membenci, apalagi k
Angel kembali melanjutkan kegiatan membacanya. Tidak peduli dengan apa yang Jaydan lakukan pada Moca dan enggan menanggapi komentar lelaki itu juga. Terbesit sedikit rasa jengkel pada Moca. Bisa-bisanya kucing itu bersikap ramah pada orang yang telah membuat pemiliknya patah hati. Dasar kucing tidak setia kawan, begitu pikir Angel. Jaydan sudah duduk di samping Angel, tidak ada yang meminta atau pun melarang. Pria itu hanya berinisiatif tanpa takut akan ancaman penolakan yang mungkin dia terima. Gadis di sampingnya justru membisu seolah tidak ada siapa pun yang hadir di sana. "Kucingmu lucu, beda dengan pemiliknya." Masih belum ada tanggapan dari Angel. Tuhan seperti mengutuk perempuan itu menjadi batu. Tidak bisa berkutik atau bicara apa pun. "Siapa namanya?" tampaknya Jaydan belum ingin menyerah. Dia terus mengajukan pertanyaan meski belum tentu mendapat jawaban. "Tidak perlu menghabiskan waktu berhargamu untuk iba padaku. Pergi!" Dingin, ke
"Semua ucapanmu mungkin benar, aku juga tidak bermaksud menyepelekan kesedihanmu. Dan ya, aku bukan siapa-siapa bagimu, hanya sekadar teman satu kampus yang ingin mengingatkan bahwa kau masih punya kesempatan besar untuk memutar roda kehidupan. Kau bisa berusaha, entah perlahan atau langsung berlari untuk mencapai puncaknya. Asal kau mau memulai maka semua itu akan tercapai suatu saat nanti. Kuliah tidak akan menjamin kesuksesanmu, tapi setidaknya itu bisa menjadi langkah awal untukmu memulai semuanya dari nol. Tidak ada kata terlambat bagi mereka yang berusaha dengan giat." "Bisa berhenti tidak? Aku lelah mendengar omong kosongmu." "Aku sama sekali tidakâ" Angel berdiri, dia mengambil alih Moca dari pangkuan Jaydan yang masih duduk di ayunan. Lelaki itu menatap manik Angel dalam. "Aku mengerti, Jaydan, sangat mengerti. Semua hal yang kumiliki selama ini memang tidak pernah benar-benar menjad milikku. Harta, sahabat, penggemar, popularitas, semuanya s
Semuanya masih terasa seperti mimpi bagi Angel. Ujian hidupnya sungguh berat dan dia takjub pada dirinya sendiri karena bisa kuat dan bertahan sampai detik ini. Detik di mana ia bisa mengulang semua adegan demi adegan kehidupannya yang tak menyenangkan hanya dalam ingatan dan kenangan. Mendapat penolakan Jaydan di awal cerita, kehilangan sang ayah, dibenci semesta, berseteru dengan sahabat dan keluarga, bahkan sampai mendapat teror pembunuhan oleh dua orang gila yang dibutakan obsesi dan dendam kesumat.Ujian-ujian itu sungguh berat ketika dijalani namun ketika Angel berhasil melewatinya hanya tersisa perasaan lega terlepas dari hasilnya yang baik atau sebaliknya Angel tidak peduli. Dari semua kejadian yang menimpanya, Angel belajar banyak hal baru. Tentang rasa saling menghargai, pentingnya mempercayai seseorang, persahabatan yang tulus, pentingnya dukungan keluarga. Hal-hal sederhana yang tanpa sadar mampu menjadi penangkal berbagai masalah buruk dalam hidup.Memang
Tubuh Angel menghantam lemari sampai bergetar. Punggungnya terluka terkena pecahan kaca. Gerry terus melakukan serangan bahkan ketika Angel sudah tak berdaya karena lemas. Darah keluar sari telapak tangannya yang tersayat pecahan kaca.“Mati kau Angel Lee!” teriak Gerry siap menginjak bagian dada Angel.Sayang, sebelum aksinya berhasil sebuah tendangan mendarat di punggungnya dan Gerry pun tersungkur. Jaydan pelakunya, dia datang di momen yang tepat.“Angel,” cicit Jaydan khawatir, ia membantu kekasihnya untuk berdiri.Sementara Karel langsung melepaskan jaketnya dan menutupi bagian atas Alessa yang compang-camping. Amarah Karel mendidih, dia ingin melenyapkan Gerry dengan segera namun sekarang yang terpenting adalah Alessa. Lelaki itu ingin memberikan ketenangan dan kenyamanan untuk sang kekasih.“Kamu tunggu di sini,” kata Jaydan lagi setelah menyisihkan Angel ke tempat yang aman.Tatapan nyalang tak ter
Di tangan Naina ada sebuah boneka beruang yang cukup lucu. Ia mendekati Angel seraya memamerkan senyum mengerikan ala psikopat yang ada di film-film thriler. Tangan satunya lagi memegang belati yang masih berlumuran darah Moca. Darah Angel mendidih detik itu juga, ia ingin berontak tapi waswas Naina menyerangnya dengan benda tajam itu."Kak Angel, kau mau tahu tidak bagaimana caraku menganiaya kucing kesayanganmu?" tanya Naina dengan suara dibuat seramah mungkin."Pertama, aku tangkap dia seperti ini," katanya sambil mencekik leher boneka beruang."Lalu dia mengeong kesakitan, aku yakin kau pasti menangis guling-guling kalau melihatnya. Setelah itu, aku sayat lehernya begini!"Sret!Suara robekan terdengar begitu nyata, Angel membayangkan boneka itu adalah Moca. Napasnya tiba-tiba sesak, dia tidak sanggup mendengar kelanjutan cerita Naina."Setelah itu aku tusuk bagian perutnya sampai seluruh jeroannya keluar seperti ini."Naina mengh
Tangan kanan Gerry menangkup pipi Angel sekuat mungkin, “Tidak usah berlaga bodoh, Angel Lee. Aku muak melihatnya! Ayo jawab, di mana kau melihat Antonio mati, hm?”“Apa urusanmu? Kenapa kau ingin tahu hal itu?”“Aku? Aku bukan siapa-siapa, hanya seorang anak malang yang harus kehilangan ayah terkasihnya karena monster kejam seperti ibumu. Antonio itu ayahku, Angel Lee, dan ibumu merenggut nyawanya dengan sadis tepat di depan matamu. Kau ingat sekarang, hah?!”Gerry mendorong kepala Angel sampai membentur lantai, Alessa memekik—ingin membantunya tapi tak bisa karena kedua tangannya terikat. Alhasil Alessa hanya bisa menangis sambil memohon ampun pada Gerry.“Kau dan ibumu sama-sama perempuan monster, Angel Lee! Kenapa kau masih hidup, hah? Akan lebih baik jika orang-orang seperti keluargamu mati cepat dan berkumpul di neraka! Tebus semua dosa kalian selamanya!”Angel menangis, dia ingat kejadian
Penculikan ini terjadi beberapa saat lalu, tepatnya saat senja menghilang dan langit menggelap. Angel dan keluarga Alessa tengah bersiap menutup kedai. Para pengawal pun terlihat masih setia menanti nonanya di depan sana. Tepat pukul delapan persiapan untuk pulang sudah selesai. Ibu dan adik Alessa naik ke mobil lebih dulu sedangkan Alessa dan Angel keluar terakhir karena harus mengunci kedai terlebih dahulu.Tersisa dua pengawal yang masih menunggu Angel, tiba-tiba gerombolan pria berpakaian hitam berdatangan. Jumlahnya cukup banyak, mungkin ada sepuluh sampai lima belas orang. mereka memukuli pengawal Angel dan langsung menyeret Angel dan Alessa ke mobil. Pengawal yang sebelumnya sudah masuk mobil mencoba melawan namun mereka kalah jumlah dari kumpulan gangster itu.Sepanjang perjalanan Angel dan Alessa berontak, mereka baru diam ketika sang penculik membius keduanya sampai tak sadarkan diri. begitu membuka mata Angel sudah berada di sebuah bangunan yang membawa memo
“Di mana Angel?” tanya Jaydan berusaha mengatur napas dan amarahnya, dia tidak ingin terlihat terpancing oleh Naina.“Dia ada di depanku bersama si cupu, temannya yang sangat loyal. Kakak ingin mendengar suara mereka?”“Argh, sakit ...,” ringis Alessa, Karel yakin itu suara kekasihnya.Dia mendekat pada Jaydan—langsung memaki tindakan Naina.“Berengsek! Kau apakan kekasihku, hah?!”Karel lebih emosional dibanding Jaydan, hatinya sakit mendengar jerit kesakitan Alessa di sana.“Aw, rupanya kau sudah jadi kekasih si Cupu, kak Karel. Aku tidak melukainya kok, kau tenang saja. kami hanya sedikit bermain-main. Di depanku sekarang sudah ada tali tambang, bensin, dan pisau tajam yang kugunakan untuk mencabik tubuh kucing kesayangan Angel. Kira-kira kau dan kak Jaydan ingin kami memainkan benda yang mana?”“Sekali kau sentuh Alessa, kau akan mati di tang
Karel tidak mengerti mengapa Jaydan mengajaknya pergi ke kampus malam-malam di saat suasana dan aktivitas penghuninya mulai berkurang. Jelas saja, ini malam hari dan sedang dalam masa libur semester juga. Sudah pasti suasana malamnya tidak akan seramai malam-malam masa sebelum liburan. Karena penjaga sekolah sudah sangat dekat dengan Jaydan, ditambah ayah lelaki itu adalah rektor di sana jadi penjaga pun mengizinkan Jaydan dan Karel untuk mengakses sekretariat BEM dengan mudah. Jaydan memeriksa loker anggota yang tidak dikunci dan laci-laci di lemari tempat menyimpan berkas.“Sebenarnya apa yang kau cari, Jay? Katakan padaku agar aku bisa membantumu. Kalau begini kan aku bingung harus mencari apa.”“Buku catatan milik Gerry, aku ingat pernah melihatnya di ruangan ini,” jawab Jaydan sambil terus mencari tanpa henti.“Buku catatan Gerry? Kenapa kau mencarinya?”Jaydan menjeda aksinya sejenak, Karel ini memang tipika
Angel menghubungi beberapa pengacara keluarganya untuk mengurus kasus teror yang kemarin dia dapat. Laporan terhadap pihak kepolisian pun sudah dilakukan sebagai bentuk kewaspadaan. Ditakutkan ada serangan lain yang Angel dapatkan, alhasil kini kediaman Angel benar-benar dilindungi oleh beberapa petugas polisi dan ada pengawal pribadi juga yang dia sewa.Gadis itu akan memastikan keselamatan dirinya dan keluarga Alessa terjamin selama mereka tinggal bersama di kediaman mendiang Adam Lee. Cukup hanya Moca saja yang menjadi korban, Angel tidak ingin kehilangan sesuatu atau sosok yang dia sayangi lagi. Dia bersumpah tidak akan memaafkan manusia biadab itu siapa pun pelakunya.“Bagaimana Al, kamu sudah menemukan tanda-tanda orang mencurigakan yang terekam kamera cctv?” tanya Angel, ia dan Alessa sedang sibuk memeriksa hasil rekaman cctv dan black box mobil yang terparkir di sekitar kediamannya ketika kejadian pembantaian terhadap Moca terjadi.Sejauh ini
Di sebuah ruangan gelap dan lembap seseorang tengah tersenyum puas mengingat hasil kerjanya yang pasti berhasil membuat geger di rumah Angel. Orang itu duduk di sebuah sofa sambil menyelonjorkan kakinya ke atas meja. Semua rencana yang dia atur benar-benar berjalan dengan baik. Tidak ada satu pun yang mencurigai dirinya sebagai pelaku kejahatan terhadap Angel. Berbulan-bulan dia membuat hidup Angel menderita dan rasanya itu belum cukup. Orang itu tidak akan berhenti sebelum Angel benar-benar mati seperti orang yang dia sayang dulu. Kalau bukan karena ibu gadis iblis itu, mungkin dia tidak akan kehilangan ayah tercintanya.Clek!Suara pintu yang terbuka terdengar begitu nyaring di ruangan kedap suara itu. Gadis berhoodie hitam masuk sambil melepas topi dan maskernya. Dua barang itu dilempar tepat ke tong sampah yang ada di sudut ruangan. Dia duduk di samping sang lelaki setelah saling