Hari ini Nasya berjanji akan keluar bersama Ratu, dia dari tadi menunjukkan Galen turun dari kamar untuk meminta izin. Suara langkah kaki yang berasal dari tangga membuat wanita itu langsung menoleh, ia berjalan mendekat dan menatap suaminya.
"Galen, apa tak ingin sarapan dulu?" tanya Nasya menatap penuh harap, agar keseharian mereka menjadi seperti dulu lagi. Namun, kenyataan memang tak seindah yang di bayangkan. Galen membuang wajah dan melanjutkan jalannya keluar dari rumah, Nasya mencoba menahan pergerakan suaminya itu dengan menggenggam tangannya erat.
Dengan wajah malas ia membalikkan badan melihat Nasya dengan tatapan datar. "Apa lagi?"
"Apa kau tidak sarapan?"
"Tidak. Aku takut kau memberikan racun di sana, atau mungkin kau mau menjebakku lagi." Galen menyeringai senang melihat ekspresi yang di berikan Nasya.
Wanita berambut hitam itu kembali menatap suaminya,"Terserah apa katamu Galen
Jalanan sudah basah akibat air hujan, sedari tadi ia duduk menunggu bus akan tetapi tak ada satupun yang lewat di sana. Matanya mengerjap ketika melihat sebuah mobil putih berhenti di dekat dia duduk sekarang, seorang pemuda keluar dengan payung di tangannya."Nasya, apa kau sendirian di sini sejak tadi?" tanya pemuda itu melampirkan jaket yang ia pakai ke tubuh Nasya."Reyhan? Ya begitulah, aku menunggu bus sejak tadi. Tapi tak ada satupun yang lewat," jawab wanita itu memperbaiki letak jaket yang dilampirkan oleh Reyhan."Biar aku antar saja, hari sudah mulai gelap. Takutnya nanti ada hal buruk yang terjadi," ajak Reyhan memberikan payungnya pada Nasya, tanpa pikir panjang wanita tersebut langsung saja mengiyakan ajakan Reyhan. Daripada ia harus menunggu lebih lama lagi, itu akan membuat ia kedinginan dan berakhir dengan demam.Nasya menganggukkan kepala, "Aku akan ikut denganmu."Keduanya berjala
Suara pendeteksi jantung berbunyi dengan normal, yang menandakan bahwa masih ada kehidupan di sana. Stelle menggenggam tangan putranya erat dan kembali menangis melihat kondisi tubuh yang terluka akibat goresan kaca mobil."Jangan menangis lagi, Dokter sudah bilang bukan kalau dia sedang melewati masa kritis. Berlarut dalam kesedihan itu tidak baik," ujar Dimas menarik tubuh istrinya lebih dekat. Dia memeluk Stelle dengan erat seraya mengelus punggungnya lembut.Pintu kamar rawat Galen terbuka menampakkan sosok Keina dan juga Carlos, mereka datang dengan wajah yang sedikit tidak enak. Perlahan pasangan suami istri itu berjalan mendekat ke arah ranjang Galen."Apa dia akan baik-baik saja?" tanya Keina menatap Stelle yang sudah tidak berpelukan lagi dengan suaminya, wanita paruh baya itu mengangguk pelan.Dimas berdehem, "Dokter bilang ia akan melewati masa kritis nya. Dan untuk masalah itu kami minta maaf pada kalian
Galen menatap ruangan putih yang ada di hadapannya sekarang, matanya melirik ke arah sang Ibu yang tampak begitu bahagia dengan air mata harunya. Wanita paruh baya itu memanggil dokter untuk segera memeriksa Galen. Beberapa orang berpakaian putih masuk ke dalam ruang rawat dan mulai memeriksa Galen secara detail."Syukurlah. Anak Ibu sudah terbangun dari komanya," ucap dokter wanita tersebut sambil tersenyum melihat ke arah Stelle dan Dimas.Langsung saja Stelle memeluk tubuh putranya itu erat, ia menangis di bahu Galen dan mencium pipinya berulang, dia sangat bersyukur Galen sudah sadar, "Ibu sangat khawatir dengan keadaan mu Nak.""Apa yang terjadi?""Kamu kecelakaan, dan mengalami koma. Apa kamu tak mengingatnya?" tanya Dimas.Galen terdiam mencoba mengingat apa yang terjadi, tubuhnya tersentak kaget dan segera menoleh pada sang Ibu, "Di mana Nasya sekarang Bu?"Stelle menata
Pagi ini Galen terbangun dari mimpi buruknya, lelaki itu mengusap wajahnya gusar dan mencoba mengatur napasnya agar normal kembali. Matanya menelisik ke balik gorden yang telah menampakkan sosok matahari, dia harus pergi kuliah sekarang. Kalau tidak mungkin Stelle akan marah dan tidak mengampuninya."Kenapa mimpi itu terasa begitu nyata Nasya? Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kau dan anak kita baik-baik saja?" tanya Galen bertubi-tubi, dia berdiri dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi untuk sekedar menyegarkan tubuh dan pikirannya.Hawa dingin yang menusuk tak ia pedulikan, lelaki itu malah mengguyur kepalanya menggunakan air dingin mengabaikan rasa dingin yang membuat ia menggigil.Selesai dengan kegiatan mandinya, Galen langsung saja turun dari lantai atas dan bergegas menuju kampus. Akan tetapi jalannya terhenti ketika melihat sosok Reyhan yang berdiri di depan pagar rumah, pemuda itu berjalan mendekat dan membuat mood Ga
Nasya menatap gemas pada putranya yang meminta bubur, tangan mungilnya mencoba menarik celemek yang wanita itu pakai. Namun, dengan berpura-pura tak tahu Nasya mencoba menguji kesabaran anaknya tersebut."Ibu ... Ayolah, aku sangat lapar sekarang," pintanya dengan raut wajah yang tampak begitu sedih dan menggemaskan secara bersamaan.Nasya terkekeh geli melihat tingkah manja anaknya itu, "Apa Gavin lapar? Kenapa tidak bilang dari tadi.""Ibu ... Gavin sudah mengatakan itu sejak tadi, tapi Ibu hanya diam dan mengabaikannya Gavin," ucapnya sambil melipat tangan di depan dada, pipinya menggembung dan jangan lupakan bibir yang menggerucut itu.Tangan Nasya menoel pipi putranya gemas, "Ibu mendengarnya kok. Hanya saja melihat Gavin yang kesal membuat Ibu terhibur, buburmu sudah siap. Ayo makan!"Gavin berlari kecil menuju meja makan minimalis yang berada di tengah ruangan, bocah lelaki tersebut menatap b
Hari ini Nasya dan Gavin berencana akan menghabiskan akhir pekan bersama di apartemen mereka, wanita berambut hitam itu mencuci peralatan makan yang di pakai tadi. Sedangkan Gavin sibuk bermain mobil-mobilan di ruang tengah.Setelah selesai dengan pekerjaannya, Nasya segera menghampiri Gavin dan melihat bagaimana bocah lelaki itu tertawa senang ketika kedua mobil mainan nya saling bertabrakan menghancurkan gedung yang ia buat."Apa aku harus mengatakan hal ini pada Gavin sekarang?" tanya Nasya mengingat-ingat semalam ia menyetujui ucapan Ratu untuk menghadiri acara wisuda nya.Gavin menatap bingung sang Ibu yang tampak berpikir keras, "Ada apa dengan Ibu? Kenapa wajahmu terlihat begitu tertekan?""A-ah! Kau melihat Ibu ternyata. Tidak ada apa-apa kok," jawab Nasya gugup seraya melambaikan tangan di depan wajah Gavin. Namun, hal itu justru membuat bocah lelaki tersebut penasaran.Dia meletakkan mobil
Ratu berulang kali melihat jam yang melingkar indah di pergelangan tangan, tadi Nasya menelpon bahwa dia sudah berada di Indonesia. Dengan semangat yang menggebu gadis itu langsung menuju bandara menjemput kepulangan sahabat yang ia cintai."Kemana Ibu muda itu? Dia bilang akan keluar dalam lima belas menit tapi sekarang sudah setengah jam lebih," gerutu Ratu sambil celingak-celinguk mencari sosok Nasya bocah kecil yang ia sebut keponakan."Kau menunggu lama Ratu?" Suara itu berasal dari arah belakang tubuh Ratu, dengan cepat ia membalikkan badan dan melihat sosok Nasya berdiri dengan Gavin di gendongan.Gadis itu berlari memeluk tubuh Nasya, mengabaikan sosok Gavin yang akan terjepit di antara keduanya nanti. Tapi, untung saja Ibu muda itu memundurkan langkah, "Jangan sekarang. Kamu tak lihat ada Gavin digendongangku, ayo bantu aku bawa koper ini ke dalam mobilmu.""Hei! Kau tidak meminta maaf dulu padaku?" tanya R
Matahari bersinar indah, terlihat seorang wanita sedang asik bersenandung sambil memasak sarapan untuk keluarganya. Dia memasukkan beberapa bahan makanan ke dalam teflon kemudian menyiapkan satu mangkuk untuk masakan yang sudah matang."Ibu? Aku lapar ...." Gavin berjalan pelan menuju meja makan. Ia menatap sang Ibu yang masih berkutat dengan alat masak sesekali melempar senyum ke arahnya, "Apa masih lama?""Cuci wajah dan gosok gigi dulu Gavin. Apa kau lupa lagi?" tanya Nasya melihat ke arah Gavin sambil berkacak pinggang, putranya itu selalu lupa akan hal itu.Bergegas saja Gavin pergi menuju kamar mandi, melaksanakan perintah sang Ibu yang tiada hentinya jika dia tidak langsung beranjak. Semua orang sudah berkumpul di meja makan ketika Gavin keluar dari kamar mandi, Keina menarik kursi dan membiarkan cucunya itu duduk di sampingnya."Tante Ratu masih di sini?" tanya Gavin heran melihat sosok sahabat Ibunya
Rahmi mengelus perut buncitnya dengan pelan, matanya tak henti-hentinya menatap Nasya yang begitu shock. Tangannya terulur menyentuh jemari Nasya, "Boleh aku bercerita?" Wanita berambut hitam itu mengangkat kepala kemudian mengangguk, "Boleh." "Kau tahu lima tahun yang lalu, aku memutuskan untuk kembali lagi bersama suamiku. Meninggalkan Galen karena dia jelas-jelas memilihmu Nasya, bahkan setelah dia sadar dari koma orang pertama yang ia cari adalah dirimu, kau mungkin tak melihat bagaimana kacaunya Galen saat tahu bahwa kamu meninggalkan nya," jelas Rahmi menerawang, "Tapi ... Aku melihat segalanya. Dari dia yang tak semangat menjalani hari, bahkan selalu membuat ulah di kampus. Membuat Paman Dimas menjadi khawatir, untung saja Galen masih bisa menyelesaikan kuliahnya dan bekerja setelah itu." "Darimana kau tahu itu?" tanya Nasya. Rahmi mengedipkan mata dan tersenyum pada Nasya, "Bibi
Gelak tawa berderai di meja tempat Nasya duduk makan ice cream bersama Gavin dan juga Reyhan, setiap orang yang memandang pasti mengira mereka adalah keluarga. Tapi kenyataannya tidak, buktinya saja Gavin memandang tak suka pada sosok lelaki di depannya."Ibu kapan kita akan pulang?" tanya bocah itu menyela ucapan Reyhan yang baru saja akan keluar, langsung saja keduanya menoleh."Setelah berbelanja bahan makanan baru kita akan pulang," jawab wanita berambut hitam itu, dia mengecek semua benda yang ada di dalam tas kemudian berdiri, "Ayo kita pergi sekarang Gavin. Sepertinya Tantemu tidak akan puas berbelanja, hm ... Apa kau mau ikut Reyhan?"Pria itu menolehkan kepala, alisnya sedikit terangkat, "Apa boleh?""Tentu saja. Bener begitu kan Gavin?""Tidak!" tolak bocah itu cepat. Ia menyilangkan tangan dengan kepala yang menggeleng, tak lupa tatapan tajam yang sedari tadi dilayangk
Sesuai permintaan Ratu semalam, hari ini mereka bertiga sudah berada di Mall. Menemani Ratu yang berjalan ke sana kemari hanya untuk mencari pakaian dalam, diikuti oleh Nasya dan Gavin yang sepertinya sudah mulai bosan mengikuti langkah Ratu."Model apa yang kau inginkan Ratu?" tanya Nasya dengan wajah masam, sudah setengah jam mereka berjalan bolak-balik sedangkan yang dicari tak kunjung bertemu.Gadis itu berdecak kesal, "Jangan mengeluh dulu, aku hanya ingin berputar-putar saja.""Rempong sekali. Cepatlah Tante kaki kecilnya ini sudah lelah," sahut Gavin pedas. Dia mencibir ketika Ratu memelototi dirinya, tak perlu memasang wajah takut bukan.Nasya tampak menghela napas. Ibu muda itu menarik Gavin ke dalam gendongannya, "Cepat selesaikan pencarianmu itu, aku akan membawa Gavin untuk berisitirahat. Jika sudah selesai telpon saja aku, sampai nanti."Bergegas pergi dari sana adalah jalan yang
Ini sudah tiga hari semenjak pengusiran Galen. Nasya mengurung diri di dalam kamar, mengabaikan sang Ibu yang sedari tadi mengetuk pintu. Pikirannya kacau ketika wajah Galen terlintas bak kaset rusak, hatinya sesak dan tak tenang, "Aku benci dia.""Nasya ayo buka pintunya, biarkan Ibu masuk!" teriak Keina keras, sejak tadi wanita paruh baya itu membujuk Nasya. Akan tetapi tak ada angsuran apapun, dia menoleh ketika mendengar langkah kaki yang mendekat."Nenek ...," panggil Gavin lirih dengan mata berkaca-kaca. Kaki kecil itu melangkah mendekat, tangannya terangkat untuk mengetuk pintu kamar, "Ibu ... Gavin ingin memeluk Ibu."Seketika Nasya mendongak mendengar suara Gavin, dia berdiri dan berlari menuju pintu. Saat pintu terbuka putranya itu langsung berhambur memeluk tubuh Nasya erat, dapat dipastikan bahwa bocah tersebut menangis."Kau mengurung diri sampai lupa dengan putramu sendiri," sindir Keina pelan. Mer
Pagi ini Nasya terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara berisik dari lantai bawah, kepalanya menoleh ke samping dan mengernyit ketika tak menemukan putranya di ranjang. Kakinya melangkah menuju ke arah jendela untuk membuka gorden kemudian membuka pintu kamar melihat apa yang sedang terjadi di bawah sana.Keina dan juga Carel tampak sibuk memindahkan meja dan kursi yang biasanya digunakan pengunjung restoran, begitupun dengan Gavin yang ikut membawa tempat sendok."Ibu, Ayah kenapa semuanya dipindahkan?" tanya Nasya heran."Kami akan menutup restoran ini Nasya." Keina menjawab disela-sela ia membawa meja menuju gudang belakang."Kenapa? Bukankah cuma ini penghasilan Ayah dan Ibu?"Carlos tampak menghela napas, tangannya terangkat untuk menghapus keringat yang bercucuran di dahinya, "Iya. Itu dulu sebelum Ayah dan Ibu kehabisan modal, kamu tahu bukan orang-orang zaman sekarang lebih
Di sebuah kamar yang temaram terlihat seorang pria dengan botol alkohol ditangannya, ia menyandarkan tubuh pada ranjang dengan mata menatap keluar jendela. Dia melempar botol kosong itu ke arah tembok kamar, menciptakan bunyi nyaring yang memekakkan telinga.Pintu kamar terbuka lebar, menampakkan sosok kedua orangtuanya. Stelle berlari dengan tergopoh-gopoh,"Galen apa yang terjadi? Katakan padaku kenapa?!"Tak ada jawaban apapun dari Galen, pria itu hanya terkekeh geli dengan pandangan yang mulai mengabur. Stelle menepuk pipi putranya pelan, namun hal itu tetap tak membuat Galen bergeming. Dimas yang sedari tadi berdiri di pintu melangkahkan kaki masuk, lelaki paruh baya tersebut memandang kondisi putranya dalam diam."Apa ini ada sangkut pautnya dengan Nasya? Katakan padaku!" teriak wanita paruh baya itu menahan kesal, dia menatap tepat di kedua bola mata Galen."Ibu tahu? Dia melarangku untuk menemuinya," jawab pr
Gavin menarik tangan kedua orangtuanya tak sabaran. Mereka berjalan menuju gerbang masuk sebuah taman bermain, bocah lelaki itu bahkan mengabaikan dirinya yang limbung kehilangan keseimbangan ketika tak sengaja menabrak batu kerikil.Dengan sigap Galen langsung menangkap putranya, pria itu terkekeh pelan kemudian menyuruh Gavin untuk menunggu bersama Nasya selagi dirinya mengantri membeli tiket masuk."Ibu aku ingin makan permen kapas, apa di sini ada orang yang menjualnya?" tanya bocah itu sambil celingak-celinguk menatap sekeliling."Jangan banyak memakan permen kapas, apa kamu ingin tubuhmu dipenuhi semut?" goda Nasya menggelitik perut putranya, kedua manusia itu tertawa.Gavin berjalan mundur untuk menghindari serangan sang Ibu, "Aku tidak takut. Jika permen kapas membuatku bahagia, Ibu bisa apa?""Kamu menantang Ibu?" tanya Nasya kesal.Galen berjalan mendekati keduanya,
Sudah seminggu sejak Galen datang berkunjung bersama Ibunya, kadang ia hanya menitipkan bunga ataupun makanan manis untuk Gavin. Kalau soal bunga sudah pasti itu untuk Nasya, walaupun sudah ditolak oleh Nasya pria tersebut tetap mengirim bunga dihari berikutnya.Seperti saat ini Nasya memandang bunga mawar didepannya bosan, berkali-kali ia menghela napas kasar membuat Ratu yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya memandang heran. Gadis itu menyilangkan kaki dan menyandarkan tubuh pada sofa."Mau sampai kapan kau menatap bunga itu? Apa kau merindukan Galen?" tanya Ratu, matanya melirik Nasya sebentar kemudian fokus kembali pada layar ponsel.Tak ada jawaban apapun dari Nasya, Ibu muda itu mengulurkan tangan untuk memegang bunga mawar, dengan kepala yang ditumpukan di atas meja."Yasudah terserah, aku akan pergi keluar bersama pacarku. Sampai nanti," pamit Ratu mengambil tas dan mengumpulkan beberapa barang yang sempat
Suasana kamar Nasya menjadi hening seketika, Keina melepas pelukannya dan menatap sang putri dengan senyuman lembut. Tangan itu terulur untuk sekedar mengusap air mata yang masih menempel di pipi Nasya, "Kau tahu? Galen tidak akan mengambil Gavin dari kita.""Tidak ada yang tahu apa yang ia pikirkan Ibu," jawab Ibu muda itu menggelengkan kepala. Menolak semua kemungkinan yang akan terjadi, dirinya tak siap dengan semuanya.Keina memindahkan tangannya pada puncuk kepala Nasya, "Gavin pasti sedang bertanya-tanya sekarang. Apa hubunganmu dengan Galen, Ibu sangat yakin dengan itu.""Lalu apa yang harus aku lakukan Ibu?" tanya Nasya."Katakan pada Gavin bahwa Galen adalah ayahnya, dan satu lagi ... Jangan berpikir buruk tentang Galen lagi, dia juga pasti merindukan darah dagingnya sendiri Nasya, biarkan saja dia menemui Gavin, kau harus ingat bahwa dia adalah salah satu alasan kenapa Gavin hadir di dunia ini." Wanita par