Selamat membaca!(◕ᴗ◕✿)
.
.
.
.
Sherina lekas pergi dari ruangan itu. Awalnya dia merasa senang karena permintaannya dituruti oleh ayah barunya, sampai tiba-tiba Sherina tersadar akan sesuatu.
'Eh, ngomong apa aku tadi woi!!'
Bisa-bisanya dia bilang kata 'Aku sayang kamu' ke ayah barunya yang menjengkelkan itu. Eh kenapa dia baru sadar sih?! ihhh!! malu!! Sherina memang dulu saat menjadi Alicia suka mengatakan itu pada temannya, TAPI KAN TEMANNYA PEREMPUAN!!
Astaga untung aja Sherina ini masih kecil. bayangin aja dia ngucapin kata-kata seperti itu pada Brian Chevalier dengan tubuh lamanya. Astagfirullah, pasti dikira udah gila.. Sherina mencoba menenangkan pikirannya sebelum hal-hal aneh terlintas didalam benaknya. Tanpa sadar kakinya menuntun dirinya ke kamar.
Dan sekarang ini...
Sherina menatap kearah depannya. Lebih tepatnya kamarnya sendiri. Dia ragu-ragu masuk ke sana. Sherina masih takut karena si pengasuh Duke itu bisa keluar siang-siang! Bukannya biasanya hantu keluar malam-malam?
Dia berbalik badan lalu lanjut berjalan ke arah berlawanan dari kamarnya. Lebih tepatnya adalah perpustakaan.
'Setidaknya aku bisa tidur di perpus.'
Jangan dicontoh! Hanya orang profesional yang berani melakukan adegan ini. Awas nanti kamu dilemparin ama tutup spidol sama guru perpus-,-
Sherina lupa dia tak tidur semalaman. Dia juga ingat saat para pelayan yang membantu berganti baju menyinggung tentang kantung matanya yang hitam. Jadi sekarang ini dia sedang dalam perjalanan ke perpustakaan. Hebatnya letak perpus itu tepat 2 ruangan disamping ruang kerja Brian sendiri.
Yah.. balik lagi kesana!
Sewaktu hampir sampai didepan ruang kerja ada James yang sedang mengobrol dengan Marvos sendiri. Dimana Duke? Nggak ikut Nggibah?
Sherina bersembunyi di balik pintu terbuka di salah satu ruangan disitu. Ternyata ini perpusnya. Jaraknya lumayan dekat dengan posisi mereka berdua jadi bisa menguping.
Dia tidak bisa mendengar dengan jelas. Sherina makin mendekatkan telinganya dengan hati-hati agar rambutnya tak terlihat oleh mereka berdua.
"James? Apa ada yang terjadi? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?"
Nah. Ini Marvos.
"Hei Marvos. Coba tebak apa yang kutahu?~"
Ini pasti James.
"Apa~ apa~ beritahu aku dong~"
Marvos.. Kok nada bicaranya.. Ah baiklah.. terserah.
"Nanti malam mereka akan tidur bersama lho~"
'Jadi dia bicarain itu?! James! Nggak usah bilang! Apalagi caramu bicara ambigu banget!'
Sherina menutup wajahnya yang merasa panas atas omongan James. Memang dia sendiri yang bilang, tapi kalo dijadiin bahan gibah orang kan beda lagi!
"Tidur bersama? Siapa?"
Jangan dijawab James!
"Tuan dan nona muda! Apa kau percaya? Tadi nona sendiri yang minta untuk ditemani tidur nanti malam!" James menjawab dengan nada dramatis. Tapi fakta.
'Ugh! Aku ingin sekali membungkam mulutnya sekarang!'
Sherina mengepalkan jari tangannya lebih erat.
"Ah! Benarkah? Romantisnya!"
Tolong! Ini nggak ada unsur genre terlarang! Woy! Siapapun! Bungkam mereka!
Sherina menghentakkan kaki dengan keras sambil menggembungkan pipi. Sherina bertekad, Sekali lagi mereka melanjutkan topik itu aku akan segera datang dan menenedang kakinya sekarang juga. Sambil dia mengingat betapa efektifnya tendangan kakinya membuat seorang pelayan pingsan seketika.
Sumpah!
"Sepertinya kalian menikmati pembicaraan kalian hm?"
Tiba-tiba suara berat dari belakang Sherina muncul. Sherina otomatis berbalik badan dan melihat keatas penasaran siapa yang mengeluarkan suara itu. Walau sebenarnya otaknya sudah memberikan kode mengenai identitas orang tersebut, yang tak lain adalah ayah barunya Sherina, Brian Chevalier.
'Jadi daritadi dia disini?!'
Brian memandang Sherina sebentar lalu melanjutkan langkahnya menuju James dan Marvos yang sekarang kicep ketahuan istirahat saat jam kerja masih berlanjut.
"Salam Tuan Duke." James dan Marvos memberi salam bersamaan.
"Apa yang kalian lakukan disini?" Brian bertanya dengan aura dingin disekitarnya. James dan Marvos tak terkecuali Sherina yang masih menonton menelan ludahnya.
"Ah! Saya baru ingat ada urusan dengan dapur. Jadi.. Saya permisi!" Marvos tanpa ba-bi-bu langsung melengos pergi melewati Brian. James menatap kepergian Marvos dengan tatapan penghianatan.
Marvos mengintip kebelakang dan bertemu dengan tatapan memelas James. Mata Marvos seperti berkata 'Maaf kawan. Aku masih ingin hidup' dan seakan mengerti, James membalas dengan tatapan 'Kau yang mengajakku berbicara duluan dan kau juga mengorbankan ku!?'
Sherina hampir tertawa tapi tak jadi karena sadar bahwa Marvos berlari kearahnya. Jadi dia masuk kedalam perpus berniat bersembunyi.
Setelah Marvos lewat Sherina kembali menonton drama kantoran didepan sana.
"Jadi.. James."
"Ehem! Iya Tuan?"
"Sudah kau bereskan?"
"Iya Tuan."
"Bagus. Ayo."
Datar amat woy! Nggak seru! Nggak seru! Drama dikit kek! Gelud! Ayolah kalian Geludd!
Sherina mendengus kesal sambil tetap melihat mereka berdua akan masuk ke dalam ruang kerja. James membuka pintu lalu masuk duluan kedalam, sementara Brian tinggal beberapa langkah didepan pintu dia berhenti. Brian menatap Sherina tanpa memutar wajahnya sambil menunjukkan dia sedang senyum menyeringai lalu melenggang masuk kedalam. Pintu pun ditutup kembali.
Sherina membatu. Dia tak menyangka Brian akan menatapnya sebelum masuk kesana.
'Ah berapa kali aku harus bilang.. TOLONG BUANG SENYUM SIALAN ITU!'
Terserahlah! Sherina nggak peduli lagi. Dia sudah terlalu mengantuk. Jadi Sherina langsung menutup pintu, masuk. Mengambil buku secara acak. Duduk dikursi. Lalu tidur.
'Disaat ngantuk buku pun nyaman dijadikan bantal'
Sherina tertidur sampai melewatkan jam makan siang.
...
Brian POV.
Aku menatap dengan puas saat melihat tangan James teru bergerak dari satu dokumen ke dokumen lain. Heh! Rasakan itu. Merasa tidak ada gunanya aku disini, Aku memutuskan untuk membaca buku saja diperpustakaan.
(James be like : TUANNN, jika anda merasa tidak berguna disini tolonglah bantu saya!!)
Aku berdiri lalu bergegas menuju pintu dan membukanya. Sebelum pergi aku memerintahkan James yang masih dalam kegiatannya membersihkan kekacauan tadi. Mata ku melihat kearah dokumen yang basah terkena semburan tehku tadi. Itu adalah dokumen penting langsung dari Raja sialan itu. Aishh.. sepertinya aku harus kesana untuk mengambil salinannya sendiri.
'Ah.. merepotkan sekali.'
Kakiku berjalan ke arah perpustakaan lama yang dekat dengan kantorku. Tempat tertenang yang kutahu selain pohon beringin itu. Dulu biasanya aku tidur jika tidak diperpustakaan ya dibawah pohon beringin itu.
'Nyatanya setelah kutahu bahwa Celine jadi penunggu disana sudah kuputuskan. Pohon besar itu kucoret dari daftar tempat favoritku.'
Aku bisa bersantai sejenak disana sambil menunggu James selesai membersihkannya sekalian dokumen-dokumen lainnya. Bisa saja aku membersikan dengan sihirku tapi karena moodku sedang jelek jadi ku urungkan niatku.
Sudah sampai didepan pintu aku membukanya dan masuk tanpa menutup pintu agar James tau aku disini. Aku segera duduk dikursi kosong dekat pintu dan tak kusangka tiba-tiba aku memikirkan anak kecil itu.
Aku mengingat kembali anak itu. Dia sangat kecil. Bisa saja hanya dengan satu tanganku, aku bisa mematahkan tulangnya. Kukira dia sangat lemah tapi nyatanya waktu kulempar dia hanya terluka sedikit.
(Sherina : Sedikit pala' lu!)
Dia hanyalah anak yang kupungut dari panti kumuh itu. Kenapa aku bisa menyetujui perintahnya tadi? Jujur saja anak itu aneh. Di pertemuan pertama dia bahkan berani menatapku dengan santai.
Biasanya tak ada anak yang berani mendekatiku. Bahkan pangeran mahkota yang sudah kukenal sejak bayi itu saja tak berani terlalu dekat padaku. Lalu Bagaimana anak yang kupungut itu dibesarkan sih?
Aku tenggelam dalam pikiranku sampai beberapa detik kemudian aku menyadari Marvos tiba-tiba lewat dengan cepat menuju arah kantorku.
Marvos hanya lewat tak menyadari bahwa aku ada disini. Kukira dia hanya akan mondar-mandir seperti biasa. Tapi tiba-tiba aku merasakan hawa keberadaan seseorang yang akan masuk kesini.
Secara otomatis aku masuk kebagian dalam rak buku dibelakang dan kulihat ada seseorang dipintu.
'Dia kan..'
Yah tak kusangka yang masuk anak itu. Aku bisa cepat mengenalinya karena melihat rambutnya yang hitam pekat. Di memegang pintu tanpa memandang ke dalam perpus.
'Dia tak berniat masuk?'
Anak itu fokus melihat ke arah luar. Karena penasaran apa yang sedang dia lakukan, aku mendekatinya sambil menyembunyikan hawa keberadaanku lebih kuat. Aku berdiri dibelakangnya dan kulihat dia sedang menempelkan telinganya kesana.
Karena penasaran aku juga melakukannya dan tak kusangka kedua teman lamaku itu sedang mengobrol ria padahal ini belum jam istirahat!
Aku menahan diri sambil melihat ekspresinya. Walaupun aku tak bisa melihatnya tapi setidaknya gampang ditebak.
Aku menajamkan telingaku pada percakapan Marvos dan James.
"Nanti malam mereka akan tidur bersama lho~"
'James..? Ah! Maksudmu aku dan anak ini?'
Kulihat telinga anak kecil didepan ku memerah dan dia langsung menutup wajah dengan kedua tangan kecilnya.
'Apa kau malu hah?'
Aku menahan diri agar tak tertawa lepas. Tingkahnya sungguh imut sekali saat malu.
'Sepertinya otakku makin miring karna terlalu banyak bekerja'
Sudut bibirku masih terangkat.
"Tidur bersama? Siapa?"
Marvos kau banyak tanya ya.
Anak didepanku ini sekarang sedang mengepalkan tangan kecilnya. Kutebak dia sedang ingin INGIN sekali membungkam mulut James.
Jujur aku ingin melihatnya melakukan hal itu.
"Tuan dan nona! Apa kau percaya? Tadi nona sendiri yang minta untuk ditemani tidur nanti malam!"
Pftt!
Aku hampir saja kelepasan melihat anak itu menghentakkan kakinya. Jika tadi ingin membungkam mungkin sekarang dia ingin menendang-nendang James. Hahaha aku benar-benar terhibur sekarang ini.
Aku merasa senang dengan percakapan mereka dan berpikir membiarkannya sampai selesai sendiri. Tapi--
"Ah! Benarkah? Romantisnya!"
'Cukup. Sialan kau Marvos, apa maksudmu romantis!? kau kira aku pedofil?!'
Aku berjalan melewati anak itu, sebelumnya aku meliriknya sejenak lalu kembali berjalan ke arah mereka berdua. Aku melihat wajah anak itu yang seakan membatu melihatku lewat dari belakangnya.
"Sepertinya kalian menikmati pembicaraan kalian hm?" Aku bertanya dengan nada sarkastik. Mereka berdua terkejut setengah mati melihatku yang tiba-tiba muncul.
"Salam Tuan Duke" Marvos dan James memberi salam dengan otomatis.
"Apa yang kalian lakukan disini?" Aku bertanya dengan aura dingin. James dan Marvos yang berada didepanku menelan ludah.
"Ah! Saya baru ingat ada urusan dengan dapur. Jadi.. Saya permisi!" Marvos tanpa ba-bi-bu langsung melengos pergi melewatiku. James menatap kepergian Marvos dengan tatapan penghianatan.
'Aku memang bilang ingin mengutuk Marvos.. tapi.. jika James tak memberitahunya Marvos tak akan bicara seperti itu!'
Aku menatap James.
"Jadi.. James."
"Ehem! Iya Tuan?"
"Sudah kau bereskan?"
"Iya Tuan."
"Bagus. Ayo."
James berjalan dengan lesu lalu membuka pintu kantor dan masuk. Aku berjalan kearah yang sama tapi berhenti tepat diambang pintu dan melirik anak kecil yang masih menonton itu. Anak itu terlihat memilik tatapan kecewa lalu membatu tak menyangka aku akan meliriknya sebelum masuk.
'Kau kecewa karena tak melihat hal menarik kan?'
Aku tersenyum kecil lalu kembali masuk kedalam kantorku. Setidaknya ekspresi itu sangat menghiburku.
*Baaam!Aku membanting pintu rumahku seusai berlari pulang dari toko buku. Segera kulepaskan kaus kaki hitam putih milikku dan memasukkannya kedalam sepatu yang kuletakkan di atas rak sepatu yang berada tepat disebelah pintu.Aku tidak perlu memberikan salam karena aku hanya tinggal sendirian. Segera aku berlari menaiki tangga ke lantai atas tepat dimana kamarku berada, tak lupa tentu saja dengan buku yang sedang kupeluk ini.'Akhirnya terbit juga!'Yah seperti yang kalian lihat, aku sangat senang hanya dengan memeluk satu buku yang tampak seperti buku novel biasa. Bukan tanpa alasan aku memeluk erat buku itu, aku melakukannya karena teringat dengan kakak laki-lakiku.Sebagai catatan, aku punya saudara laki laki angkat yang beda lima tahun dariku. Allen Priscilla. Aku sangat merindukannya karena dia sedang bersekolah diluar negeri, sekarang kuliah mungkin? Sementara aku masih di Indonesia. Huhhhh aku kesepian sendirian dirumah...Kak Allen berada di New York melanjutkan studinya sement
Butuh beberapa hari, agar aku dapat menyimpulkan hal-hal tak masuk akal yang terjadi. Aku butuh beberapa hari karena otak bayi itu belum sempurna untuk memikirkan hal-hal yang berat. Jika aku nekat, maka aku akan cepat kelelahan dan tertidur sepanjang hari.Setidaknya waktu empat hari bagiku untuk menyatukan memori-memori tentang awal novel merupakan suatu pencapaian. Ah, aku sangat bangga pada diriku sendiri.Ini beberapa kesimpulan dan fakta.1. Aku terlahir kembali dengan nama Sherina, atau nama yang sama dengan tokoh antagonis di novel 'Lady with the Light Magic' karangan kakak laki-lakiku.2. Ini benar-benar dunia didalam novel itu, dan artinya aku memanglah Sherina. Dan novel itu akan menjadi masa depan yang nyata. Tempat ini adalah panti asuhan di daerah kumuh utara ibukota, tempat tinggal Sherina sebelum diadopsi oleh Duke Chavelier yang akan terjadi tujuh tahun dari sekarang.3. Fakta bahwa aku, Sherina, benar-benar yatim piatu. Aku mendengar percakapan Reene dan Marie waktu a
Seakan tak terjadi apa-apa setelah kejadian menangis di meja makan, aku tidur dan bangun seperti biasanya. Untung saja mataku tidak membengkak, diatas meja sebelah tempat tidur, aku melihat banyak tisu.Itu adalah pemberian anak-anak panti. Tadi malam, tepatnya tengah malam, disaat aku mengigau setengah sadar. Aku mendengar suara pintu kamarku dibuka dan mendapati jika mereka menyelinap masuk dan meletakkan tisu-tisu tersebut disebelahku.".. Mungkin aku harus kebawah dan berterimakasih secara langsung kepada mereka."Aku segera membasuh wajah dan menuju ke ruang tamu, tempat dimana biasanya anak panti berkumpul di pagi hari. Sampai disana aku melihat Marie memegang sepucuk surat dan Reene yang matanya sembab seakan habis menangis. Mereka berdua berdiri tepat didepan pintu masuk.Aku melihat ke sekeliling, tak ada anak-anak yang biasanya berisik di pagi ini.'Ada apa dengan mereka berdua?'Tanpa pikir panjang aku menghampiri mereka berdua sambil bertanya dengan hati-hati."Kak Reene, K
"..."Ha?'Apa? apakah yang tadi dia sebut sebagai serangga.. adalah aku? Heh! Apa kau tidak bisa ramah pada seorang anak hah?!' Aku mengumpat dihati dengan wajah polosku diluar sambil terus menatap matanya. Seperti pepatah 'Hujat dihati senyum diluar.' memang sangat pantas untuk dipraktekkan."Salam, Tuan Duke Chevalier." Para pelayan dan ksatria termasuk James dan Marvos serentak memberikan salam kepada Duke. Benar-benar kompak.Bukannya menjawab salam dari mereka, Duke tetap setia menatapku dan aku masih setia menatapnya balik. Sampai beberapa menit pun berlalu.. dan posisi kami masih sama.'Apa kau ingin lomba kedip mata, Tuan Duke yang terhormat? Atau kau ingin lomba colok mata? Sini, biar aku colok mata kau.'Sampai lima menit berlalu kami masih saling menatap dengan setia, tanpa terlihat satu diantara kami akan menyerah dengan mengedipkan mata. Lama-lama mataku terasa panas.Pedes woi!Aku diam-diam mendecakkan lidah. Kurasa ada aura tegang disana, tapi toh bodo amat. Karena mat
Sekarang hari ketiga aku disini. Di mansion ini. Disini aku tidak bisa ngapa-ngapain, cuma bisa tidur, makan, mandi secara berulang kali. Intinya... tiba-tiba aku jadi kaum rebahan tanpa ada yang komen.Enak banget~~Setelah kejadian perlemparan itu, aku tidak lagi bertemu dengan Duke karena dia sibuk jadi babunya si Raja atau bisa dibilang ayahnya jodohnya si permen Milkyta itu.Ekhem.Maksudku Milly.Karena ini masih pagi, sekarang aku sedang ingin berada di taman sendirian. Buat refreshing. Jangan jadi anak rebahan terus.Seharusnya aku ditemani oleh beberapa pelayan jika ingin pergi keluar kamar. Tapi bukan aku jika tidak bisa maksa orang oke? Aku memaksa agar tidak ada yang mengikuti. Rasanya aneh jika diikuti kemana-mana.Lagipula aku ingin waktu me-time.Aku berjalan dengan memperhatikan pemandangan hamparan bunga mawar putih yang sangat banyak sekali. Sesekali kulihat ada pelayan yang lewat dari arah berlawanan dan menyapaku.'Yah setidaknya mereka menyapaku.'Aku berjalan samp
Selamat membaca!(◕ᴗ◕✿)....Sherina lekas pergi dari ruangan itu. Awalnya dia merasa senang karena permintaannya dituruti oleh ayah barunya, sampai tiba-tiba Sherina tersadar akan sesuatu.'Eh, ngomong apa aku tadi woi!!'Bisa-bisanya dia bilang kata 'Aku sayang kamu' ke ayah barunya yang menjengkelkan itu. Eh kenapa dia baru sadar sih?! ihhh!! malu!! Sherina memang dulu saat menjadi Alicia suka mengatakan itu pada temannya, TAPI KAN TEMANNYA PEREMPUAN!!Astaga untung aja Sherina ini masih kecil. bayangin aja
Sekarang hari ketiga aku disini. Di mansion ini. Disini aku tidak bisa ngapa-ngapain, cuma bisa tidur, makan, mandi secara berulang kali. Intinya... tiba-tiba aku jadi kaum rebahan tanpa ada yang komen.Enak banget~~Setelah kejadian perlemparan itu, aku tidak lagi bertemu dengan Duke karena dia sibuk jadi babunya si Raja atau bisa dibilang ayahnya jodohnya si permen Milkyta itu.Ekhem.Maksudku Milly.Karena ini masih pagi, sekarang aku sedang ingin berada di taman sendirian. Buat refreshing. Jangan jadi anak rebahan terus.Seharusnya aku ditemani oleh beberapa pelayan jika ingin pergi keluar kamar. Tapi bukan aku jika tidak bisa maksa orang oke? Aku memaksa agar tidak ada yang mengikuti. Rasanya aneh jika diikuti kemana-mana.Lagipula aku ingin waktu me-time.Aku berjalan dengan memperhatikan pemandangan hamparan bunga mawar putih yang sangat banyak sekali. Sesekali kulihat ada pelayan yang lewat dari arah berlawanan dan menyapaku.'Yah setidaknya mereka menyapaku.'Aku berjalan samp
"..."Ha?'Apa? apakah yang tadi dia sebut sebagai serangga.. adalah aku? Heh! Apa kau tidak bisa ramah pada seorang anak hah?!' Aku mengumpat dihati dengan wajah polosku diluar sambil terus menatap matanya. Seperti pepatah 'Hujat dihati senyum diluar.' memang sangat pantas untuk dipraktekkan."Salam, Tuan Duke Chevalier." Para pelayan dan ksatria termasuk James dan Marvos serentak memberikan salam kepada Duke. Benar-benar kompak.Bukannya menjawab salam dari mereka, Duke tetap setia menatapku dan aku masih setia menatapnya balik. Sampai beberapa menit pun berlalu.. dan posisi kami masih sama.'Apa kau ingin lomba kedip mata, Tuan Duke yang terhormat? Atau kau ingin lomba colok mata? Sini, biar aku colok mata kau.'Sampai lima menit berlalu kami masih saling menatap dengan setia, tanpa terlihat satu diantara kami akan menyerah dengan mengedipkan mata. Lama-lama mataku terasa panas.Pedes woi!Aku diam-diam mendecakkan lidah. Kurasa ada aura tegang disana, tapi toh bodo amat. Karena mat
Seakan tak terjadi apa-apa setelah kejadian menangis di meja makan, aku tidur dan bangun seperti biasanya. Untung saja mataku tidak membengkak, diatas meja sebelah tempat tidur, aku melihat banyak tisu.Itu adalah pemberian anak-anak panti. Tadi malam, tepatnya tengah malam, disaat aku mengigau setengah sadar. Aku mendengar suara pintu kamarku dibuka dan mendapati jika mereka menyelinap masuk dan meletakkan tisu-tisu tersebut disebelahku.".. Mungkin aku harus kebawah dan berterimakasih secara langsung kepada mereka."Aku segera membasuh wajah dan menuju ke ruang tamu, tempat dimana biasanya anak panti berkumpul di pagi hari. Sampai disana aku melihat Marie memegang sepucuk surat dan Reene yang matanya sembab seakan habis menangis. Mereka berdua berdiri tepat didepan pintu masuk.Aku melihat ke sekeliling, tak ada anak-anak yang biasanya berisik di pagi ini.'Ada apa dengan mereka berdua?'Tanpa pikir panjang aku menghampiri mereka berdua sambil bertanya dengan hati-hati."Kak Reene, K
Butuh beberapa hari, agar aku dapat menyimpulkan hal-hal tak masuk akal yang terjadi. Aku butuh beberapa hari karena otak bayi itu belum sempurna untuk memikirkan hal-hal yang berat. Jika aku nekat, maka aku akan cepat kelelahan dan tertidur sepanjang hari.Setidaknya waktu empat hari bagiku untuk menyatukan memori-memori tentang awal novel merupakan suatu pencapaian. Ah, aku sangat bangga pada diriku sendiri.Ini beberapa kesimpulan dan fakta.1. Aku terlahir kembali dengan nama Sherina, atau nama yang sama dengan tokoh antagonis di novel 'Lady with the Light Magic' karangan kakak laki-lakiku.2. Ini benar-benar dunia didalam novel itu, dan artinya aku memanglah Sherina. Dan novel itu akan menjadi masa depan yang nyata. Tempat ini adalah panti asuhan di daerah kumuh utara ibukota, tempat tinggal Sherina sebelum diadopsi oleh Duke Chavelier yang akan terjadi tujuh tahun dari sekarang.3. Fakta bahwa aku, Sherina, benar-benar yatim piatu. Aku mendengar percakapan Reene dan Marie waktu a
*Baaam!Aku membanting pintu rumahku seusai berlari pulang dari toko buku. Segera kulepaskan kaus kaki hitam putih milikku dan memasukkannya kedalam sepatu yang kuletakkan di atas rak sepatu yang berada tepat disebelah pintu.Aku tidak perlu memberikan salam karena aku hanya tinggal sendirian. Segera aku berlari menaiki tangga ke lantai atas tepat dimana kamarku berada, tak lupa tentu saja dengan buku yang sedang kupeluk ini.'Akhirnya terbit juga!'Yah seperti yang kalian lihat, aku sangat senang hanya dengan memeluk satu buku yang tampak seperti buku novel biasa. Bukan tanpa alasan aku memeluk erat buku itu, aku melakukannya karena teringat dengan kakak laki-lakiku.Sebagai catatan, aku punya saudara laki laki angkat yang beda lima tahun dariku. Allen Priscilla. Aku sangat merindukannya karena dia sedang bersekolah diluar negeri, sekarang kuliah mungkin? Sementara aku masih di Indonesia. Huhhhh aku kesepian sendirian dirumah...Kak Allen berada di New York melanjutkan studinya sement