Mendengar hal itu Alea segera memungut kembali pakaiannya dan keluar dengan rasa kecewa. Bagaimana tidak, Ia sama sekali tidak bisa mendapatkan apa yang Ia inginkan dari penyatuannya dengan Gerardo.
“Apa kau yakin, Tuan? Aku masih bisa untuk melayani mu?” Ale sekali lagi berusaha, tapi sayangnya perempuan itu sama sekali tidak mendapatkan respon apapun.
Ia hanya bisa menarik napas dalam dan kembali menuju kamarnya. Ia hanya bisa pasrah, karena memang seperti inilah tugasnya, wajib memberi dan tidak berhak meminta apapun dari pria itu, terutama hatinya.
Gerardo masuk ke dalam kamar mandi dan langsung berendam. Otot-otot tubuhnya perlu dilemaskan setelah Ia merasa tegang saat melihat tanda itu. Tanda yang membuatnya terus bertanya-tanya, apa mungkin dia orang yang sama, yang dulu pernah...
“Tidak mungkin! Aku yakin ini hanya sebuah kebetulan saja,” gumamnya dengan kembali menutup mata.
Merasa cukup, akhirnya pria itu keluar dan membersihkan sisa
Gerardo saat ini sedang berada di sebuah klub malam ternama, ia menjadi salah satu penanam saham terbesar di tempat tersebut. Tentu saja hal itu menjadikan pria itu selalu menjadi prioritas utama saat Ia mendatangi tempat tersebut. Bukan hanya satu, tapi masih banyak klub malam yang resmi menjadi miliknya saat pria itu berhasil mengalahkan pemiliknya dengan sekali tepuk. Bukan masalah besar baginya melakukan semua itu, dan hal itu juga terbukti saat Ia ingin tahu siapa Rae sebenarnya. 'Jadi di sana kau bersembunyi. Pintar!! Benar-benar gadis yang pintas,' batin Gerardo. Anak buahnya telah mengirimkan semua foto dan video yang mereka dapatkan saat memantau Rae. Gerardo mengetahui dengan baik apa yang dilakukan Rae dalam ruangan itu. Awalnya Ia tidak ingin gadis itu pergi, tapi rasa penasaran akhirnya membuat Ia terpaksa menyusun rencana baru. Meskipun Ia sadar, jika terus mencari tahu mengenai Rae, banyak pekerjaan yang harus Ia tunda, bahkan harus Ia
Setelah mendengar perkataan pria itu Rae hanya bisa mengepalkan tangannya kuat, menahan amarah yang saat ini sudah membuatnya merasa sesak. “Aku mungkin akan kembali! Dan saat itu terjadi, bersiaplah! Karena aku kembali untuk menjemput ajalmu. Camkan itu!” “Sudah aku katakan, aku rela mati berkali-kali ditangan mu,” Gerardo menyeringai, membayangkan bagaimana gadis itu akan kembali masuk ke dalam mansion miliknya tanpa harus ia seret layaknya seorang tawanan. “Sampai bertemu kembali calon istriku!” “Kau!!” Tuttt... Panggilan itu terputus dan seketika napas gadis itu semakin memburu karena amarah. Perasaan jijiknya pada Gerardo semakin besar saat mendengar Gerard memanggilnya sebagai calon istrinya. Hal itu sangat membuatnya mual. Saat berusaha untuk menenangkan diri, tiba-tiba saja ponselnya kembali berdering dan Rae langsung menjawab panggilan tersebut tanpa melihat siapa layar ponselnya tersebut. “Berhenti mengganggu
Dari jarak beberapa meter, saat ini Gerardo melihat apa yang terjadi dipelabuhan. Ia melihat dengan seksama dan ternyata terdapat beberapa orang yang tidak ia kenal berjaga di sana. Bahkan mereka terlihat mengintimidasi anak buahnya. Ini adalah salah satu bisnis bersih pria itu, dan Ia akan mengalami kerugian ratusan milyar jika barang antik ini tidak segera di kirim. Gerardo akhirnya memutuskan untuk turun dan tidak lama kemudian ia mendengar sebuah letusan senjata api. Tapi pria itu sama sekali tidak gentar, ia tetap berjalan maju dan mendekati tempat tersebut. “Siapa kau?” tanya pria asing dengan senjata di tangannya, sedangkan Gerardo, pria itu hanya berdiri dengan tangan yang terbuka tanpa senjata apapun. Ia hanya menunjukan seringaiannya dan mulia membuat suasana tempat tersebut terasa berbeda. “Apa itu penting?” Gerardo menatap pria itu dengan dingin, tanpa ekspresi, seakan pria yang saat ini berdiri di hadapannya tidak memberikan pengaruh apap
Tubuh pria itu terlihat menegang saat Gerardo menatapnya semakin tajam. Mendengar nama Venosa, Teo semakin yakin jika ada yang sudah memata-matainya beberapa hari terakhir dan ini tidak pernah mudah untuknya. “Kenapa kau diam, Teo? Bukankah selama ini kejujuran mu sangat luar biasa?” “Siapa yang mengatakan jika aku ada di markas venosa?” Teo sedikit meninggikan suaranya. “Akan ku habisi dia!” lanjutnya dengan penuh amarah. “Itu tidak penting! Sekali lagi aku bertanya, untuk apa kau ada di sana?” Teo tidak bisa menjelaskan apapun. Otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih. Jika ia sampai mengatakan mengintai seseorang, bukan tidak mungkin jika Gerardo akan tahu jika ia berbohong. “Aku sedang bertemu seseorang,” Teo mengatakan itu untuk menenangkan Gerardo. “Aku bertemu dengan pria bernama Roy. Aku dengar dia adalah pembelot yang tak terlihat.” Gerardo tidak bereaksi. Pria itu tetap dengan wajah tanpa ekspresi menatap Teo. Pria itu saat
Eduardo hanya bisa pasrah mendengar itu. Ia tahu bagaimana keras sifat Rae dan Aldric. Tapi jika bisa, ia akan menghentikan segalanya dan menyudahi semua ini. Pria tua itu akan hidup dengan tenang dalam kebahagiaan bersama kedua anaknya. “Andai saja papi tidak terbawa emosi dan dendam, mungkin semua ini sama sekali tidak akan terjadi.” Pria tua itu menunduk, menyembunyikan air matanya dari kedua anaknya. Tapi apa gunanya menyesal, semua telah terjadi dan tidak akan bisa dikembali seperti semula. Rae dan Aldric hanya bisa terdiam. keduanya lantas meraih tangan Eduardo dan memegangnya erat. Mereka menunjukan jika pria tua itu tidak sendiri, ada mereka yang kini bersamanya. “Aku tidak ingin seperti ini! Bagaimana kalau kita keluar dan menikmati sinar matahari bersama?” usul Rae dengan wajah yang senang bukan main. “Kenapa tidak?” “Al, kau lebih dulu keluar bersama papi. Aku akan ke kamar mandi sebentar, nanti aku menyusul.” Aldric
Saat air dingin itu menyentuh kulit Teo yang saat ini masih tidak sadarkan diri, tubuhnya merespon dan matanya perlahan terbuka. Samar-samar ia melihat Gerardo berdiri tidak jauh dari posisinya saat ini. Pria itu sedang berbicara bersama salah satu anak buahnya, dan telinganya mengangkap sebuah nama yang tidak asing, akan datang untuk menyelamatkannya. “R-Rae....” lirihnya dengan gemetar. Sadar jika saat ini Teo telah bangun, akhirnya Gerardo berjalan mendekati pria itu dan mengucapkan selamat. Berkatnya, ia tak perlu berusah payah untuk membawa Rae kembali ke dalam mansion miliknya. Pria itu benar-benar tertawa bahagia di atas penderitaan Teo. Tapi Teo masih beryukur, paling tidak ia masih memiliki sebuah kesempatan untuk membalaskan dendam keluarganya. “Jangan senang dulu, Gerard! Rae mungkin kembali, tapi kembalinya gadis itu adalah sebuah bencana baru untuk mu.” “Apa yang kau maksud bencana di ranjang ku?” Gerardo tertawa keras. “Aku sudah
Rae menatap pria itu dengan tajam dan penuh amarah. Tapi meskipun begitu ia tetap bertahan, berusaha untuk tetap tenang sama seperti biasanya. "Aku rasa telingaku perlu diperiksa di bagian THT!" Rae menyeringai penuh ejekan pada pria itu. Sedangkan Teo, saat ini pria itu sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya perlu bersiap dan pasang badan saat pria itu maju untuk menyakiti Rae. "Jika kau mengijinkan, mungkin aku bisa membantu mu," jawab Gerardo penuh kesopanan, tapi sayangnya bibir dan mata pria itu sama sekali tidak menunjukkan kebaikan sedikit pun. Rae hanya berdecak dan kembali memapah Teo untuk keluar dari ruangan penyiksaan tersebut tanpa peduli dengan kehadiran Gerardo. Tanpa rasa takut, Rae terus berjalan sampai akhirnya ia sampai di ambang pintu. Tiba-tiba saja sebuah layar menyala, menunjukan bagaimana kebersamaan Rae, Al dan Eduardo pagi ini. "Apa kau tidak berniat untuk melihat ini, Nona Catalina?" teriak Gerardo de
Gerardo pergi meninggalkan ruangan tersebut dan membiarkan Rae untuk bersiap. Tidak seorang diri, Rae saat ini di temani oleh seorang maid yang siap membantunya melakukan apapun. “Anda terlihat sangat cantik, Nona,” puji sang maid dengan tulus. “Tapi kau tidak akan mengatakan jika aku cantik saat kau tahu apa pekerjaan ku,” timpal Rae dengan wajah datarnya. Ingin Rae menghilang detik ini juga, namun sayangnya itu sama sekali tidak mungkin. Ia manusia biasa dan tidak memiliki kemampuan apapun kecuali menghabisi nyawa seseorang. “Tuan muda tidak mungkin salah memilih seorang wanita.” “Apa kau yakin?” tanya Rae dengan menatapnya tajam. “Aku adalah seorang pembunuh bayaran dan aku datang kemari untuk menghabisi nyawa tuan mu.” Gerakan tangan maid itu terhenti sejenak, tapi tidak lama kemudian tangannya kembali bergerak dan menyelesaikan tugasnya dengan begitu sempurna. Rambut panjang Rae kini sudah ditata layaknya sebuah sanggul, dengan an
Lagi, lagi dan lagi, Rae dibuat terkejut dengan kenyataan yang ia temukan malam ini. Bukan mengenai kemewahannya, namun karena jarak antara Mansion Gerardo dan kediaman di mana wanita itu berada tidaklah sejauh yang Rae bayangkan.“Jangan berusaha untuk mengecohku! Ini bukanlah tempat yang akan kau datangi bukan?” Rae menekan urat leher pria itu dengan senjata kecil. Sangat kecil, tapi dengan racun yang memastikan.“Ti-tidak! Ini adalah kediaman Nona dan aku memang diminta untuk membawamu ke tempat ini,” jelasnya. Tapi Rae tetap tidak percaya begitu saja.Diam-diam, pria itu meraih ponselnya dan berniat untuk mengabari Nona tetunya, namun Rae bukanlah wanita bodoh yang tidak mengerti mengenai trik murahan seperti ini.“Jadi kau ingin bermain-main denganku? Cepat hubungi dia dan loud speaker!”“Ba-baik …”Sikap pria di hadapannya ini sangat mencurigakan untuk sekelas penjahat. Ya, dia ter
“Gerard! Rae berlari mengejar sebuah mobil,” beritahu Dante.Tanpa berpikir Panjang, Gerardo bergegas keluar menggunakan mobil. Ia melaju dengan kecepatan tinggi dan setelah puluhan meter ia menemukan Rae yang sedang berjalan dengan langkah gontai.“Apa yang kau lakukan di sini, Nona Catalina? Apa kau sudah gila?” Gerardo berteriak, menghakimi Rae tanpa tahu apa yang membuatnya berlari begitu jauh seperti orang bodoh. Gerardo turun dan segera menopang tubuh Rae yang hampir saja jatuh.Rae dibawa ke dalam mobil dengan cepat, napasnya tersengal-sengal, ia lelah. “Kejar dia, Tuan Gerard! Dia orangnya. Wanita itu …”“Rae, tenangkan dirimu!” Gerardo menangkup wajah Rae, membuat istrinya itu sadar di mana mereka berada saat ini. “Tenang! Jangan terpancing,” bisiknya pelan.“Aku melihatnya! Di-dia adalah …”“Sstttt … Aku tahu dia adalah wanita itu.&rd
Dua hari telah berlalu, Rae terus saja mempersiapkan diri dengan segala senjatanya yang mematikan. Ia bahkan kembali melatih tubuhnya saat malam tiba dan terlelap saat menjelang pagi. Gerardo berusaha untuk membuat Rae istirahat, namun istrinya itu tidak pernah ingin diatur.“Jangan seperti ini, Nona Catalina! Kau bisa jatuh sakit,” Gerardo mencekal tangan Rae yang berniat ingin kembali memukul samsak, dan satu tangannya mencegah benda itu agar tidak mengayun pada tubuh Rae.“Cukup! Simpan tenagamu.” Gerardo kembali melunak. “Kita tidak tahu kapan, dari mana dan bagaimana mereka menyerang.”“Itulah alasan kenapa aku tetap seperti ini. Aku harus terjaga!”Gerardo mengerti apa yang Rae maksud, namun jika terus dibiarkan Rae bisa tumbang sebelum berperang.“Pergerakan mereka terhenti! Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi ini begitu mencurigakan,” jelasnya kemudian.Rae terdiam,
Dua pekan kepergian Alex masih menyimpan banyak luka untuk Gerardo dan Kalia. Ada dendam yang belum terbalaskan dan ini begitu menyiksa.Kemana, di mana dan pada siapa mereka harus meluapkan semunya? Tidak ada jawaban pasti.“Jaga Mansion ini, aku mungkin kembali satu pekan lagi,” ujar Gerardo pagi ini.“Tidak! Aku tidak ingin memikul beban yang berat. Jaga sendiri Ibumu!” Rae berkata ketus. Bukan tidak ingin, namun Rae takut jika harus menjaga Kalia. Apapun bisa terjadi dan Rae tidak bisa menduga itu.“Kau tidak ingin menolongku, Nona Catalina?” suara Gerardo terdengar marah, ini bukan masalah besar untuk Rae.“Ya! Aku takut jika terjadi sesuatu dan aku harus kembali kehilangan. Aku tidak bisa!”Gerardo menarik napas dalam, apa yang Rae katakan begitu mengusiknya. Rae Catalina sudah terlalu sering merasa kehilangan dalam hidupnya dan sekarang ia menolak, hatinya takut untuk mengalami hal yang
Panggilan itu terputus, lebih tepatnya Alex yang mengakhiri perbincangan dengan Kalia. Posisinya sudah terlalu terjepit, artinya Alex tidak memiliki banyak waktu sekarang.“Maafkan aku, Kalia, tapi ini yang terbaik untuk menebus semua dosa-dosaku.”Alex menaikan kecepatan mobilnya dan melesat meninggalkan dua mobil yang terus berusaha untuk mencelakainya. Sampai di sebuah jalanan sepi, Alex menghentikan mobilnya. Pria tua itu berdiri di depan mobil dengan membawa senjata laras Panjang. Ia menantang mereka.‘Inilah waktunya. Selamat tinggal, Kalia.’“Kau masih punya nyali yang besar ternyata,” cibir anak buah Nona.“Aku tidak akan pernah takut! Karena ini sudah waktunya bagiku berhenti dan mati.”“Ahaha … Jika itu yang kau mau, aku akan mengabulkannya dengan senang hati pak tua.”“Tunggu! Tanyakan dulu apa keinginan terakhirnya?” ujar salah satu dari anak bu
Gerardo menuruni tangga dengan wajah yang sedikit gelisah. Apa yang Rae katakan mengenai situasi yang tiba-tiba saja berubah sepi. Banyak kemungkinan yang bisa terjadi, termasuk penyerangan lebih besar dan menggila. Namun pikiran itu buyar seketika saat ia mendengar suara yang tidak asing di telinganya.“Apa kabarmu, anakku?” Alex berdiri, ia menatap putranya dengan mata yang berembun.“Aku baik-baik saja,” jawab Gerardo saat mereka berhadapan.“Gerard …” suara Alex tiba-tiba saja tertahan, rasa kecewa pada dirinya sendiri tiba-tiba menyeruak dan membuat pria tua itu sesak. “Maafkan ayah, Gerard.”Untuk pertama kalinya Gerard melihat sikap Alex selemah ini. Pria itu yang sejak lama mengajarkannya untuk selalu bersikap kuat tanpa mengenal kata lelah dan menyerah. Namun hari ini, pria yang sama bahkan mengucapkan kata maaf itu dengan suara begitu pelan.“Kenapa?” tanya Gerardo. &ldquo
“Apa yang kau lakukan pada mereka?” Kalia berdiri dengan wajah penuh amarah. Sejak awal, ia mencurigai jika suaminya terlibat dengan kasus penyerangan yang terjadi pada Gerardo. “Aku sudah memintamu untuk berhenti dan menjauh dari wanita itu, tapi kenapa kau kembali?” Lanjutnya lagi. “Kau tidak akan mengerti!” sahutnya dengan melangkah pergi. Sebagai seorang ibu, Kalia tidak ingin terjadi sesuatu pada putranya, meskipun ia tahu jika Gerardo bisa melindungi dirinya sendiri. Tapi ini sudah keterlaluan, Kalia tidak bisa diam saat melihat suaminya melakukan hal yang bisa menyakiti Gerrado dan menimbulkan perang keluarga. “Tunggu, Alex!” “Apa lagi, Kalia? Apa kau ingin aku berhenti dan membiarkan hidup Gerardo hancur dengan terus bersama wanita itu?” Alex menunjukkan sikapnya saat itu. “Rae bisa saja menghabisi putra kita kapan saja. Apa kau menginginkan itu, Kalia?” “Hah … Apa yang kau ketahui tentang mereka, Alex? Apa kau tahu jika mereka sudah s
Satu pekan telah berlalu dan Rae tetap menyimpan pesan yang tertulis dari surat kaleng itu. Namun tidak dapat dipungkiri jika Rae merasa gelisah. Ini adalah pertama kalinya ia melabuhkan hatinya pada seorang pria dan rintangan sudah lebih dulu datang mengusiknya.Tidak ada penyerangan atau teror apa pun lagi, semua berjalan seperti biasa. Bahkan gerbang utama telah selesai di perbaiki. Gerardo semakin memperketat keamanan dan memastikan jika tidak akan terjadi seperti hari itu. Saat melihat Rae terluka, Gerardo merasa separuh napasnya direnggut secara paksa dan ia tidak ingin melihat hal itu terjadi lagi.“Apa yang kau pikirkan, Nona Catalina?” Rae terkejut saat tangan kekar itu memegang pundaknya.“Kenapa mereka bisa ada di paviliun? Apa mereka pernah menikah denganmu?” Pertanyaan ini adalah hal penting untuknya, meski Rae yakin jika Gerardo sama sekali tidak memikirkan itu.Sudut bibir Gerardo sedikit terangkat, tangan kekarnya m
Gerardo berdiri di ambang pintu, tangannya bergerak menekan saklar dan menyalakan lampu utama kamarnya.“Keluarlah dari kegelapan, Nona Catalina.”“Aku tidak tahu cara untuk keluar dari kegelapan! Dan apa aku pantas memasuki dunia baru yang begitu terang?” Rae menatap nyalang Gerardo. Dia, pria yang ingin Rae habisi saat ini menjadi alasan terbesar baginya untuk tetap bisa bertahan.Dengan bantuan tongkat, Gerardo bisa terlihat lebih normal, meskipun seharusnya ia istirahat agar penyembuhan lukanya lebih cepat. Namun itulah Gerardo, ia tidak akan tennag sebelum memastikan jika Rae baik-baik saja.Gerardo melempar tongkatnya, duduk di tepian ranjang, tepat di samping istrinya. Tanpa memita ijin atau berbasa-basi, Gerardo menyentuh pipi Rae dan menghapus air mata yang tersisa di wajahnya.“Buka dirimu. Buka hatimu dan berdamailah dengan keadaan.”“Aku tidak bisa! A-aku, aku ….”Meli