Saat air dingin itu menyentuh kulit Teo yang saat ini masih tidak sadarkan diri, tubuhnya merespon dan matanya perlahan terbuka. Samar-samar ia melihat Gerardo berdiri tidak jauh dari posisinya saat ini. Pria itu sedang berbicara bersama salah satu anak buahnya, dan telinganya mengangkap sebuah nama yang tidak asing, akan datang untuk menyelamatkannya.
“R-Rae....” lirihnya dengan gemetar.
Sadar jika saat ini Teo telah bangun, akhirnya Gerardo berjalan mendekati pria itu dan mengucapkan selamat. Berkatnya, ia tak perlu berusah payah untuk membawa Rae kembali ke dalam mansion miliknya.
Pria itu benar-benar tertawa bahagia di atas penderitaan Teo. Tapi Teo masih beryukur, paling tidak ia masih memiliki sebuah kesempatan untuk membalaskan dendam keluarganya.
“Jangan senang dulu, Gerard! Rae mungkin kembali, tapi kembalinya gadis itu adalah sebuah bencana baru untuk mu.”
“Apa yang kau maksud bencana di ranjang ku?” Gerardo tertawa keras. “Aku sudah
Rae menatap pria itu dengan tajam dan penuh amarah. Tapi meskipun begitu ia tetap bertahan, berusaha untuk tetap tenang sama seperti biasanya. "Aku rasa telingaku perlu diperiksa di bagian THT!" Rae menyeringai penuh ejekan pada pria itu. Sedangkan Teo, saat ini pria itu sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya perlu bersiap dan pasang badan saat pria itu maju untuk menyakiti Rae. "Jika kau mengijinkan, mungkin aku bisa membantu mu," jawab Gerardo penuh kesopanan, tapi sayangnya bibir dan mata pria itu sama sekali tidak menunjukkan kebaikan sedikit pun. Rae hanya berdecak dan kembali memapah Teo untuk keluar dari ruangan penyiksaan tersebut tanpa peduli dengan kehadiran Gerardo. Tanpa rasa takut, Rae terus berjalan sampai akhirnya ia sampai di ambang pintu. Tiba-tiba saja sebuah layar menyala, menunjukan bagaimana kebersamaan Rae, Al dan Eduardo pagi ini. "Apa kau tidak berniat untuk melihat ini, Nona Catalina?" teriak Gerardo de
Gerardo pergi meninggalkan ruangan tersebut dan membiarkan Rae untuk bersiap. Tidak seorang diri, Rae saat ini di temani oleh seorang maid yang siap membantunya melakukan apapun. “Anda terlihat sangat cantik, Nona,” puji sang maid dengan tulus. “Tapi kau tidak akan mengatakan jika aku cantik saat kau tahu apa pekerjaan ku,” timpal Rae dengan wajah datarnya. Ingin Rae menghilang detik ini juga, namun sayangnya itu sama sekali tidak mungkin. Ia manusia biasa dan tidak memiliki kemampuan apapun kecuali menghabisi nyawa seseorang. “Tuan muda tidak mungkin salah memilih seorang wanita.” “Apa kau yakin?” tanya Rae dengan menatapnya tajam. “Aku adalah seorang pembunuh bayaran dan aku datang kemari untuk menghabisi nyawa tuan mu.” Gerakan tangan maid itu terhenti sejenak, tapi tidak lama kemudian tangannya kembali bergerak dan menyelesaikan tugasnya dengan begitu sempurna. Rambut panjang Rae kini sudah ditata layaknya sebuah sanggul, dengan an
Suara tegas dari Rae membuat kedua orang tua Gerardo menatap gadis itu dengan lekat. Jelas terlihat jika Ia sama sekali tidak menyukai hal apapun mengenai pernikahan ini. Dalam benak mereka terus saja bertanya-tanya, mengapa gadis yang di bawa putranya teramat sangat menunjukan kebencian dari pada cinta yang besar dan begitu tulus. “Sebaiknya kau mengantarkan calon istri mu pulang sekarang, Gerard! Ayah rasa dia tidak suka pulang terlalu larut,” Alex berusaha untuk membuat keadaan kembali nyaman, andai saja pria itu tahu siapa Rae, mungkin saja ia akan menolaknya tanpa perlu berpikir. “Anda benar! Gadis baik seperti saya tidak suka pulang terlalu larut,” timpal Rae dengan segala kesombongannya. Gerardo tidak bisa berbuat apapun. Ia hanya menatap Rae dengan tatapan tajamnya dan segera bangkit dari duduknya, pergi meninggalkan meja makan. Tentu saja dengan membawa gadis itu di sampingnya. Pria itu saat ini benar-benar marah. Sikap Rae benar-bena
Rae terbelalak saat melihat prilaku Gerardo yang dengan begitu berani terhadapnya. Ia tetap ingin mempertahan diri, tapi sayangnya semua yang Ia harapkan tidak terjadi. Posisinya saat ini benar-benar terdesak. Kemana pun ia melarikan diri, maka pria itu akan dengan sangat mudah menangkapnya kembali. “Jaga kelakuan mu! Atau aku tidak akan segan-segan untuk bertindak,” ancam Rae dengan tangan yang masih menyilang di depan dada. “Nona Catalina...! Aku bisa melakukan apapun sesuka ku dan kau tidak berhak melarang ku. Kecuali... Kau bisa mengalahkan ku!” “Aku bukan wanita mu!” serunya dengan tegas. “Tapi kau akan menjadi wanita ku. Malam ini!” Gadis itu menggeleng saat melihat seringai jahat Gerardo. Ia menghindar, tapi kemenangan saat ini ada pada Garardo. Rae tiba-tiba saja kehilangan keseimbangan saat kakinya membentur ranjang, membuatnya terjengkang dan terlentang di atas ranjang king size tersebut. Jantung Rae bergemuruh, alarm
“Dante!! Apa maksud mu berkata seperti itu?” Dante “...” “Katakan!!!” Teo menarik kerah kemeja Dante dengan sisa tenaganya, membuat Dante ikut terbawa karena tubuh Teo masih tidak seimbang. “A-aku benar-benar tidak tahu! Aku hanya bertugas untuk memeriksanya dan saat ini dia sedang...” “Rae saat ini sedang tidur dengan pulas!” suara Gerardo membuat kedua pria itu terkejut bukan main, terutama Dante yang masih menjadi salah satu anak buah pria itu. Teo menunjukkan senyum penuh ejekan pada Gerardo. Bertahun-tahun lamanya ia menjadi tangan kanan pria itu, sudah banyak hal dan kebiasaan dari nya yang Ia ketahui. Wajah itu penuh kepalsuan. Wajah itu benar-benar penuh tipu daya dan wajah itu hanya akan mengasihani mereka yang bersedia mati. “Apa yang kau lakukan padanya?” suara Teo sedikit menggeram, dan kilatan amarah dalam matanya terpampang nyata. Pria itu benar-benar ada dalam puncak amarahnya. Andai saja ia bisa, pasti Teo akan
“Papi ingin kalian selamat. Jadi papi harap kamu tidak keberatan, Al.” “Aku benar-benar tidak rela!” Al benar-benar tidak bisa menerima keputusan yang sudah diambil Eduardo. Ia tidak bisa membayangkan saat melihat adiknya bersanding dengan Gerardo. Saat ini Ia hanya bisa menahan amarah, memegangi pelipisnya dan menarik napas dalam. Ingin rasanya Al membantah perkataan Eduardo, tapi semua itu sangat sulit untuk Ia katakan. “Apa papi yakin? Maksudku... Untuk merestui pernikahan mereka, apa itu akan berdampak baik?” “Papu sudah memikirkan segalanya dengan penuh perkiraan! Meskipun papi tahu, jika adik mu akan marah saat mengetahui hal ini.” “Setelah tahu hal itu, bahkan papi masih berniat untuk melanjutkan pernikahan ini?” nada suara Al mulai meninggi saat melihat raut wajah Eduardo yang sedikit menegang. Eduardo “...” Al berdiri, melihat Ed dengan tatapan yang sangat sulit untuk diartikan. “Aku akan pergi ke
Rae menunjukan sikap yang sama sekali tidak pernah mereka harapkan. Tatapan Rae sangatlah dingin dan tak ada lagi cahaya yang bersinar, meskipun kecantikannya terpancar nyata. “Rae...” gumam Al pelan. Ia menatap adiknya dengan lekat, ada sesuatu yang salah dengannya. “Apa maksud mu? Tentu saja mereka datang kemari untuk menemui mu, sayang ku,” timpal Gerardo yang saat ini baru saja masuk. Tatapan Rae semakin dingin, wajahnya muram sama seperti awan hitam yang terus saja menggelung di langit tinggi. Bayangan tadi malam benar-benar membuatnya muak, dan ingin enyah sekaligus dari muka bumi karena terlalu benci dengan semua yang telah Ia lalui. “Apa para maid ku melayani kalian dengan baik? Katakan saja jika mereka berbuat tidak baik pada kalian,” pria itu berbasa-basi saat mendekati semua orang. Gerardo benar-benar menunjukan sisi yang berbeda, membuat Rae, Teo dan Aldric muak. Rae hanya menarik napas dalam dan membuang pandangannya ke lain arah.
Ed menatap Gerard dengan mata yang memancarkan ketenangan yang sama dengan Rae. Untuk sesaat, pria itu diam dan tersihir oleh tatapan calon mertuanya itu. Sampai akhirnya ia menyadari sesuatu. Ruangan ini, dimana mereka saat ini berada hanya berisikan para pria. Hanya Rae yang terlihat berbeda. “Gerardo! Apa kamu tidak berminat untuk bertanya pada ku?” Ed kembali bertanya. “Aku tidak akan ikut campur dengan urusan kalian para orang tua! Urusan ku hanya satu, yaitu Nona Catalina,” ia tersenyum dan menatap Rae dengan mata tajamnya. “Baiklah kalau begitu.” Rae yang duduk diantara Ed dan Al mulai merasa bosan. Ia ingin keluar dari situasi ini, tapi ia harus tetap bertahan untuk sementara waktu. Kasih sayang yang diberikan Ed padanya sudah lebih dari cukup, ini tidak akan membuat ia lemah dan jatuh kembali. Ceklek Pintu terbuka, seorang maid masuk lebih dulu dan setengah berbisik pada Gerard. Al menyadari perubahan wajah pria itu dan Ia mul
Lagi, lagi dan lagi, Rae dibuat terkejut dengan kenyataan yang ia temukan malam ini. Bukan mengenai kemewahannya, namun karena jarak antara Mansion Gerardo dan kediaman di mana wanita itu berada tidaklah sejauh yang Rae bayangkan.“Jangan berusaha untuk mengecohku! Ini bukanlah tempat yang akan kau datangi bukan?” Rae menekan urat leher pria itu dengan senjata kecil. Sangat kecil, tapi dengan racun yang memastikan.“Ti-tidak! Ini adalah kediaman Nona dan aku memang diminta untuk membawamu ke tempat ini,” jelasnya. Tapi Rae tetap tidak percaya begitu saja.Diam-diam, pria itu meraih ponselnya dan berniat untuk mengabari Nona tetunya, namun Rae bukanlah wanita bodoh yang tidak mengerti mengenai trik murahan seperti ini.“Jadi kau ingin bermain-main denganku? Cepat hubungi dia dan loud speaker!”“Ba-baik …”Sikap pria di hadapannya ini sangat mencurigakan untuk sekelas penjahat. Ya, dia ter
“Gerard! Rae berlari mengejar sebuah mobil,” beritahu Dante.Tanpa berpikir Panjang, Gerardo bergegas keluar menggunakan mobil. Ia melaju dengan kecepatan tinggi dan setelah puluhan meter ia menemukan Rae yang sedang berjalan dengan langkah gontai.“Apa yang kau lakukan di sini, Nona Catalina? Apa kau sudah gila?” Gerardo berteriak, menghakimi Rae tanpa tahu apa yang membuatnya berlari begitu jauh seperti orang bodoh. Gerardo turun dan segera menopang tubuh Rae yang hampir saja jatuh.Rae dibawa ke dalam mobil dengan cepat, napasnya tersengal-sengal, ia lelah. “Kejar dia, Tuan Gerard! Dia orangnya. Wanita itu …”“Rae, tenangkan dirimu!” Gerardo menangkup wajah Rae, membuat istrinya itu sadar di mana mereka berada saat ini. “Tenang! Jangan terpancing,” bisiknya pelan.“Aku melihatnya! Di-dia adalah …”“Sstttt … Aku tahu dia adalah wanita itu.&rd
Dua hari telah berlalu, Rae terus saja mempersiapkan diri dengan segala senjatanya yang mematikan. Ia bahkan kembali melatih tubuhnya saat malam tiba dan terlelap saat menjelang pagi. Gerardo berusaha untuk membuat Rae istirahat, namun istrinya itu tidak pernah ingin diatur.“Jangan seperti ini, Nona Catalina! Kau bisa jatuh sakit,” Gerardo mencekal tangan Rae yang berniat ingin kembali memukul samsak, dan satu tangannya mencegah benda itu agar tidak mengayun pada tubuh Rae.“Cukup! Simpan tenagamu.” Gerardo kembali melunak. “Kita tidak tahu kapan, dari mana dan bagaimana mereka menyerang.”“Itulah alasan kenapa aku tetap seperti ini. Aku harus terjaga!”Gerardo mengerti apa yang Rae maksud, namun jika terus dibiarkan Rae bisa tumbang sebelum berperang.“Pergerakan mereka terhenti! Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi ini begitu mencurigakan,” jelasnya kemudian.Rae terdiam,
Dua pekan kepergian Alex masih menyimpan banyak luka untuk Gerardo dan Kalia. Ada dendam yang belum terbalaskan dan ini begitu menyiksa.Kemana, di mana dan pada siapa mereka harus meluapkan semunya? Tidak ada jawaban pasti.“Jaga Mansion ini, aku mungkin kembali satu pekan lagi,” ujar Gerardo pagi ini.“Tidak! Aku tidak ingin memikul beban yang berat. Jaga sendiri Ibumu!” Rae berkata ketus. Bukan tidak ingin, namun Rae takut jika harus menjaga Kalia. Apapun bisa terjadi dan Rae tidak bisa menduga itu.“Kau tidak ingin menolongku, Nona Catalina?” suara Gerardo terdengar marah, ini bukan masalah besar untuk Rae.“Ya! Aku takut jika terjadi sesuatu dan aku harus kembali kehilangan. Aku tidak bisa!”Gerardo menarik napas dalam, apa yang Rae katakan begitu mengusiknya. Rae Catalina sudah terlalu sering merasa kehilangan dalam hidupnya dan sekarang ia menolak, hatinya takut untuk mengalami hal yang
Panggilan itu terputus, lebih tepatnya Alex yang mengakhiri perbincangan dengan Kalia. Posisinya sudah terlalu terjepit, artinya Alex tidak memiliki banyak waktu sekarang.“Maafkan aku, Kalia, tapi ini yang terbaik untuk menebus semua dosa-dosaku.”Alex menaikan kecepatan mobilnya dan melesat meninggalkan dua mobil yang terus berusaha untuk mencelakainya. Sampai di sebuah jalanan sepi, Alex menghentikan mobilnya. Pria tua itu berdiri di depan mobil dengan membawa senjata laras Panjang. Ia menantang mereka.‘Inilah waktunya. Selamat tinggal, Kalia.’“Kau masih punya nyali yang besar ternyata,” cibir anak buah Nona.“Aku tidak akan pernah takut! Karena ini sudah waktunya bagiku berhenti dan mati.”“Ahaha … Jika itu yang kau mau, aku akan mengabulkannya dengan senang hati pak tua.”“Tunggu! Tanyakan dulu apa keinginan terakhirnya?” ujar salah satu dari anak bu
Gerardo menuruni tangga dengan wajah yang sedikit gelisah. Apa yang Rae katakan mengenai situasi yang tiba-tiba saja berubah sepi. Banyak kemungkinan yang bisa terjadi, termasuk penyerangan lebih besar dan menggila. Namun pikiran itu buyar seketika saat ia mendengar suara yang tidak asing di telinganya.“Apa kabarmu, anakku?” Alex berdiri, ia menatap putranya dengan mata yang berembun.“Aku baik-baik saja,” jawab Gerardo saat mereka berhadapan.“Gerard …” suara Alex tiba-tiba saja tertahan, rasa kecewa pada dirinya sendiri tiba-tiba menyeruak dan membuat pria tua itu sesak. “Maafkan ayah, Gerard.”Untuk pertama kalinya Gerard melihat sikap Alex selemah ini. Pria itu yang sejak lama mengajarkannya untuk selalu bersikap kuat tanpa mengenal kata lelah dan menyerah. Namun hari ini, pria yang sama bahkan mengucapkan kata maaf itu dengan suara begitu pelan.“Kenapa?” tanya Gerardo. &ldquo
“Apa yang kau lakukan pada mereka?” Kalia berdiri dengan wajah penuh amarah. Sejak awal, ia mencurigai jika suaminya terlibat dengan kasus penyerangan yang terjadi pada Gerardo. “Aku sudah memintamu untuk berhenti dan menjauh dari wanita itu, tapi kenapa kau kembali?” Lanjutnya lagi. “Kau tidak akan mengerti!” sahutnya dengan melangkah pergi. Sebagai seorang ibu, Kalia tidak ingin terjadi sesuatu pada putranya, meskipun ia tahu jika Gerardo bisa melindungi dirinya sendiri. Tapi ini sudah keterlaluan, Kalia tidak bisa diam saat melihat suaminya melakukan hal yang bisa menyakiti Gerrado dan menimbulkan perang keluarga. “Tunggu, Alex!” “Apa lagi, Kalia? Apa kau ingin aku berhenti dan membiarkan hidup Gerardo hancur dengan terus bersama wanita itu?” Alex menunjukkan sikapnya saat itu. “Rae bisa saja menghabisi putra kita kapan saja. Apa kau menginginkan itu, Kalia?” “Hah … Apa yang kau ketahui tentang mereka, Alex? Apa kau tahu jika mereka sudah s
Satu pekan telah berlalu dan Rae tetap menyimpan pesan yang tertulis dari surat kaleng itu. Namun tidak dapat dipungkiri jika Rae merasa gelisah. Ini adalah pertama kalinya ia melabuhkan hatinya pada seorang pria dan rintangan sudah lebih dulu datang mengusiknya.Tidak ada penyerangan atau teror apa pun lagi, semua berjalan seperti biasa. Bahkan gerbang utama telah selesai di perbaiki. Gerardo semakin memperketat keamanan dan memastikan jika tidak akan terjadi seperti hari itu. Saat melihat Rae terluka, Gerardo merasa separuh napasnya direnggut secara paksa dan ia tidak ingin melihat hal itu terjadi lagi.“Apa yang kau pikirkan, Nona Catalina?” Rae terkejut saat tangan kekar itu memegang pundaknya.“Kenapa mereka bisa ada di paviliun? Apa mereka pernah menikah denganmu?” Pertanyaan ini adalah hal penting untuknya, meski Rae yakin jika Gerardo sama sekali tidak memikirkan itu.Sudut bibir Gerardo sedikit terangkat, tangan kekarnya m
Gerardo berdiri di ambang pintu, tangannya bergerak menekan saklar dan menyalakan lampu utama kamarnya.“Keluarlah dari kegelapan, Nona Catalina.”“Aku tidak tahu cara untuk keluar dari kegelapan! Dan apa aku pantas memasuki dunia baru yang begitu terang?” Rae menatap nyalang Gerardo. Dia, pria yang ingin Rae habisi saat ini menjadi alasan terbesar baginya untuk tetap bisa bertahan.Dengan bantuan tongkat, Gerardo bisa terlihat lebih normal, meskipun seharusnya ia istirahat agar penyembuhan lukanya lebih cepat. Namun itulah Gerardo, ia tidak akan tennag sebelum memastikan jika Rae baik-baik saja.Gerardo melempar tongkatnya, duduk di tepian ranjang, tepat di samping istrinya. Tanpa memita ijin atau berbasa-basi, Gerardo menyentuh pipi Rae dan menghapus air mata yang tersisa di wajahnya.“Buka dirimu. Buka hatimu dan berdamailah dengan keadaan.”“Aku tidak bisa! A-aku, aku ….”Meli