Bab 16Tidak tahu kenapa pemandangan yang seharusnya biasa itu menjadi hal yang menyesakkan dada Lovita. Tapi nggak mungkin juga kan Lovita menunjukkannya.Alhasil Lovita merespon dengan memberi senyum."Hai, udah lama?" sapanya ramah."Paling baru satu jam-an. Baru pulang kerja, Lov?" Michelle balas bertanya."Iya nih, hectic banget hari ini.""Gue kok nggak pernah dapat giliran dirias sama lo ya, Lov?""Hm, kenapa ya? Gue juga nggak tahu soal itu.""Padahal gue pengen banget dirias sama lo. Hasil riasan lo kata temen-temen gue bagus banget, flawless gitu." Michelle menunjukkan wajah antusiasnya.Lovita memberi senyum. Perempuan di hadapannya begitu manis mulut. Maka tak heran kalau Leo menyukainya."Chel, gue ke dalam dulu ya.""Silakan, Lov, met istirahat ya!" Michelle melepas Lovita dengan senyumnya.'Ya iyalah lo suruh gue istirahat biar lo bisa mesra-mesraan sama suami gue.' Lovita menggerutu di dalam hati.Sebelum menarik langkah Lovita melirik meja. Ada dua gelas di sana. Bag
Bab 17 Lovita berjalan tergesa-gesa di sepanjang koridor rumah sakit. Dia baru saja selesai mengurus administrasi dan kamar Leo. Dokter memvonis Leo kena tipes sehingga harus diopname di rumah sakit. Tadinya Leo menolak saat Lovita akan membawa ke rumah sakit. Leo bilang dia hanya panas biasa dan akan reda dengan sendirinya setelah minum Paracetamol. Tapi itu tidak terjadi. Obat tersebut tidak berefek apa-apa. Dengan sedikit emosi Lovita memaksa Leo agar sekali ini mau mendengarkannya.Lovita sudah mengabari Jerry mengenai kondisi Leo. Otomatis photoshoot hari ini dibatalkan. Dia juga akan menelepon Gina meminta menggantikannya kerja hari ini. Sudah terlalu sering Lovita meninggalkan pekerjaannya dan melempar job pada rekannya. Otomatis income-nya juga berkurang.Tiba di ruang rawat Leo, Lovita melihat suaminya itu masih tidur, sama seperti tadi saat dia tinggalkan. Posisinya tidak berubah.Lovita antara sedih dan ingin ketawa melihat keadaan Leo yang lemah. Dalam kondisi saat ini Le
Bab 18Lovita langsung menghempaskan dirinya ke tempat tidur setelah tiba di apartemen. Perasaan kesal masih memenuhi dadanya. Tahu akan begini lebih baik sejak awal dia tidak perlu repot-repot mengurus Leo. Lebih baik dia bekerja hari ini. Hati senang uang pun datang.Seharian itu suasana hati Lovita benar-benar buruk. Apa pun yang dia lakukan tidak ada yang benar. Semua terasa salah walau dia hanya berbaring dan tidak melakukan apa-apa. Tempat tidurnya terasa panas padahal AC menyala dengan suhu dingin maksimal.Daripada semakin suntuk dan hatinya bertambah galau, Lovita putuskan untuk pergi. Keluar dari apartemennya Lovita langsung menuju lokasi di mana seharusnya hari ini dia berada."Ngapain lo nongol di sini? Bukannya Leo sakit ya?" tanya Gina heran saat melihat Lovita tiba-tiba muncul. Lovita mengabaikan pertanyaan Gina dan mengalihkannya."Mana klien gue?""Udah selesai. Lagi take sekarang.""Ada yang bisa gue kerjain? Siapa yang belum kebagian?" Lovita memandang ke sekelilin
Bab 19Lovita terkesiap. Tiba-tiba bibir Leo sudah menempel di bibirnya. Tanpa permisi, tanpa meminta izin tiba-tiba Leo mengecupnya.Lovita ingin membalas kecupan impulsif Leo, tapi yang terjadi adalah dia membalas pagutan Leo di bibirnya. Mereka saling berpagut hitungan detik lamanya.Seakan dihantam kesadaran dengan tiba-tiba Lovita menarik diri dan mendorong dada Leo. Pagutan mereka terlepas.Leo terkejut.Selama beberapa detik keduanya saling diam tanpa mampu memandang satu sama lain."Sorry, Lov," ucap Leo duluan memecah hening.Lovita tak menjawab. Dia melarikan diri dengan membawa langkahnya pergi meninggalkan Leo.Lovita mengurung diri di kamar mandi. Dia menyandarkan punggungnya ke belakang pintu. Jantungnya berdetak tak beraturan. Begitu cepat dan tak terkendali. Jantung Lovita belum pernah berdegup sekencang ini. Termasuk di saat dirinya bersama Rolland. Baru kali ini dia merasakannya. Andai detak jantung manusia bisa didengar oleh telinga normal tanpa bantuan alat, pastila
Bab 20"Ini kalian kenapa diem-dieman sih kayak orang lagi berantem?" celetuk Susan yang merias wajah Leo. Sejak pertama datang tadi Leo dan Lovita tidak bertegur sapa. Susan berpikir kalau Lovita malu."Malu-malu kucing dia, San," jawab Gina menimpali."Jangan salah woi! Di depan kita mereka emang pada diem-dieman. Tapi kalau udah berduaan kalah Romeo sama Juliet." Caca ikut menambahkan.Seketika seisi ruangan penuh dengan gelak tawa. Hanya Lovita yang tersenyum kecut. Saat Lovita melirik ke arah Leo, dia mendapati laki-laki itu tak bereaksi apa-apa. Hanya memasang tampang datar seperti biasa. Seakan tidak mendengar orang-orang di ruangan itu."Lo beneran berantem sama Leo?" tanya Rolland dengan suara berbisik ketika Lovita menunduk di dekatnya."Lo kok ikut mikir begitu?" tanya Lovita balik."Aneh aja sih. Lo yang ngerias gue sedangkan suami lo ada di sini.""Kan udah gue bilang tadi alasannya.""Oh iya juga." Rolland tertawa.Perhatian Lovita lalu tetuju pada seorang perempuan cant
Bab 21Lovita masih berada di tempatnya tadi. Berdiri kebingungan sambil berpikir bagaimana caranya pulang. Dia merasa sungkan menumpang pada orang yang tidak begitu dikenalnya. Sementara langit semakin gelap pertanda sebentar lagi hujan akan turun membasahi bumi.Ngapain juga aku ngetem di sini? pikir Lovita. Dan kenapa juga dia harus memikirkan penilaian orang-orang? Sedangkan Leo sendiri tidak memikirkan hubungan mereka. Lelaki itu malah seenaknya pulang dengan Michelle.Atas dasar pikiran tersebut Lovita melangkahkan kakinya keluar dari area gedung pertunjukan fashion show untuk mencari kendaraan yang bisa membawanya pulang. Semoga ada taksi konvensional yang kosong untuk dia tumpangi.Dan hal yang ditakutkan Lovita pun terjadi. Titik-titik air itu turun dari langit.Lovita melindungi kepalanya dengan tas yang dia bawa. Seharusnya dia membawa payung kalau tahu akan begini.Suara klakson terdengar di sela-sela langkah Lovita. Saat dia menoleh ke belakang Lovita menyipit akibat caha
Bab 22"Ah, eh apa?" Lovita sontak tergagap mendapat pertanyaan dari Rolland. "Lo bilang apa tadi? Bisa ulangi lagi?"Senyum Rolland melebar. Dia tahu apa jawabannya tanpa perlu bertanya. Sikap Lovita yang menjawab."Lo cemburu ngeliat Leo sama Michelle?""Ah, enggak. Masa gue cemburu. Cemburu apaan? Ada-ada aja lo, Land." Lovita buru-buru tertawa lalu menyuap baksonya dan menunjukkan bahwa dia sangat menikmati makanannya tersebut. "Enak banget ternyata. Kuahnya aja gurih begini. Pantesan rame banget di sini.""Iya, Lov, iya. Semua yang ada di sini memang enak kecuali pemandangannya," ucap Rolland sambil menahan senyum. Geli melihat Lovita menyembunyikan perasaan cemburu.Lovita tidak menanggapi. Dia terus menyuap baksonya dan mencoba bersikap biasa. Tapi ternyata begitu sulit. Lovita yakin ini bukanlah perasaan cemburu. Dia hanya merasa tidak terima. Agak aneh rasanya Leo berduaan dengan perempuan lain sedangkan ada Lovita di dekatnya. Apa kata orang-orang seandainya mereka mengenal
Bab 23Lovita membalikkan badan dan mendapati Leo sedang duduk di tepi tempat tidur tengah memandangnya."Ada apa? Gue ngantuk," ujar Lovita malas. Dia sedang tidak ingin berdebat dengan Leo. Dia sudah terlalu lelah. Sangat. Dan tidak ingin menambahnya lagi."Cuci muka lo dulu biar nggak ngantuk," suruh Leo.Lovita mendelik tidak suka. "Ih, kok jadi ngatur gue?""Gue nggak ngatur lo, Lov, cuma mau ngomong sama lo sebentar.""Ya udah ngomong aja," jawab Lovita ringan tanpa mengubah posisinya berbaring.Leo menghela napas sejenak. Yang lelaki itu mau adalah Lovita bangun dari posisinya lalu duduk bersamanya untuk sesaat mendengarkan apa yang akan dia sampaikan."Lo kenapa bisa jalan sama Rolland?" tanya Leo."Emang kenapa? Lo sendiri kan juga jalan sama Michelle.""Gue tuh lagi nanya sama lo, Lov. Malah balik nanya.""Emang lo doang yang boleh nanya? Gue juga berhak dong.""Nggak ada yang ngelarang lo bertanya. Tapi jawab dulu pertanyaan gue.""Jawabannya simpel. Berdasarkan perjanjian
Bab 84Hal pertama yang dirasakan Lovita adalah rasa berat di matanya bagai diberi perekat. Lalu dengan perlahan-lahan kelopak matanya terbuka sedikit demi sedikit hingga ia benar-benar bisa membuka matanya. Hal berikut yang Lovita rasakan adalah rasa dingin dan kosong.Ia tidak tahu di mana tempatnya berada saat ini. Semua terasa asing.Yang bisa Lovita lakukan adalah menatap ke sekelilingnya sembari berpikir ini di mana tempatnya berada sekarang dan kenapa ia berada di sana."Lov ... Lovita ..." Saat ia tengah bergumul dengan kebingungannya Lovita mendengar suara seseorang memanggilnya, merasuki gendang telinganya.Lovita menggerakkan kepalanya perlahan. Di saat itulah perempuan tersebut menyadari bahwa ia tidak sendiri. Ada orang lain di sebelahnya. Sedang menggenggam tangannya dengan wajah penuh kekhawatiran."Kamu sudah sadar, Sayang?"Lovita tak segera berikan jawaban. Ditatapnya raut gagah berselimut kecemasan itu dengan pandangan kurang yakin."Lov, ini aku Leo, suami kamu. Ka
Bab 83Jerry melunak setelah Leo ceritakan mengenai kondisi Lovita yang kritis dan hingga saat ini tidak sadarkan diri. Setelah penjelasan panjang kali lebar itu Jerry bersedia diajak ke rumah sakit untuk membesuk Lovita. Meski perjalananan tersebut tidaklah semulus itu. Selama di mobil Jerry terus meracau menyesali kebodohan Leo dengan kata-kata kasar."Udah dong, Jer. Pusing kepala gue dengerin lo ngomel melulu," ujar Leo agar Jerry berhenti mengoceh seperti ibu-ibu kalah arisan."Kepala lo cuma sakit kan, Nyet? Ini kepala gue berasa mau pecah mikirin masalah lo yang nggak ada habis-habisnya. Brand udah mutusin kerjasama dengan kita. Lo bakal kena sanksi dan gue ..." Jerry yang sedang menyetir sengaja menggantung perkataannya untuk memberi efek dramatis.Leo menolehkan kepalanya menatap laki-laki itu, menanti apa yang akan disampaikannnya."Gua nggak bakal dapet apa-apa. Gue nggak bakal dapet cuan. Yang ada cuma omelan dan tekanan dari Mas Jackie. Lo sih enak duit lo banyak. Nah gue
Bab 82Taksi yang membawa Leo berhenti di depan gedung apartemennya. Pria itu bergegas keluar dari sana. Tepat di saat itu ponselnya berdering. Leo berdecak ketika menyaksikan nama Jerry di sana. Pria itu tidak berhenti menerornya."Halo.""Di mana lo, Nyet? Gue udah jamuran nunggu lo dari tadi!" Jerry langsung menyembur.Ingin rasanya Leo membalas emosi Jerry dengan kemarahan yang sama. Namun ia tahu dirinyalah yang salah, jadi sekuat apa pun ia melawan hasilnya adalah percuma."Gue udah nyampe," jawab Leo pelan sembari melangkah ke parkiran basement.Tampak olehnya Jerry sedang berdiri dengan tangan berkacak pinggang beberapa meter di depan sana.Leo terus melangkah mendekati lelaki itu. Ketika jarak mereka tidak kurang dari satu meter lelaki itu langsung melayangkan tinjunya memberi Leo bogem mentah bertubi-tubi."Sialan lo, Njing! Lo pikir diri lo siapa? Udah ngerasa hebat? Tanpa gue lo nggak bakal jadi apa-apa. Orang-orang nggak bakal kenal sama lo. Lo nggak lebih dari sekadar sa
Bab 81Mengurus bayi baru lahir seperti Cantik betul-betul menguras energi Leo dan Gina. Apalagi keduanya sama-sama tidak berpengalaman. Hari itu Cantik tidak mandi sama sekali. Gina hanya menyeka anak itu dengan tisu basah. Meskipun Leo sudah mempelajari tutorialnya dari internet tapi ia masih belum berani memandikan putri mungilnya. Begitu pun dengan Gina.Cantik baru saja selesai menyusu. Gina mendapat bagian membuat susunya sedangkan Leo bertugas memegang botol susu."Le, besok lo bisa sendiri kan?" tanya Gina setelah Cantik tertidur. Anak itu sudah kenyang menyusu. Besok Gina ada job pagi. Ia tidak bisa menemani Leo mengurus Cantik."Bisa nggak bisa gue usahain bisalah, Gin.""Terus mandiin Cantik gimana? Gue masih nggak berani. Gue masih nervous parah. Gue takut tiba-tiba aja dia jatuh dari tangan gue.""Gue juga gitu," timpal Leo."Tapi Cantik nggak mungkin nggak mandi dan cuma dilap-lap pake tisu mulu kan?"Keduanya terpingkal menertawai kekonyolan mereka."Gini deh, besok pag
Bab 80Leo tergesa-gesa ke kamar begitu mendengar teriakan Gina. Gadis itu semakin panik karena Cantik yang terus menangis."Gin, ini susunya." Leo memberikan botol susu pada Gina."Udah nggak panas lagi kan?""Nggak, tadi udah gue coba sedikit, udah pas kok."Gina meletakkan Cantik di atas tempat tidur dan mendekatkan ujung dot ke mulut anak itu. Cantik langsung diam begitu mendapat sumber asupannya yang membuat Leo dan Gina merasa lega.Keduanya memandangi bayi mungil itu bersamaan. Ketika susunya habis Cantik kembali menangis."Dia mau apa lagi ya, Le?" Gina bertanya bingung."Mungkin dia masih belum kenyang," duga Leo."Ya udah, lo bikinin lagi."Dengan sigap Leo beranjak ke belakang, membuatkan susu seperti tadi. Tapi ketika kembali memberikannya, Cantik masih menangis dan menolak."Dia kok nggak mau ya? Dia mau apa lagi sih?" Gina kebingungan, begitu pun dengan Leo."Gin, mungkin dia pup."Gina spontan memeriksa dan tertawa ketika mendapati dugaan Leo menjadi kenyataan."Bersi
Bab 79Leo dan Gina sudah berada di rumah. Keduanya sibuk mengurus bayi mungil yang mereka panggil Cantik.Saat ini Cantik sedang tidur dengan anteng di box-nya. Leo dan Gina memerhatikan anak itu sejak tadi. Kulit anak itu putih bersih. Hidungnya bangir. Bibirnya merah."Manis banget. Gedenya pasti bakal jadi idola cowok-cowok." Sejak tadi tidak ada habisnya Gina memuji Cantik."Dan gue nggak bakal ngebiarin cowok-cowok brengsek itu ngeganggu princess gue." Leo menimpali tanpa sadar yang membuat Gina terkekeh."Ini anak masih merah lo udah posesif banget. Gimana gedenya?""Gedenya gue bakal sewa sekuriti buat jaga dia dan nganterin ke mana-mana."Tawa Gina pecah berderai. Ketika Leo melebarkan mata memberi isyarat bahwa Cantik bisa bangun karena kebisingannya barulah Gina menurunkan volume suaranya."Eh, Le, gue baru ingat, kalo ntar Cantik bangun pasti dia minta susu. Sana gih lo beliin susu formula dulu. Jangan lupa beli botolnya juga sama cairan pembersih botol.""Susunya merek a
Bab 78Setelah perdebatan dengan Juna barusan Leo meminta agar pria itu mengantarnya ke ruang bayi.Lantaran kasihan akhirnya Juna mempertemukan Leo dengan anaknya. Walau bagaimanapun Leo adalah bapaknya. Leo berhak atas anak itu.Juna membawa Leo ke ruangan bayi. Mereka masuk ke sana dan berhenti tepat di dekat box seorang bayi perempuan. Bayi itu masih belum memiliki nama. Hanya ada nama Lovita sebagai ibunya serta hari dan tanggal lahir anak itu beserta panjang dan beratnya saat dilahirkan.Leo terpaku di tempatnya berdiri dengan mata menatap sendu pada bayi itu. Bayi berumur dua hari tersebut baru saja terlelap setelah seharian ini terus menangis. Kulit wajahnya putih kemerahan, serupa dengan warna bibirnya. Matanya tertutup rapat sehingga Leo tidak tahu apa warna iris matanya.“Dia baru saja tidur. Sejak lahir dia nggak berhenti nangis. Paling hanya saat tidur kayak gini. Mungkin dia tahu apa yang saat ini sedang dialami ibunya,” kata Juna memberitahu. Juna berdiri di sebelah Leo,
Bab 77Ponsel Leo tidak berhenti berdering selagi lelaki itu di dalam taksi. Jerry tidak berhenti meneror dan tampaknya belum akan puas kalau Leo belum menjawabnya.Melihat supir taksi yang sepertinya terganggu oleh suara handphonenya, Leo terpaksa menjawab panggilan dari Jerry. Lagipula Leo yakin pria itu belum akan berhenti jika Leo belum meladeninya."Halo," sapa Leo pelan yang disambut amukan emosi Jerry."Eh, Le, lo jangan main-main dong! Lo mau ke mana? Kerjaan lo belum kelar.""Kayak yang udah gue bilang tadi gue balik ke Jakarta, Jer.""Ngapain lo balik sekarang?""Ada hal penting yang harus gue selesaiin di sana," jawab Leo tanpa menjelaskan dengan detail apa hal penting tersebut."Hal penting apa yang lo maksud? Dengerin gue, Le. Nggak ada yang lebih penting selain ngelanjutin pekerjaan lo. Pemotretan belum selesai. Lo jangan main kabur sembarangan, bangsat!" Di balik ponselnya Jerry mengumpat sejadinya melampiaskan emosi pada Leo."Sorry, Jer, gue minta maaf banget. Bukann
Bab 76"Kenapa, Le? Nggak enak?" tanya Michelle memandangi Leo yang duduk di hadapannya. Leo menusuk-nusuk pizza dengan garpu seperti tanpa minat untuk memakannya. Saat ini keduanya sedang makan malam setelah pemotretan panjang sejak tadi pagi."Enak," jawab Leo sekenanya."Kalau enak kenapa nggak dimakan?"Leo menjejalkan sepotong pizza ke dalam mulut dan mencoba untuk menikmatinya. Tapi sungguh ia tidak bisa. Dari tadi perasaannya tidak enak. Pikirannya terus tertuju pada Lovita. Entah kenapa.Tadi ketika Leo mendapat kesempatan untuk istirahat, ia menggunakannya untuk menghubungi istrinya itu. Tapi nomor yang dituju tidak memberi respon. "Tadi kamu juga kayak nggak fokus lho, Le, kayak lagi ada yang dipikirin. Lagi mikir apa sih?" tanya Michelle lembut.Tadi saat pemotretan berlangsung Leo memang tidak bisa fokus. Akibatnya ia sering mendapat teguran lantaran harus take berkali-kali."Nggak ada. Cuma lagi nggak fokus aja."Leo nggak mungkin mengatakan yang sejujurnya kan?"Seriusa