Bab 32 Perjalanan MudikLebaran hari pertama, setelah melaksanakan sholat Idul Fitri di lapangan samping masjid di kompleks perumahan, Meidina dan keluarga Adyatama langsung berziarah ke makam Firman dan kakeknya Radeva yang baru sebulan berpulang.Dari makam, mereka beramah tamah dengan para tetangga sekitar. Malam harinya Meidina segera berkemas menyiapkan pakaian anak-anaknya dan perbekalan lainnya yang akan dibawa mudik keesokan harinya. Perempuan muda itu sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ibunya yang sudah sangat ia rindukan.Lebaran kedua, pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit, Meidina dan keluarga Adyatama bersiap untuk berangkat mudik. Koper-koper sudah dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Sopir masih libur lebaran. Radeva terpaksa menyetir sendiri mobil Pajero warna hitam metalik miliknya."Din, kamu naik mobil Deva aja ya temani anak-anak!" perintah Pak Adyatama saat melihat menantunya itu kebingungan mobil mana yang harus ia naikin. Meidina dan ketiga buah hatinya plu
Bab 33 Lamaran DadakanMeidina merasa kurang nyaman duduk di depan bersebelahan dengan Radeva yang fokus nyetir. Lelaki itu juga tampak kikuk setiap berinteraksi dengannya. Keduanya sama-sama merasa tak nyaman.Memang dasar karakter Radeva yang sangat pemalu dengan lawan jenis. Meidina juga menjaga dirinya karena menyadari dirinya seorang janda. Perempuan itu juga memilih menghindar. Suasana hening, tidak terdengar lagi suara celoteh dan candaan dari jok belakang.Meidina menoleh ke belakang, ketiga bocah yang duduk di jok belakang sudah tidur semua karena kelelahan. Selama di perjalanan ketiganya selalu heboh bermain dan bercanda. Di pangkuannya bayi Zavia juga tertidur pulas. Untuk menyamarkan kecanggungan, Meidina memilih memejamkan matanya, pura-pura tidur. Karena semalam kurang tidur karena menyiapkan pakaian anak-anaknya, Meidina jadi tertidur.Setelah menempuh perjalanan hampir sepuluh jam, mobil Pajero sport warna hitam metalik yang dikemudikan Radeva melewati tugu selamat dat
Bab 34 Sah"Deva, kamu mau 'kan menikahi Dina?" Pak Adyatama menatap lurus putranya yang duduk bersila di atas tikar pandan, berjarak sekitar satu meter darinya. Pria paruh baya itu mengulangi pertanyaan yang sama karena Radeva masih diam tepekur sambil menunduk, tidak lekas memberikan tanggapan maupun jawaban.Lelaki paruh baya itu merasa optimis putranya akan menuruti kemauannya. Hanya kali ini saja Pak Adyatama memutuskan untuk menjadi strict parent. Tindakan kaku dan otoriternya demi kebaikan keluarganya. Ia tahu persis bagaimana selama ini sang putra selalu dihantui penyesalan yang teramat dalam. Radeva akan melakukan apa pun demi menebus dosanya, pikirnya merasa yakin.Sebenarnya Pak Adyatama masih menyimpan sedikit perasaan kecewa terhadap Radeva yang menjadi penyebab kematian Firman, putra sulungnya yang lahir di luar pernikahan dari perempuan yang menjadi cinta pertamanya. Putra yang belum sempat dilihat dan disentuhnya selama hidupnya. Dan itu sungguh disesalkannya, sangat
Bab 35 Masih Canggung Dini hari, pukul dua lewat empat puluh lima menit Waktu Indonesia Barat, seorang perempuan muda dengan rok mini sepaha keluar dari sebuah klub malam, melangkah sendirian menuju mobilnya yang terparkir.Tak lama kemudian mobil itu pun melaju menembus gelapnya malam melewati jalan bebas hambatan dengan kecepatan di atas rata-rata. Perempuan muda itu merasakan mobil yang dikendarainya sedikit oleng. Tak nyaman berkendara tidak stabil, ia lalu mengurangi kecepatan dan menghentikan mobilnya di bahu jalan untuk mengecek kondisi mobilnya.Setelah menghentikan mobilnya di bahu jalan, perempuan muda itu keluar dari mobilnya untuk mengecek keadaan mobilnya."Sial, ban belakang mobil gue bocor!" umpatnya kesal. Perempuan muda itu lalu merogoh kantong jaket jeansnya untuk mengambil ponsel dan segera menghubungi seseorang untuk mencari bantuan."Bang Deva ... ayo angkat dong telponnya," gumamnya tak sabaran.Berkali-kali mencoba menghubungi sang kakak tapi tidak juga diangk
Bab 36 Mengenali Perasaan SendiriPukul lima lewat dua puluh lima menit Waktu Indonesia Barat, Radeva masih sibuk berkutat dengan setumpuk berkas yang masih diperiksanya saat Pak Adyatama memasuki ruangan kerjanya.Lelaki paruh baya itu melangkah masuk menghampiri putranya yang tengah serius bekerja di belakang meja. "Belum selesai kerjanya, Dev?" tanyanya penuh perhatian."Iya, Pa," sahut Radeva sambil lalu dengan tatapan mata masih fokus tertuju pada tumpukan kertas yang ada di atas meja kerjanya.Pak Adyatama menghentikan langkahnya di sebelah kursi yang diduduki Radeva, lalu menepuk pelan bahu sang putra. "Kerjanya lanjutin besok aja. Itu kerjaan nggak harus kelar hari ini juga. Pulang sana. Jangan lupa sekalian jemput istrimu di toko!" Radeva sempat ngeleg selama beberapa detik sebelum menyadari bahwa kini ia sudah memiliki seorang istri. Ia hampir lupa dengan statusnya yang sudah tidak lagi lajang. Biasanya ia pulang saat langit sudah gelap. Mulai hari ini kebiasaannya akan ber
Bab 37 Apa Cemburu Tanda Cinta?"Itu keponakan lo, Dev?" tanya gadis bertubuh tinggi semampai dan langsing itu mengalihkan pandangannya ke arah bocah lelaki berusia lima tahun yang tengah berjalan menuju ke mobil Pajero warna hitam doff yang terparkir di depan minimarket.Radeva ikut melihat ke arah pandangan mata gadis cantik itu dan menganggukkan kepalanya sedikit ragu. Bimo memang keponakannya dan kini statusnya menjadi anak tirinya. Meski bocah itu keponakannya juga, entah kenapa Radeva seolah ingin menutupi status pernikahannya dari gadis berpenampilan modis yang berdiri di hadapannya. Perempuan dari masa lalunya, cinta pertamanya."Dev, ini kartu nama gue. Mampirlah ke kantor gue kalo senggang," ucap gadis yang mengenakan blouse bermotif floral dan rok span selutut itu seraya memberikan selembar kartu nama.Radeva menerima dan membaca sekilas sebuah kartu berukuran kecil dengan nama Gita Anindya dengan keterangan notaris disertai alamat kantor dan nomor telepon yang bisa dihubun
Bab 38 Honeymoon Dengan perasaan tak menentu dan berat hati meninggalkan ketiga buah hatinya, Meidina memantapkan diri pergi hanya berdua dengan Radeva untuk honeymoon ke Bali. Meskipun hanya dengan membayangkan saja sudah membuatnya merasa malu. Ia bukan gadis perawan yang baru melepas lajang. Sebagai janda tiga anak, Meidina merasa bulan madu justru membuatnya jengah. Namun, bagaimanapun juga ia sekarang adalah seorang istri yang harus berbakti dan patuh kepada suaminya. Dengan diantar oleh Arfa, sepasang pengantin baru itu berangkat menuju Bandara Soekarno Hatta pagi itu setelah selesai menyantap sarapan.Melihat raut wajah gelisah istrinya, Radeva mencoba untuk menghibur dan menenangkan perempuan yang duduk di sebelahnya. Perempuan yang sudah halal untuk disentuhnya."Nggak perlu khawatir, Din. Anak-anak akan baik-baik saja dalam pengasuh Papa dan Mama," ucap Radeva sambil mengelus punggung tangan istrinya.Seketika Meidina membeku dengan keagresifan Radeva yang tiba-tiba, bera
Bab 39 Lingerie (Tamat)Sepulang dari Pantai Kuta menjelang Maghrib, Meidina ingin segera membersihkan diri. Ia pun lalu membuka koper untuk mengambil baju ganti dan terkejut saat menemukan sebuah kain tipis berenda berada di antara tumpukan pakaian dalamnya."Ini apa? Ini bukan punyaku," gumam Meidina mengernyitkan dahinya. Ditariknya kain tipis berwarna hitam dari dalam koper dan dijembrengnya di depan matanya.Radeva yang duduk di sofa melirik sesuatu yang dipegang istrinya sekilas dan ikut tercengang. Otaknya yang berpikiran kotor langsung traveling membayangkan sepotong kain tipis berenda itu melekat di tubuh sintal istrinya."Nggak mungkin juga itu punyaku," celetuk Radeva sambil menahan tawa melihat betapa polos istrinya. Bisa-bisanya Meidina tidak tahu benda apa yang ada di genggaman tangannya, padahal sudah memiliki tiga anak. Bagi Radeva itu rasanya lucu dan bikin gemas. Meidina menoleh ke arah suaminya yang tertawa pelan. Apanya yang lucu, pikirnya bingung.Melihat ekspres
Bab 39 Lingerie (Tamat)Sepulang dari Pantai Kuta menjelang Maghrib, Meidina ingin segera membersihkan diri. Ia pun lalu membuka koper untuk mengambil baju ganti dan terkejut saat menemukan sebuah kain tipis berenda berada di antara tumpukan pakaian dalamnya."Ini apa? Ini bukan punyaku," gumam Meidina mengernyitkan dahinya. Ditariknya kain tipis berwarna hitam dari dalam koper dan dijembrengnya di depan matanya.Radeva yang duduk di sofa melirik sesuatu yang dipegang istrinya sekilas dan ikut tercengang. Otaknya yang berpikiran kotor langsung traveling membayangkan sepotong kain tipis berenda itu melekat di tubuh sintal istrinya."Nggak mungkin juga itu punyaku," celetuk Radeva sambil menahan tawa melihat betapa polos istrinya. Bisa-bisanya Meidina tidak tahu benda apa yang ada di genggaman tangannya, padahal sudah memiliki tiga anak. Bagi Radeva itu rasanya lucu dan bikin gemas. Meidina menoleh ke arah suaminya yang tertawa pelan. Apanya yang lucu, pikirnya bingung.Melihat ekspres
Bab 38 Honeymoon Dengan perasaan tak menentu dan berat hati meninggalkan ketiga buah hatinya, Meidina memantapkan diri pergi hanya berdua dengan Radeva untuk honeymoon ke Bali. Meskipun hanya dengan membayangkan saja sudah membuatnya merasa malu. Ia bukan gadis perawan yang baru melepas lajang. Sebagai janda tiga anak, Meidina merasa bulan madu justru membuatnya jengah. Namun, bagaimanapun juga ia sekarang adalah seorang istri yang harus berbakti dan patuh kepada suaminya. Dengan diantar oleh Arfa, sepasang pengantin baru itu berangkat menuju Bandara Soekarno Hatta pagi itu setelah selesai menyantap sarapan.Melihat raut wajah gelisah istrinya, Radeva mencoba untuk menghibur dan menenangkan perempuan yang duduk di sebelahnya. Perempuan yang sudah halal untuk disentuhnya."Nggak perlu khawatir, Din. Anak-anak akan baik-baik saja dalam pengasuh Papa dan Mama," ucap Radeva sambil mengelus punggung tangan istrinya.Seketika Meidina membeku dengan keagresifan Radeva yang tiba-tiba, bera
Bab 37 Apa Cemburu Tanda Cinta?"Itu keponakan lo, Dev?" tanya gadis bertubuh tinggi semampai dan langsing itu mengalihkan pandangannya ke arah bocah lelaki berusia lima tahun yang tengah berjalan menuju ke mobil Pajero warna hitam doff yang terparkir di depan minimarket.Radeva ikut melihat ke arah pandangan mata gadis cantik itu dan menganggukkan kepalanya sedikit ragu. Bimo memang keponakannya dan kini statusnya menjadi anak tirinya. Meski bocah itu keponakannya juga, entah kenapa Radeva seolah ingin menutupi status pernikahannya dari gadis berpenampilan modis yang berdiri di hadapannya. Perempuan dari masa lalunya, cinta pertamanya."Dev, ini kartu nama gue. Mampirlah ke kantor gue kalo senggang," ucap gadis yang mengenakan blouse bermotif floral dan rok span selutut itu seraya memberikan selembar kartu nama.Radeva menerima dan membaca sekilas sebuah kartu berukuran kecil dengan nama Gita Anindya dengan keterangan notaris disertai alamat kantor dan nomor telepon yang bisa dihubun
Bab 36 Mengenali Perasaan SendiriPukul lima lewat dua puluh lima menit Waktu Indonesia Barat, Radeva masih sibuk berkutat dengan setumpuk berkas yang masih diperiksanya saat Pak Adyatama memasuki ruangan kerjanya.Lelaki paruh baya itu melangkah masuk menghampiri putranya yang tengah serius bekerja di belakang meja. "Belum selesai kerjanya, Dev?" tanyanya penuh perhatian."Iya, Pa," sahut Radeva sambil lalu dengan tatapan mata masih fokus tertuju pada tumpukan kertas yang ada di atas meja kerjanya.Pak Adyatama menghentikan langkahnya di sebelah kursi yang diduduki Radeva, lalu menepuk pelan bahu sang putra. "Kerjanya lanjutin besok aja. Itu kerjaan nggak harus kelar hari ini juga. Pulang sana. Jangan lupa sekalian jemput istrimu di toko!" Radeva sempat ngeleg selama beberapa detik sebelum menyadari bahwa kini ia sudah memiliki seorang istri. Ia hampir lupa dengan statusnya yang sudah tidak lagi lajang. Biasanya ia pulang saat langit sudah gelap. Mulai hari ini kebiasaannya akan ber
Bab 35 Masih Canggung Dini hari, pukul dua lewat empat puluh lima menit Waktu Indonesia Barat, seorang perempuan muda dengan rok mini sepaha keluar dari sebuah klub malam, melangkah sendirian menuju mobilnya yang terparkir.Tak lama kemudian mobil itu pun melaju menembus gelapnya malam melewati jalan bebas hambatan dengan kecepatan di atas rata-rata. Perempuan muda itu merasakan mobil yang dikendarainya sedikit oleng. Tak nyaman berkendara tidak stabil, ia lalu mengurangi kecepatan dan menghentikan mobilnya di bahu jalan untuk mengecek kondisi mobilnya.Setelah menghentikan mobilnya di bahu jalan, perempuan muda itu keluar dari mobilnya untuk mengecek keadaan mobilnya."Sial, ban belakang mobil gue bocor!" umpatnya kesal. Perempuan muda itu lalu merogoh kantong jaket jeansnya untuk mengambil ponsel dan segera menghubungi seseorang untuk mencari bantuan."Bang Deva ... ayo angkat dong telponnya," gumamnya tak sabaran.Berkali-kali mencoba menghubungi sang kakak tapi tidak juga diangk
Bab 34 Sah"Deva, kamu mau 'kan menikahi Dina?" Pak Adyatama menatap lurus putranya yang duduk bersila di atas tikar pandan, berjarak sekitar satu meter darinya. Pria paruh baya itu mengulangi pertanyaan yang sama karena Radeva masih diam tepekur sambil menunduk, tidak lekas memberikan tanggapan maupun jawaban.Lelaki paruh baya itu merasa optimis putranya akan menuruti kemauannya. Hanya kali ini saja Pak Adyatama memutuskan untuk menjadi strict parent. Tindakan kaku dan otoriternya demi kebaikan keluarganya. Ia tahu persis bagaimana selama ini sang putra selalu dihantui penyesalan yang teramat dalam. Radeva akan melakukan apa pun demi menebus dosanya, pikirnya merasa yakin.Sebenarnya Pak Adyatama masih menyimpan sedikit perasaan kecewa terhadap Radeva yang menjadi penyebab kematian Firman, putra sulungnya yang lahir di luar pernikahan dari perempuan yang menjadi cinta pertamanya. Putra yang belum sempat dilihat dan disentuhnya selama hidupnya. Dan itu sungguh disesalkannya, sangat
Bab 33 Lamaran DadakanMeidina merasa kurang nyaman duduk di depan bersebelahan dengan Radeva yang fokus nyetir. Lelaki itu juga tampak kikuk setiap berinteraksi dengannya. Keduanya sama-sama merasa tak nyaman.Memang dasar karakter Radeva yang sangat pemalu dengan lawan jenis. Meidina juga menjaga dirinya karena menyadari dirinya seorang janda. Perempuan itu juga memilih menghindar. Suasana hening, tidak terdengar lagi suara celoteh dan candaan dari jok belakang.Meidina menoleh ke belakang, ketiga bocah yang duduk di jok belakang sudah tidur semua karena kelelahan. Selama di perjalanan ketiganya selalu heboh bermain dan bercanda. Di pangkuannya bayi Zavia juga tertidur pulas. Untuk menyamarkan kecanggungan, Meidina memilih memejamkan matanya, pura-pura tidur. Karena semalam kurang tidur karena menyiapkan pakaian anak-anaknya, Meidina jadi tertidur.Setelah menempuh perjalanan hampir sepuluh jam, mobil Pajero sport warna hitam metalik yang dikemudikan Radeva melewati tugu selamat dat
Bab 32 Perjalanan MudikLebaran hari pertama, setelah melaksanakan sholat Idul Fitri di lapangan samping masjid di kompleks perumahan, Meidina dan keluarga Adyatama langsung berziarah ke makam Firman dan kakeknya Radeva yang baru sebulan berpulang.Dari makam, mereka beramah tamah dengan para tetangga sekitar. Malam harinya Meidina segera berkemas menyiapkan pakaian anak-anaknya dan perbekalan lainnya yang akan dibawa mudik keesokan harinya. Perempuan muda itu sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ibunya yang sudah sangat ia rindukan.Lebaran kedua, pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit, Meidina dan keluarga Adyatama bersiap untuk berangkat mudik. Koper-koper sudah dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Sopir masih libur lebaran. Radeva terpaksa menyetir sendiri mobil Pajero warna hitam metalik miliknya."Din, kamu naik mobil Deva aja ya temani anak-anak!" perintah Pak Adyatama saat melihat menantunya itu kebingungan mobil mana yang harus ia naikin. Meidina dan ketiga buah hatinya plu
Bab 31 Lebaran Tiba"Mbak Dewi, aku mau mandi, bisa minta tolong nitip jagain Zavia bentar, ya," ucap Meidina sambil menggendong bayinya melangkah mendekati kakak iparnya yang tengah asyik main HP duduk selonjoran di pojokan dapur. Mungkin semua pekerjaannya telah selesai dikerjakan.Dewi bangkit dari duduknya. Sambil berdiri kakak iparnya itu melihat Meidina dengan tatapan tidak suka. "Jangan belagu, Din! Lagak lo udah kayak nyonya rumah. Gue juga mau mandi, gerah. Inget ya, di sini gue bukan babu lo! Nggak usah sok kuasa di rumah ini. Bukan lo juga yang menggaji." Dewi melengos dan melenggang pergi sambil mengangkat dagunya dengan angkuh."Biasa aja kali, Mbak. Kalo nggak mau juga nggak papa. Nggak usah ketus juga." Meidina terpancing emosi dengan sikap tidak bersahabat Dewi.Meidina lalu mengucapkan istighfar. Ada orang semenyebalkan kakak iparnya itu. Kesulitan hidup tidak bisa menempa apalagi mengubah karakter Dewi. Meski jadi ART, tetap saja ia berlaku sombong di depan Meidina.