Share

Bab 7

Penulis: Puput Gunawan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-07 09:55:07

Semua orang kucurigai sekarang terlebih teman-teman Ami yang kemarin datang berkunjung. Aku mencari tahu lewat Angga seberapa dekat mereka. Cewek ataupun cowok sama-sama aku curigai karena tidak ada hal yang mustahil. Bisa saja Ami di ajak sahabat wanitanya nonton film tapi ternyata malah berbuat yang tidak-tidak.

 

Teman laki-laki pun tidak luput dari perhatianku. Kemaren ada tiga orang yang datang. Gerak gerik ketiganya sangat mencurigakan bisa saja salah satu dari mereka pelakunya.

 

****

 

Hari ini hari Minggu. Rencananya aku akan mengintrogasi Angga untuk mencari tahu lebih dalam tentang teman-teman mereka kemarin. Adakah yang dekat dengan Ami atau sahabat, terutama yang laki-laki yang sering bersama dengan Ami.

 

Aku masuk ke dalam kamar Angga. Seperti biasa Angga sibuk dengan ponselnya. Aku menghampiri dia.

 

"Sudah makan?" tanyaku.

 

"Belum lapar," ucapnya tanpa melihatku.

 

"Kamu itu game aja terus," ucapku.

 

"Kali aja jadi gamer, Bun."

 

"Jadi gamer gak, pusing iya," ucapku mengacak-acak rambut bungsuku itu.

 

"Tumben gak gendong Aqila?" tanya Angga.

 

"Aqila sedang tidur. Tumben nanyain?"

 

"Iya, habis kalo di pikir-pikir kasihan banget Aqila tuh. Di buang sama orang tuanya yang gak bertanggung jawab. Untung ketemu sama Bunda."

 

Sepertinya Angga sudah bisa menerima keberadaan Aqila, awalnya dia tidak pernah mau melihat Aqila, tapi kali ini dia menanyakan adik perempuannya itu.

 

"Ga, bunda mau tanya boleh?" tanyaku.

 

"Tanya apa, Bun?"

 

"Teman-teman kamu kemarin."

 

"Kenapa? Mereka berisik ya?"

 

"Bukan, apa diantara mereka itu ada pacarnya Ami?" tanyaku.

 

"Kayaknya gak, Bun. Kami semua sahabatan."

 

"Yang paling dekat dengan Ami siapa?"

 

"Ada namanya Anita, dia yang kemarin rambutnya di kuncir."

 

"Kalau laki-laki?"

 

"Riyan, yang rambutnya paling hitam diantara kami. Sebenarnya dia baru saja di omelin sama guru BP gara-gara warnai rambut jadi kuning. Di pikir Naruto kali, terus di cat lagi jadi hitam."

 

Aku terus mendengarkan secara seksama apa yang dikatakan oleh Angga. Jika menemukan hal janggal aku akan segera menyelidikinya.

 

"Pernah melihat Ami dengan Riyan berduaan?"

 

"Pernah."

 

"Di mana?"

 

"Di kelas beberapa hari lalu."

 

Inginku bertanya lebih jauh, tapi Angga mulai curiga terhadapku. Aku rasa cukup sampai di sini saja besok-besok aku akan mencari tahu lagi.

 

"Mulai besok kalau belajar kelompok di sini aja ya, Ga. Kasihan Ami kalau pergi-pergi."

 

"Siap nyonya," ucap Angga yang membuatku terkekeh.

 

Aku kembali mengacak-ngacak rambut Angga. Anak itu masih seperti bocah. Hobinya hanya main game dan jarang juga keluar rumah. Sekarang aku akan menanyakan tentang ucapannya soal Amran kemarin.

 

"Ga, kamu tahu kalau bang Amran menyembunyikan sesuatu?" tanyaku.

 

"Emang Bunda belum tau?" Angga balik bertanya.

 

Jantungku berdegup kencang, apa jangan-jangan Angga tahu sesuatu soal Amran dan Ami. Semoga saja apa yang aku takutkan tidak terjadi.

 

"Bunda belum tahu apa-apa."

 

"Iya mangkanya sekarang mau tanya sama kamu."

 

Aku mendengarkan dengan seksama apa yang akan di katakan oleh Angga tentang Abangnya. Aku cukup serius menatap wajah Angga dan dia mulai bicara.

 

"Abang itu gak suka sama cewek," ucap Angga.

 

"Tau dari mana? Ngomong sembarangan," tanyaku sambil menoyor kepala Angga.

 

Angga terbahak, anak itu jika aku sedang serius pasti ada aja yang membuatnya jadi candaan.

 

"Habisnya gak pernah bawa pacarnya ke rumah," ucap Angga.

 

"Abang tuh gak kayak kamu yang slengean, dia elegan," ucapku membandingkan Angga dan Amran.

 

"Mulai deh, bunda ih."

 

Kupeluk anak itu, tidak baik menang membandingkan kakak beradik, karena setiap manusia punya karakter berbeda meskipun berasal dari rahim yang sama. Setiap anak itu istimewa.

 

"Eh, tapi Bun akhir-akhir ini aku tuh liat Abang berbeda."

 

"Beda gimana?"

 

"Beda aja, apa lagi saat dia melihat Ami."

 

Tiba-tiba saja terdengar suara Aqila menangis. Mau tidak mau aku sudahi perbincanganku dengan Angga. Kapan-kapan akan aku sambung lagi. Ternyata diam-diam Angga juga memperhatikan Abangnya.

 

****

 

Aku tengah menggendong Aqila di depan rumah. Tiba-tiba saja ada seseorang mengetuk pintu pagar. Buru-buru aku masuk ke dalam rumah untuk menaruh Aqila di tempat tidurnya.

 

Aku kembali ke luar dan langsung membuka pintu. Ternyata Ibu RT yang datang menagih uang keamanan dan sampah.

 

"Masuk dulu, Bu RT. Saya ambil uangnya," ucapku mengambil dompet.

 

Aqila menangis kencang. Sepertinya dia lapar. aku tidak bisa menggendongnya karena akan membayar uang sampah dan keamanan. Untung saja ada Amran yang datang langsung menggendong Aqila. Aku segera menghampiri Bu RT yang menunggu di luar.

 

"Ini, Bu uangnya," ucapku menyodorkan iuran bulanan yang ibu RT pinta.

 

"Makasih, Bu Atik. Ngomong-ngomong saya mendengar suara bayi menangis. Bayi siapa?" tanya Bu RT.

 

Aku bingung harus menjawab apa. Aku belum memikirkan apa yang harus dilakukan jika ini terjadi. Aku terlalu fokus mencari pelaku yang menghamili Ami sampai lupa keberadaan Ami di sini karena aku menemukannya di depan pintu.

 

"Anak saya, Bu RT," jawab Amran tiba-tiba.

 

"Walah, Mas Amran sudah menikah rupanya. Kapan Mas? Kenapa tidak ngundang?"

 

"Setahun yang lalu, Bu. Sengaja tidak mengundang siapapun karena lokasinya di kampung," jawab Amran yang tentu saja berbohong dan mengarang.

 

"Istrinya mana, Mas?" tanya Bu RT lagi.

 

"Lagi mandi, Bu. Tunggu sebentar jika memang mau bertemu," jawab Amran.

 

"Tidak usah, saya buru-buru," ucap Bu RT.

 

Dia pun segera berlalu meninggalkan rumah kami, mungkin mau menagih iuran di tempat lain. Seketika aku melirik ke arah Amran yang tengah menggendong Aqila. Ceroboh benar anak itu hingga bisa berbohong kepada Bu RT.

Bagaimana kalau dia benar-benar ingin melihat menantuku.

 

"Kamu ini gimana sih, kalau Bu RT tadi beneran nunggu gimana?"

 

"Aku kasihan sama Aqila, Bun. Dia setiap hari di rumah dan tidak pernah keluar sekalipun. Bagaimanapun dia bagian dari keluarga ini dan tidak bisa terus di sembunyikan dari orang-orang."

 

"Iya, Bunda paham. Tapi tidak sekarang juga kita memberi tahu tetangga tentang Aqila. Bunda mau cari tahu siapa yang menghamili, eh menaruh Aqila di depan rumah kita," ucapku.

 

Hampir saja aku keceplosan bilang jika Ami hamil. Untung saja Amran tidak sadar dengan apa yang barusan aku ucapkan.

 

"Sekarang bagaimana jika tetangga datang dan bertanya istrimu di mana?" tanyaku.

 

"Nanti aku pikirkan lagi," ucap Amran seolah tidak bersalah.

 

Dua masalah belum kelar sekarang Amran menambah masalah baru. Dia seperti tidak tahu saja para tetangga di sini.

 

Bersambung.

Bab terkait

  • Bayi Siapa?   Bab 8

    BAYI SIAPA?Part 8Aku tengah berbelanja di tukang sayur. Sebenarnya aku lebih suka belanja di pasar dan sangat jarang berbelanja di tukang sayur keliling karena selain kurang lengkap, terkadang sering terjadi obrolan yang menurutku tidak penting. Kali ini terpaksa, sebab tidak ada yang menjaga Aqila jika aku ke pasar. Mbok Iin kasihan harus menjaga Aku dan Aqila."Tumben Bu Atik berbelanja di sini," ucap Bu Mirna salah seorang tetangga."Iya, Bu belum sempat ke pasar," jawabku."Sibuk sama cucu baru ya Bu?" tanya Bu RT.Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari Bu RT tanpa bisa menjawabnya, mau kujawab apa? Aqila itu bukan anak Amran."Iya, dengar-dengar Amran sudah menikah, Bu Atik ini gimana sih, nikahin anaknya gak ngundang-ngundang," ucap Bu Rina.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13
  • Bayi Siapa?   Bab 9

    BAYI SIAPA?Part 9"Bun, sarapan dulu yuk!" Ajak suamiku."Bunda gak lapar, Yah.""Temenin ayah sarapan aja."Aku langsung mengekor pada Mas Abi yang mengajakku untuk sarapan. Namun, aku sama sekali tidak merasa lapar. Masalah ini menguras pikiran dan membuatku tidak nafsu makan."Bun, jangan terlalu banyak pikiran," ucap suamiku."Tidak, hanya saja tatapan Amran terhadap Ami sulit di jelaskan.""Kamu mencurigai Amran?""Tentu saja. Semua laki-laki di rumah ini aku curigai.""Termasuk ayah?"Aku mengangguk. Mas Abi hanya tersenyum dan mulai menyodorkan sesendok nasi goreng hangat buatan Mbok Iin ke depan bibirku."Makan dulu. Setelah maki

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • Bayi Siapa?   Bab 10 POV Amran

    Part 10"Kak, boleh minta minum?" tanya seorang gadis berkuncir dua menghampiriku yang tengah berada di depan kulkas.Aku bingung siapa gadis itu. Aku tidak punya adik perempuan, ada pun Angga adik laki-lakiku yang super rese."Nih," ucapku menyodorkan sebotol air dingin.Anak itu berlari kecil. Aku mengikuti kemana dia pergi dan berhenti tepat di kamar mbok Iin.Mau apa dia di sana. Mungkin saudara mbok Iin yang sedang berkunjung ke sini.Aku segera pergi dari dapur dan menuju ke dalam kamar untuk melanjutkan tugas kuliah. Tiba-tiba saja ada seseorang yang masuk dan merengek ingin di ajarkan membuat PR. Tidak lain dan tidak bukan dia adalah Angga. Adik laki-laki yang menjengkelkan.Aku beranjak dari kamarku dan menuju ruang tamu tempat Angga membuat PRnya. Anak perempuan itu ada di sana juga. Aku t

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-18
  • Bayi Siapa?   Bab 11

    BAYI SIAPA?Part 11Hening, rumah ini menjadi sunyi. Hanya sesekali terdengar suara Aqila yang menangis. Semua orang larut dalam pikirannya masing-masing. Mbok Iin terpukul dan mengurung diri di dalam kamar. Aku bisa mengerti perasaannya sekarang. Dia pasti merasa gagal mendidik Ami. Itu juga yang aku rasakan saat tahu Ami hamil dan mengugurkan kandungannya.Amran sendiri tidak menjawab pertanyaanku. Dia juga memilih pergi entah kemana. Tinggallah aku yang tengah memasak makanan untuk makan siang kami.Sambil sesekali melihat Aqila yang berada di dalam kamar aku membuat menu makan siang. Tidak tega menyuruh mbok Iin untuk memasak sekarang, dia butuh waktu sendiri memikirkan semua yang terjadi.Meskipun pikiranku entah kemana, aku coba untuk tetap menjadi ibu yang baik. Angga pasti lapar saat pulang sekolah nanti. Aku hanya mem

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-19
  • Bayi Siapa?   Bab 12 POV Ami

    BAYI SIAPA?Part 12Pov AmiDua garis merah terpampang dengan jelas di atas sebuah alat tes kehamilan yang berada di tanganku. Air mata luruh seketika sebab aku belum menikah. Bingung sudah pasti, karena aku masih SMA.Buru-buru aku simpan benda pipih itu di tempat yang aman. Takut Ambu melihatnya dan aku dalam masalah. Sambil terus memikirkan bagaimana kedepannya kelak nasibku.Sekarang aku harus apa? Kuapakan janin yang akan tumbuh dalam perutku ini. Usiaku belum genap tujuh belas tahun dan masih sekolah pula. Ini semua terjadi karena kebodohanku.Atas nama cinta, aku melakukan hal yang belum seharusnya dengan seorang laki-laki. Entah Dia yang pandai merayu atau aku yang terlalu bodoh serta bisikan setan dalam diri yang sangat kuat hingga kami melakukan hubungan itu.Dengan

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-22
  • Bayi Siapa?   Bab 13

    BAYI SIAPA?Part 13Kutatap wajah Amran yang tengah memegang tubuhku dan Aqila. Apa yang aku pikirkan dan curigai selama ini benar adanya. Amran, putra sulungku yang menghamili Ami. Jujur saja aku sulit percaya hal ini.Aku sangat mengenal Amran. Tidak mungkin dia melakukan hal itu. Namun, Amran mengakui semuanya. Sesak, aku merasa gagal menjadi orang tua. Gagal mendidik anak dengan baik.Menangis pun tiada guna sekarang. Nasi telah menjadi bubur. Berpikir juga aku tidak bisa. Kecewa, marah, sedih bercampur jadi satu dalam hati ini.Semua yang ada di rumah terdiam. Mbok Iin sangat syok. Ami masih menangis. Amran masih memegang tubuhku."Ada apa ini?" tanya Angga yang baru pulang.Anak itu pasti bingung dengan semua yang terjadi. Aku pun sama bingung harus bagaimana?

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-25
  • Bayi Siapa?   Bab 14 POV Amran

    BAYI SIAPA?Part 14Pov AmranSeketika aku terdiam saat bunda bilang Ami keguguran. Aku pikir selama ini dia adalah ibu dari Aqila, kenyataannya bukan. Masalah di atas masalah. aku pergi meninggalkan bunda yang bertanya apakah aku pelaku yang menghamili Ami. Tentu saja bukan, aku memang mencintai gadis cantik itu. Namun, tidak akan berbuat demikian sebab bunda dan ayah tidak pernah mengajarkannya.Kupacu mobil dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan aku terus memikirkan apa yang harus dilakukan sekarang. Di otakku hanya ada Ami yang tengah tersenyum manis. Ya, gadis itu adalah kuncinya. Dia harus berkata yang sebenarnya.Aku tidak marah saat bunda menuduhku sebagai pelaku yang menghamili Ami. Hanya saja sedikit kecewa karena bunda tidak percaya dan mencurigai aku. Beliau tidak salah, siapapun bisa jadi tersangka di dalam rumah kami

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-03
  • Bayi Siapa?   Bab 15

    BAYI SIAPA?Part 15"Sebenarnya bukan bang Amran yang menghamili Ami," ucap Angga menatap mataku."Maksudnya?" tanyaku bingung.Angga berlalu meninggalkanku yang dipenuhi banyak pertanyaan. Apa maksudnya anak itu. Dia pasti tahu sesuatu tentang Ami dan Amran. Kenapa dia pergi tanpa memberikan penjelasan sebelumnya.Aku kembali berpikir, apa jangan-jangan Angga pelakunya karena mereka sering bersama. Bisa saja saat berangkat ke sekolah terus mereka .... Ah, aku benci pikiranku.Aku pikir sudah selesai masalah ini, tapi ternyata belum. Apa maksud dan tujuan Amran mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya?Apa lagi ini? Baru aku merasa sedikit lega karena akhirnya masalah Ami selesai, nyatanya masih belum. Angga hanya setengah saja berbicara tanpa menjelaskan apapun dan langsung perg

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-17

Bab terbaru

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Semua orang tertegun dengan penuturan Mia. Bagaimana ini bisa terjadi? Kebenarannya adalah Mita anak Lita, bukan aku? Lantas siapa aku? Kenapa ada kertas hasil DNA aku dan Lita? Lagi-lagi kepalaku di penuhi oleh banyak pertanyaan. Namun, enggan untuk aku tanyakan terlebih melihat Mita yang sedari tadi diam saja."Mita, lu gak apa-apa 'kan?" tanyaku.Hening, tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Mita. Dia benar-benar terpukul. Bunda menghampiri gadis itu dan beliau memeluknya. Aku tahu kenyataan ini begitu pahit."Sebaiknya kita masuk, bicarakan ini di dalam rumah, tidak baik membicarakan sesuatu yang serius di depan rumah seperti ini," ucap Ayah.Sesuai dengan keinginan Ayah, kami masuk ke rumah. Lita juga diajak masuk oleh Mia meskipun dia lebih banyak diam.Kami berada di ruang tamu sekarang. Membicarakan masalah besar ini dengan kepala dingin. Aku ingin semuanya terungkapkan. Aku tolong ingin ada kebohongan lagi."Mita, lu gak apa-apa 'kan?" tanyaku yang duduk di sampingnya."Ke

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Pelukan Lita terasa sangat hangat, jauh berbeda dengan pelukan Bunda. Aku merasa nyaman dalam dekapan wanita ini. Rasanya benar-benar tidak bisa aku jelaskan."La, lu bilang apa?" tanya Mita yang sepertinya bingung."Gue beneran anaknya, Ta.""Jangan aneh-aneh deh, lu punya bukti?"Aku mengambil kertas yang sedari tadi ada di saku celanaku. Aku langsung menunjukkannya kepada Mita tentang apa yang tertera di sana."Ini apa?""Hasil tes DNA gue dan Ibu Lita, hasilnya gue anak kandung wanita-wanita ini," ucapku sambil mencium lembut pipi Ibu Lita."La?""Gue seneng banget karena tahu kebenaran ini.""Tapi, La. Lu dapet dari mana kertas ini?"Aku menceritakan bagaimana aku dapat kertas hasil DNA itu. Awalnya Mita masih berusaha meyakinkan aku jika kertas ini bisa saja dibuat, tetapi aku menyangkal karena ada tanda tangan dokter dan tanda sebuah rumah sakit."La, lu gak apa-apa?""Gak, sekarang gue tau siapa gue sebenarnya."Aku, Mita, dan Ibu Lita saling berpelukan sambil menangis. Sampai

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Aku membaca ulang hasil tes DNA yang ada di tanganku. Aku harap aku salah liat. Namun, berapa kali pun aku membacanya, di sana tertera namaku dan nama Lita.Air mata tidak bisa aku bendung lagi. Dadaku sesak mengingat pelukan Lita yang terasa sangat hangat. Pelukan itu adalah pelukan seorang ibu.Aku menutup mulut agar tangisku tidak terdengar oleh orang rumah. Aku duduk sambil memeluk lutut. Sesegukan sendirian karena tahu sebuah kebenaran yang disembunyikan oleh Bang Angga dan pastinya keluarga ini.Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menangis. Kenyataan ini begitu membuatku merasa sedih. Meskipun sudah menduganya, rasa sesak semakin berkecamuk dalam dada.Sekarang aku tidak bisa berpikir jernih. Menangis dan menangis hanya itu saja sambil mengingat senyuman tulus Lita ketika melihatku. Tak sepantasnya aku memanggilnya Lita, harusnya aku memanggilnya dengan sebutan Ibu, sebab dia adalah wanita yang melahirkanku.Sampai pagi menjelang aku tidak tidur. Aku juga sudah berhenti menan

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Bab 42 : Rahasia Angga (POV Aqila)Aku dan Mita terkejut melihat Bang Angga yang tiba-tiba saja memeluk Mia. Apa-apaan ini? Kenapa bisa seperti ini? Apa mereka saling kenal dan memiliki hubungan? Banyak pertanyaan yang ada dalam benakku. Inginku mengutarakannya, tetapi aku rasa sekarang bukan waktu yang tepat. Lebih baik aku menunggu Bang Angga menjelaskan ini semua.Aku dan Mita memilih menjauh dari pasangan yang entah aku harus menyebutnya apa. Mia terlihat mengusap matanya begitu Bang Angga melepaskan pelukkannya. Aku seperti tengah berada dalam sebuah drama.Aku dan Mita saling pandang dan memilih mengalihkan pandangan dari dua orang yang entahlah, aku tidak bisa menjelaskannya."La.""Hmm.""Sejak kapan Bang Angga kenal dengan Kak Mia?" tanya Mita."Itu pertanyaan yang sama seperti yang ada dalam otak gue.""Owh, okeh."Hening, Mita tidak bertanya lagi. Mungkin dia juga tengah memikirkan apa yang aku pikir. Masalah dalam hidupku semakin rumit sekarang, tetapi aku yakin semuanya ak

  • Bayi Siapa?   POV Aqila (kehadiran Mia)

    "Sekarang bagaimana, La?" tanya Mita yang tengah berbaring di ranjangku."Apa? Soal lu sama Bang Angga? Ngebet banget lu!" ucapku mencubit perutnya."Bukan itu, soal Lita."Aku buru-buru menutup mulut Mita sambil celingukan. Menyebut nama itu adalah hal yang tabu di rumah ini. Aku harap Bunda tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Mita tadi."Jangan bahas itu di sini.""Oke," jawab Mita dengan wajah bingung.Aku mengajak Mita keluar rumah untuk membicarakan Lita."Aqila, mau ke mana?" tanya Bunda."Nganterin Mita pulang, Bun," jawabku asal."Lho, Mita sudah mau pulang?""Eh, iya, Bun. Sudah siang.""Biar Angga yang antar!" perintah Bunda."Bang Angga sepertinya masih marah, Bun. Lebih baik sama pak sopir aja," ucapku."Baiklah."Dengan diantar pak sopir aku mengantarkan Mita pulang. Sebenarnya ini lucu, harusnya Mita pulang sendiri dengan sopir tanpa aku ikut, tetapi penyelidikan kami belum selesai, kami harus memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya.Tiba di rumah Mita, aku l

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Aku berdiri di depan pintu kamar Lita bersama dua orang suster. Sementara itu, Lita tengah berbincang dengan Mita. Suatu kebetulan jika ternyata Mia atau sahabat Lita adalah kakak dari Mita. Dengan begini kami bisa mengorek lebih dalam tentang apa yang terjadi dengan Lita.Mita terlihat antusias mendengar Lita berbicara. Mereka layaknya sahabat yang sangat akrab. Sayangnya dari tempatku berdiri, aku tidak bisa mendengar apa pun. Tidak mengapa, nanti aku bisa bertanya kepada Mita tentang apa yang mereka bicarakan."Lita terlihat senang, baru kaki aku melihatnya seperti sekarang," ucap Suster."Iyakah, Sus?" tanyaku."Iya, emosinya terlihat stabil dan itu bagus.""Lita tertekan ya, Sus. Dia depresi dan akhirnya menjadi seperti ini. Apakah hanya KDRT yang menyebabkan Lita menjadi begini?" tanyaku."Kehilangan anak di usia muda adalah awal dari segalanya. Aku membaca buku riwayat pasien milik Lita dan di sana tertulisnya jelas jika dia hamil diluar nikah dan melahirkan tanpa suami."Lita

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    "Aqila, bangun, sudah siang, Nak!"Aku membuka mata perlahan sambil melihat siapa yang menepuk badanku. Terlihat Bunda tengah tersenyum lembut."Sudah siang, ayo bangun!""Sebentar lagi, Bun. Aku masih mengantuk. Lagi pula sekolah libur hari ini.""Baiklah kalau begitu, tidurlah tiga puluh menit lagi.""Makasih, Bunda."Bunda Ibu yang sangat pengertian. Saking pengertiannya, aku sering merasa beliau terlalu baik untuk ukuran ibu kandung. Marah saja beliau sangat jarang meskipun aku sering berbuat salah. Berbeda dengan ibu kebanyakan yang akan marah ketika anaknya membuat kesalahan. Entah harus senang atau semakin curiga jika aku memang bukan anak kandung.Aku kembali memejamkan mata untuk melanjutkan mimpi yang sempat tertunda tadi. Namun, baru saja mata ini terpenjam, ponselku bergetar.Drtt ... DrttAku buru-buru mengambilnya, semoga saja ini sesuatu yang penting. Jika tidak, aku pasti marah besar."Halo, Assalamualaikum," ucapku."Waalaikumsalam, La, lu udah rapi?" tanya seseorang

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Seminggu telah berkali-kali setelah aku memergoki Mita dan Fajar berada di taman kota. Sejak itu pula aku tidak ingin bertemu mereka. Kebetulan saat ujian aku tidak sekelas dengan Mita. Begitupun dengan Fajar, dia sudah diterima kerja entah di mana, jujur saja aku tidak mau tahu tentangnya lagi.Setiap hari selama seminggu ini aku berusaha menghindari Mita yang ingin memberi penjelasan. Aku sengaja tidak ingin mendengar apa pun darinya. Aku ingin fokus mengerjakan soal ujian.Hari ini ujian terakhir. Karena cuma satu mata pelajaran, aku meninggalkan sekolah lebih awal. Aku tidak ingin berlama-lama di sekolah ataupun kantin. Aku juga malas jika bertemu Mita."La, Tunggu!" teriak seseorang yang suaranya sangat familiar. Aku mengabaikan teriakan Mita. Aku tidak ingin mendengar apa pun lagi darinya. Sangat disayangkan memang persahabatan kami harus hancur karena kebohongannya.Aku mempercepat langkah agar tidak terkejar oleh Mita. Namun, dia berhasil memegang tanganku."La, tunggu. Gue t

  • Bayi Siapa?   38 POV Aqila

    Hampir setiap hari aku terlambat pulang ke rumah karena pelajaran tambahan yang luar biasa banyak. Tidak mengapa, aku senang karena memiliki teman baru. Fajar ternyata sangat baik dan nyambung jika diajak berbincang. Tiap hari kami ngobrol sambil menunggu jam tambahan di mulai. Ada saja bahan yang kami bicarakan. Aku kadang mendengarkan cerita fajar tentang kampungnya dan alasan dia tidak bisa meneruskan sekolah. Jika sudah begitu, aku merasa menjadi orang yang paling beruntung karena bisa hidup nyaman dan bersekolah di tempat yang aku mau. Kadang kita memang perlu melihat ke bawah agar kita menjadi pandai bersyukur."Lusa ujian kelulusan di mulai, gue takut gak lulus," ucapku."Yakin aja, La. Kamu pasti lulus," ucap Fajar menenangkanku."Kalo gak lulus gimana? Gue harus ngulang lagi, gitu?""Lu itu terlalu parno, La. Yakin kita lulus dengan nilai sempurna," timpal Mita."Kalian ini orang-orang beruntung yang bisa sekolah dan pasti akan melanjutkan kuliah, belajar lebih giat untuk men

DMCA.com Protection Status