Beranda / Romansa / Bayi Miliarder Yang Tak Terduga / Bab 35. Wanita diseberang meja

Share

Bab 35. Wanita diseberang meja

Penulis: Miarosa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-16 14:22:23

"Ibu senang sekali, Sayang," ucap Bu Arini sambil mengusap lembut perut Brisa. "Akhirnya, keluarga kita akan semakin lengkap."

"Ayah juga sangat bahagia," timpal Pak Raditya. "Sagara, jaga baik-baik istrimu, ya."

Sagara mengangguk penuh keyakinan. "Tentu saja, Yah. Aku akan selalu menjaga Brisa dan anak kita."

Brisa tersenyum kecil, tapi dalam hatinya, ia menjerit.

Hari demi hari berlalu, dan Sagara tak pernah sekalipun menunjukkan tanda-tanda kecurigaan. Ia selalu ada untuk Brisa—memanjakannya, membantunya, menciptakan momen-momen penuh kasih yang seharusnya membuat Brisa merasa tenang. Mereka memilih nama untuk bayi mereka, membeli perlengkapan kecil yang menggemaskan, bahkan mengikuti kelas prenatal bersama. Tapi semakin sempurna kebersamaan mereka, semakin kuat perasaan bersalah itu menggerogoti Brisa.

Malam itu, mereka duduk di beranda, menikmati semilir angin yang membawa aroma tanah basah setelah hujan. Sagara menggenggam tangannya erat, lalu tersenyum.

"Sayang, aku sangat baha
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 36. Gelombang emosi Brisa

    Brisa sedang fokus mengetik laporan, jemarinya lincah menari di atas keyboard. Namun, ketenangan itu buyar ketika Rani tiba-tiba muncul di sampingnya, ekspresinya penuh keraguan."Brisa…" Suara Rani terdengar ragu, tapi ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuat Brisa langsung berhenti mengetik.Brisa menoleh. "Kenapa?"Rani menggigit bibirnya sebelum akhirnya berkata, "Aku tadi lihat suamimu di kafe sebelah…" Ia menarik napas sejenak, lalu melanjutkan, "Dia lagi ngobrol sama cewek cantik. Kayaknya mereka lagi berdebat."Seketika, udara di sekitar Brisa terasa menipis. Jantungnya berdegup kencang, seolah baru saja dipukul palu godam. Jari-jarinya refleks mencengkeram tepi mejanya, mencoba mencari pegangan agar tetap tenang."Maksud kamu, Sagara?" suaranya bergetar tanpa ia sadari.Rani mengangguk pelan. "Iya. Aku nggak tahu mereka ngomongin apa, tapi dari gestur mereka kelihatannya serius."Brisa merasakan dadanya menghangat, tetapi bukan oleh kenyamanan—melainkan oleh gelombang emo

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 37. Pesan yang tak terduga

    Di bawah sinar matahari sore yang hangat, Sagara dan Brisa berjalan menuju mobil, tangan mereka saling bertautan. "Sayang, kenapa kamu diam saja?" tanya Sagara, suaranya lembut, penuh perhatian. Brisa menoleh dan tersenyum tipis. "Aku hanya memikirkan nama bayi kita nanti." Sagara ikut tersenyum, matanya berbinar. "Nama apa yang kamu suka?" "Aku suka nama Aira. Artinya singa betina. Kedengarannya kuat dan cantik," jawab Brisa dengan penuh harapan. Sagara mengangguk, merenung sejenak. "Itu nama yang bagus. Tapi aku lebih suka sesuatu yang bermakna cahaya. Bagaimana kalau Nayara? Artinya cahaya rembulan." Brisa menatapnya dengan senyum lembut. "Nayara juga indah. Bagaimana kalau kita gabungkan? Aira Nayara. Singa betina yang bersinar seperti rembulan." Sagara menatapnya penuh kagum. "Ide yang luar biasa, Sayang. Aku setuju." Mereka melanjutkan percakapan, membayangkan seperti apa anak mereka kelak. Apakah ia akan memiliki mata biru tajam seperti Sagara atau mata hitam pekat pen

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 38. Ketenangan dalam dekapan

    Sagara mengangguk pelan. "Dia mengirim pesan. Dia ingin pulang."Brisa menatapnya dengan penuh pengertian. "Aku tahu kamu sangat merindukannya."Sagara menelan ludah, mencoba menekan emosi yang mulai menyeruak. "Aku merindukannya lebih dari yang bisa kubayangkan. Dulu, kami sangat dekat, tapi sejak kejadian itu semuanya berubah."Brisa mengelus tangannya lembut. "Mungkin ini saatnya kalian memperbaiki segalanya. Hubungi dia! Jangan biarkan jarak semakin melebar."Sagara terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Terima kasih, Sayang! Kau selalu tahu cara menenangkanku."Dengan jantung berdegup kencang, ia akhirnya mengangkat telepon dan menekan nomor yang dulu begitu akrab, tetapi kini terasa asing. Satu dering. Dua dering. Napasnya tertahan."Halo?"Suara itu. Suara yang dulu selalu terdengar di sisinya, kini terasa jauh dan berbeda."Sagara?""Kak?" Sagara nyaris tak mengenali suaranya sendiri. Terlalu banyak emosi yang mendesak keluar. "Ini aku."Keheningan menyelimuti mereka beberapa deti

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 39. Sesuatu sedang terjadi

    Brisa tersenyum, jemarinya mengusap lembut pipi suaminya. "Dia akan memaafkanmu. Kalian adalah saudara. Seberapa jauh pun jarak dan waktu memisahkan, ikatan itu tidak akan pernah hilang." Sagara menatap Brisa penuh rasa syukur. "Terima kasih, Sayang, karena selalu ada untukku." Brisa tersenyum, mengecup punggung tangan Sagara. "Selalu, Sayang. Aku selalu ada untukmu." Mereka berdua terdiam dalam pelukan, membiarkan kehangatan satu sama lain meresap ke dalam hati yang lelah. Sagara menutup mata sejenak, menarik napas dalam-dalam. Dengan Brisa di sisinya, ia merasa lebih kuat. Ia yakin, dengan dukungan istrinya, ia bisa memperbaiki hubungannya dengan Brian.Cahaya matahari pagi menembus jendela, menyapu lembut wajah Sagara yang baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih basah, dan tubuhnya masih sedikit terasa hangat oleh uap air. Ia menguap panjang, lalu meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja samping tempat tidur.Layar menyala, menampilkan deretan notifikasi. Sebagia

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 40. Senja yang dingin

    "Iya," jawab Sagara. Mentari sore meredup perlahan, membiaskan cahaya jingga yang lembut di langit kota. Sagara menghela napas panjang sebelum memarkir mobilnya di depan gedung tempat Brisa bekerja. Ada kegembiraan di hatinya, hari ini ia ingin memberi kejutan pada istrinya, menjemputnya lebih awal, lalu mengajaknya makan malam di restoran favorit mereka, sehingga Brisa tidak perlu memasak untuknya malam ini. Dengan langkah santai, ia memasuki gedung, menyapa beberapa karyawan yang berlalu-lalang, lalu menaiki lift menuju lantai tempat Brisa bekerja. Di dalam lift, ia membayangkan wajah istrinya yang terkejut sekaligus senang melihatnya datang tiba-tiba. Mungkin Brisa akan melompat kecil, memeluknya, lalu menggandeng tangannya dengan manja seperti biasa. Namun, ketika ia tiba di depan pintu ruangan Brisa, hatinya mendadak dipenuhi keraguan. Tangan yang hendak mengetuk pintu seketika terhenti saat ia mendengar suara tawa dari dalam ruangan. Suara itu begitu akrab, ringan, dan lepas—

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 41. Rasa cemburu yang tak terucap

    Saat mereka sampai di meja, mata Brisa membulat saat melihat seikat mawar pink yang cantik tergeletak di atas meja."Untukmu, Sayang," ujar Sagara sambil menyodorkan bunga itu.Brisa menerima bunga itu dengan penuh haru. Ia tahu, ini adalah cara Sagara untuk mengatakan bahwa ia peduli, meskipun tak selalu mengungkapkannya dengan kata-kata."Terima kasih, Sayang! Kamu selalu romantis."Sagara hanya tersenyum, tetapi kali ini lebih tulus.Cahaya lilin berpendar lembut, menerangi wajah mereka saat mereka menikmati makan malam. Brisa menatap Sagara dengan penuh kasih sayang, menikmati setiap detik kebersamaan mereka."Aku sangat bahagia bisa bersamamu, Sayang," ucap Brisa dengan suara lirih.Sagara menatapnya dalam, merasakan kehangatan yang selalu membuatnya merasa utuh. "Aku juga, Sayang. Setiap hari bersamamu adalah anugerah terindah bagiku."Percakapan mereka mengalir ringan, membicarakan banyak hal—tentang pekerjaan, tentang rencana liburan mereka di akhir bulan. Malam terasa begitu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 42. Lubang kesedihan

    Brisa buru-buru menarik diri, merasa malu. Arga tersenyum tipis. "Hati-hati, Brisa! Kamu harus lebih berhati-hati apalagi kamu sedang hamil." Brisa menatap Arga, matanya masih dipenuhi kebingungan dan perasaan campur aduk. Napasnya sedikit tertahan saat ia akhirnya mengucapkan, "Terima kasih, Arga." Suaranya lirih, nyaris tenggelam dalam riuh rendah suara kendaraan di luar. Arga tersenyum hangat, mencoba menenangkan hati Brisa yang jelas masih terguncang. "Sama-sama, Brisa. Kita kan teman." Mereka berjalan berdampingan menuju tempat parkir, namun keheningan yang menggantung di antara mereka terasa berat. Tidak ada kata yang terucap, hanya langkah kaki yang bergema di lantai dingin mall. Setelah beberapa saat, Arga akhirnya memecah kebisuan. "Brisa, kamu baik-baik saja?" Brisa mengangguk pelan, tapi senyum yang ia paksakan tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. "Aku hanya sedikit terkejut." Arga menatapnya dengan penuh perhatian. "Maaf jika aku membuatmu tidak nyaman." Brisa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 43. Keheningan yang menambah luka

    Sagara menatap Brisa dengan tatapan tajam yang menyayat hati."Kamu tidak perlu tahu," katanya dengan nada ketus, suaranya dingin dan tegas.Mendengar itu, Brisa merasa seperti disayat—luka yang tiba-tiba terbuka di dalam dadanya. Ia tidak pernah menyangka bahwa Sagara yang selama ini penuh kasih akan berbicara seperti ini padanya. Air matanya mulai mengalir, seolah menghanyutkan semua harapan yang pernah ada di antara mereka.Dengan suara bergetar, Brisa bertanya, "Aku tidak mengerti, Sayang. Kenapa kamu marah padaku?"Namun, Sagara hanya diam, membiarkan keheningan yang mencekam menyelimuti mereka.Brisa, dengan langkah gontai dan hati yang hancur, berjalan menuju kamar. Setiap langkah terasa berat, seakan dunia pun ikut menyesakkan dadanya. Tangannya gemetar saat meraih gagang pintu, dan ia menghela napas panjang sebelum memasuki kamar, berharap bisa menenangkan diri dari perlakuan dingin itu.Di dalam kamar, Brisa mendekati lemari pakaian dan menatap bayangannya di cermin besar. W

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17

Bab terbaru

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 107. Tidak ada tempat untukku

    Ivana tidak pernah menyangka akan kembali bertemu dengan sosok Brisa dalam hidupnya. Ia pikir, kepergiannya ke Jepang sudah cukup untuk menghapus luka dan rasa tidak adil yang selama ini menggerogoti dirinya, tapi nyatanya, semua itu kembali menyeruak, jauh lebih menyakitkan daripada sebelumnya. Ia berdiri di seberang rumah itu sambil menggenggam sebuah surat yang sudah kusut di tangannya—surat dari Brian untuk Brisa yang tak pernah sampai ke tangan Brisa. Rasa bersalah sempat menghantui, tapi rasa bersalah itu ditelan oleh kebencian yang lama terpendam. Dalam matanya, Brisa adalah wanita yang selalu mendapatkan segalanya. Wajah cantik, keluarga harmonis, karir cemerlang, dan sekarang, dua pria yang sama-sama rela mengorbankan segalanya untuknya—Sagara dan Brian. Ivana menggigit bibirnya hingga nyaris berdarah. “Aku juga cantik. Aku juga pintar, tapi kenapa mereka tak pernah melihatku?” Kilasan masa lalu menyapu pikirannya. Waktu-waktu saat ia diam-diam memendam rasa pada Sagara,

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 106. Mama ingin kamu bahagia

    Bu Tara menggenggam tangan putrinya. “Mama mengerti, Nak. Mama cuma ingin kamu bahagia.”Pak Aryan mengangguk pelan. “Kalian sudah jadi orang tua sekarang. Kami percaya, kalian akan tahu kapan waktu yang tepat.”Setelah suasana kembali mencair, Bu Tara tiba-tiba bertanya, “Oh iya, Brian. Orang tuamu nggak datang ke Osaka?”Brian mengangguk. “Sudah aku kabari. Mereka akan ke sini dalam satu minggu. Mereka senang sekali waktu tahu Arsaka lahir. Ayah malah bilang mau jadi guru bahasa Jawa buat cucunya.”Semua tertawa. Udara kembali hangat.***Beberapa hari kemudian, jam menunjukkan pukul delapan pagi. Brian tengah berada di ruang kerja kecil di rumah Brisa, satu tangan mengayun-ayun bouncer tempat Arsaka tidur, tangan lainnya mengetik cepat di laptop. Beberapa berkas terbuka di sekelilingnya—rencana ekspansi perusahaan dan laporan harian dari Deborah.Sejak meninggalkan Indonesia beberapa bulan lalu, Brian mengatur semua pekerjaannya dari Osaka. Sebagai CEO sebuah perusahaan, ia tidak b

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 105. Hari kelahiran

    Tiga minggu sebelum hari perkiraan lahir, Brisa mengalami kontraksi palsu. Brian panik luar biasa. Ia membawa Brisa ke rumah sakit padahal ternyata hanya Braxton Hicks.“Aku kira dia mau lahir,” gumamnya di mobil sambil menyeka keringat.Brisa tertawa kecil. “Tenang, Brian. Masih ada waktu.”“Kalau kamu tahu rasanya jantungku waktu kamu bilang ‘sakitnya beda’ tadi rasanya kayak disetrum.”Brisa tertawa lagi, tapi kali ini lebih hangat. “Kamu panik tapi lucu.”Brian meliriknya. “Tuh, akhirnya kamu bilang aku lucu juga.”Brisa menutup mulutnya, malu, tapi senyum itu tak bisa disembunyikan.***Hari kelahiran pun tiba. Pagi hari, air ketuban Brisa pecah. Brian yang mengantar ke rumah sakit dengan tangan gemetar. Ia menelepon bibi Brisa, mengurus administrasi, menenangkan Brisa, bahkan menyempatkan diri memotret momen-momen penting.Saat Brisa berteriak kesakitan dalam proses persalinan, Brian memegang tangannya erat. “Kamu bisa, Brisa. Kamu kuat. Aku di sini.”Empat jam kemudian, tangisa

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 104. Arsaka

    Beberapa minggu kemudian, suasana di rumah kecil Brisa di Osaka terasa jauh lebih hangat. Brian memutuskan tinggal di Jepang untuk sementara waktu. Ia membantu Brisa ke rumah sakit, ikut senam kehamilan, bahkan mulai belajar memasak masakan Jepang sederhana dari bibinya Brisa. Suatu sore, ketika matahari hampir terbenam dan sakura berguguran pelan, Brian duduk di beranda rumah dengan Brisa bersandar di bahunya. "Kurasa kita akan baik-baik saja," bisik Brisa. "Aku tahu kita akan baik-baik saja," jawab Brian. "Karena sekarang, aku punya segalanya. Kamu. Anak kita." Brisa menutup mata, tersenyum pelan. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, hatinya merasa damai.***Minggu-minggu berikutnya menjadi perjalanan yang tak mudah bagi Brian. Meskipun Brisa telah memaafkannya dan memberinya tempat dalam hidup sebagai ayah dari anak yang mereka kandung bersama, bukan berarti hatinya langsung terbuka untuk cinta yang baru. Brian mengerti itu, tapi bukan berarti ia menyerah.Ia bangun le

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 103. Hatiku masih di masa lalu

    Brisa terlihat seolah tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat. Mata mereka bertemu dalam tatapan panjang yang menyimpan begitu banyak perasaan. Kerinduan. Luka. Bingung. Cinta. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Suaranya nyaris tak terdengar. "Aku datang karena aku harus memberitahumu sesuatu," jawab Brian lembut. "Sesuatu yang sangat penting." Brisa mundur selangkah, ragu. Tangannya secara refleks menyentuh perutnya yang kini membulat. Brian melihat itu dan hatinya terasa seperti diremas. Ia ingin menyentuh perut itu. Ingin menyentuh nyawa kecil di dalamnya—anak mereka. "Brisa, anak yang kamu kandung itu adalah anakku," ucap Brian akhirnya. Brisa terdiam. Seolah kata-kata itu butuh waktu lama untuk diproses dalam kepalanya. "Apa maksudmu?" tanyanya perlahan, keningnya mengerut bingung. "Brian, kamu bilang anak ini anakmu?" "Iya. Anak itu anakku." "Tapi bagaimana bisa? Ini hasil inseminasi buatan. Aku tidak pernah...." Brisa tidak bisa melanjutkan. Ia menatap Brian dengan

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 102. Osaka

    Pukul lima sore, suasana kantor pusat milik keluarga Hendratama tampak sedikit berbeda dari biasanya. Lantai tertinggi yang biasanya sibuk dengan lalu-lalang staf kini terasa lebih tenang, namun tetap formal. Penerangan hangat menyinari lorong menuju ruang CEO, dan dua staf keamanan berjaga di depan pintu utama.Pak Aryan dan Bu Tara berdiri di hadapan pintu kayu tinggi bertuliskan nama lengkap Brian Hendratama. Pak Aryan melirik jam tangannya, kemudian mengetuk pelan."Silakan masuk!" terdengar suara dari dalam.Saat pintu dibuka, Brian berdiri dari balik mejanya. Jasnya sudah dilepas, menyisakan kemeja putih yang masih rapi dengan lengan tergulung. Rambutnya sedikit berantakan, tanda ia sibuk sejak pagi, tapi matanya menyiratkan harapan."Pak Aryan, Bu Tara, silakan duduk! Saya senang sekali Bapak dan Ibu datang."Mereka bertiga duduk di sofa panjang dekat jendela besar. Kopi dan teh sudah disiapkan oleh sekretaris Brian, tapi tak satu pun dari mereka menyentuhnya.Pak Aryan memulai

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 101. Ketegangan yang nyata

    Bu Tara mengangguk kecil sambil melepas kacamata hitamnya. "Terima kasih, Mbak Ani. Semua baik-baik saja, kan?" Mbak Ani tersenyum canggung. "Semuanya baik-baik saja, Bu." Pak Aryan ikut masuk, meletakkan koper di dekat sofa. Ia memutar lehernya ke kanan dan kiri, lalu bertanya dengan suara yang khas, dalam dan tenang, "Tidak ada masalah selama kami pergi?" Mbak Ani sempat ragu, namun akhirnya menjawab, "Tidak ada, Pak. Rumah baik-baik saja. Hanya kemarin...." Bu Tara yang baru saja duduk di sofa, menoleh cepat. "Kemarin? Ada apa?" Mbak Ani mengatupkan tangan di depan perutnya, menunduk sedikit. "Mas Brian sempat datang ke rumah." Keduanya saling pandang seketika. Wajah Pak Aryan yang biasanya tenang, tampak berubah. Matanya mengeras. Sementara Bu Tara mengerutkan kening, terlihat cemas. "Brian?" ulang Pak Aryan, nadanya berat. "Apa yang kamu katakan padanya?" Mbak Ani menelan ludah. "Saya bilang kalau Bapak dan Ibu sedang pergi ke luar negeri." Pak Aryan memicingkan mata, se

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 100. Tidak ada kehangatan

    "Pergi? Ke mana?" "Keluar negeri, Mas. Sudah tiga hari yang lalu." Deg. Brian mengerutkan kening. "Keluar negeri? Serius? Brisa juga ikut?" Mbak Ani mengangguk pelan. "Iya, Mas. Bertiga. Ibu, Bapak, sama Mbak Brisa. Mereka nggak bilang pergi ke mana secara spesifik, cuma bilang mereka akan tinggal cukup lama di luar negeri." Brian mundur satu langkah, kepalanya mendadak ringan, seperti darah mengalir terlalu cepat ke ubun-ubun. "Mereka ninggalin Indonesia dan nggak bilang apa-apa ke aku?" Mbak Ani tampak canggung. "Maaf, Mas. Saya juga nggak tahu banyak. Saya hanya diberi tugas menjaga rumah sementara. Mereka cuma bilang bahwa mereka pergi untuk waktu yang belum bisa dipastikan." "Nggak ninggalin pesan? Nggak ada surat buat aku? Nggak ada kabar?" Mbak Ani menggeleng pelan. Brian terdiam beberapa saat. Matanya memerah, rahangnya mengeras. "Mbak, Brisa nggak bilang apa-apa sebelum pergi? Tentang aku? Tentang bayi kami?" "Saya benar-benar nggak tahu, Mas. Maaf. Mb

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 99. Langit sore yang kelabu

    Malam itu, setelah semua tenang dan lampu ruangan dipadamkan, Brisa duduk sendiri di depan jendela. Di luar, salju tipis mulai turun, menyelimuti halaman rumah Bibi Rika. Ia memeluk bantal kecil sambil mengusap perutnya. “Hari pertama kita di tempat yang baru, Nak,” bisiknya lembut. “Maaf, kalau dunia belum terlalu ramah padamu, tapi Ibu janji, kita akan cari tempat yang bisa jadi rumah. Rumah yang sesungguhnya.” *** Hari-hari selanjutnya berlalu dalam keheningan yang menyembuhkan. Bibi Rika mengajaknya berjalan pagi ke taman kecil dekat kuil, mengajarkan Brisa cara membuat onigiri, dan memperkenalkan berbagai teh herbal yang bisa membuatnya rileks. Brisa mulai menulis lagi. Ia membuka laptop tuanya dan mulai mengetik catatan harian, entah untuk dirinya sendiri, untuk anaknya, atau untuk masa depannya. Pagi hari rumah itu dipenuhi aroma teh chamomile. Siang hari, suara radio Jepang mengalun pelan, kadang lagu lama, kadang sekadar berita. Malam hari, rumah itu senyap kecuali detak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status