Home / Romansa / Bayi Miliarder Yang Tak Terduga / Bab 19. Masa lalu yang tak ingin diungkapkan

Share

Bab 19. Masa lalu yang tak ingin diungkapkan

Author: Miarosa
last update Huling Na-update: 2025-03-14 08:40:20
"Sagara punya kakak laki-laki. Namanya Brian," suara Bu Arini terdengar pelan, hampir seperti bisikan yang enggan terucap. "Tapi kakak Sagara sudah tidak tinggal bersama kami lagi. Dia sekarang tinggal di Inggris."

Brisa mengernyit. "Kenapa?" tanyanya, penuh rasa ingin tahu.

Pak Raditya dan Bu Arini saling bertukar pandang. Sekilas, Brisa bisa melihat keraguan di mata mereka, seolah ada luka lama yang tersimpan di sana—luka yang terlalu perih untuk diungkit kembali.

"Sudahlah, Nak. Itu sudah masa lalu," ujar Pak Raditya dengan nada yang berat, seakan kata-kata itu lebih ditujukan untuk dirinya sendiri daripada untuk Brisa.

Keheningan menyelimuti ruangan. Brisa bisa merasakan sesuatu yang tidak diungkapkan, sesuatu yang seharusnya tetap terkubur. Ada cerita di balik nama Brian, cerita yang masih menghantui keluarga ini. Namun, ia tidak ingin memaksa mereka mengungkap luka yang belum sembuh.

Jam dinding berdenting pelan, menunjukkan pukul sepuluh malam. Brisa menarik napas, men
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 20. Kehangatan yang menyelimuti hati

    Sesampainya di rumah, Brisa langsung menjatuhkan diri ke atas ranjang. Matanya menatap langit-langit, tetapi pikirannya masih tertinggal di rumah Sagara. Ia memikirkan segalanya—keluarga Sagara yang begitu hangat, obrolan mereka yang menyenangkan, dan tentu saja perasaan yang kini semakin nyata tumbuh di dalam hatinya. Namun, di antara semua itu, ada sesuatu yang terus menghantuinya. Percakapan tentang Brian. Tatapan enggan yang saling dilemparkan oleh Pak Raditya dan Bu Arini. Suasana yang tiba-tiba berubah tegang. Apa yang sebenarnya terjadi? Brisa meraih ponselnya dan membuka galeri. Ia menelusuri foto-foto yang diambilnya bersama Sagara dan keluarganya tadi malam. Senyumnya terukir saat melihat momen-momen itu, tetapi rasa penasaran di hatinya tetap menggelayut. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara, menciptakan suasana pagi yang hangat di ruang makan. Brisa duduk di meja, mengaduk minumannya pelan sambil sesekali melirik kedua orang tuanya yang tengah berbincang. "Bris

    Huling Na-update : 2025-03-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 21. Keputusan penting

    Saat istirahat siang, Brisa memilih menjauh sejenak dari hiruk-pikuk kantor. Ia berjalan tanpa tujuan di sekitar gedung, membiarkan angin sepoi-sepoi menyapu wajahnya yang terasa hangat oleh kegelisahan. Rasanya sesak berada di dalam ruangan terlalu lama dengan pikiran yang terus berputar.Ia menemukan sebuah bangku taman yang sepi, lalu duduk dan mendongak menatap langit. Biru cerah membentang luas, seakan menawarkan ketenangan yang sulit ia genggam. Dalam diam, ia mengelus perutnya yang masih rata, hatinya dipenuhi kebimbangan.Setelah istirahat selesai, Brisa kembali ke meja kerjanya, mencoba membenamkan diri dalam rutinitas. Ia menyalakan komputer, membuka email, namun pikirannya masih melayang entah ke mana. Hingga tiba-tiba, ponselnya bergetar di atas meja.Nomor asing.Dengan sedikit ragu, ia mengangkatnya. "Halo?""Brisa? Ini aku, Ivana!"Brisa terdiam sesaat, lalu matanya membesar. "Ivana?" suaranya hampir tercekat oleh keterkejutan. "Kamu?""Iya, ini aku! Astaga, aku kangen

    Huling Na-update : 2025-03-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 22. Buket bunga mawar

    “Terima kasih, Ma, Pa,” ucapnya lirih, penuh rasa syukur. Mereka bertiga lalu duduk bersama, mengobrol panjang lebar tentang pernikahan Brisa dan Sagara. Mereka membicarakan tanggal, tempat, dan segala persiapan yang diperlukan. Brisa mendengarkan dengan mata berbinar, hatinya terasa begitu ringan. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasakan kebahagiaan yang utuh. *** Brisa duduk di tepi ranjang, menggenggam ponselnya erat-erat. Jantungnya berdetak kencang saat melihat nama Sagara muncul di layar. Ia menarik napas dalam, mencoba mengendalikan debaran di dadanya sebelum akhirnya menekan tombol hijau. “Halo, Sayang!” suara Sagara terdengar hangat, seperti pelukan di malam yang dingin. Brisa menggigit bibirnya, senyum tersungging di wajahnya. “Halo, Sagara!” Suaranya sedikit gemetar. “Aku mau bilang, aku terima lamaranmu.” Keheningan menyelimuti sejenak, hanya ada suara napas tertahan di ujung telepon. Lalu, tawa bahagia meledak dari seberang sana. “Benarkah, Sayang

    Huling Na-update : 2025-03-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 23. Tidak bisa terus berbohong

    “Siapa sih pengirimnya? Jangan bikin penasaran, dong,” goda Rani dengan nada menggoda.Brisa hanya tersenyum tipis, matanya berbinar dengan kilau misterius saat ia menatap Kartika. “Seseorang yang baik,” jawabnya singkat.Kartika mengerjap, jelas tidak puas dengan jawaban itu. “Seseorang yang baik? Ah, jangan bikin penasaran! Ayo, spill dong!” desaknya sambil mencubit lengan Brisa pelan.Seketika, ruangan menjadi lebih ramai. Rekan-rekan kerja yang tadinya sibuk dengan pekerjaan mereka kini menoleh dengan penuh rasa ingin tahu. Selama ini, Brisa dikenal sebagai sosok mandiri, hampir tidak pernah terlihat dekat dengan pria mana pun. Maka, kemunculan buket mawar itu menjadi topik paling menarik hari ini.“Wah, ada yang lagi dimabuk cinta, nih,” seru Kartika, disambut tawa beberapa rekan kerja lainnya.“Siapa sih? Cowok ganteng, kan?” tanya Rani sambil mengangkat alis, penuh rasa ingin tahu.Brisa hanya tertawa kecil, pipinya mulai memanas. Ia tidak menyangka reaksi teman-temannya akan s

    Huling Na-update : 2025-03-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 1. Hamil

    Ruangan itu terasa sesak oleh keheningan yang mencekam. Tatapan tajam Pak Aryan menusuk Brisa, membuat gadis itu semakin menunduk. Wajah Bu Tara yang biasanya lembut kini tampak murung, matanya berkaca-kaca."Brisa, siapa laki-laki itu?" Suara Pak Aryan menggelegar, memecah keheningan.Brisa terisak, tubuhnya gemetar hebat. "Pa... Papa, aku nggak tahu.""Tidak tahu? Bagaimana bisa tidak tahu, Brisa?" Pak Aryan semakin marah."Kamu sudah melakukan hal memalukan seperti ini, tapi masih berani bohong!""Papa, aku beneran nggak tahu. Aku belum pernah... belum pernah tidur sama siapa-siapa." Suara Brisa teredam oleh isakannya.Pak Aryan tertawa sinis. "Jangan berbohong lagi, Brisa! Kamu hamil? Kamu pikir Papa bodoh? Hasil medical check up menyatakan kamu hamil.""Papa, aku... aku nggak bohong!" Brisa memohon, air matanya mengalir deras.Bu Tara mendekat, mengelus bahu Brisa. "Brisa, coba ingat-ingat lagi. Mungkin kamu lupa?"Brisa menggelengkan kepala putus asa. "Bu, aku udah berusaha inga

    Huling Na-update : 2025-02-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 2. Tes

    Brisa menatap layar ponselnya, jari-jarinya gemetar saat hendak menekan tombol panggilan. Akhirnya, dengan mengumpulkan keberanian, ia menekan tombol hijau."Halo, Van?" sapa Brisa dengan suara lirih."Brisa, kamu kenapa sih?" tanya Ivana khawatir.Brisa menarik napas dalam-dalam. "Van, aku... aku hamil."Seketika terdengar suara teriak dari ujung telepon. "Apa? Kamu hamil? Seriusan, Brisa?"Brisa mengangguk, meskipun Ivana tidak bisa melihatnya. "Iya, Van. Aku beneran hamil.""Tapi siapa ayahnya, Brisa? Kamu harus jujur sama aku," desak Ivana.Brisa terdiam sejenak. "Aku nggak tahu, Van. Aku beneran nggak tahu siapa ayahnya.""Hah? Kamu nggak tahu? Maksudnya gimana?" tanya Ivana tak percaya."Aku belum pernah tidur sama siapapun, Van," jawab Brisa dengan suara bergetar."Brisa, kamu jangan bohong. Masa iya kamu nggak tahu siapa ayahnya?""Aku beneran nggak bohong, Van. Aku nggak pernah melakukan hal yang macam-macam. Aku masih perawan."Ivana terdiam sejenak. Ia mengenal Brisa dengan

    Huling Na-update : 2025-02-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 3. Benih yang salah

    "Iya, Pa. Ivana menyarankan agar aku melakukan tes itu," jawab Brisa."Untuk apa kamu melakukan tes itu?" tanya Pak Aryan, suaranya meninggi."Aku ingin membuktikan pada Papa kalau aku masih perawan," jawab Brisa.Pak Aryan terdiam sejenak, pikirannya berkecamuk. Ia tidak menyangka putrinya akan meminta untuk melakukan tes seperti itu."Tidak perlu," ujar Pak Aryan."Tapi, Pa....""Sudah, tidak usah diperpanjang lagi," potong Pak Aryan.Bu Tara yang sedari tadi mengamati mereka, akhirnya angkat bicara. "Aryan, biarkan saja Brisa melakukan tes itu. Ini penting untuk membuktikan bahwa dia tidak berbohong."Pak Aryan menatap istrinya, kemudian kembali menatap Brisa. "Baiklah, kalau itu maumu, tapi ingat, jangan pernah berbohong lagi."Brisa merasa lega mendengar persetujuan ayahnya. Ia segera memeluk ayahnya erat. "Terima kasih, Pa!"Setelah sarapan, Brisa dan Ivana berangkat ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya diam. Brisa merasa gugup dan cemas, sedangkan Ivana ber

    Huling Na-update : 2025-02-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 4. Jatuh cinta

    Sinar mentari sore menyisir lembut rambut gadis itu, menciptakan halo emas di sekeliling wajahnya yang sayu. Pria itu terpaku di tempatnya, jantungnya berdebar kencang seolah hendak keluar dari rongga dada. Sejak pandangan pertama, ia tahu bahwa hidupnya takkan pernah sama lagi.Gadis itu duduk di bangku taman, sebuah buku terbuka di pangkuannya. Angin sore menghembus lembut, membolak-balik halaman buku itu. Mata pria itu tak berkedip, mengamati setiap gerakan gadis itu. Rambutnya yang terurai bebas tertiup angin, matanya yang berkilau seakan menyimpan sejuta rahasia, dan senyum tipis yang sesekali menghiasi bibirnya membuat pria itu terpukau.Sejak dulu, pria itu bukanlah tipe pria yang mudah jatuh cinta. Namun, ada sesuatu yang berbeda pada gadis ini. Tatapannya yang dalam seolah menembus jiwa, aura misterius yang mengelilinginya, dan kecantikannya yang alami membuatnya merasa tertarik secara mendalam.Dengan hati berdebar, pria itu mendekati gadis itu. Ia ragu-ragu sejenak, lalu me

    Huling Na-update : 2025-02-14

Pinakabagong kabanata

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 23. Tidak bisa terus berbohong

    “Siapa sih pengirimnya? Jangan bikin penasaran, dong,” goda Rani dengan nada menggoda.Brisa hanya tersenyum tipis, matanya berbinar dengan kilau misterius saat ia menatap Kartika. “Seseorang yang baik,” jawabnya singkat.Kartika mengerjap, jelas tidak puas dengan jawaban itu. “Seseorang yang baik? Ah, jangan bikin penasaran! Ayo, spill dong!” desaknya sambil mencubit lengan Brisa pelan.Seketika, ruangan menjadi lebih ramai. Rekan-rekan kerja yang tadinya sibuk dengan pekerjaan mereka kini menoleh dengan penuh rasa ingin tahu. Selama ini, Brisa dikenal sebagai sosok mandiri, hampir tidak pernah terlihat dekat dengan pria mana pun. Maka, kemunculan buket mawar itu menjadi topik paling menarik hari ini.“Wah, ada yang lagi dimabuk cinta, nih,” seru Kartika, disambut tawa beberapa rekan kerja lainnya.“Siapa sih? Cowok ganteng, kan?” tanya Rani sambil mengangkat alis, penuh rasa ingin tahu.Brisa hanya tertawa kecil, pipinya mulai memanas. Ia tidak menyangka reaksi teman-temannya akan s

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 22. Buket bunga mawar

    “Terima kasih, Ma, Pa,” ucapnya lirih, penuh rasa syukur. Mereka bertiga lalu duduk bersama, mengobrol panjang lebar tentang pernikahan Brisa dan Sagara. Mereka membicarakan tanggal, tempat, dan segala persiapan yang diperlukan. Brisa mendengarkan dengan mata berbinar, hatinya terasa begitu ringan. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasakan kebahagiaan yang utuh. *** Brisa duduk di tepi ranjang, menggenggam ponselnya erat-erat. Jantungnya berdetak kencang saat melihat nama Sagara muncul di layar. Ia menarik napas dalam, mencoba mengendalikan debaran di dadanya sebelum akhirnya menekan tombol hijau. “Halo, Sayang!” suara Sagara terdengar hangat, seperti pelukan di malam yang dingin. Brisa menggigit bibirnya, senyum tersungging di wajahnya. “Halo, Sagara!” Suaranya sedikit gemetar. “Aku mau bilang, aku terima lamaranmu.” Keheningan menyelimuti sejenak, hanya ada suara napas tertahan di ujung telepon. Lalu, tawa bahagia meledak dari seberang sana. “Benarkah, Sayang

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 21. Keputusan penting

    Saat istirahat siang, Brisa memilih menjauh sejenak dari hiruk-pikuk kantor. Ia berjalan tanpa tujuan di sekitar gedung, membiarkan angin sepoi-sepoi menyapu wajahnya yang terasa hangat oleh kegelisahan. Rasanya sesak berada di dalam ruangan terlalu lama dengan pikiran yang terus berputar.Ia menemukan sebuah bangku taman yang sepi, lalu duduk dan mendongak menatap langit. Biru cerah membentang luas, seakan menawarkan ketenangan yang sulit ia genggam. Dalam diam, ia mengelus perutnya yang masih rata, hatinya dipenuhi kebimbangan.Setelah istirahat selesai, Brisa kembali ke meja kerjanya, mencoba membenamkan diri dalam rutinitas. Ia menyalakan komputer, membuka email, namun pikirannya masih melayang entah ke mana. Hingga tiba-tiba, ponselnya bergetar di atas meja.Nomor asing.Dengan sedikit ragu, ia mengangkatnya. "Halo?""Brisa? Ini aku, Ivana!"Brisa terdiam sesaat, lalu matanya membesar. "Ivana?" suaranya hampir tercekat oleh keterkejutan. "Kamu?""Iya, ini aku! Astaga, aku kangen

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 20. Kehangatan yang menyelimuti hati

    Sesampainya di rumah, Brisa langsung menjatuhkan diri ke atas ranjang. Matanya menatap langit-langit, tetapi pikirannya masih tertinggal di rumah Sagara. Ia memikirkan segalanya—keluarga Sagara yang begitu hangat, obrolan mereka yang menyenangkan, dan tentu saja perasaan yang kini semakin nyata tumbuh di dalam hatinya. Namun, di antara semua itu, ada sesuatu yang terus menghantuinya. Percakapan tentang Brian. Tatapan enggan yang saling dilemparkan oleh Pak Raditya dan Bu Arini. Suasana yang tiba-tiba berubah tegang. Apa yang sebenarnya terjadi? Brisa meraih ponselnya dan membuka galeri. Ia menelusuri foto-foto yang diambilnya bersama Sagara dan keluarganya tadi malam. Senyumnya terukir saat melihat momen-momen itu, tetapi rasa penasaran di hatinya tetap menggelayut. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara, menciptakan suasana pagi yang hangat di ruang makan. Brisa duduk di meja, mengaduk minumannya pelan sambil sesekali melirik kedua orang tuanya yang tengah berbincang. "Bris

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 19. Masa lalu yang tak ingin diungkapkan

    "Sagara punya kakak laki-laki. Namanya Brian," suara Bu Arini terdengar pelan, hampir seperti bisikan yang enggan terucap. "Tapi kakak Sagara sudah tidak tinggal bersama kami lagi. Dia sekarang tinggal di Inggris." Brisa mengernyit. "Kenapa?" tanyanya, penuh rasa ingin tahu. Pak Raditya dan Bu Arini saling bertukar pandang. Sekilas, Brisa bisa melihat keraguan di mata mereka, seolah ada luka lama yang tersimpan di sana—luka yang terlalu perih untuk diungkit kembali. "Sudahlah, Nak. Itu sudah masa lalu," ujar Pak Raditya dengan nada yang berat, seakan kata-kata itu lebih ditujukan untuk dirinya sendiri daripada untuk Brisa. Keheningan menyelimuti ruangan. Brisa bisa merasakan sesuatu yang tidak diungkapkan, sesuatu yang seharusnya tetap terkubur. Ada cerita di balik nama Brian, cerita yang masih menghantui keluarga ini. Namun, ia tidak ingin memaksa mereka mengungkap luka yang belum sembuh. Jam dinding berdenting pelan, menunjukkan pukul sepuluh malam. Brisa menarik napas, men

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 18. Taman kota

    Kembali ke kantor, Sagara langsung menuju ruang rapat. Sore ini, ia mengadakan pertemuan rutin dengan tim manajemen untuk membahas kinerja perusahaan secara keseluruhan."Bulan ini, kita berhasil menyelesaikan tiga proyek besar," kata Sagara membuka rapat. Nada suaranya tegas, mencerminkan kepemimpinannya yang solid. "Ini pencapaian luar biasa, tapi kita tidak boleh berpuas diri. Kita harus terus berkembang."Satu per satu, para manajer memaparkan laporan mereka. Ada masalah yang perlu diatasi—keterlambatan pengiriman material, kurangnya tenaga kerja, hingga kendala teknis lainnya. Sagara menyimak dengan seksama, memberi masukan di setiap kesempatan. Namun, jauh di dalam benaknya, pikirannya melayang ke tempat lain.Ponselnya yang tergeletak di atas meja terasa begitu menggoda. Beberapa saat lalu, Brisa mengirim pesan—sesuatu yang sederhana, namun cukup untuk membuat jantungnya berdebar. Sejak itu, ia tak bisa sepenuhnya fokus. Setiap kali ada jeda dalam pembicaraan, matanya tak sadar

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 17. Rumah bagi hatinya sendiri

    Sagara melangkah mantap menuju ruang kerjanya, seperti seorang raja yang tengah melewati singgasananya. Sorak sorai dan bisikan para karyawan wanita menyambutnya, seperti biasa. Tatapan penuh kagum tertuju padanya—CEO muda yang tak hanya tampan dan karismatik, tetapi juga begitu sulit untuk diabaikan. Namun, hari ini, perhatian itu tak berarti apa-apa baginya.Setibanya di ruang kerja, Sagara berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke kota. Cahaya pagi membias lembut di balik kaca, melukis bayangan gedung pencakar langit menjadi lukisan abstrak yang seharusnya menenangkan. Namun, keindahan itu gagal meredakan kegelisahan yang terus berkecamuk dalam dadanya. Pikirannya masih terpaku pada satu nama—Brisa.Kemarin siang, pertemuan mereka masih membekas di benaknya. Brisa, dengan presentasinya yang begitu percaya diri, tampak begitu berkilau di matanya. Namun, di balik senyuman tipisnya, ada sesuatu yang mengusik hati Sagara—seberkas kesedihan yang tak bisa ia abaikan. Itu bukan han

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 16. Pamit

    Ivana mengangguk. "Iya, aku akan berangkat besok. Hari ini adalah hari terakhirku bekerja di perusahaan Anda, Pak Sagara. Aku sudah tidak sabar untuk memulai hidup baru di sana." Brisa menoleh ke arah Sagara, yang hanya mengangguk mengerti. "Ivana akan melanjutkan kuliah di sana," jelas Brisa dengan suara yang mulai bergetar. Hati Brisa terasa mencelos. Ada kehangatan yang tiba-tiba menghilang dari dadanya, digantikan oleh rasa kehilangan yang menyelinap tanpa izin. "Aku sangat sedih kamu harus pergi," ujar Brisa jujur. "Aku akan sangat merindukanmu." Ivana tersenyum lembut. "Aku juga akan merindukanmu, Brisa," katanya. "Penerbanganku besok pagi." Brisa terdiam sejenak, merasa dadanya semakin sesak. "Besok pagi?" ulangnya, seolah berharap ia salah dengar. Ivana mengangguk. "Penerbanganku cukup pagi, jadi aku harus berangkat lebih awal. Aku tidak mau terlambat," jelasnya dengan nada ringan, meski Brisa tahu sahabatnya itu juga menyembunyikan perasaan yang sama. Brisa menundukka

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 15. Kafetaria

    Siang itu, di kafetaria perusahaan, Sagara duduk santai menikmati makan siangnya bersama Brisa. Cahaya matahari yang masuk dari jendela besar membelai wajahnya, menonjolkan garis rahangnya yang tegas. Beberapa wanita di ruangan itu melirik ke arahnya, berbisik-bisik dengan tatapan penuh kekaguman. Sagara memang memiliki daya tarik alami—karismatik, tenang, dan penuh wibawa. Namun, saat bersama Brisa, ada sisi lain darinya yang jarang terlihat oleh orang lain. Mereka mengobrol santai, membahas banyak hal mulai dari pekerjaan hingga rencana-rencana masa depan. "Brisa, kamu tahu, aku sangat mengagumi kamu," ujar Sagara tiba-tiba, menatapnya dengan intens. "Kamu cerdas, berbakat, dan penuh semangat. Aku yakin kamu akan mencapai banyak hal dalam hidup." Brisa merasa wajahnya menghangat. Kata-kata Sagara membuat hatinya berdesir, meski ia berusaha untuk tetap tenang. "Terima kasih, Sagara! Kamu juga luar biasa," balasnya dengan senyum malu. Sagara hanya tersenyum tipis, tetapi m

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status