Home / Romansa / Bayi Miliarder Yang Tak Terduga / Bab 26. Tawa dan kebahagiaan

Share

Bab 26. Tawa dan kebahagiaan

Author: Miarosa
last update Last Updated: 2025-03-15 10:24:07

Brisa melangkah ke dalam kantor dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan. Ada semacam kehangatan di dadanya, membayangkan bagaimana kehidupannya kini berubah dalam sekejap. Pertunangan kemarin masih terasa seperti mimpi yang indah, dan hari ini, ia kembali ke rutinitasnya, tetapi dengan hati yang jauh lebih ringan.

"Brisa! Selamat ya!" seru Rani, langsung memeluknya erat begitu melihatnya masuk.

Brisa tertawa kecil, merasa wajahnya memanas karena tersipu. "Terima kasih, Ran!"

Ucapan selamat terus mengalir dari rekan-rekannya. Beberapa membawa kue, yang lain memberikan buket bunga. Kehangatan yang mereka berikan membuat Brisa semakin bersyukur memiliki lingkungan kerja yang begitu suportif.

"Aku nggak nyangka kamu jadian sama anak bos kontraktor itu," celetuk Kartika sambil mengangkat alis.

Brisa terkekeh. "Aku juga nggak nyangka. Semuanya terjadi begitu cepat."

Kartika mencondongkan tubuhnya, matanya berbinar penasaran. "Jadi, kapan nikahnya?"

"Bulan depan," jawab Brisa sambi
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 27. Fitting baju pengantin

    "A-aku maaf!" katanya terbata-bata, wajahnya memerah.Sagara menatapnya dengan ekspresi datar, tetapi ada sedikit rasa geli di hatinya. "Lain kali, lihat jalan sebelum berlari. Gedung ini belum selesai dan kau bisa celaka."Wanita itu menunduk malu, masih mencoba mengatur napasnya. Dari caranya menggigit bibir dan menggenggam ponselnya erat, Sagara bisa menebak bahwa ia bukan sekadar pekerja biasa di proyek ini.Dan entah kenapa, pertemuan ini terasa seperti awal dari sesuatu yang tak terduga.Refleks Sagara bekerja lebih cepat dari pikirannya. Ia segera meraih lengan wanita itu, menahannya agar tidak jatuh. Sejenak, waktu terasa berhenti.Mata mereka bertemu. Ada kehangatan yang familier dalam tatapan itu, sesuatu yang membangkitkan kenangan lama."Hai, Sagara!" sapanya ceria, senyumnya begitu khas.Sagara mengerjapkan mata, memastikan bahwa penglihatannya tidak menipunya. "Bella?"Wanita itu mengangguk antusias. "Ya, ini aku! Bella, sepupumu!"Sagara masih tak percaya. "Kenapa kau d

    Last Updated : 2025-03-15
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 28. Pernikahan

    Brisa mengamati gaun yang dikenakannya, lalu beralih ke sebuah gaun lain dengan detail renda yang lebih banyak. “Bagaimana kalau aku coba yang ini?” tanyanya ragu. Sagara mengangguk, matanya penuh perhatian saat Brisa menghilang ke dalam ruang ganti. Beberapa menit kemudian, ia keluar dan Sagara kembali terdiam. Gaun itu membuat Brisa tampak begitu luar biasa, seperti diciptakan khusus untuknya. Napas Sagara nyaris tercekat. “Kamu yakin aku harus memilih yang ini?” tanya Brisa, mencari kepastian. Sagara mendekat, meraih kedua tangannya dengan lembut. “Aku sangat yakin, Sayang. Kamu terlihat sempurna.” Brisa tersenyum. Senyum yang menghangatkan hati Sagara, yang selalu berhasil membuat dunianya terasa lebih baik. Setelah sesi fitting selesai, mereka menikmati makan siang di sebuah restoran kecil yang nyaman. Suasana begitu intim—gelak tawa mereka bercampur dengan suara denting peralatan makan dan musik lembut yang mengalun di latar belakang. “Aku masih tidak percaya, dua minggu

    Last Updated : 2025-03-15
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 29. Langit malam yang dipenuhi bintang

    Malam tiba, dan pesta perayaan berlangsung dengan meriah. Meja-meja dipenuhi hidangan laut segar, aroma makanan yang menggoda memenuhi udara. Para tamu bercengkerama, berbagi tawa dan doa untuk pengantin baru.Setelah makan malam usai, dentingan musik lembut mengalun di udara. Sagara menggenggam tangan Brisa, menariknya ke tengah lantai dansa. Dengan gerakan penuh kelembutan, ia membimbing Brisa dalam irama yang begitu intim.Mereka bergerak dalam harmoni, seakan dunia hanya milik mereka berdua. Tatapan Sagara begitu dalam, mengunci mata Brisa dalam pusaran perasaan yang tak terlukiskan.“Aku tidak pernah menyangka akan sebahagia ini,” bisik Brisa, jemarinya semakin erat menggenggam tangan Sagara.Sagara tersenyum, menunduk sedikit hingga dahinya menyentuh kening Brisa. “Aku juga, Sayang. Aku merasa seperti pria paling beruntung di dunia.”Brisa menghela napas bahagia, matanya berbinar di bawah cahaya bulan. “Janji ya, kita akan selalu seperti ini. Tidak peduli apa pun yang terjadi.”

    Last Updated : 2025-03-15
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 30. Bulan madu

    Pagi yang tenang menyelimuti mereka. Di sebuah kafe kecil yang menghadap ke laut, Brisa dan Sagara menikmati sarapan mereka dengan damai. Cahaya matahari pagi jatuh lembut ke wajah mereka, menciptakan kehangatan yang begitu nyaman.Brisa mengaduk kopinya perlahan, lalu menatap laut yang biru membentang di hadapannya. "Aku masih tidak percaya kita ada di sini," gumamnya, suaranya mengandung kebahagiaan yang sulit disembunyikan.Sagara menatapnya, senyumnya tak pernah pudar. "Aku juga. Rasanya seperti mimpi yang menjadi nyata."Namun, kebahagiaan itu sedikit terganggu saat ponsel Sagara tiba-tiba bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal lagi.Alis Sagara berkerut. Dengan hati-hati, ia membuka pesan itu."Apa Brisa sudah memberitahumu rahasia besarnya?"Matanya terpaku pada layar ponselnya, napasnya sedikit tertahan. Jantungnya mulai berdebar lebih cepat."Sayang? Ada apa?" suara Brisa membuyarkan lamunannya.Sagara menoleh, berusaha menenangkan diri. Ia menampilkan sen

    Last Updated : 2025-03-15
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 31. Pengantin baru

    Mobil yang mereka tumpangi melaju perlahan di jalanan yang teduh. Di ujung jalan, sebuah rumah bergaya minimalis modern berdiri megah, diterangi cahaya senja yang jatuh lembut di atas atapnya. Taman depan yang asri dengan bunga-bunga yang bermekaran menciptakan suasana hangat dan menyambut.Brisa, yang duduk di samping Sagara, merasakan debaran aneh di dadanya. Pandangannya terpaku pada rumah itu, matanya membesar karena keterkejutan."Sagara ini rumah siapa?" tanyanya dengan suara bergetar.Sagara meliriknya sekilas, lalu tersenyum misterius. "Rumah kita, Sayang."Brisa menoleh cepat, menatap Sagara dengan sorot mata penuh kebingungan. "Rumah kita? Maksudmu ini milik kita?"Alih-alih menjawab, Sagara meraih tangan Brisa, menggenggamnya erat, seolah ingin meyakinkannya bahwa ini bukan sekadar mimpi. Ia keluar dari mobil, lalu berjalan ke sisi Brisa dan membukakan pintu untuknya.Saat Brisa melangkahkan kaki ke halaman, perasaannya semakin tak menentu. Rumah ini terasa begitu sempurna.

    Last Updated : 2025-03-16
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 32. Meski terpisah ribuan kilometer

    Di tempat lain, Sagara melangkah memasuki kantor dengan langkah tegap. Senyum tipis terukir di bibirnya, membawa sisa-sisa kebahagiaan dari bulan madu yang baru saja mereka lalui.Suasana kantor terasa lebih ramai dari biasanya. Suara ketukan keyboard, deru mesin fotokopi, dan percakapan ringan para karyawan memenuhi ruangan."Selamat datang kembali, Pak Sagara!" sapa Dina, sang resepsionis, dengan senyum ramahnya."Terima kasih, Dina!" balas Sagara sambil mengangguk sopan.Saat ia berjalan menuju ruangannya, suara sorakan tiba-tiba terdengar."Selamat atas pernikahannya, Pak!" seru Alif, salah satu desainer senior."Semoga langgeng selalu, Pak!" timpal karyawan lain.Sagara terkekeh, sedikit terkejut dengan sambutan hangat ini. "Terima kasih, semuanya. Aku sangat menghargai ini."Di dalam ruangannya, Deborah—sekretaris pribadinya—menyambutnya dengan senyum khasnya. "Selamat ya, Pak Sagara," ujarnya sambil menyerahkan sebuah buket bunga segar. "Ini dari semua staf sebagai ucapan selam

    Last Updated : 2025-03-16
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 33. Aku mencintaimu

    "Oh, serius? Siapa? Cowok?" Brisa bertanya dengan nada menggoda, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.Ivana mengangguk, senyum misterius menghiasi wajahnya. "Iya, cowok. Dia orangnya baik banget, pengertian, dan lucu.""Wah, selamat ya, Van! Kapan-kapan kenalin dong?"Ivana tertawa kecil. "Sabar ya, Brisa. Dia agak pemalu soalnya. Nanti kalau waktunya pas, aku pasti kenalin."Brisa mengangguk penuh antusias. Ia turut bahagia mendengar sahabatnya menemukan seseorang yang spesial. Percakapan mereka terus berlanjut hingga waktu istirahat Brisa hampir habis. Mereka saling berjanji untuk lebih sering melakukan video call agar jarak tak membuat mereka merasa kesepian."Yaudah, Van. Aku harus balik kerja nih," ujar Brisa, sedikit enggan mengakhiri pembicaraan."Iya, hati-hati ya. Jangan lupa makan siang," pesan Ivana dengan tulus."Kamu juga, jangan lupa istirahatnya," balas Brisa, tersenyum lembut sebelum akhirnya menutup panggilan.Setelahnya, ia kembali ke meja kerjanya dengan perasaan

    Last Updated : 2025-03-16
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 34. Aku hamil

    Tiba-tiba, tubuh Brisa menggeliat kecil. Kelopak matanya bergerak, lalu perlahan terbuka. Senyum manis segera terlukis di wajahnya begitu melihat Sagara. "Sudah pulang?" suaranya terdengar serak, tapi penuh kehangatan. Sagara tersenyum dan mengangguk. "Iya, Sayang. Maaf mengganggu tidurmu." Brisa menggeleng pelan. "Aku tadi mimpiin kamu." Sagara menaikkan alis, tertarik. "Mimpi apa?" Brisa tersenyum samar. "Kita jalan-jalan di taman bunga yang indah. Aku bahagia sekali di sana." Sagara ikut tersenyum, lalu menarik tubuh Brisa dalam pelukannya. "Itu mimpi yang indah." Keheningan menyelimuti mereka, tapi bukan keheningan yang canggung melainkan keheningan yang nyaman. Brisa menyandarkan kepalanya di dada Sagara, menikmati detak jantungnya yang menenangkan. "Aku lelah sekali hari ini," ucapnya pelan, suara itu terdengar begitu jujur. "Mau dipijit?" tawar Sagara lembut. Brisa mengangguk tanpa ragu. Sagara segera mulai memijat pundak dan lehernya dengan hati-hati, memberikan keny

    Last Updated : 2025-03-16

Latest chapter

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 102. Osaka

    Pukul lima sore, suasana kantor pusat milik keluarga Hendratama tampak sedikit berbeda dari biasanya. Lantai tertinggi yang biasanya sibuk dengan lalu-lalang staf kini terasa lebih tenang, namun tetap formal. Penerangan hangat menyinari lorong menuju ruang CEO, dan dua staf keamanan berjaga di depan pintu utama.Pak Aryan dan Bu Tara berdiri di hadapan pintu kayu tinggi bertuliskan nama lengkap Brian Hendratama. Pak Aryan melirik jam tangannya, kemudian mengetuk pelan."Silakan masuk!" terdengar suara dari dalam.Saat pintu dibuka, Brian berdiri dari balik mejanya. Jasnya sudah dilepas, menyisakan kemeja putih yang masih rapi dengan lengan tergulung. Rambutnya sedikit berantakan, tanda ia sibuk sejak pagi, tapi matanya menyiratkan harapan."Pak Aryan, Bu Tara, silakan duduk! Saya senang sekali Bapak dan Ibu datang."Mereka bertiga duduk di sofa panjang dekat jendela besar. Kopi dan teh sudah disiapkan oleh sekretaris Brian, tapi tak satu pun dari mereka menyentuhnya.Pak Aryan memulai

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 101. Ketegangan yang nyata

    Bu Tara mengangguk kecil sambil melepas kacamata hitamnya. "Terima kasih, Mbak Ani. Semua baik-baik saja, kan?" Mbak Ani tersenyum canggung. "Semuanya baik-baik saja, Bu." Pak Aryan ikut masuk, meletakkan koper di dekat sofa. Ia memutar lehernya ke kanan dan kiri, lalu bertanya dengan suara yang khas, dalam dan tenang, "Tidak ada masalah selama kami pergi?" Mbak Ani sempat ragu, namun akhirnya menjawab, "Tidak ada, Pak. Rumah baik-baik saja. Hanya kemarin...." Bu Tara yang baru saja duduk di sofa, menoleh cepat. "Kemarin? Ada apa?" Mbak Ani mengatupkan tangan di depan perutnya, menunduk sedikit. "Mas Brian sempat datang ke rumah." Keduanya saling pandang seketika. Wajah Pak Aryan yang biasanya tenang, tampak berubah. Matanya mengeras. Sementara Bu Tara mengerutkan kening, terlihat cemas. "Brian?" ulang Pak Aryan, nadanya berat. "Apa yang kamu katakan padanya?" Mbak Ani menelan ludah. "Saya bilang kalau Bapak dan Ibu sedang pergi ke luar negeri." Pak Aryan memicingkan mata, se

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 100. Tidak ada kehangatan

    "Pergi? Ke mana?" "Keluar negeri, Mas. Sudah tiga hari yang lalu." Deg. Brian mengerutkan kening. "Keluar negeri? Serius? Brisa juga ikut?" Mbak Ani mengangguk pelan. "Iya, Mas. Bertiga. Ibu, Bapak, sama Mbak Brisa. Mereka nggak bilang pergi ke mana secara spesifik, cuma bilang mereka akan tinggal cukup lama di luar negeri." Brian mundur satu langkah, kepalanya mendadak ringan, seperti darah mengalir terlalu cepat ke ubun-ubun. "Mereka ninggalin Indonesia dan nggak bilang apa-apa ke aku?" Mbak Ani tampak canggung. "Maaf, Mas. Saya juga nggak tahu banyak. Saya hanya diberi tugas menjaga rumah sementara. Mereka cuma bilang bahwa mereka pergi untuk waktu yang belum bisa dipastikan." "Nggak ninggalin pesan? Nggak ada surat buat aku? Nggak ada kabar?" Mbak Ani menggeleng pelan. Brian terdiam beberapa saat. Matanya memerah, rahangnya mengeras. "Mbak, Brisa nggak bilang apa-apa sebelum pergi? Tentang aku? Tentang bayi kami?" "Saya benar-benar nggak tahu, Mas. Maaf. Mb

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 99. Langit sore yang kelabu

    Malam itu, setelah semua tenang dan lampu ruangan dipadamkan, Brisa duduk sendiri di depan jendela. Di luar, salju tipis mulai turun, menyelimuti halaman rumah Bibi Rika. Ia memeluk bantal kecil sambil mengusap perutnya. “Hari pertama kita di tempat yang baru, Nak,” bisiknya lembut. “Maaf, kalau dunia belum terlalu ramah padamu, tapi Ibu janji, kita akan cari tempat yang bisa jadi rumah. Rumah yang sesungguhnya.” *** Hari-hari selanjutnya berlalu dalam keheningan yang menyembuhkan. Bibi Rika mengajaknya berjalan pagi ke taman kecil dekat kuil, mengajarkan Brisa cara membuat onigiri, dan memperkenalkan berbagai teh herbal yang bisa membuatnya rileks. Brisa mulai menulis lagi. Ia membuka laptop tuanya dan mulai mengetik catatan harian, entah untuk dirinya sendiri, untuk anaknya, atau untuk masa depannya. Pagi hari rumah itu dipenuhi aroma teh chamomile. Siang hari, suara radio Jepang mengalun pelan, kadang lagu lama, kadang sekadar berita. Malam hari, rumah itu senyap kecuali detak

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 98. Bibi Rika

    Brisa duduk di dekat jendela. Tangannya mengelus perutnya yang membuncit. Di sampingnya, Bu Tara duduk dengan kepala bersandar, tertidur. Pak Aryan di sisi lain, memejamkan mata meski jelas tak benar-benar tidur. Brisa melihat ke jendela kecil pesawat dan menatap ke luar. Di ketinggian itu, awan terlihat seperti hamparan kapas tak berujung. Dunia di bawah sana tidak terlihat. Seolah semuanya lenyap. Kenangan, luka, air mata, semua ditinggalkan di tanah yang menjauh. Ia menghela napas pelan. Tangan kirinya menyentuh kaca jendela. “Aku nggak tahu masa depanku akan seperti apa, tapi aku akan berusaha demi anak ini.” Tangannya mengusap lembut perutnya. “Dan demi diriku sendiri.” Sementara itu, di rumah yang ditinggalkan, di kamar Brisa terasa hampa. Boneka-boneka kecil, beberapa bingkai foto, dan tirai warna putih masih tergantung. Di meja rias, ada secarik kertas yang tertinggal, ditulis Brisa semalam sebelum berangkat. Untuk diriku yang akan kembali. Jangan lupa bahwa kamu pernah

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 97. Bandara

    Langit di luar terminal masih abu-abu. Sisa gerimis semalam membuat lantai trotoar bandara licin dan berkilau samar tertimpa lampu kuning dari deretan tiang lampu. Di dalam terminal, keramaian bercampur dengan suara koper beroda yang bergesekan, pengumuman jadwal keberangkatan, dan langkah kaki orang-orang yang tergesa-gesa.Brisa berdiri diam di dekat pintu masuk keberangkatan internasional, jaket kremnya terlipat rapi di lengan. Wajahnya terlihat tenang, tapi matanya tidak bisa berbohong. Ada beban yang ia bawa, beban yang tak terlihat namun terasa beratnya di setiap tarikan napas.Di sampingnya, Bu Tara tengah memeriksa paspor dan dokumen, sedangkan Pak Aryan mengawasi koper yang sudah tersusun di troli. Mereka berdua tampak lelah, tapi jelas berusaha menyembunyikan perasaan agar Brisa tidak semakin terbebani.Arga datang tergesa dari arah pintu masuk, jaket denimnya setengah basah karena sempat terguyur hujan. Nafasnya sedikit terengah, rambutnya acak-acakan, tapi yang paling menc

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 96. Pergi

    Sore itu, rumah keluarga Brisa terasa lebih lengang dari biasanya. Udara sejuk dari jendela terbuka membawa aroma rumput basah dan rintik gerimis yang mulai turun perlahan.Brisa membuka pintu rumah dengan langkah pelan. Sepatu yang basah oleh gerimis meninggalkan jejak samar di lantai. Ibunya, Bu Tara, yang mendengar suara pintu segera keluar dari dapur.“Brisa, kamu sudah pulang?” Suaranya lembut namun sarat kecemasan.Pak Aryan muncul dari ruang kerja, menatap putrinya lekat-lekat.Brisa memaksakan senyum kecil. “Ma, Pa.”Bu Tara buru-buru menghampiri dan memeluknya erat. Pelukan itu hangat, lama, dan penuh rasa khawatir yang tak bisa diucapkan. “Kamu nggak apa-apa, kan?” bisiknya.Brisa mengangguk pelan. “Aku cuma butuh sedikit waktu untuk menenangkan diri."Setelah itu mereka duduk bertiga di ruang keluarga. Tidak ada televisi menyala, tidak ada suara musik. Hanya keheningan yang mengendap di antara mereka.Pak Aryan bersandar di sofa, tangannya bertaut di depan dada, sedangkan

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 95. Pergi dari rumah

    Beberapa saat kemudian, pintu kamar Brisa terbuka. Brisa melangkah keluar dengan sebuah koper besar di tangannya. Ia tampak terkejut melihat Ivana masih duduk di ruang tamu.“Kamu masih di sini?” tanya Brisa, nada suaranya dingin.Ivana bangkit berdiri, matanya menatap koper besar itu. “Kamu… kamu mau pergi?”Brisa menunduk sejenak, lalu menatap Ivana lurus. “Iya. Aku nggak bisa tinggal di rumah ini lagi. Terlalu banyak kenangan buruk dan Sagara sudah tidak ada lagi di sini."Ivana membuka mulutnya, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tak ada kata yang keluar. Ia hanya berdiri di tempat, tubuhnya terasa kaku. Ada perasaan bersalah yang menyelinap di hatinya, tapi ia menekannya dalam-dalam.Brisa menyeret kopernya ke dekat pintu. Ia mengambil jaket dari gantungan, lalu berbalik menatap Ivana sekali lagi.“Kalau kamu datang buat bicara soal hubunganmu dengan Brian, aku nggak tertarik. Kalian bisa melakukan apa pun yang kalian mau, tapi aku nggak akan tinggal di tengah drama kalian. La

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 94. Surat untuk Brisa

    Suasana di ruang tamu semakin hening, hanya terdengar detakan jam dinding yang seakan mengiringi kegelisahan di dalam dada Brian. Ia mengangkat kepalanya, matanya bertemu dengan tatapan dokter Angga yang masih menunggu reaksi selanjutnya.Brian menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia tahu ini bukan saatnya emosi. Ia bertanya dengan nada pelan, "Apakah Brisa sudah tahu?" Dokter Angga menggeleng perlahan."Saya belum memberitahunya," ujar dokter Angga, suara berat dan penuh pertimbangan. "Itulah alasan saya datang ke sini. Saya ingin bicara langsung dengan Bu Brisa, menjelaskan semuanya dari awal."Brian menatap dokter Angga beberapa saat sebelum mengangguk. Tidak ada kata-kata lagi. Setelah berpamitan, dokter Angga pun pergi meninggalkan rumah yang kembali tenggelam dalam keheningan.Brian menatap pintu yang baru saja tertutup di belakang dokter Angga. Ia menunduk, menggenggam ponselnya. Ia mencoba menelepon Brisa. Sekali, dua kali. Tak dijawab. Ia mengirim pesan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status