Tiara menatap terkejut pada adik iparnya ini. Adik iparnya ini kenapa bersikap aneh, bukankah jika memang Karin bersalah dalam kematian Fira, ini waktu yang tepat untuk membalas wanita itu, meski Tiara tak yakin kasus itu bisa dibuka kembali. "Kenapa kamu berpikir begitu?" Fariz menghempaskan tubuhnya pada sofa di seberang Tiara, awalnya dia langsung ingin kembali ke kantor tapi dia tidak mungkin mengabaikan kakak iparnya yang pasti sekarang ini masih sangat ketakutan. "Karena kita tidak punya cukup bukti." Tiara yang tadinya menatap anak-anak yang sedang bermain di ruang tengah kembali fokus pada Fariz. "Tapi ada saksi dan beberapa orang yang membantu mbak sri, dia tidak mungkin berbohong." Tiara tidak mungkin melupakan bagaimana mbak Sri begitu gemetar ketankutan saat sampai di sekolah Araz tadi, dan dia yakin itu bukan sandiwara. Fariz mengangkat bahunya. "Aku tidak bilang begitu, kita hanya berjaga-jaga saja. jikapun kita melapor prosesnya akan melelahkan dan belum tentu
Bersuamikan Farhan yang sama sekali tidak romantis dan tidak peka, membuat Tiara harus putar otak untuk membuat suaminya lebih peduli pada anak-anak mereka yang tidak akan mengerti kalau ayahnya tidak akan menjadi lebih perhatian tiba-tiba tanpa alasan yang jelas. Juga dengan kehadiran Alena yang tiba-tiba saja akan menjadi adik mereka, meski dilahirkan oleh ibu yang berbeda. Tiara takut suatu saat identitas Alena akan terbuka dan membuat mereka menjadi bahan ejekan, akan tetapi untuk menjelaskan kepada mereka sekarang yang sebenarnya rasanya Tiara masih bingung. "Kamu kok kayak nggak senang, Bu?" Tiara langsung tersentak baru dia sadari kalau dari tadi sang suami memperhatikannya dalam dia. "Kata siapa? aku suka kok, hanya aneh saja, kebun binatang hanya beberapa menit dari rumah kita kenapa kamu sampai cuti seminggu, kamu tidak berniat ganti profesi jadi pawang gajah bukan," elaknya. "Enak saja, tentu saja bukan itu, aku akan mengantar jemput kalian selama seminggu ini." "Ken
“Ayah beneran kita akan pergi ke kebun binatang?” tanya Araz entah untuk berapa kalinya, anak itu terlalu antusias dengan perubahan sang ayah. Tiara yang melihat Farhan lebih perhatian dari sebelumnya bukannya senang malah ketakutan, dia seperti tidak mengenal suaminya saja. “Bukankah dia kemarin memang berubah perhatian karena ada perjanjian denganmu,” kata keysa saat Tiara menghubunginya pagi-pagi sekali. “Iya tapi kemarin itu karena perjanjian, tapi sekarang dia terlihat begitu tulus, bahkan aku tidak perlu memintanya ini dan itu, aneh banget kayak bukan mas Farhan, apa mungkin jiwanya tertukar-“ “Otakmu yang mungkin tertukar, Ra,” omel Kaysa kesal. “Kamu itu memang aneh banget. Suami perhatian kamu protes dia nggak perhatian kamu ngamuk, mau kamu apa sebenarnya? Hadeh!” Nah lho apa coba maunya Tiara juga bingung sendiri. Apa benar ini hal yang wajar, tapi kenapa dia merasa ada hal yang mengganjal. “Yah bukan begitu juga kali–ah sudahlah terserah dia saja!” kata Tiara akhirn
Setidak pekanya Farhan yang sudah Tiara hapal di luar kepala, dia tidak akan jatuh ke lubng yang sama. Tiara menatap tajam sang suami yang hanya melongo menatap mantan istrinya yang hari ini tampil secantik barbie dalam baju kasul yang dia pakai. “Awas tuh ilernya netes,” sidir Tiara pada Farhan yang masih melongo bengong. Dengan salah tingkah Farhan langsung menatap istrinya dan tertawa canggung. “Sana samperin kan sudah diundang juga, sini Araznya.” “Itu tante jahat yang sering buat ayah dan ibu bertengkar ya..” kalimat Araz itu membuat kedua orang tuanya terdiam, tak ingin telinga anaknya terkontaminasi dengan hal yang tak patut dia dengar. “Araz ikut ibu dulu ya ayah sedang ada urusan,” kata Tiara, tapi Farhan ternyata punya pemikiran lain, dia menahan tangan Tiara dan tetap menggendong Araz dengan satu tangannya. “Araz tidak boleh bicara begitu ya, itu tidak baik.” Tiara langsung menaikkan alinya dengan penasaran, sedangkan Farhan langsung menghela napas panjang. “Maksud
“Kamu itu ingin anak perempuan boleh saja, tapi jangan dengan sembarangan perempuan. Sudah punya istri yang bibit bebet bobotnya bagus kok malah orang gila kamu suruh melahirkan anakmu.” Tiara hanya menunduk saat mama mertuanya mengomel tak henti setelah Farhan terbangus setelah setengah hari hanya tertidur pada operasi. Seharusnya dia iba pada sang suami yang diomeli seperti anak kecil, tapi kalau ingat ini juga kesalahan farhan rasa itu langsung menguap sudah. “Apa kamu tidak berpikir kalau anakmu nanti mewarisi sikap kedua orang tuanya yang keras kepala dan mau menang sendiri.” Farhan makin menundukkan kepalanya dalam, bahkan ditubuhnya yang harus berseliweran kabel untuk menunjang hidupnya tak membuat Sang ibu mengasihani. Ruangan VIP yang menjadi tempatnya dirawat memiliki letak yang terpisah dengan rumah sakit induk, jadi meski ibunya berkata dengan kencang hal itu tidak akan membuat mereka menjadi bahan tontonan orang lain. Liburan yang dia kira akan dia jadikan momen
Tiara selama ini adalah istri yang patuh pada suami. Dia tidak pernah berbicara kasar, satu dua kali memang mereka sering berbeda pendapat dan berdebat, akan tetapi sejak masalah Karin ini mencuat, Tiara berubah. Yah berubah menjadi wonder woman. Farhan yang tidak peka dan kadang sangat labil membuatnya sebagai istri harus bisa mendorong sang suami untuk memberikan keputusan yang tepat untuk kelangsungan keluarga mereka, jika mulai saat ini dia menjadi pembangkang dan keras kepala, bukankah itu wajar. “Bailkah jika mas memutuskan untuk tidak memperpanjang kasus ini,” kata Tiara dengan tenang, sekarang Farhan yang begitu terkejut menatap istrinya. “Kenapa ada yang salah dengan ucapanku?” tantangnya saat melihat keterkejutan di wajah sang suami. “Kamu yakin, maksudku aku memang memikirkan masa depan Alena, bagaiamanapun Karin ibu kandungnya-“ “Dan kalau kalian berjodoh mungkin akan sangat memalukan beristrikan narapidana,” kata Tiara yang makin membuat Farhan bingung dengan sikap
Tiara baru saja membelikan makanan untuk Farhan yang begitu rewel tidak mau makan makanan rumah sakit, sedangkan Tiara juga tidak mungkin pulang untuk memasak makanan. "Kenapa mas Farhan menghalangiku!" Tiara langsung menghentikan langkahnya di luar kamar, tentu saja dia mengenali suara mantan madunya itu. Jadi sejak awal wanita itu ingin membunuhnya. Betapa picik dan keji wanita itu, dia yang menyakiti dan menorehkan luka tapi dia juga merasa menjadi korban di sini. Luar biasa. Lama Tiara menunggu tapi tidak ada jawaban dari sang suami, atau dia tidak bisa mendengar suara suaminya? Tiara sudah akan masuk, tapi tangannya mengambang di udara saat mendengar suara Farhan. "Aku tidak menghalangimu," kata Farhan dengan tenang. "Kamu berani muncul di sini pasti sudah punya rencana lain." Tiara diam terpaku mendengar jawaban sang suami. Tawa merdu Karin terdengar di telinganya. "Mas Farhan memang yang paling memahamiku," katanya dengan riang. "Tentu saja siapapun yang berani mengha
"Kamu masih ingat dengan Aya?" tanya Tiara pada Keysa yang hari ini menjenguk suaminya yang sedang dirawat. "Oh adik kelas kita yang sekarang menjadi jurnalis itu," kata Keysa lupa-lupa ingat. "Yup siapa lagi, menurutmu apa dia bisa dipercaya?" Keysa langsung mengerutkan keningnya dengan bingung. "Kamu mau apa? mantan madumu itu bukan artis jadi tidak akan menarik perhatian Aya, lagi pula dia itu jurnalis untuk televisi lokal." "Aku tahu, aku bukan ingin dia menulis tentang Karin untuk tempat kerjanya." "Lalu, aku hanya ingin dia membantuku memuat berita di media onine." Keysa makin terbelalak dengan ide gila Tiara. Seingatnya Tiara bukan orang yang suka dengan publlikasi, bahkan saat sekolah dulu Tiara jarang sekali ikut kegiatan, yah karena dia lebih suka menekuri buku-buku yang dia punya dari pada mengikuti kegiatan sekolah yang membuatnya dikenal banyak orang. "Kamu yakin? maksudku setahuku Aya cukup handal dalam menulis sebuah berita dan namanya juga dikenal sebagai ju