Jeritan dari seberang lorong, membuat Kirana terkejut.Dia baru saja keluar dari kamar mandi dan mendapati Sandra Winarta yang tiba-tiba pingsan.“Astaga, Nyonya Sandra!” Pekik Kirana.Ujung gaun tidurnya basah karena terkena air sehingga meninggalkan bercak di permukaan lantai kayu.Dengan susah payah, Kirana berusaha membopong tubuh Sandra. “Nyonya, sadarlah.”Namun karena Kirana masih sakit, sulit baginya untuk membawa Sandra sendirian. Kirana lalu berteriak minta tolong.“Ada apa?” Tak lama Thomas pun muncul. Matanya membelalak melihat ibu mertuanya yang tidak sadarkan diri.“Lho, Mama?!” Vivian panik melihat ibunya kini dipapah oleh Thomas. “Apa yang terjadi?!”“Entahlah. Saat aku keluar dari kamar mandi, tiba-tiba Nyonya Sandra teriak dan seketika pingsan,” terang Kirana.“Jadi, kamu yang pertama kali melihat Mama pingsan?” Tanya Vivian curiga.“Iya, Nyonya.”“Kamu enggak melakukan apa-apa pada Mama kan?” Mata Vivian memicing.Kirana terheran. Melakukan apa? Dia bahkan sama terk
26 Tahun Lalu…Setelah lima tahun pernikahan, akhirnya Sophia hamil. Perempuan itu menangis haru saat melihat test pack di tangannya muncul dua garis yang jelas.Sophia menghapus air mata bahagianya dan segera menghubungi suaminya, Robert, yang sedang berada di kantor.Namun, teleponnya tidak diangkat-angkat. Akhirnya Sophia berencana mengejutkan Robert sepulang kerja lagi.“Dia pasti senang,” Sophia menyunggingkan senyumnya sambil memasukkan test pack itu ke dalam kotak kecil.Di ruang kantornya, Robert nampak gelisah. Di hadapannya, Sandra duduk sambil tertunduk dalam. Tangannya gemetar saat menyerahkan surat keterangan dari dokter. Tapi itu bukan surat biasa. Surat ini akan mengubah hidupnya.Robert menghela napas berat. “Kamu hamil?”“I-iya, Pak. Sudah delapan minggu.”“Anakku?” Sandra mengangguk pelan.Tubuh Robert lunglai. Rasanya dia ingin tenggelam di lautan dalam. Bagaimana mungkin Sandra, sekretaris yang baru bekerja tiga bulan dengannya, bisa hamil? Mereka hanya melakuka
Sandra menatap nanar langit-langit rumah sakit.Berkali-kali dia mempertanyakan kenapa dirinya begitu nelangsa. Dia harus kehilangan bayi yang dikandungnya di usia lima bulan.Sapuan hangat menyentuh punggung tangannya. Robert menatap dirinya dengan iba.“Aku sudah mengurus semuanya, Sandra…” ucap pria itu. “Beristirahatlah. Dan jangan berpikiran macam-macam.”“Ini semua karena kebodohanku,” suara Sandra terdengar begitu serak. “Seharusnya aku lebih berhati-hati lagi.” Sandra kembali terisak pelan.“Jangan menyalahkan dirimu, San. Memang sudah jalannya seperti ini,” balas Robert. Lalu pria itu melirik pergelangan tangannya. Dia harus segera kembali ke rumah.“Di mana kamu menguburkan bayi itu?” Tanya Sandra lemah.“Di pemakaman dekat sini. Setelah kamu diperbolehkan pulang oleh dokter, aku akan mengantarmu, San. Sekarang aku harus pulang. Sampai jumpa.”Pintu kamar tempat Sandra berbaring menutup pelan. Dia tahu sedari awal menikah siri dengan pria itu, Robert tidak pernah mencintain
Lagi-lagi suara petir menggelegar dengan keras, menghentakkan jantung Sophia sedemikian rupa. Rahang wanita itu nampak menegang, mendengar pengakuan yang meluncur dari mulut sandra.“Apa katamu?” tanya Sophia dingin.“Maafkan aku, Nyonya…” Sandra kembali membenamkan wajahnya. Seketika bahunya berguncang keras.“Jangan menyebar fitnah, Sandra. Aku bisa saja menyeretmu ke ranah hukum atas pernyataanmu yang enggak berdasar itu,” ucap Sophia lagi.“Untuk apa aku berbohong, Nyonya Sophia? Aku terpaksa membuka rahasia ini sekarang, karena aku enggak kuat menyimpannya sendirian. Seharusnya, Kiara memiliki seorang kakak, kakak laki-laki. Tuan Robert memberinya nama Kenzo…” Sandra kembali tersedu mengingat hal itu, sementara tubuh Sophia membeku seperti es. Dia berharap apa yang terjadi sekarang hanyalah mimpi.Tapi tidak, semua terasa nyata. Bahkan rasa sakit menjalar begitu Sophia mencubit lengannya sendiri.‘Robert selingkuh?’ Sophia membatin. Wajah suaminya kini berkelebat di benak wanita
Tubuh Sandra terkulai lemah di ujung dermaga.Air matanya jatuh dan tubuhnya berguncang hebat. Dia tidak menyangka dirinya berakhir jadi seorang pembunuh.Tatapan terakhir Sophia akan terus menghantui sepanjang hidupnya.Selama beberapa saat, Sandra membiarkan hujan terus membasuh tubuhnya, berharap dosa-dosanya juga ikut luruh.Sampai akhirnya dia kembali ke dalam villa. Bukti-bukti perselingkuhannya dengan Robert masih berceceran di sana.Dengan tubuh yang kuyup, Sandra kembali melintasi ruang tengah.Tetapi dirinya langsung menjerit kaget ketika petir yang menggelegar itu menyinari sosok yang berdiri di sudut ruangan.Ratna Ambarsih melayangkan tatapan tajam pada Sandra.Tubuh Sandra mendadak gemetar, bukan karena kedinginan, tapi karena dia tertangkap basah. Foto-foto itu masih berserakan di atas meja.“Aku melihat semuanya,” suara Ratna terdengar datar. “Kenapa kamu tega membunuh Nyonya Sophia?”Sandra mengambil langkah mundur, begitu Ratna bergerak ke arahnya. Otaknya berputar c
Kepanikan melanda begitu Sophia dan bayinya menghilang tanpa jejak.Robert yang baru kembali dari Amerika begitu syok. Dia mengerahkan pihak berwajib untuk mencari istri dan anaknya.Anehnya, tidak ada satu pun barang-barang Sophia yang hilang.Sampai akhirnya, Robert menemukan surat wasiat itu. Dia kembali syok dan terkena serangan jantung mendadak.Robert terpaksa absen saat polisi menyisir danau. Mereka memastikan, melalui surat wasiat itu, kalau Sophia memang telah bunuh diri. Namun, tidak ada yang berani menyelam ke danau itu karena airnya begitu pekat, ditambah mitos-mitos angker oleh warga sekitar.Tetapi tiba-tiba, seolah ingin ditemukan lebih cepat, jasad Sophia muncul ke permukaan.Tubuhnya sudah tidak bisa dikenali, tapi semua yang melekat di tubuhnya memang milik Sophia. Ditemukan juga batu-batu kecil di saku gaun tidur wanita malang itu.Sayangnya, bayi itu tidak pernah muncul. Warga percaya bayi itu diambil oleh penunggu danau.Keluarga besar Sophia tidak menginginkan a
“Lho, Kirana?” Robert begitu terkejut. “Sedang apa kamu di sini?”Kirana mengernyitkan dahinya. “Sedang apa? Ini rumah ibuku.”“I-Ibumu?” Bola mata Robert nampak melebar. Keterkejutan di dirinya semakin bertambah. “Ibumu Ratna?”Kirana mengangguk. “Apa Tuan mengenal ibuku? Atau jangan-jangan ibuku punya utang sama Tuan?”Robert dan Darma saling bertukar pandang.“Sebenarnya ada yang harus kubicarakan pada Ratna. Tapi sepertinya rumah ibumu kosong,” terang Robert.Kerutan di dahi Kirana semakin dalam. Begitu dia mengeceknya, benar apa yang dikatakan Robert. Rumah Ratna terkunci. Dari balik jendela, Kirana menangkap ruangan yang gelap dan hampir kosong.“Jadi, kamu bahkan juga enggak tahu di mana ibumu berada?” Tanya Robert heran.Kirana menggigit bibirnya cemas sambil menggeleng. “Beberapa hari ini aku memang enggak bisa menghubungi ibuku.”Lalu informasi dari tetangga bilang Ratna tiba-tiba pindah tiga hari yang lalu, bahkan tanpa memberi tahu tetangga akan pergi kemana.Akhirnya Robe
“Ada hal penting yang ingin kuumumkan pada kalian,” Thomas berdiri di ruang baca, di hadapan kedua orangtuanya dan Vivian–tanpa kehadiran Kirana karena perempuan itu belum pulang dari rumah Ratna.Sementara Al nampak sibuk bermain sendirian di sudut ruangan. Sesekali mata Melinda mengawasi pergerakan cucu kesayangannya itu.“Soal apa? Starlight Production yang mengalami peningkatan keuntungan secara signifikan?” Tanya Sutono.“Bukan, Pa. Tapi Starlight Production memang mengalami peningkatan profit di kuartal kedua tahun ini.”“Lantas apa, Thomas?” Desak Melinda. “Satu jam lagi Mama mau arisan.”“Aku juga harus pergi,” sergah Vivian. “Aku harus menghadiri pembukaan butik temanku malam ini.”Thomas berdeham pelan. Jujur, dia sedikit deg-degkan menyampaikannya.“Baiklah, aku langsung saja. Kirana hamil dan Al akan jadi seorang kakak,” Thomas tersenyum tipis.Sejenak, ruangan itu mendadak hening. Hanya suara benturan balok yang dilempar Al yang terdengar.“Di-dia hamil? Lagi? Secepat it