Setelah kejadian di gedung tua, Alvaro dan timnya kembali ke markas mereka dengan keadaan fisik dan mental yang terkuras. Ricardo mencoba memperbaiki sistem komunikasi mereka yang rusak, sementara Selena memeriksa peralatan mereka untuk misi berikutnya.
Namun, yang paling terguncang adalah Alvaro. Di kamarnya, ia memandangi foto lama dirinya dan Marco, merenungkan setiap momen yang membawa mereka ke titik ini.
“Marco bukan hanya sahabatku,” gumam Alvaro, suaranya serak karena emosi. “Dia seperti saudara bagiku. Tapi sekarang... aku bahkan tidak mengenalinya lagi.”
Nadia, yang baru saja selesai mengobati lukanya, masuk ke ruangan. “Alvaro, aku tahu ini sulit bagimu, tapi kita harus fokus. Jika kita tidak menghentikannya sekarang, banyak nyawa yang akan hilang.”
Alvaro mengangguk pelan, meskipun hatinya masih terasa berat.
Saat Ricardo memeriksa dokumen yang mereka ambil dari gedung tua itu, ia menemu
Setelah berhasil melarikan diri dengan Marco sebagai tawanan, tim Alvaro berlindung di sebuah gudang tua yang jauh dari kota. Mereka harus menyusun ulang strategi mereka sambil mencoba mendapatkan informasi dari Marco tentang lokasi Shadow Alpha.“Dia tidak akan berbicara,” kata Selena sambil menatap Marco yang terikat di kursi. “Kita sudah mencoba semua cara.”Alvaro mendekat, matanya tajam menatap sahabat lamanya. “Marco, kau tahu aku tidak ingin ini terjadi. Beritahu aku di mana Shadow Alpha berada, dan aku akan memastikan kau mendapat kesempatan kedua.”Marco hanya tersenyum kecil, meskipun wajahnya dipenuhi luka. “Kau terlalu naif, Alvaro. Dunia ini tidak sesederhana itu.”Nadia, yang berdiri di sudut ruangan, menyela. “Mungkin kita harus mencoba pendekatan lain. Mungkin ada seseorang yang bisa kita percayai untuk membantu.”Namun, Alvaro menggeleng. “Tidak ada waktu untuk itu.
Alvaro berdiri di depan jendela hotel tua yang mereka jadikan markas sementara. Matanya menatap jauh ke luar, ke pemandangan kota yang hiruk-pikuk, penuh dengan orang-orang yang tidak menyadari ancaman besar yang mengintai mereka.“Kita perlu langkah berikutnya,” gumamnya sambil menggenggam peta yang penuh coretan strategi.Ricardo, yang sedang memeriksa data di komputer, menoleh. “Langkah berikutnya harus mencakup pemimpin mereka. Kita tidak bisa terus-menerus hanya melawan pasukan bayangan.”Selena, meskipun masih dalam masa pemulihan, ikut bergabung. “Apa pun yang kita lakukan, kita harus siap dengan segala konsekuensi. Shadow Alpha tidak akan diam saja setelah kehilangan markas mereka.”Data yang mereka ambil dari bunker menjadi fokus utama. Ricardo sibuk menguraikan dokumen-dokumen terenkripsi, sementara Alvaro mencoba menyusun pola dari informasi yang sudah mereka temukan.“Ini dia,&rdqu
Setelah pertempuran terakhir di benteng Shadow Alpha, tim Alvaro kembali ke markas sementara mereka di wilayah netral. Luka fisik dan emosional masih terasa, tetapi tidak ada waktu untuk beristirahat lama.Di dalam ruang rapat kecil, Alvaro memimpin diskusi dengan tim intinya: Selena, Ricardo, Maria, dan beberapa sekutu baru.“Kita berhasil menghancurkan benteng utama mereka, tetapi ini belum selesai,” kata Alvaro sambil menunjukkan peta digital yang diproyeksikan di layar. “Cabang-cabang Shadow Alpha masih tersebar di beberapa negara. Mereka bisa saja membangun ulang kekuatan mereka.”Ricardo mengangguk. “Aku sudah melacak aktivitas mereka di beberapa lokasi. Mereka tampaknya mulai berkumpul kembali di Asia Tenggara dan Amerika Selatan.”“Kita harus memutuskan langkah selanjutnya,” tambah Selena. “Apakah kita mengejar mereka sekarang, atau fokus memperkuat aliansi kita?”Alvaro merenung s
Alvaro duduk di ruangan gelap di sebuah bunker bawah tanah, memandangi layar besar di depannya. Ricardo, Selena, dan beberapa anggota tim lain yang selamat dari misi terakhir berdiri di sekitarnya.“Viktor Ivanov adalah kunci,” kata Alvaro dengan tegas. “Dia adalah penghubung utama ke seluruh jaringan Shadow Alpha. Jika kita bisa menangkapnya, kita bisa menghancurkan semua ini dari akar.”Ricardo mengangguk. “Tapi dia bukan target yang mudah. Dia memiliki sistem keamanan paling rumit yang pernah kulihat.”Selena, yang baru saja pulih dari luka-lukanya, menatap layar dengan serius. “Kita butuh rencana, dan kali ini kita tidak boleh salah langkah.”Mereka memutuskan untuk membagi tim menjadi tiga kelompok:Kelompok infiltrasi: Bertugas menyusup ke markas Viktor.Kelompok gangguan: Bertugas menciptakan kekacauan di luar markas untuk mengalihkan perhatian.Kelompok pendukung: Bertugas memberikan dukungan teknologi dan logistik dari jarak jauh.“Operasi ini akan menjadi taruhan terbesar ki
Beberapa hari setelah penangkapan Viktor Ivanov, Alvaro duduk di ruang interogasi, memandangi pria itu dengan tatapan tajam. Meskipun Viktor kini terbelenggu, keberadaannya masih memberikan aura ancaman yang nyata.“Aku sudah memberimu nama,” kata Viktor dengan suara serak. “Apa lagi yang kau inginkan dariku?”Alvaro menggenggam meja di depannya dengan erat. “Aku ingin tahu semua. Bagaimana Konstantin Dragovich terlibat, apa motivasinya, dan bagaimana aku bisa menghancurkan dia.”Viktor tersenyum kecil. “Kau benar-benar berpikir bisa menghancurkan dia? Konstantin tidak seperti aku. Dia adalah sosok yang ada di setiap sudut dunia ini, mengendalikan semuanya tanpa kau sadari.”Alvaro terdiam sejenak. Di dalam hatinya, dia tahu Viktor tidak sedang bercanda. Jika Konstantin benar-benar sekuat itu, maka pertempuran ini belum mencapai puncaknya—ini baru permulaan.Setelah interogasi, Alvaro kembali ke ruang briefing bersama Selena dan Ricardo. Di atas meja, peta dunia terbentang dengan bebe
Malam di Laut Hitam terasa lebih dingin dari biasanya. Di atas kapal kecil yang melaju perlahan di perairan gelap, Alvaro dan timnya menatap cakrawala tempat sebuah kapal besar milik Konstantin sedang berlabuh.“Kapal itu bukan sekadar alat transportasi,” kata Ricardo sambil melihat peta digital yang ditampilkan di tablet-nya. “Ini adalah laboratorium terapung. Ada sesuatu yang mereka kembangkan di sana.”Selena menatap Alvaro. “Ini mungkin kesempatan kita untuk mendapatkan informasi langsung dari sumbernya.”Alvaro mengangguk. “Kita menyusup, mengumpulkan bukti, dan jika memungkinkan… kita hancurkan fasilitas itu.”Menggunakan perlengkapan selam, mereka berenang menuju kapal dengan hati-hati. Ricardo memandu dari jauh, mengawasi kamera keamanan dan memberi tahu mereka jalur yang paling aman.Setelah berhasil naik ke dek bawah kapal, mereka bergerak cepat. Kapal itu memiliki keamanan ketat, dengan penjaga patroli bersenjata dan kamera pengawas di setiap sudut.Selena membuka peta stru
Malam itu, Alvaro tidak bisa tidur. Di dalam gudang tua yang menjadi tempat persembunyian mereka, suara deburan ombak terus menggema di kejauhan. Udara dingin menusuk kulitnya, tetapi yang lebih menusuk adalah perasaan di dalam hatinya.Carlos masih hidup.Bukan hanya hidup, tetapi juga bekerja untuk Konstantin.Alvaro mengepalkan tangannya. Dulu, Carlos adalah pahlawan baginya. Kakaknya adalah seseorang yang ia idolakan sejak kecil—seseorang yang mengajarinya bertarung, berpikir strategis, dan berani menghadapi ketidakadilan. Tapi sekarang, Carlos berdiri di pihak musuh.Selena duduk di sudut ruangan, memperhatikan Alvaro. “Kau belum tidur?” tanyanya pelan.Alvaro menggeleng. “Bagaimana aku bisa tidur
Mobil yang dikendarai Ricardo melaju dengan kecepatan penuh di jalan pegunungan yang berliku-liku. Di belakang mereka, suara sirene dan deru kendaraan pengejar semakin mendekat. Helikopter hitam berputar di langit, sorot lampunya berusaha menembus kegelapan malam."Mereka tidak akan berhenti!" seru Selena sambil mengisi ulang magazin senjatanya. "Konstantin pasti sudah memerintahkan mereka untuk menangkap kita hidup atau mati."Carlos, yang duduk di sebelah Alvaro di kursi belakang, menatap lurus ke depan. "Aku sudah mengkhianati Konstantin. Sekarang aku tidak punya pilihan lain selain melawan."Alvaro masih ragu. "Dan bagaimana kalau ini semua jebakan? Bagaimana kalau kau hanya berpura-pura berpihak pada kita?"Carlos tidak langsung menjawab. Matanya tetap fokus ke jala
Alvaro berlari menembus gelapnya malam, nafasnya memburu. Suara langkah kaki terdengar memburu dari arah belakang, menggema di sepanjang lorong sempit yang berliku. Ricardo, Selena, dan Carlos masih mengejarnya dengan gigih, tidak rela melepaskannya begitu saja. Dia menyelinap masuk ke dalam gang sempit, tubuhnya menyatu dengan bayang-bayang gedung tua yang reyot. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, namun wajahnya tetap datar, tanpa ekspresi gentar sedikit pun. Di balik matanya, pikiran bergerak cepat, mencari cara untuk menghilang dari kejaran mereka. “Aku tidak akan berhenti sampai kau tertangkap, Alvaro!” teriak Ricardo dengan napas tersengal. Selena dan Carlos berusaha mengepungnya dari dua arah. Mereka tahu betul kemampuan Alvaro dalam melarikan diri, dan tidak ingin memberinya celah sedikit pun. Namun Alvaro sudah memperhitungkan semuanya. Dengan gesit, dia melompat ke atas tumpukan kotak kayu dan naik ke atap bangunan rendah di sampingnya. Dari sana, dia melompat ke ata
Sunyi yang mencekam masih menggantung di udara setelah Ricardo, Selena, dan Carlos menyadari kenyataan pahit itu—ada pengkhianat di antara mereka.Mata mereka saling bertautan, masing-masing mencoba membaca pikiran satu sama lain, mencari tanda-tanda kebohongan.Carlos, yang masih berlumuran darah dan lemah karena luka-lukanya, menarik napas berat. “Kita tidak bisa membiarkan paranoia menghancurkan kita dari dalam.”“Tapi kita juga tidak bisa membiarkan pengkhianat tetap bersama kita,” kata Selena tajam.Ricardo menghela napas. “Tidak ada gunanya saling menuduh tanpa bukti. Yang terpenting sekarang, kita harus keluar dari sini sebelum lebih banyak orang Konstantin datang.”Namun, sebe
Ricardo memacu truk di jalanan bersalju yang mulai tertutup kabut. Roda-roda besar kendaraan itu sesekali tergelincir di atas permukaan licin, tetapi dia tetap mengendalikannya dengan tenang. Di belakang mereka, dua mobil hitam dengan sirene pelan mulai mengejar.“Konstantin pasti tahu kita kabur dengan truk ini,” kata Selena sambil mengamati jalan di belakang melalui jendela kecil di ruang kargo. “Mereka tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja.”Carlos duduk di atas salah satu peti amunisi sambil merakit senapan serbu. “Bagus. Itu artinya kita bisa menyerang sebelum mereka sempat menyusun rencana baru.”Alvaro yang berdiri di sampingnya mendesah. “Kau benar-benar menikmati ini, ya?”Carlos menyeringai. “Bukankah
Van tua yang dikendarai Carlos melaju dengan kecepatan penuh, membelah jalanan Moskow yang masih sepi di pagi buta. Di belakang mereka, dua SUV hitam dengan logo organisasi Konstantin terpampang jelas di sisi pintunya terus mengejar, disertai suara sirene polisi yang seolah menggema dari segala arah.Ricardo memeriksa peluru di magazinnya. "Kita tidak akan bisa kabur hanya dengan kecepatan. Mereka punya kendaraan yang lebih baik!"Selena sudah membuka jendela samping, mengangkat senapan serbunya. "Maka kita harus membuatnya lebih adil."BRAK!Tembakan pertama dari musuh menghantam bagian belakang van, membuat kaca pecah dan serpihan logam beterbangan ke dalam."Kita tidak bisa hanya menghindar!" ujar Alvaro, yang mulai bersiap dengan pistol di tan
Truk yang mereka tumpangi melaju melewati jalanan Moskow yang dingin. Dari sela-sela peti kargo, Alvaro mengintip keluar. Lampu-lampu jalan berpendar di malam yang gelap, dan sesekali mobil patroli melintas, membuat mereka semua semakin waspada.“Kita akan kemana sekarang?” bisik Selena.Carlos, yang duduk di sebelahnya, menatap peta yang telah direkam dalam ingatannya. “Kita harus menemukan transportasi lain. Truk ini hanya membawa kita keluar dari bandara, tapi kita tidak bisa terus bersembunyi di dalamnya.”Ricardo, yang duduk di dekat pintu belakang, melirik arlojinya. “Kita bisa lompat keluar saat truk ini berhenti di lampu merah atau perbatasan distrik.”Benar saja, setelah beberapa menit, truk mulai melambat di sebuah persimpangan. Ricardo mengisyaratkan kepada yang lain, dan tanpa suara mereka menyelinap keluar, menyelinap ke gang sempit di dekatnya.Namun, mereka tidak menyadari satu hal—mereka telah diawasi sejak awal.Seorang pria berjas hitam di seberang jalan mengangkat t
Mobil yang dikendarai Ricardo melaju dengan kecepatan penuh di jalan pegunungan yang berliku-liku. Di belakang mereka, suara sirene dan deru kendaraan pengejar semakin mendekat. Helikopter hitam berputar di langit, sorot lampunya berusaha menembus kegelapan malam."Mereka tidak akan berhenti!" seru Selena sambil mengisi ulang magazin senjatanya. "Konstantin pasti sudah memerintahkan mereka untuk menangkap kita hidup atau mati."Carlos, yang duduk di sebelah Alvaro di kursi belakang, menatap lurus ke depan. "Aku sudah mengkhianati Konstantin. Sekarang aku tidak punya pilihan lain selain melawan."Alvaro masih ragu. "Dan bagaimana kalau ini semua jebakan? Bagaimana kalau kau hanya berpura-pura berpihak pada kita?"Carlos tidak langsung menjawab. Matanya tetap fokus ke jala
Malam itu, Alvaro tidak bisa tidur. Di dalam gudang tua yang menjadi tempat persembunyian mereka, suara deburan ombak terus menggema di kejauhan. Udara dingin menusuk kulitnya, tetapi yang lebih menusuk adalah perasaan di dalam hatinya.Carlos masih hidup.Bukan hanya hidup, tetapi juga bekerja untuk Konstantin.Alvaro mengepalkan tangannya. Dulu, Carlos adalah pahlawan baginya. Kakaknya adalah seseorang yang ia idolakan sejak kecil—seseorang yang mengajarinya bertarung, berpikir strategis, dan berani menghadapi ketidakadilan. Tapi sekarang, Carlos berdiri di pihak musuh.Selena duduk di sudut ruangan, memperhatikan Alvaro. “Kau belum tidur?” tanyanya pelan.Alvaro menggeleng. “Bagaimana aku bisa tidur
Malam di Laut Hitam terasa lebih dingin dari biasanya. Di atas kapal kecil yang melaju perlahan di perairan gelap, Alvaro dan timnya menatap cakrawala tempat sebuah kapal besar milik Konstantin sedang berlabuh.“Kapal itu bukan sekadar alat transportasi,” kata Ricardo sambil melihat peta digital yang ditampilkan di tablet-nya. “Ini adalah laboratorium terapung. Ada sesuatu yang mereka kembangkan di sana.”Selena menatap Alvaro. “Ini mungkin kesempatan kita untuk mendapatkan informasi langsung dari sumbernya.”Alvaro mengangguk. “Kita menyusup, mengumpulkan bukti, dan jika memungkinkan… kita hancurkan fasilitas itu.”Menggunakan perlengkapan selam, mereka berenang menuju kapal dengan hati-hati. Ricardo memandu dari jauh, mengawasi kamera keamanan dan memberi tahu mereka jalur yang paling aman.Setelah berhasil naik ke dek bawah kapal, mereka bergerak cepat. Kapal itu memiliki keamanan ketat, dengan penjaga patroli bersenjata dan kamera pengawas di setiap sudut.Selena membuka peta stru
Beberapa hari setelah penangkapan Viktor Ivanov, Alvaro duduk di ruang interogasi, memandangi pria itu dengan tatapan tajam. Meskipun Viktor kini terbelenggu, keberadaannya masih memberikan aura ancaman yang nyata.“Aku sudah memberimu nama,” kata Viktor dengan suara serak. “Apa lagi yang kau inginkan dariku?”Alvaro menggenggam meja di depannya dengan erat. “Aku ingin tahu semua. Bagaimana Konstantin Dragovich terlibat, apa motivasinya, dan bagaimana aku bisa menghancurkan dia.”Viktor tersenyum kecil. “Kau benar-benar berpikir bisa menghancurkan dia? Konstantin tidak seperti aku. Dia adalah sosok yang ada di setiap sudut dunia ini, mengendalikan semuanya tanpa kau sadari.”Alvaro terdiam sejenak. Di dalam hatinya, dia tahu Viktor tidak sedang bercanda. Jika Konstantin benar-benar sekuat itu, maka pertempuran ini belum mencapai puncaknya—ini baru permulaan.Setelah interogasi, Alvaro kembali ke ruang briefing bersama Selena dan Ricardo. Di atas meja, peta dunia terbentang dengan bebe