Bunyi pintu kembali terdengar, terbuat dari kayu jati tua yang menimbulkan suara berat setiap terbuka. Kali ini di iringi langkah lebih dari satu orang. Menandakan bukan Tina, atau penjaga yang datang. Derap langkah dari sepatu boots, membuat hati Kara bergejolak. Dia tak sabar melihat siapa yang masuk ke ruangan, ketika berapa pria berseragam mendekat ke arah Tina dan dirinya. Tangis histeris Kara meledak.
"Lapor, ada dua orang di ruangan,"
"Tenang, Bu. Kalian tidak apa-apa."
"Kunci di mana?"
"Ada pada salah satu pelayan bernama Tina," jawab Elisabeth tangkas.
Setelah apa yang di alami. Perasaan Kara masih belum stabil, membuat Elisabet ber-inisiatif memegang kendali. Kekurangan gizi, sinar matahari, di dera ketakutan akan siksaan Garvin, dan segala ketidakpastian. Mengaduk semua rasa dalam diri Kara, tubuhnya bergetar hebat ketika seorang petugas wanita membuka borgol. Dia membopong Kara keluar dari ruangan.
Sinar matahari meny
Reinhard mengambil piring yang selesai digunakan Kara. Mengangsurkan gelas minuman ke wanita cantik di hadapannya. Sedikit lebih segar, di bandingkan kemarin walau bibirnya masih pucat. Reinhard berlama-lama menatap Kara, membuat wanita itu merona merah karena deraan rasa jengah."Kamu kenapa sih? Tampangku memangnya merana sekali ya, harus di tatap dengan pandangan prihatin.""Tidak apa-apa. Sekarang sudah jauh lebih baik dari kemarin. Tidak seperti mayat hidup, "kata Reinhard, "rasanya sudah berabad lamanya aku tak melihatmu, Kara.""Untung saja kamu masih ingat, meski tidak melihatku kalau tidak ...." Kalimat Kara terputus, dia menggelengkan kepala. Enggan melanjutkan kembali.Reinhard tersenyum lembut. Kara bahkan tidak meladeni candanya. Kara yang biasa akan membalas ketus, lebih baik daripada terlihat putus asa seperti saat ini."Kamu akan tinggal di mana?""Rencananya kontrakan Adam. Dia kan masih di desa bersama orangtuaku.""
Hari ini kesehatan Kara sudah stabil, dokter sudah memberi ijin untuk pulang. Selanjutnya hanya perlu melakukan rawat jalan. Tidak banyak barang yang dibawa, karena semua yang ada tertinggal di rumah Garvin. Kepergian mendadak dari kediaman suaminya, tidak memungkinkan Kara mengemas barang pribadi."Semua Reinhard yang belikan?" tanya Kara ketika Elisabeth mengambil alih barang bawaannya."Iya," Eli diam sejenak. "Kita tunggu pak Reinhard saja untuk mengantarkan kita ke kontrakan.""Tidak perlu lebih baik pesan taksi online.""Maaf, Bu. Menurut saya mengikut saran Pak Reinhard saja.""Kamu berani membantahku?""Bukan begitu ... maaf, tunggu saja."Elisabeth bersikeras menahan Kara. Sampai ada panggilan ke handphone Eli dari Reinhard, memberitahu mobil jemputan sudah menunggu. Awalnya Kara sempat kesal karena pelayan mungil itu membantah perintah, tapi ketika keluar dari rumah sakit. Banyak wartawan yang menunggu membuat ia terpaksa me
Pagi dengan awan keabuan menggantung di langit. Menambah suram keributan yang terjadi di rumah Garvin. Pasca penggeledahan dari pihak berwajib setelah penangkapan lalu membuat Sophia menambah pengamanan. Dia mengambil alih kediaman putranya, memastikan tak ada masalah yang akan memberatkan Garvin. "Kalian tidak bisa melarang seperti ini. Aku masih istri sah Garvin!" seru Kara pada penjaga di pintu masuk kediaman Garvin. "Maaf, Nyonya. Kami hanya mematuhi perintah." "Perintah siapa?" Mendengar keributan di teras kediaman Garvin. Sophia keluar dengan wajah tampak terganggu. Dagunya terangkat, dengan satu sudut bibir melengkung ke atas. Bola matanya memindai Kara dari atas sampai kaki. "Garvin dan aku yang memerintah melarang kucing jalanan masuk ke rumah! Berani sekali memunculkan wajah sampahmu di sini. Diam di teras, jangan melangkah satu jengkalpun!" "Tenang saja aku tak akan pernah kembali setelah mengambil barang yang kupunya."
Kara berharap semua berakhir secepat mungkin. Berada dalam sorotan kamera, dan cercaan wartawan adalah hal pertama dalam hidupnya. Sebuah mimpi yang tak akan membuatnya terbangun seraya berkata 'mimpi aneh'. Kemarin dia berkata lantang meminta Reinhard membantu melakukan press conference. Sekarang dia mengumpulkan keberanian, memalsukan ekspresi menunjukkan Kara Garvita sekuat namanya. "Mengapa pernikahan anda di rahasiakan?" "Garvin merasa tidak ada keharusan mengungkapkan kehidupan pribadi ke muka umum." "Wajah anda memiliki kemiripan dengan Amara. Ada konspirasi yang mengatakan sebenarnya bukan Amara yang mengalami kecelakaan." "Usia Amara jika beliau masih hidup. 32 tahun. Apakah dalam usia 26 tahun ini kelihatan saya lebih tua enam tahun?" "Kekerasan dalam bentuk apa saja yang dilakukan Garvin?" Rentetan pertanyaan membutuhkan jawaban. Semua yang keluar dari mulut Kara akanmenjadi tontonan dan pembicaraan penduduk negeri ini. Sepe
Perceraian adalah waktu untuk perubahan. Hal itu benar-benar batu fondasi kehidupan kebanyakan orang. Ketika hati kita hancur atau impian kita direnggut dari kita, itu adalah waktu untuk perkembangan dan perubahan. “Sometimes divorce is better than marriage.”—Sumner Redstone (Terkadang perceraian lebih baik dari pada pernikahan)Semua sudah berlalu dalam kehidupan Kara. Sophia tak melanjutkan tuntutan perceraian nama baik, sepertinya Reinhard telah menekan untuk mencabut laporan. Sekarang lembaran baru meminta untuk di isi kembali. Keluarganya membentangkan tangan, merangkul Kara dalam dekapan hangat. Wanita terkuat dalam kehidupan mereka.Janda merupakan status baru bagi Kara. Tak seperti perceraian dengan Bastian, yang dirayakan dengan bersenang-senang. Kali ini ia menyikapi lebih dewasa, Feli bisa melihat perubahan pada Kara. Sekarang tak ada lagi cerita tentang pria. Dia meleburkan diri dalam kehidupan, melepas
Kara memandang ke luar jendela. Mengamati pemandangan dari rooftop restorannya. Rumput buatan dengan taman tertata rapi, dia senang menghabiskan waktu di sini. Sekedar membaca buku atau menikmati secangkir kopi. Tempat yang tidak dibuka untuk umum. Kara membutuhkan privacy. Sepanjang hari waktunya di habiskan bekerja, jika orang mengatakan rumahku adalah istanaku. Maka istana Kara adalah tempatnya mencari nafkah. Tak ada yang tahu. Sampai sekarang dia masih takut tidur sendirian di kamar. Bayangan itu sering hadir. Silih berganti terkadang ia merasakan Bastian, lalu berubah menjadi Garvin. Keduanya datang dalam mimpi, atau ketika Kara memejamkan mata. Pria-pria itu melakukan hal sama untuk menyakiti dirinya. Kara akan berteriak, berlari menuju ruang kerjanya. Bergelung di sofa sambil terisak sampai kantuk datang menghampiri. Tidak, aku bukan Kara yang dulu lagi. Tak ada yang akan menyakiti dan menyentuhku lagi. Kepalanya menggeleng, menyenderkan diri
Aku tak pernah kesusahan mencari lelaki, mereka selalu datang menghampiriku. Apalagi sekarang. Segala pujian dan rayuan terdengar seperti suara sumbang. Telinga ini bahkan tak sudi menerimanya.- KaraKara menyenderkan diri di kursi kerjanya. Menatap bandulan meja yang bergerak ke sana kemari. Menjaga keseimbangan masing-masing. Dia melirik malas ke arah pintu ketika terdengar suara ketukan."Masuk.""Hai, Ibu Kara. Ada banyak laporan yang sudah saya selesaikan. Oh, ya bagaimana tanggapan terkait tentang penawaran pasokan sayuran dari PT. Hijau Segar?""Kau membuatku merinding setiap bersikap formal ketika hanya kita berdua.""Sesekali, aku ingin menghormatimu." Feli pura-pura merajuk."Sudah seringkali kamu lakukan ketika di hadapan banyak orang. PT. Hijau Segar ini masih di naungan Diamond Grup milik Reinhard, kan?""Ho-oh.""Batalkan saja. Jangan tanya alasannya, ambil saja pihak lain."Feli mengusap wajahnya.
Feli mengeluarkan roasted chicken dari oven. Aroma wangi menguar memenuhi dapur. Menarik Edward menghampirinya.“Kalau tidak mengenalimu, aku pasti mengira seorang chef.”“Jangan menggodaku selagi memegang masakan panas, sayang.” Feli memanyunkan bibirnya. Membuat gemas Edward. Dia memberikan ciuman dalam pada kekasihnya, membuat Feli kelabakan memegang roasted chicken di samping tubuhnya.“Hentikan! Bantu aku menata meja. Bos besar akan datang,” seru Feli mengambil kesempatan bicara ketika ada jedah. Dia memang bertambah cerewet ketika sedang sibuk bekerja.“Bos besarmu yang terlihat dingin dan angkuh. Apakah kamu baik-baik saja bekerja dengannya?”“Kedengaran yang kamu bicarakan kulkas di pojokan sana. Dingin dan angkuh, haha … Kara tak seperti itu sayang, dia baik dan ramah. Hanya saja Kara tak biasa bersikap hangat diluar pekerjaan pada pria lain.”“Karena kasus yan
Kara memandang kediaman mendiang Bastian. Ia tak menyangka akan kembali lagi ke sini. Bayangan masa lalu menghampiri kala diperlakukan bagai pembantu oleh keluarga suami pertamanya. Ibu mertua yang kerap menghina habis-habisan terlihat sedang menyapu teras rumah. Gerakan terhenti saat mobil Reinhard berhenti di depan pintu pagar rumah. "Parkir di sini saja, Sayang, kita hanya mengantarkan undangan untuk mantan mertuaku dulu," kata Kara yang diamini Reinhard yang memang tak berniat berlama-lama, tak ada kenangan yang menyenangkan bagi Kara di kediaman dengan cat yang mulai kusam.Reinhard turun pertama kali, tubuh tegap menjulang terlihat dari pagar sebatas pinggang, lantas ia membuka pintu mobil untuk Kara. Leher ibu Bastian memanjang melihat ke arah tamu yang datang, bola matanya nyaris keluar ketika melihat kedatangan mantan menantu dan calon suaminya, pria kaya yang terkenal di media. Gigi wanita itu gemertak menahan marah. Tangan ibu Bastian mengenggam sapu kuat, kebencian mengua
Reinhard memasang kancing lengan kemejanya. Tersenyum sendiri di depan cermin. Sebentar lagi dia tidak sendirian di pagi hari. Ada seorang istri yang akan menemani. Tergiang kembali kalimat yang keluar dari bibir Kara malam tadi, ketika mereka dalam perjalanan pulang.“Rein. Kamu malu tidak menjadi suamiku?”“Kenapa harus malu?”“Aku dua kali menjanda. Kasus terakhir bahkan berapa bulan bertengger menjadi headlines media. Selain itu orang-orang masih menganggap kamu sahabat Garvin. Belum lagi gosip yang meluas.”“Hidupku tidak disetir pendapat orang lain, Kara. Secara garis besar tidak mempengaruhi kehidupan keluarga kami.”Reinhard tahu Kara tidak mempercayai sepenuhnya. Memang Reinhard mengakui ada benar kekhawatiran sang calon istri, hanya saja Reinhard dan Jemmi sudah menganalisa secara bisnis. Tidak terlalu signifikan masalah yang timbul karena urusan pribadi.Selain memperkirakan pengaruh
Gosip tentang rencana pernikahan Kara dan Reinhard meluas. Pernikahan ketiga dirinya dengan bujangan sekaligus pengusaha sukses. Menjadi pembicaraan tanpa henti di kalangan banyak orang.Kara bukannya tidak tahu ketika nada-nada sumbang terdengar. Janda tanpa anak dengan dua kali kegagalan pernikahan. Begitu seksi untuk dibicarakan para wanita yang iri karena bukan mereka pendamping Reinhard. Bumbu mengenai pernikahan yang dijalankan juga menambah panas gosip. Termasuk juga kekerasan dalam rumah tangga yang dijalani.Entah darimana mereka mengetahui cerita, yang bisa Kara lakukan menggunakan kedua tangannya menutup telinga. Atau mencurahkan isi hati pada Feli ketika kekesalan mulai merambah. Seperti ketika dia membaca status di sosial media mantan iparnya, saudari Bastian.[Dua kali gagal di pernikahan dengan kasus sama. Alasan si K karena suami ringan tangan. Aduh harusnya ngaca ya, kalau sampai ke dua kali. Belum lagi tidak punya anak. Jangan-jangan dia yang m
Carol mengamati Kara seksama. Sebagai wanita, dia pun mengakui Kara memang cantik. Namun dalam penilaian Carol bukan itu poin pentingnya. Kara memiliki aura berbeda dengan kebanyakan wanita cantik.Dia mempunyai kemampuan membuat orang menyediakan waktu menoleh untuk mengagumi. Sudah terbukti juga dalam hidupnya Kara mendapatkan lelaki yang secara sosial jauh diatasnya. Meski harus diakui mereka juga menghancurkan hidup Kara.Begitulah alam bekerja, terkadang ada keistimewaan diri yang membuat hidup individu lebih mudah. Entah kekayaan, keberuntungan, kecerdasan atau kecantikan. Dalam hal ini Carol menganggap Kara beruntung memiliki wajah rupawan. Mirip dengan Amanda dalam aura berbeda.Mengenai nasib pernikahan Kara sendiri. Carol tak memahami sepenuhnya. Hanya saja dia mengambil kesimpulan. Kara menilai pasangan bukan dari kepribadian. Dia mengantungkan finansial pada pendamping hidupnya. Bisa jadi itulah ihwal masalah yang dibuat Kara. Butuh dua kali untuk Ka
Udara sejuk masih enggan beranjak. Berpadu matahari yang mulai menghangat. Di beranda teras sepasang suami istri dalam usia senjanya menatap ke jalanan.Mereka baru saja mendapatkan kabar mengenai keluarga calon suami putrinya. Anak pertama kebanggaan dalam keluarga.Di pundak perempuan itu harapan semua anggota keluarga berada. Bukan maksud mereka menempatkan Kara turut bertanggung jawab. Kadang keadaan memaksa seorang gadis belia berinisiatif membantu."Pak, Ibu harap kali ini suami Kara berbeda dengan Bastian dan Garvin.""Bapak juga berpikir sama, Bu. Dua kali gagal semoga kali ini yang terakhir.""Keluarga dan tetangga terus menerus membicarakan Kara. Kesal Ibu, Pak.""Sudah
Sorot mata Feli berkilauan. Dia tertular kebahagiaan mendengar kabar dari Kara. Sahabatnya sekarang menjalin hubungan dengan Reinhard. Artinya Kara telah berani melangkah keluar dari masa lalu dan Reinahard tak akan merongrong Feli lagi.“Wow, selamat Kara. Aku turut senang mendengar kabar ini. Selera Reinhard memang bagus. Berlian hitamnya persis dengan warna matamu.”“Seperti itulah yang dia katakan.”“Melihat proses perjalanan kalian mencapai sekarang. Kurasa tak lama lagi kabar gembira akan didengar.”Kara meletakkan cangkir kopi di meja. Dia dan Feli sedang duduk di balkon rumah Kara. Area yang di desain asri dengan penempatan pot tanaman, ayunan gantung serta rumput sintetis menutupi lantai.Dia tahu pertanyaan Feli merujuk pada jenjang lebih serius, pernikahan. Dua hal yang pernah gagal dalam hidup Kara. Meski dia menerima Reinhard, Kara masih merasakan kegamangan di hati.Apabila menikah dengan Rei
Pendingin udara gagal mengatasi aura panas di ruangan. Dua orang yang pernah sepakat menjalani komitmen saling tatap. Tidak seorang pun memulai percakapan. Ada riak keterkejutan di mata lelaki melihat lawannya tidak memalingkan wajah seperti biasa.Sudut mulut Garvin terangkat. Di luar dugaan Kara berani membalasnya. Sorot mata mantan istrinya jauh lebih tegas dari terakhir mereka bertemu. Garvin tahu dia harus menggunakan muslihat lain."Kara, aku paham kalau kamu membenciku atau mungkin tidak mau bertemu lagi."Deheman Kara lebih awal menjawab. "Diluar dugaan kamu menebak dengan baik apa yang kurasakan. Meski begitu aku akan meralat untuk bagian 'membencimu' ....""Jadi kamu tidak membenciku?" Sambar Garvin memotong pembicaraan."Benar semua kebencianku sudah hilang. Bagiku benci sama dengan toksin dan aku tidak tertarik menyimpannya.""Benar Kara ... kamu benar." Mata Garvin berkilat senang. Dia menatap liar wanita di hadapannya. Lebih be
“Tunggu … Papa rasanya pernah mendengar nama ‘Kara Garvita.” Pria dengan guratan ketampanan masa muda yang masih tersirat memejamkan mata. Menggali ingatan mendengar nama keluar dari mulut putranya.“Kara yang itu. Mantan istri Garvin Paraduta Group?” Lanjutnya setelah teringat pemberitaan yang ramai berapa bulan lalu. Aku semakin lekas lupa karena tua, batinnya dalam hati.“Benar, Papa. Dia lah pilihan putra tampanmu.”“Wajahnya mengingatkan pada Amanda.”“Papa berpikir karena itulah aku menaruh hati pada Kara?”“Coba katakan berapa alasan yang membuat Papa akan berubah pikiran.”Reinhard mencondongkan tubuh ke arah Jemmy, Papanya. Sejenak otak Reinhard berpikir memilah informasi yang akan diberikan.“Pertama iya pada awalnya karena kemiripan wajah dan keinginan melindungi. Papa tahu aku mencintai Amanda. Sempat terpuruk ketika dia meninggalkan
Reinhard mencoba membaca mimik Kara. Dia sudah terlatih memperhatikan perubahan setiap gerakan wajah. Hal tersebut memberinya gambaran perasaan lawan bisnis, kolega atau orang-orang terkait hubungan dengan dirinya.Dalam hal ini Reinhard hampir selalu bisa memperkirakan kepribadian orang lain. Membuatnya dapat menentukan sikap memperlakukan mereka. Hanya segelintir orang yang melesat atau tak bisa dia tebak, dan Kara merupakan segelintir orang tersebut.Jemari lentik Kara mengambil kotak cincin di atas meja. Menimang dengan senyuman menawan. Semua gerakannya dalam pengawasan Reinhard. Detak jantung pria itu berkali lipat lebih kencang. Mengalahkan kecepatan ketika maratahon.“Aku akan menyimpan cincin pemberianmu dan menggunakan setelah siap. Kamu tidak keberatan, kan?”“Ti-dak Kara … aku akan menunggu.”Kara menarik napas dalam. Meraih pouch hitam miliknya lalu menyimpan cincin berlian hitam. Dia memperlakukan dengan