Dua hari setelah pertemuannya dengan Pak Haryo, Lana masih belum bisa sepenuhnya menghilangkan cerita penjaga museum itu dari pikirannya. Di ruang kerjanya yang dipenuhi berkas-berkas kasus, dia menatap kosong ke arah secangkir kopi yang mulai mendingin di mejanya. Cerita tentang kejadian aneh di museum terus terngiang, bisikan tanpa sumber, bayangan yang muncul tanpa ada orang, dan tentu saja cermin itu.Lana menghela napas panjang, lalu mengambil ponselnya. Dia menekan nomor Raka Pradipta, paranormal yang selama ini membantu penyelidikan dengan sudut pandangnya yang eksentrik namun sering kali masuk akal.“Raka, ada waktu?” tanya Lana begitu panggilan tersambung.“Selalu ada waktu untuk kasus seperti ini,” jawab Raka dengan nada santai. “Ada apa? Kau kelihatan ragu-ragu.”Lana menggigit bibirnya, lalu berbicara dengan nada serius. “Dua hari lalu, aku bertemu dengan Pak Haryo, penjaga museum tempat cermin itu disimpan. Dia cerita tentang beberapa kejadian aneh yang pernah dia alami d
“Aku di sini,” jawab Raka cepat. “Tetap dekat denganku.”Namun, saat Lana melangkah mendekati Raka, dia merasa sesuatu menyentuh bahunya. Refleks, dia berbalik, tetapi tidak ada siapa pun di sana. Suara samar seperti bisikan terdengar di telinganya, tetapi kata-kata itu tidak jelas. Seperti suara wanita yang merintih.“Kamu dengar itu?” tanya Lana dengan napas tersengal.“Ya,” jawab Raka. Dia menyalakan dupa yang dibawanya dan memegangnya di udara. Asap putih mengalir perlahan, menyebar ke seluruh ruangan.“Siapa pun kamu,” ucap Raka dengan suara tegas, “kami tidak datang untuk mengganggu. Kami hanya ingin tahu kebenaran.”Cermin itu tiba-tiba bergetar, mengeluarkan suara seperti kaca yang retak, tetapi tidak pecah. Lana menatap cermin itu dengan ngeri. Bayangan wanita tadi kini bergerak, seolah-olah mencoba keluar dari cermin.“Raka, apa yang terjadi?” tanya Lana, suaranya mulai meninggi.Raka berusaha tetap tenang. “Cermin ini bereaksi terhadap keberadaan kita. Mungkin kita memancin
Pagi itu, Lana duduk di kantornya sambil memeriksa laporan autopsi Dimas Hartanto. Matanya menyusuri baris-baris kata di layar komputer, tetapi pikirannya terus melayang kembali ke malam di museum. Ia merasa ada sesuatu yang hilang, sebuah detail kecil yang belum ia perhatikan.Namun, konsentrasinya terpecah ketika suara samar mulai terdengar. Awalnya, ia mengira itu hanya suara dari luar, mungkin angin yang menerpa jendela kantornya. Tapi suara itu menjadi semakin jelas. Itu adalah suara seorang wanita, lembut namun penuh kesedihan, seperti seseorang yang memanggil namanya.“Lana…”Lana tersentak, menoleh ke sekeliling ruangan. Kantornya kosong, hanya ada dirinya. Ia mencoba mengabaikan suara itu dan kembali fokus pada laporan di depannya, tetapi suara itu terus memanggil, kali ini lebih jelas.“Lana… tolong aku…”Lana berdiri, tubuhnya tegang. Ia merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Apakah ini hanya imajinasinya, atau ada sesuatu yang benar-benar terjadi? Ia segera meraih telepon
Lana duduk di mejanya dengan kepala bersandar di tangannya. Di hadapannya, berkas-berkas terkait kasus Dimas Hartanto berserakan. Di layar laptopnya, tampak foto-foto TKP dan laporan autopsi yang ia periksa berulang kali. Tetapi, semakin lama ia mencoba menghubungkan petunjuk-petunjuk yang ada, semakin ia merasa seperti terperangkap dalam labirin tanpa jalan keluar.“Cermin itu… kutukan… suara dari masa lalu…” Lana bergumam pada dirinya sendiri. Ia menggelengkan kepalanya, berusaha menepis pikiran yang mulai melantur. Tetapi semuanya terasa terlalu nyata untuk diabaikan.Ia membuka kembali catatan yang ia buat selama beberapa hari terakhir. Nama Ratu Sekar Sari tercatat di bagian atas, di ikuti dengan keterangan tentang cermin antik dan kejadian-kejadian aneh yang telah ia alami. Namun, tidak ada satu pun yang mengarah pada jawaban konkret.Pikirannya terusik oleh bayangan Raka dan teorinya. Meskipun Lana bukan orang yang percaya
Berita tentang kematian Indra Kusuma tersebar dengan cepat, menciptakan kehebohan di kota. Kematian misterius itu mengundang perhatian tidak hanya dari media, tetapi juga dari para pejabat dan masyarakat umum. Indra, seorang pengusaha muda yang dikenal cerdas dan ambisius, ditemukan tewas di apartemennya dengan kondisi yang menggemparkan. Sama seperti Dimas Hartanto, tubuh Indra ditemukan dalam posisi yang tidak wajar di depan sebuah cermin antik, dengan ekspresi wajah penuh ketakutan.Lana membaca laporan autopsi Indra yang baru saja dikirimkan kepadanya. Tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik atau zat berbahaya di tubuhnya, tetapi ada satu hal yang mencolok: pupil mata Indra melebar seperti seseorang yang melihat sesuatu yang sangat menakutkan sebelum kematiannya.Lana menutup berkas itu dengan frustrasi. Dua kematian serupa dalam waktu singkat. Apakah ini hanya kebetulan?Atau ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi?Lana memutuskan untuk mengunjung
Sore itu, Lana duduk di ruang kerjanya, dengan sebuah jurnal tebal berwarna hitam di atas meja. Jurnal milik Indra Kusuma ditemukan di salah satu laci meja apartemennya oleh tim forensik dan baru saja dikirimkan ke Lana untuk diperiksa.Halaman depan jurnal itu kosong, kecuali inisial kecil bertuliskan "I.K." di sudut kanan bawah. Saat membuka halaman pertama, aroma kertas tua yang khas menyeruak. Tulisan tangan Indra terlihat rapi, tetapi semakin ke halaman berikutnya, huruf-hurufnya mulai tampak tergesa-gesa, seolah ditulis dalam keadaan panik.Lana menghela napas dalam-dalam sebelum mulai membaca.22 Oktober"Aku tidak tahu mengapa aku membeli cermin itu. Saat aku melihatnya di pelelangan, aku merasa seperti terpanggil. Seolah-olah benda itu memintaku untuk membawanya pulang. Bingkainya terlihat kuno, dengan ukiran yang rumit. Orang-orang mengatakan itu barang antik yang langka. Aku pikir ini akan menjadi tambahan koleksi yang sempur
Keesokan harinya, Lana bertemu Farah di ruang kerjanya. Jurnalis itu membawa map tebal yang penuh dengan artikel dan dokumen lama.“Apa yang kau temukan?” tanya Lana, sambil mempersilakan Farah duduk.Farah membuka mapnya dan mengeluarkan beberapa artikel. “Aku menemukan pola kematian yang mirip dengan kasus Indra dan Dimas. Semua melibatkan orang-orang yang memiliki cermin antik yang sama. Tapi ada sesuatu yang lebih menarik.”Farah menyodorkan salah satu artikel kepada Lana. Artikel itu memuat berita tentang seorang kolektor seni bernama Johannes Kadar yang tewas secara misterius lima tahun lalu. Cermin itu disebut sebagai salah satu koleksi terakhirnya sebelum kematiannya.“Ini sudah terjadi sebelumnya?” Lana mengernyit, membaca artikel tersebut dengan saksama.“Bukan hanya sekali,” jawab Farah. “Setidaknya ada empat kasus lain yang tercatat. Korbannya selalu mengalami mimpi buruk, perubahan
Malam semakin larut saat Lana dan Farah keluar dari perpustakaan. Langit gelap dihiasi bintang yang jarang terlihat di kota, memberikan sedikit ketenangan di tengah pikiran mereka yang penuh misteri. Jalanan sepi, hanya sesekali terdengar suara kendaraan melintas.“Kita sudah melakukan yang terbaik untuk malam ini,” kata Farah sambil menguap kecil. “Aku harus pulang dan mencoba mengolah semua informasi ini. Mungkin aku bisa menyusun laporan tentang ini.”Lana mengangguk sambil menarik jaketnya lebih rapat. Udara dingin menusuk kulit, seolah-olah malam itu mengingatkan mereka pada sesuatu yang lebih menyeramkan daripada sekadar hawa dingin.“Aku juga perlu waktu untuk mencerna semuanya,” balas Lana. “Aku akan meninjau kembali peta lokasi kuburan Ratu Sekar Sari. Besok pagi kita bisa memutuskan langkah berikutnya.”Farah mengangguk, mengeratkan tas selempangnya. “Jaga dirimu, Lana. Jangan terlalu larut memikirkan ini.”“Aku akan mencoba.” Lana tersenyum kecil, meskipun rasa cemas di hat
Mereka berhasil mencapai tangga, tetapi saat menuruni anak tangga, sebuah suara keras terdengar dari atas. Mereka melihat cermin yang tadi berada di ruangan itu kini bergerak sendiri, meluncur perlahan menuju tepi tangga, seolah-olah mengejar mereka.“Cerminnya bergerak!” Farah berteriak panik.Lana, meskipun masih dipenuhi rasa takut, memimpin jalan keluar. Mereka berlari melintasi ruang tamu, tetapi pintu depan yang tadi mereka gunakan kini tertutup rapat.Raka meraih liontin pelindungnya dan mulai melafalkan mantra, suaranya tegas meskipun situasi semakin genting. “Dengan kekuatan cahaya dan perlindungan, kami memerintahkanmu untuk membiarkan kami pergi!”Pintu itu bergetar, dan akhirnya terbuka. Mereka bertiga langsung menerobos keluar, mengabaikan apa pun yang ada di belakang mereka.Ketika mereka mencapai mobil, mereka langsung masuk dan mengunci pintu. Farah, yang masih gemetar, memandang Lana dan Raka dengan wajah pa
Mereka bertiga berangkat menuju lokasi dengan mobil Lana. Perjalanan memakan waktu sekitar satu jam, melewati jalanan yang semakin sepi dan terpencil. Rumah tua itu terletak di pinggiran kota, dikelilingi oleh pohon-pohon besar yang memberikan kesan suram.Ketika mereka tiba, matahari sudah hampir tenggelam, menciptakan bayangan panjang yang menutupi rumah tersebut. Bangunan itu tampak usang, dengan cat yang mengelupas dan jendela-jendela yang sebagian besar pecah.“Kesan pertamaku: tempat ini menyeramkan,” ujar Farah dengan nada bercanda, meskipun jelas ia merasa tidak nyaman.Raka memeriksa sekeliling dengan saksama. “Tempat ini sudah lama tidak dihuni. Tapi aku bisa merasakan... sesuatu.”Lana membuka bagasi mobil untuk mengambil senter dan peralatan lain. “Baiklah. Kita masuk dan lihat apa yang bisa kita temukan. Jangan terlalu terpencar, dan beri tahu jika kalian merasa ada sesuatu yang aneh.”Saat mereka ma
Setelah menemukan foto lama Arya di ruang kerjanya, Lana dan Farah kembali memeriksa seluruh rumah dengan lebih teliti. Mereka mencoba mencari petunjuk yang mungkin ditinggalkan Arya sebelum ia menghilang. Farah, dengan senter kecilnya, menerangi setiap sudut ruangan. Sementara itu, Lana membuka laci-laci meja di ruang kerja, berharap menemukan sesuatu.“Lana, lihat ini,” Farah memanggil dari dekat jendela ruang tamu. Ia menemukan sebuah jejak tangan yang samar, seolah-olah ada seseorang yang menempelkan tangannya di kaca. Anehnya, jejak itu terlihat lebih kecil dari ukuran tangan pria dewasa seperti Arya.“Jejak tangan ini... Sepertinya bukan milik Arya. Kau pikir ini ada hubungannya dengan cermin itu?” tanya Farah, suaranya bergetar sedikit.Lana mendekat dan mengamati jejak tersebut. “Bisa jadi. Apalagi dengan cerita Arya tentang suara yang ia dengar dari cermin. Ini semakin menegaskan bahwa ada sesuatu yang tak biasa di sini.”Farah memalingkan pandangannya dari jendela dan meliha
Farah menutup telepon, lalu kembali ke ruangan Lana untuk menemani Arya Kusnadi menunggu kedatangan Lana.Lana dan Farah bertemu dengan Arya di ruangan Lana. Pria itu berusia sekitar akhir lima puluhan, mengenakan kemeja lusuh dan celana panjang yang terlihat kebesaran. Rambutnya mulai memutih, dan ia tampak gugup, mengusap-usap telapak tangannya terus-menerus."Lana Priadi, saya penyelidik kasus ini. Terima kasih sudah datang," kata Lana sambil menjabat tangan Arya.Arya mengangguk, wajahnya tegang. "Saya mendengar tentang kasus ini dari berita. Saya pikir saya harus memberitahu Anda sesuatu yang penting.""Silakan, Pak Arya. Kami mendengarkan," kata Farah, mencoba menenangkan suasana.Arya menarik napas panjang sebelum mulai bercerita. "Lima belas tahun yang lalu, saya adalah seorang kolektor barang antik. Saya membeli cermin itu di sebuah lelang pribadi. Pada awalnya, saya tidak tahu apa-apa tentang sejarahnya. Saya hanya terpikat oleh keindahan bingkainya yang dihiasi ukiran emas.
“Raka, aku mengerti kau khawatir, tapi aku tidak bisa hanya diam. Jika cincin ini adalah petunjuk, aku harus memastikan apa yang bisa kita pelajari darinya. Bukankah itu tujuan kita?” Lana mencoba membela tindakannya.Raka mendesah panjang, matanya menatap Lana tajam. “Lana, tujuan kita memang mengungkap misteri ini, tapi ada batasannya. Kau harus ingat, kita bukan hanya berurusan dengan fakta logis. Ada sesuatu yang lebih besar dari itu. Dunia yang tidak bisa kita kendalikan dengan akal sehat.”“Tapi kita juga tidak bisa membiarkan rasa takut menghentikan penyelidikan ini,” bantah Lana, suaranya sedikit meninggi.“Kau salah paham,” kata Raka tegas. “Ini bukan soal rasa takut, tapi soal kehati-hatian. Kau tidak tahu apa yang kau hadapi. Aku sudah mengalami hal-hal aneh sejak aku mendekati cermin itu, dan aku yakin cincin ini adalah bagian dari teka-teki yang berbahaya.”Raka mengangkat tangannya, menenangkan dirinya sebelum melanjutkan. “Dengar, Lana. Dalam penglihatanku tadi malam, a
Ketika mereka akhirnya keluar dari area hutan dan menuju jalan raya, perasaan tertekan sedikit mereda. Namun, keheningan di antara mereka masih terasa berat.“Farah,” kata Lana, memecah keheningan. “Aku akan membawa cincin ini ke ahli forensik besok. Mungkin kita bisa mendapatkan informasi lebih banyak tentang asal-usulnya.”Farah mengangguk. “Aku akan mencoba mencari lebih banyak catatan sejarah tentang cermin itu. Jika cincinnya ditemukan di makam Ratu Sekar Sari, mungkin ada kaitan langsung antara mereka.”Lana tersenyum tipis. “Kerja tim yang baik. Tapi pastikan kamu berhati-hati, Farah. Aku punya firasat buruk bahwa semakin dalam kita menggali, semakin berbahaya ini.”Farah membalas senyuman itu. “Aku selalu berhati-hati. Dan kamu juga, Lana. Jangan mengambil risiko yang tidak perlu.”Lana menurunkan Farah di apartemennya. Farah berterima kasih sebelum masuk ke dalam gedung, tetapi dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa seseorang sedang mengawasinya. Dia melirik ke sekelilin
Matahari masih malu-malu menampakkan diri ketika Lana tiba di kantor polisi. Udara pagi terasa segar, tetapi pikirannya sudah diselimuti ketegangan. Dia harus memastikan perjalanan mereka ke lokasi kuburan mendapatkan izin resmi, terutama karena area tersebut merupakan tanah adat yang dijaga ketat oleh masyarakat setempat.Atasan Lana, Inspektur Arief, memandangnya dengan penuh rasa ingin tahu saat dia memaparkan permintaannya.“Kuburan? Apa ini ada hubungannya dengan kasus kematian Indra dan Dimas?” tanya Inspektur Arief sambil menyandarkan tubuhnya di kursi.“Ya, Pak,” jawab Lana dengan tegas. “Ada petunjuk yang mengarah ke lokasi itu. Saya yakin ini penting untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi.”Inspektur Arief menghela napas panjang, lalu mengangguk. “Baiklah. Tapi ingat, jangan bertindak gegabah. Ini adalah wilayah yang sensitif, dan kita harus menjaga hubungan baik dengan masyarakat setempat.”Lana merasa lega mendapatkan persetujuan itu. Dia segera keluar dari kantor dan
Malam semakin larut saat Lana dan Farah keluar dari perpustakaan. Langit gelap dihiasi bintang yang jarang terlihat di kota, memberikan sedikit ketenangan di tengah pikiran mereka yang penuh misteri. Jalanan sepi, hanya sesekali terdengar suara kendaraan melintas.“Kita sudah melakukan yang terbaik untuk malam ini,” kata Farah sambil menguap kecil. “Aku harus pulang dan mencoba mengolah semua informasi ini. Mungkin aku bisa menyusun laporan tentang ini.”Lana mengangguk sambil menarik jaketnya lebih rapat. Udara dingin menusuk kulit, seolah-olah malam itu mengingatkan mereka pada sesuatu yang lebih menyeramkan daripada sekadar hawa dingin.“Aku juga perlu waktu untuk mencerna semuanya,” balas Lana. “Aku akan meninjau kembali peta lokasi kuburan Ratu Sekar Sari. Besok pagi kita bisa memutuskan langkah berikutnya.”Farah mengangguk, mengeratkan tas selempangnya. “Jaga dirimu, Lana. Jangan terlalu larut memikirkan ini.”“Aku akan mencoba.” Lana tersenyum kecil, meskipun rasa cemas di hat
Keesokan harinya, Lana bertemu Farah di ruang kerjanya. Jurnalis itu membawa map tebal yang penuh dengan artikel dan dokumen lama.“Apa yang kau temukan?” tanya Lana, sambil mempersilakan Farah duduk.Farah membuka mapnya dan mengeluarkan beberapa artikel. “Aku menemukan pola kematian yang mirip dengan kasus Indra dan Dimas. Semua melibatkan orang-orang yang memiliki cermin antik yang sama. Tapi ada sesuatu yang lebih menarik.”Farah menyodorkan salah satu artikel kepada Lana. Artikel itu memuat berita tentang seorang kolektor seni bernama Johannes Kadar yang tewas secara misterius lima tahun lalu. Cermin itu disebut sebagai salah satu koleksi terakhirnya sebelum kematiannya.“Ini sudah terjadi sebelumnya?” Lana mengernyit, membaca artikel tersebut dengan saksama.“Bukan hanya sekali,” jawab Farah. “Setidaknya ada empat kasus lain yang tercatat. Korbannya selalu mengalami mimpi buruk, perubahan