Aku sedang menikmati makan malam ku. Tentu menu yang sama dengan tadi siang, meski tumis kangkungnya baru aku masak lagi. Setiap hari aku masak sekali makan, sore masak baru meski sayuran yang sama.
Saat sedang menikmati makanan aku dengar suara motor khas milik Mas Bayu. Tak lama dia masuk dan melihatku sedang menikmati makanan yang ada di meja makan."Baru makan, Ris. Kenapa tidak dari tadi sih makannya? Kalau terlambat makan kau akan semakin kurus seperti orang kurang makan."Aku hampir tersedak mendengar ucapan mas Bayu. Apa dia tidak tau atau pura-pura tidak tau, bagaimana bentuk makanan yang aku nikmati setiap harinya."Mas terlambat pulang pasti sudah makan di rumah ibu. Masak apa dia hari ini? pasti enak kan apalagi kumpul keluarga besar."Aku berkata sinis beginilah sebagai menantu yang di sayangi mertua. Aku tidak wajib datang pertemuan, cukup menerima hasil musyawarah mereka saja."Hanya masak ayam goreng, opor ayam dan gulai nangka ditambah sambal belacan."Aku menghela napas saat mendengar suamiku bilang hanya, untuk makanan yang setahun sekali baru bisa aku nikmati di setiap hari raya."Pasti ramai yang datang, kenapa kau tidak menjemput atau memberitahuku jika akan kerumah ibumu?"Mas Bayu tidak menjawab dia mengambil sebuah kartu dari dalam dompetnya. Lalu dengan santai menyerahkan kepadaku seolah uang itu teramat aku inginkan."Soal kerumah ibu tidak usah kau pikirkan. Ibu hanya tidak mau kau repot dan kecapekan, tak ada yang penting hanya membahas tentang pernikahan Nina bulan depan.""Tak ada yang penting dia bilang. Setelah itu aku yang akan mengahadapi pria-pria berwajah datar tanpa senyum dan salam."Aku kembali menikmati makanan yang tak lagi nikmat. Kali ini rasanya seperti menelan duri yang terasa di tenggorokan. Aku segera membawa piring kotor ke tempat cuci piring, tidak melanjutkan makan Karena sudah tidak terasa enak lagi.Menyelesaikan pekerjaan mencuci piring dan peralatan dapur yang tadi aku gunakan untuk masak. Meski akhirnya suamiku pulang tanpa menyentuh masakanku karena sudah makan di luar."Sampai kapan kau bertahan, Ris. Apa menunggu sampai punya anak dulu, agar otakmu sedikit terbuka untuk berpikir."Ucapan Citra yang selalu kesal setiap kali melihat wajahku yang terlihat gusar di setiap awal bulan. Karena masih awal bulan juga aku sudah klimpungan cari uang makan.Citra satu-satunya temanku. Karena sejak menikah dengan mas Bayu aku tidak punya waktu untuk kumpul dengan tetangga, karena jika kumpul yang dibahas aib tetangga melulu.Di Butik miliknya aku bisa menyalurkan hobby menggambar pola baju. Tentu saja bayaranku cukup besar darinya tapi tetap aku masukkan ke rekening bapak meski kartunya ada padaku.Seandainya mas Bayu atau ibunya tau berapa banyak uang yang ada di ATM yang diberi bapak. Mungkin secepatnya aku akan di lempar dari kartu keluarga mereka.Yah begitulah namanya juga kesayangan mertua. Jika tidak ada alasan untuk di sayangi, pastinya ditendang pergi.Saat sedang melamun mas Bayu memanggilku dari dalam kamar. Aku lihat dia tengah membongkar lemari, baju yang baru tadi aku setrika dan lipat sudah berantakan lagi."Mas cari apa sih? Sudah aku bilang kalau cari apa-apa bilang, atau tanya jangan begini. Aku bisa gila kau perlakukan terus sepeti ini."Mas Bayu hanya diam tidak menjawab. Tapi dia menatapku tajam, seolah ingin menerkam ku hidup-hidup."Apa kau bilang gila? Sadar diri dong aku yang kerja seharian, sedang kau hanya di rumah. Akhir bulan terima gaji, kau masih bisa bilang gila seharusnya aku yang gila, kerja siang dan malam Tidak bisa menikmati uang hasil kerjaku."Mas Bayu memukul pintu lemari, sesaat aku sempat terkejut melihat ungkapan hatinya. Jadi selama ini dia menganggap aku enak-enakkan dirumah, untuk menikmati hasil kerjanya. Luar biasa sepertinya dia mulai lupa mungkin karena semua aku yang bayar ya."Ini ATM mu kau tau pasti jumlahnya. Aku belum menyentuh sepeserpun, kalau kau anggap aku terlalu menikmati uangmu. Ambil dan pergunakan dengan baik agar kau tau, berapa saldo yang tersisa dua hari kedepan."Aku meletakkan benda itu di atas tempat tidur. Lalu aku bergegas kembali keluar mencari udara segar, setidaknya dengan menjauh akan membuatku sedikit lebih baik untuk berpikir.Saat sedang memejamkan mata dan menikmati udara malam. Terasakan seseorang duduk disampingku, tentu saja dari aroma tubuhnya aku tau mas Bayu tengah menatap wajahku."Maafkan mas karena sempat emosi tadi. Kerjaan dikantor terlalu banyak sehingga membuat sakit kepala, ambil lagi ATM ini sudah jadi hak dan kewajibanmu untuk mengunakannya dengan baik."Aku tersenyum tepatnya mengejek ucapannya. Mengunakan dengan baik dia bilang, kurang baik apa selama ini aku gunakan uangnya yang hanya bertahan dua hari. Setelah itu aromanya pun tak tertinggal lagi di dompetku."Seandainya kita berpisah kira-kira siapa yang akan senang ya, Mas?"Sengaja aku bertanya seperti itu berharap pria disampingku ini akan mengerti jawabannya sehingga dia tidak asal bicara lagi di hadapanku."Jangan bicara seperti itu, mas sudah minta maaf ingat ucapan adalah doa. Jangan asal bicara lagi."Dia berdiri dan masuk kerumah setelah menyerahkan kembali kartu miliknya yang di anggap sakti itu. Uang delapan juta dia kira sudah begitu besar, sedangkan selama ini aku mengunakan uang dari bapak untuk menutupi semuanya.Mungkin itu juga yang menjadikan aku jadi menantu kesayangan, bisa mengolah uang delapan juta masih bisa memberi ibu uang seratus ribu plus beras lima kilo lagi."Dek masuk sudah malam nanti kamu sakit . Ingat sebentar lagi adikku pesta kau tidak boleh sakit."Sebuah ucapan mengandung rasa khawatir, tapi dia bukan khawatir kepadaku, tepatnya kelancaran acara keluarganya."Tenang mas aku kuat kok. Menghadapi hidup yang keras saja aku sanggup, apalagi menghadapi angin malam."Ucapku sambil melangkah masuk kerumah langsung menuju kekamar. Menghela napas saat melihat pintu lemari yang tidak tertutup, bagaimana mau tertutup sedangkan kain menyumpal membuat tidak bisa di tutup.Segera aku masukkan asal semua kain yang tadi di bongkar mas Bayu. Selanjutnya memaksa agar pintu lemari bisa tertutup. Agar mataku tidak terganggu dengan pemamdangan yang menyakitkan itu."Kok ditutup, mas belum menemukan map berisi surat tanah rumah ibu yang jadi warisanku."Ternyata dia membongkar lemari hanya untuk mencari map berisi sertifikat tanah itu. Kalau tanya kan dia bisa langsung tau dimana sertifikat itu berada kini."Buat apa mas cari sertifikat itu, jangan bilang kamu hendak mengunakan untuk sesuatu lagi, mas?"Aku menatap mas Bayu dari raut wajahnya yang salah tingkah aku tau dia menyembunyikan sesuatu. Tapi dia mencoba mengelak dari pertanyaanku barusan."Bukan, begitu lama mas tidak melihatnya takut hilang saja."Aku tersenyum pura-pura percaya dengan apa yang dia katakan, tapi maaf aku sedang mencurigai dirinya."Mas tidak usah risau aku sudah meletakkan ditempat yang aman. Bahkan tikus dan semut pun tidak akan bisa menyentuhnya."Aku tersenyum sinis lalu menuju ketempat tidur, lelah pikiran jangan sampai lelah juga tubuhku. Maka tidur adalah jalan terbaik yang harus dilakukan."Kau juga harus tidur agar besok tenang pikiranmu saat kerja. Soal sertifikat tidak usah kau pikirkan lagi, tenang barang itu bersamaku."Tanpa suara mas Bayu ikut merebahkan tubuhnya. Aku tau dia tidak langsung tidur, karena yakin dia sedang memikirkan dimana aku menyimpan sertifikat itu. Aku merasakan dia membolak balik tubuhnya terlihat resah.Kecurigaanku benar pasti ada sesuatu yang dia rencanakan dengan sertifikat itu. Tapi kali ini aku tidak mau dibodohi lagi sertifikat harus aku amankan. Terserah kalau besok atau lusa namaku akan buruk karena merampas harta suamiku sendiri.AKHIRNYA TERPILIH JUGA PELAMINAN INDAH INI.Sebuah caption unggahan foto pelaminan mewah ala sultan. Benar-benar nekad mereka mengeluarkan uang untuk acara mewah ini. Jika mereka nekad aku juga harus nekad."Mas gak salah Nina mau mengunakan WO mahal dan terkenal itu? Apa sudah kalian bicarakan dengan pihak pria untuk biayanya?"Aku bertanya saat mas Bayu sedang menikmati kopi dan pisang goreng yang baru aku suguhkan tadi."Tidak perlu ikut campur, kau kan tau Nina adikku sekaligus anak bungsu di keluarga kami. Tentu saja pesta pernikahannya harus besar dan mewah."Aku menarik napas panjang, mencoba menahan gemuruh di dadaku yang seperti hendak meledak kali ini, tentu setelah mendengar ucapan mas Bayu barusan."Masalahnya biayanya ada tidak? Paling engak calon suaminya memberi banyak untuk pestanya. Atau semua saudaramu ikut patungan gitu."Brak ...."Diam dan tutup mulutmu, ini urusan keluargaku. Semua sudah dibicarakan jangan pernah ikut campur lagi."Aku mengelus dada mencoba mengh
Risma buka pintu."Mas Bayu berteriak dari luar, tidak biasanya dia pulang lebih awal, ada apa?"Aku segera membuka pintu, untuk melihat kenapa dia kembali lagi. Bukankah seharusnya dia pergi kerja tadi, katanya ada rapat penting."Ada apa, Mas? Kenapa kembali lagi, bukannya kamu bilang mau rapat?"Bukannya menjawab, mas Bayu justru mengeluarkan sebuah kartu. Melihat benda itu ada di tangan mas Bayu, jantungku rasanya berhenti berdetak. Entah kapan dia mengambil benda itu dari dalam tasku.""Sejak kapan ATM bapakmu ada di dalam tasmu? Kenapa kau tidak bilang kalau kau mempunyai kartu ATM ini? Jangan bilang kau mencuri uangku untuk keluargamu?"Plak ....Aku menampar pipi mas Bayu. Untuk pertama kali dan mungkin terakhir kalinya aku lakuakan, karena dia sudah sangat keterlaluan. Aku mengambil Kartu milik bapak dari tangan mas Bayu. kemudian mengambil kartu miliknya lalu melempar kehadapaannya."Ambil kartu milikmu, tanpa sepengetahuanku kau ingin mengambil gajimu, Mas. Tidak usah mencu
"Risma jangan banyak bicara, dalam keluarga kami kau hanya menantu. Istri adikku Bayu, jangan melampaui batasan mu itu kalau tidak kau akan menyesal."Aku tersenyum, wanita ini bicara seolah lupa diri. Baiklah jika itu yang mereka mau akan aku turuti. Bukankah semua sudah lebih dari cukup, aku juga berhak bahagia meski tanpa keluarga mereka."Baiklah, Mbak. Aku pastikan mulai sekarang tidak akan mencampuri urusan keluarga mas Bayu lagi. Sepertinya kalian sudah bisa mengatasi sendiri."Kali ini Mbak Ana menatapku seolah tidak percaya, dengan apa yang aku katakan. Dia berdiri menuju kedapur, melihat isi kulkas lalu dia berkata dengan nada sinis."Pantas kulkasmu masih seperti baru. Isinya cuma beginian, dasar miskin kemaruk."Aku hampir tertawa, kalau tidak berusaha menahannya. Tentu saja bagus, karena memang isinya hanya air putih dingin dan sayur kangkung."Mbak tenang saja, sebentar lagi saat kulkasku bisa terisi penuh, aku undang mbak datang ke rumahku."Wanita itu tidak menjawab, t
"Risma apa ini? Jadi benar kalau selama ini kau makan enak? Sedang Bayu kau biarkan makan di rumah ibu."Aku terkejut saat pagi-pagi mbak Ana sudah datang mengorek sampah, mengambil bungkusan makanan yang aku pesan semalam."Mbak tidak usah kaget begitu, malu dilihat orang seperti tidak pernah makan sampai harus mengorek sampah."Mbak Ana tampak murka, dia melempar bungkusan itu dan tangannya langsung menuding wajahku."Seharusnya kau sadar diri. Disini kau hanya beban adikku Bayu, dia sampai harus mengikat perut demi memberimu makan tapi ini balasanmu. Makan enak tidak menunggu suami pulang."Mbak Ana bersuara cukup keras. Membuat mas Bayu yang masih mandi langsung keluar menemui kami berdua, yang berdebat karena sampah makanan."Ada apa ini masih pagi tapi kalian sudah saling berteriak. Ada apa lagi kali ini?"Aku tak berniat menjawab memberi peluang mbak Ana, untuk bicara menjelekkan aku dihadapan adiknya yang tak lain adalah suamiku."Benar yang dikatakan mbak Ana, Dek. Kalau tida
"Beruntungnya Bu Gendis, lihat Tendanya saja sebesar itu. Pasti kali ini dia punya menantu kaya dan tidak pelit, beda sama istrinya Bayu."Aku tak membalas gunjingan orang kepadaku. Biar mereka puas dulu, baru nanti pada menjilati ludah masing-masing."Risma kamu nyumbang berapa? Atau jangan-jangan tidak menyumbang ya? Kami tau kau pelit dan serakah mana mungkin mau menyumbang kan."Aku tak menjawab hanya tersenyum saja, toh mereka hanya berniat mengejek, bukan benar-benar ingin tau aku menyumbang berapa ke mertuaku itu."Kalau sudah tau tidak usah banyak tanya Mbak, bersiap saja uang dua puluh ribu lalu bawa keluarga besarmu makan enak. Jarang-jarang kan makan daging, kebanyakan bayar koperasi keliling begitu ada pesta kemaruk."Aku tersenyum sinis hampir semua orang disini tau siapa wanita ini. Hampir setiap hari dikejar kreditan, kalau ada pesta semua keluarganya dibawa, nyumbang paling banyak duapuluh ribu."Itu bukan urusanmu yang penting kami menyumbang tidak sepertimu rakus har
"Darimana kau jam segini baru pulang,? Apa temanmu itu mengajari jadi istri kurang ajar kepada keluarga suamimu?"Aku dan Dania terkejut melihat mas Bayu berkacak pinggang di depan pintu. Tanpa rasa hormat dia bahkan menghina Dania."Pulanglah nanti aku hubungi, sepertinya kondisinya tidak lagi kondusif. Jangan kau masukkan kedalam hati, perkataan orang yang tengah tidak sadarkan diri."Dania segera pergi menaiki mobilnya, meninggalkanku dan mas Bayu yang tampak sangat marah. Sekaligus geram karena tidak di perdulikan."Aku tanya kau darimana? Kenapa baru pulang jam segini? Tadi ibu bilang mau pinjam kuali. Kenapa tidak kau beri, untung aku pulang awal jadi sekarang bisa mengantarkannya kerumah ibu."Aku terkejut mendengar apa yang diucapkan mas Bayu. Terlihat kuali besar itu sudah berada di lantai siap untuk dibawa."Baiklah karena kau bertindak tanpa bertanya. Maka aku juga bisa bertindak sendiri, selangkah saja benda itu keluar dari rumah ini. Maka aku akan menyerahkan tangung jawa
"Risma mau sampai kapan kau seperti ini? Bukankah dulu kau yang bilang ibuku adalah ibumu. Tapi kenapa sekarang jadi perhitungan dengan ibuku, dia hanya pinjam kuali, jangan bertingkah seolah dia pinjam emas batangan."Aku menatap mas Bayu yang berdiri di depan pintu. Berusaha membujuk agar aku tetap akur dengan ibunya, tanpa dia memikirkan bukan hanya satu pihak yang seharusnya diminta tapi ibunya juga."Iya mas, hanya kuali, tapi apa kau lupa hampir semua kuali kita. Tepatnya kualiku berpindah ke rumah orang tuamu? Dulu niatku beli barang-barang itu untuk aku sewakan, kalau ada acara besar di kampung ini. Tapi apa? semua dipinjam yang akhirnya tidak pernah kembali sampai sekarang."Mas Bayu terdiam, mungkin dia kira aku diam karena melupakan apa yang diambil ibunya dariku."Sudahlah, semua sudah terjadi tapi aku pastikan ini terakhir kalinya ibumu mengambil barang dari rumah ini. Dan kau sudah kehabisan waktu yang aku berikan agar kau berubah."Aku mengambil bantal dan selimut, ka
"Ibu bisa masuk kalau berniat baik, tidak perlu teriak-teriak. Seharusnya pulangkan kuali yang baru bukan yang lama, kecuali kuali lama tidak lagi bisa digunakan."Aku menatap tajam ibu mertuaku terlihat dia gugup, sedang mas Bayu tampak marah karena aku mulai kurang ajar."Risma jangan keterlaluan, bagaimanapun dia ibuku. Kau tidak bisa melarang karena apa yang kau punya itu juga punyaku."Akhirnya mas Bayu bisa bicara juga setelah sekian lama. Sayang di waktu dan tempat yang tidak tepat."Sudahlah Bayu percuma bicara dengan istrimu. Akhirnya aku tau sifat aslinya, menyesal aku mengijinkan kau menikah dengannya."Bagai disambar petir aku mendengar ucapan ibu mas Bayu. Untuk pertama kali melihat wanita itu dengan sosok aslinya, ternyata tidak perlu lagi rencana A tapi langsung ke rencana B. Bapak dan ibu memang harus datang karena harus melihat sendiri keluarga besannya."Ibu benar-benar menyesal punya menantu aku? Baiklah katakan sekali lagi, maka ibu akan melihat apa yang akan terja
Ekstra Part 14."Aku tidak menyangka sama sekali. Niat mereka begitu kejam, tapi aku masih tak habis pikir, kenapa harus aku yang mereka pilih?"Malik membelai perut sang istri. Dia mengira perut wanita itu keram seperti biasa, karena melihat Risma terus mengusap perutnya.Plak ..."Jauhkan tanganmu, aku kekenyangan, kau sibuk ikut mengelus perutku."Risma memukul tangan Malik. Memikirkan Sarah sudah membuatnya kesal, sekarang tanpa dosa suaminya membelai perutnya yang mulai membuncit, bukan hanya karena ada bayi tapi juga karena makanan yang mertuanya masak. Risma benar-benar kekenyangan."Tidak apa, Yank. Kan ada anak kita di dalam sini. Meski gemuk kau tetap cantik."Malik tersenyum ke arah sang istri. Dia mengira sudah membuat wanita itu senang, siapa sangka reaksi Risma justru mengerikan."Aku belum gemuk saja kau sudah dekat-dekat dengan Sarah. Aku tak tau saat perut ini besar nanti, wanita mana lagi yang kau dekati!"Risma semakin kesal setelah mendengar ucapan Malik. Pria itu t
Plak ...."Dasar perempuan tak berotak, aku sudah memberimu banyak bantuan, Gendis. Dari anak-anakmu masih hidup hingga mereka semua mati, aku membantumu tapi apa yang kau lakukan? Mengoda suamiku dan membuat lumpuh mertuaku."Indah membabi buta saat menghajar Bu Gendis. Wanita itu hanya diam saat mendapatkan perlakuan kasar itu, karena di sana banyak orang-orang Indah.Keadaannya sudah sangat menyedihkan tapi Indah masih belum puas. Bu Gendis mengepalkan tangan saat melihat Risma duduk menikmati sepiring siomay. Mantan menantunya itu memanggil penjual siomay keliling, untuk berhenti di depan rumah kontrakannya.Keramaian di rumahnya pasti ulah Risma. Dia tak menyangka mantan menantumu mengetahui tempat tinggalnya, sedangkan rencananya dengan Sarah belum berhasil."Yank, apa ini tidak terlalu kejam? Lihat dia sudah terluka seperti itu, kasihan."Malik meraih sendok di tangan istrinya lalu ikut makan siomay dengan santai. Dia tak perduli meski sang istri melotot ke arahnya."Pria yang m
"Silakan duduk Nina Sarah. Ada apa datang kemari?"Risma tersenyum saat melihat Sarah masuk ke ruangannya. Ruangan tempat dia bekerja di butiknya, ruangan yang sudah dua tahun ini dia tempati."Aku datang karena mas Malik yang minta. Dia tak ingin terjadi keributan makanya memintaku bicara denganmu."Risma menegakkan punggungnya saat mendengar ucapan Sarah. Dia tak menyangka, wanita ini bilang di minta Malik untuk bicara dengannya."Bicara soal apa? Aku rasa tak ada yang perlu kita bicarakan. Apalagi soal yang berhubungan denganmu dan suamiku," ucap Risma."Baguslah kalau kau sadar. Aku hanya ingin kau tau, kalau hubunganku dengan Malik sudah sangat mendalam. Kami bahkan sudah tidur bersama, saat kau kedinginan di mobil malam itu. Aku dan Malik justru berada di atas ranjang yang membara."Risma menatap ke arah Sarah. Dia tak menyangka wanita elegan ini ternyata murahan juga, dia jadi ingin tau kedok wanita ini."Bagus dong kalau begitu. Sekarang kau hanya perlu mengikatnya dalam ikatan
"Angkat Mas."Risma memohon agar Malik mengangkat panggilannya. Saat ini perutnya terasa sakit luar biasa, namun sayang Malik tak mengangkat panggilannya. Sedangkan posisi pria itu paling dekat, karena saat ini dia berada tak jauh dari kantor suaminya."Taksi!"Risma terpaksa memanggil taksi untuk membawanya ke rumah sakit. Rasa nyeri di perutnya membuatnya takut luar biasa, dia takut terjadi sesuatu pada kandungannya."Rumah sakit Permata Bunda, Pak. Tolong lebih cepat."Risma memohon pada supir taksi itu. Melihat raut wajah penumpangnya yang kesakitan, sopir itu segera paham jadi dia segera melaju menuju rumah sakit tujuan Risma."Tunggu sebentar Mbak saya panggilkan perawat."Begitu sampai rumah sakit, sopir itu segera memanggil perawat untuk membantu penumpangnya. Risma berterima kasih lalu membayar ongkosnya, kemudian dia meminta perawat untuk membawanya ke dokter kandungan.Saat itulah dia bertemu dengan Malik yang sedang memapah Sarah. Sepertinya wanita itu juga sedang sakit, de
"Benar ada yang aneh, Mbak."Putri meraih potongan apel di meja. Meski mulutnya mengunyah tapi matanya tampak kosong, dia dan Risma seperti sedang berpikir.Malik yang berdiri di kejauhan merasa heran, saat melihat kedua wanita itu tak bicara atau pun bergerak. Penasaran membuatnya mendekat lalu mencium kening Risma, membuat wanita itu terkejut karena tak menyadari kedatangan suaminya."Apaan sih?"Risma mengusap keningnya lalu kembali mengunyah potongan buah di piring. Dia tak memperdulikan Malik yang duduk di depannya, dia justru asik menatap adik iparnya yang terdiam sejak kedatangan Malik."Aku rasa memang ada yang aneh. Aku harap kita bisa dapatkan petunjuk, Put. Nanti kita lihat lagi, siapa tau ada sesuatu yang terlepas dari pandangan kita."Risma menyerahkan piring berisi buah. Dia dan adik iparnya memang suka makan buah, mereka bilang untuk membantu diet. Walau hasilnya melihat nasi di embat juga."Yank."Risma melirik sekilas ke arah Malik. Membuat pria itu mengerucutkan bibir
"Sayang, syukurlah kau pulang."Malik berlari menyambut kepulangan istrinya. Beberapa jam mereka kebingungan, karena Risma menghilang tanpa kabar. Ponselnya mati hingga tak bisa di hubungi."Jangan mendekat, Mas. Tolong menjauh lah, aku belum mandi dan belum mencuci muka."Risma menolak Malik ketika pria itu hendak memeluknya. Matanya melirik Sarah yang berdiri di belakang suaminya, dia bisa menebak kalau wanita itu selalu bersama Malik saat dia menghilang."Maaf, mobil Risma mogok di jalan semalam. Apalagi hujan lebat jadi aku tidur di mobil, tak ada yang bisa membantu apalagi ponselku kehabisan baterai. Kalian bisa sarapan duluan, aku mau mandi baru tidur sebentar."Risma langsung pergi meninggalkan kedua orangtuanya. Untunglah mereka ada sehingga bisa menjaga anaknya saat dia tak pulang."Yank.""Tolong tinggalkan aku, Mas."Risma menutup pintu sebelum Malik bisa masuk ke kamar. Dia tak mau ribut sehingga membuat orangtuanya bingung, meski dia kesal tapi masih mencoba tenang."Sayan
Ekstra Part 8"Jadi Mas tak jadi ikut ke rumah Tante Indah dan Om Sean? Mereka sudah jauh hari mengundang kita, apa tak bisa walau datang sebentar saja?"Risma menatap Malik yang tengah mengancingkan bajunya. Pria itu tadi bilang, kalau ada acara dengan Sarah dan rekan bisnisnya. "Mas, tak bisa datang, Yank. Pertemuan ini sangat penting untuk bisnis kita."Risma tak berkata apa-apa lagi, karena Malik sudah memutuskan untuk tidak memenuhi undangan Indah dan Sean."Kalau begitu bolehkan aku pergi ke rumah Tante Indah? Tak enak kalau tak datang."Sejak Indah dan Sean memutuskan untuk kembali bersama. Hubungan mereka dengan Risma juga membaik, mereka sudah menganggap mantan istri keponakannya sebagai keponakan sendiri."Boleh, tapi usahakan jangan pulang terlalu malam. Aku tak mau istri cantikku ini kelelahan, apalagi ada dedek bayi yang harus di jaga."Malik mencium perut sang istri. Yah, ulang tahun Risma mendapatkan hadiah luar biasa, dia benar-benar hamil anak kedua."Kalau begitu aku
"Mau apa lagi kau kemari? Sudah tak ada gunanya lagi, Ndis. Kau pembawa sial, kehancuran anak-anak mu seharusnya jadi pelajaran tapi aku buta oleh rayuanmu. Sekarang kesialanmu menjadi penyebab kehancuran ku."Sean menunduk dengan wajah sedih. Sudah dua minggu ini sang istri pergi bersama anak-anaknya, jiwanya kosong tapi keluarganya tak ada yang perduli lagi. Penghianatnya tak termaafkan lagi.Bu Gendis mengepalkan tangannya, saat mendengar ucapan Sean. Hatinya hancur saat pria itu menyebutnya pembawa sial."Jangan bilang hatimu sakit, saat Sean menyebutmu pembawa sial, Gendis. Ingatlah betapa sakit hati Risma, saat kau menyebutnya dengan kata yang sama."Ibu mertua Bu gendis berjalan tertatih mendekati anaknya. Hatinya sakit melihat anak bungsunya begitu menderita sejak istrinya pergi.Awalnya dia tak tau alasan sang menantu pergi, namun akhirnya dia tau perselingkuhan anak bungsunya dan menantu pertamanya. Meski marah tapi dia tak mampu berbuat apa-apa."Aku sudah banyak bertindak u
"Dasar wanita pembawa sial." Semua orang berpaling lalu menatap wanita yang berkata kasar itu.Risma terkejut melihat kedatangan wanita yang tak pernah dia duga sama sekali. Seperti biasa kedatangannya hanya membuat keributan.Plok ....Belum lagi sadar dari keterkejutan karena umpatan Bu Gendis. Risma harus kembali terkejut, saat melihat wajah mantan mertuanya penuh dengan kue ulang tahunnya."Makan itu biar mulutmu bisa bicara yanng baik-baik. Heran, setiap ketemu mulutmu itu tak pernah bisa berkata baik."Ibu Risma tersenyum puas, saat melihat mantan besannya kebingungan membersihkan wajahnya. Meski kasihan tapi tak ada yang membantu wanita itu.Byuur ...."Untuk menambah rasa manis setelah makan, kau juga harus merasakan minuman manis ini ."Lengkap sudah penderitaan Bu Gendis, setelah ibu Risma melempar kue ke wajahnya. Kini mertua Risma menambahkan segelas jus jeruk ke kepalanya."Lain kali jaga bicaramu, Gendis. Selama ini kami diam bukan takut padamu, tapi kami sudah muak melih