"Risma jangan banyak bicara, dalam keluarga kami kau hanya menantu. Istri adikku Bayu, jangan melampaui batasan mu itu kalau tidak kau akan menyesal."
Aku tersenyum, wanita ini bicara seolah lupa diri. Baiklah jika itu yang mereka mau akan aku turuti. Bukankah semua sudah lebih dari cukup, aku juga berhak bahagia meski tanpa keluarga mereka."Baiklah, Mbak. Aku pastikan mulai sekarang tidak akan mencampuri urusan keluarga mas Bayu lagi. Sepertinya kalian sudah bisa mengatasi sendiri."Kali ini Mbak Ana menatapku seolah tidak percaya, dengan apa yang aku katakan. Dia berdiri menuju kedapur, melihat isi kulkas lalu dia berkata dengan nada sinis."Pantas kulkasmu masih seperti baru. Isinya cuma beginian, dasar miskin kemaruk."Aku hampir tertawa, kalau tidak berusaha menahannya. Tentu saja bagus, karena memang isinya hanya air putih dingin dan sayur kangkung."Mbak tenang saja, sebentar lagi saat kulkasku bisa terisi penuh, aku undang mbak datang ke rumahku."Wanita itu tidak menjawab, tapi buru-buru pergi meninggalkan rumah kami. Dia pikir aku akan diam saja, sekarang tidak akan lagi, biar mereka tau apa yang aku alami selama menjadi menantu kesayangan Bu Gendis. Ibunya mas Bayu."Kenapa mbak Ana tampak marah, Dek?"Sesaat setelah kakaknya pergi, sekarang adiknya yang pulang. Nasib harus mengulangi perdebatan yang sama."Mbak Ana datang meminta, agar aku tidak ikut campur urusan keluargamu, Mas. menurutku juga sama, lebih baik tidak ikut campur urusan keluargamu. Sudah cukup menjadi menantu kesayangan ibumu, biar dia memilih menantu kesayangannya yang baru."Aku meninggalkan mas Bayu dan menyiapkan air minum untuknya. Kemudian menyiapkan makanan seperti biasa, setiap dia pulang kerja dia minum dan makan roti atau gorengan, kebetulan hari ini aku membuat pisang goreng."Ini minuman sama pisang goreng, hanya ada tiga jangan minta lagi. Itu tadi Bu Wika memberi pisang dari kebunnya, sesisir bagi dua dapat enam.""Tiga lagi mana?"Aku berbalik dan menatap pria yang sudah dua tahun menjadi suamiku. Masih saja aku terkejut dengan sifatnya itu."Tiga di piringmu, dua aku makan. Sisanya itu di meja masih mentah, kalau mau makan habiskan saja."Aku meninggalkan mas Bayu yang tampak tersinggung, karena aku suruh menghabiskan pisang mentah. Salah sendiri jadi orang kok gak tau diri, sudah untung aku beri tiga kalau semua aku makan mau bilang apa dia."Bulan depan adikmu menikah, sudah memikirkan hadiah, Mas? Jangan sampai mereka menghinaku, karena kau tidak memberi hadiah."Aku berbalik menatap mas Bayu, dia tidak menjawab tapi sedang menikmati pisang gorengnya. Aku menunggunya bicara, ingin tau dia sudah menyiapkan hadiah atau belum."Gak sempat mikirin hadiah nyumbang tenaga saja kita."Aku tersenyum mendengar ucapan pria yang sangat baik dengan keluarganya, tapi tidak punya perasaan untuk istrinya."Baiklah persiapkan tenagamu, karena tau kan yang namanya nyumbang tenaga. Kerja rodi dari habis subuh sampai selesai acara."Kembali tidak ada jawaban, aku tau dalam hati dia pasti berkata. Kau yang akan kerja dari subuh sampai selesai acara, walau hanya cuci piring.Tenang saja akan aku beri kejutan yang tidak akan kau sangka, Mas. Bahkan keluargamu juga tidak akan mengira aku bisa melakukan itu."Kalau sudah siap cepat mandi hubungi ibumu. Aku rasa tadi mbak Ana datang tidak hanya mengingatkan aku, untuk tidak ikut campur tapi dia mencarimu juga."Mendengar ucapanku dia langsung bangun. Setelah memasukan potongan terakhir pisang goreng di tangannya, kemudian dia menuju kekamar, tak butuh waktu lama dia sudah bicara dengan ibunya."Iya Bu, lakukan seperti yang ibu rencanakan. Kami terima saja tugas dari ibu."Aku meletakan piring yang baru aku sabuni. Lalu membilas tangan kemudian mendekati mas Bayu, tapi dia langsung memutuskan pangilan setelah melihatku."Ibu memberi tugas apa? Mas. Kok tidak bicara dulu denganku?"Mas Bayu menatapku yang masih mengelap tangan yang basah, dengan daster yang aku pakai."Kau tidak usah terlalu ingin tau semua hal. Biar aku yang memikirkan menyelesaikan perintah ibu, kau cukup diam dan mengikuti kata-kataku."Mengikuti kata-katanya, baiklah sepertinya sekali lagi aku akan tertimpa durian runtuh. Tentu yang beruntung dia sedang aku babak belur di buatnya."Baiklah semua terserah kepadamu, seperti maumu aku akan diam saja mulai sekarang. Beberapa hari lagi, kan hanya menunggu beberapa hari lagi."Kembali aku masuk dan melanjutkan mencuci piring. Aku menoleh saat mendengar seseorang menarik kursi, tanpa menoleh aku mengatakan apa Yang aku masak."Tumis kangkung, tempe goreng dan ikan asin. Itu kalau mas mau makan di rumah."Seperti ibunya dia langsung membanting tutup saji, lalu meninggalkan rumah untuk makan di rumah ibunya.Dua tahun tidak berubah, seperti inilah kehidupan yang aku jalani bersama mas Bayu. Sebagai menantu kesayangan ibunya.Gak sabar rasanya menunggu beberapa hari lagi untuk memulai hidup baru sebagai manusia bebas. Bebas dari beban pikiran yang menjadi penyakit susah tidur malam."Jangan lupa bawa pulang sedikit jika makan enak disana."Sengaja aku berkata seperti itu, bukan berharap karena tidak mungkin mereka membawakan makanan untukku. Hanya sedikit menyindir agar dia sadar.Terlalu berharap besar dia sadar tidak mungkin juga dia sadar, karena hampir dua tahun aku mengulangi hal itu tapi tidak ada kemajuan sama sekali.Setelah mas Bayu pergi aku segera pergi mandi, kemudian menikmati makan malam, bukan masakan tadi pagi tapi menunggu makanan yang aku pesan online.Menunggu sebentar ternyata kurirnya datang. Aku segera membayar, kemudian mulai membuka dan menikmati aroma ikan bakar pesananku.Pas di makan dengan tumis kangkung, tempe goreng. Ikan asin menyingkir dulu, ganti ikan bakar nikmatnya. Mulai sekarang aku harus menikmati hidup, jangan orang lain hidup enak aku yang sengsara, maaf mas bukan durhaka tapi aku ingin menikmati kesendirian ini dulu.Aku menikmati makanan itu sampai tidak tersisa. Tentu meninggalkan kepala yang sudah tidak utuh dan tulang belulangnya saja, sedangkan dagingnya sudah aku habiskan tanpa sisa.Setelah selesai aku membuang sampah sisa makanan. Malas kalau harus ribut dengan mas Bayu untuk urusan perutku, dia tidak perlu tau seperti biasanya. Dia kan hanya mementingkan perutnya saja, tak terbayang kalau dia tau aku baru saja makan enak mungkin dia bisa kena serangan jantung."Risma apa ini? Jadi benar kalau selama ini kau makan enak? Sedang Bayu kau biarkan makan di rumah ibu."Aku terkejut saat pagi-pagi mbak Ana sudah datang mengorek sampah, mengambil bungkusan makanan yang aku pesan semalam."Mbak tidak usah kaget begitu, malu dilihat orang seperti tidak pernah makan sampai harus mengorek sampah."Mbak Ana tampak murka, dia melempar bungkusan itu dan tangannya langsung menuding wajahku."Seharusnya kau sadar diri. Disini kau hanya beban adikku Bayu, dia sampai harus mengikat perut demi memberimu makan tapi ini balasanmu. Makan enak tidak menunggu suami pulang."Mbak Ana bersuara cukup keras. Membuat mas Bayu yang masih mandi langsung keluar menemui kami berdua, yang berdebat karena sampah makanan."Ada apa ini masih pagi tapi kalian sudah saling berteriak. Ada apa lagi kali ini?"Aku tak berniat menjawab memberi peluang mbak Ana, untuk bicara menjelekkan aku dihadapan adiknya yang tak lain adalah suamiku."Benar yang dikatakan mbak Ana, Dek. Kalau tida
"Beruntungnya Bu Gendis, lihat Tendanya saja sebesar itu. Pasti kali ini dia punya menantu kaya dan tidak pelit, beda sama istrinya Bayu."Aku tak membalas gunjingan orang kepadaku. Biar mereka puas dulu, baru nanti pada menjilati ludah masing-masing."Risma kamu nyumbang berapa? Atau jangan-jangan tidak menyumbang ya? Kami tau kau pelit dan serakah mana mungkin mau menyumbang kan."Aku tak menjawab hanya tersenyum saja, toh mereka hanya berniat mengejek, bukan benar-benar ingin tau aku menyumbang berapa ke mertuaku itu."Kalau sudah tau tidak usah banyak tanya Mbak, bersiap saja uang dua puluh ribu lalu bawa keluarga besarmu makan enak. Jarang-jarang kan makan daging, kebanyakan bayar koperasi keliling begitu ada pesta kemaruk."Aku tersenyum sinis hampir semua orang disini tau siapa wanita ini. Hampir setiap hari dikejar kreditan, kalau ada pesta semua keluarganya dibawa, nyumbang paling banyak duapuluh ribu."Itu bukan urusanmu yang penting kami menyumbang tidak sepertimu rakus har
"Darimana kau jam segini baru pulang,? Apa temanmu itu mengajari jadi istri kurang ajar kepada keluarga suamimu?"Aku dan Dania terkejut melihat mas Bayu berkacak pinggang di depan pintu. Tanpa rasa hormat dia bahkan menghina Dania."Pulanglah nanti aku hubungi, sepertinya kondisinya tidak lagi kondusif. Jangan kau masukkan kedalam hati, perkataan orang yang tengah tidak sadarkan diri."Dania segera pergi menaiki mobilnya, meninggalkanku dan mas Bayu yang tampak sangat marah. Sekaligus geram karena tidak di perdulikan."Aku tanya kau darimana? Kenapa baru pulang jam segini? Tadi ibu bilang mau pinjam kuali. Kenapa tidak kau beri, untung aku pulang awal jadi sekarang bisa mengantarkannya kerumah ibu."Aku terkejut mendengar apa yang diucapkan mas Bayu. Terlihat kuali besar itu sudah berada di lantai siap untuk dibawa."Baiklah karena kau bertindak tanpa bertanya. Maka aku juga bisa bertindak sendiri, selangkah saja benda itu keluar dari rumah ini. Maka aku akan menyerahkan tangung jawa
"Risma mau sampai kapan kau seperti ini? Bukankah dulu kau yang bilang ibuku adalah ibumu. Tapi kenapa sekarang jadi perhitungan dengan ibuku, dia hanya pinjam kuali, jangan bertingkah seolah dia pinjam emas batangan."Aku menatap mas Bayu yang berdiri di depan pintu. Berusaha membujuk agar aku tetap akur dengan ibunya, tanpa dia memikirkan bukan hanya satu pihak yang seharusnya diminta tapi ibunya juga."Iya mas, hanya kuali, tapi apa kau lupa hampir semua kuali kita. Tepatnya kualiku berpindah ke rumah orang tuamu? Dulu niatku beli barang-barang itu untuk aku sewakan, kalau ada acara besar di kampung ini. Tapi apa? semua dipinjam yang akhirnya tidak pernah kembali sampai sekarang."Mas Bayu terdiam, mungkin dia kira aku diam karena melupakan apa yang diambil ibunya dariku."Sudahlah, semua sudah terjadi tapi aku pastikan ini terakhir kalinya ibumu mengambil barang dari rumah ini. Dan kau sudah kehabisan waktu yang aku berikan agar kau berubah."Aku mengambil bantal dan selimut, ka
"Ibu bisa masuk kalau berniat baik, tidak perlu teriak-teriak. Seharusnya pulangkan kuali yang baru bukan yang lama, kecuali kuali lama tidak lagi bisa digunakan."Aku menatap tajam ibu mertuaku terlihat dia gugup, sedang mas Bayu tampak marah karena aku mulai kurang ajar."Risma jangan keterlaluan, bagaimanapun dia ibuku. Kau tidak bisa melarang karena apa yang kau punya itu juga punyaku."Akhirnya mas Bayu bisa bicara juga setelah sekian lama. Sayang di waktu dan tempat yang tidak tepat."Sudahlah Bayu percuma bicara dengan istrimu. Akhirnya aku tau sifat aslinya, menyesal aku mengijinkan kau menikah dengannya."Bagai disambar petir aku mendengar ucapan ibu mas Bayu. Untuk pertama kali melihat wanita itu dengan sosok aslinya, ternyata tidak perlu lagi rencana A tapi langsung ke rencana B. Bapak dan ibu memang harus datang karena harus melihat sendiri keluarga besannya."Ibu benar-benar menyesal punya menantu aku? Baiklah katakan sekali lagi, maka ibu akan melihat apa yang akan terja
"Bapak membeli ini untuk Risma dan mas Bayu?"Aku hampir pingsan saat melihat rumah dua lantai yang ada di hadapanku. Bagaimana tidak ini akan membuat mas Bayu dan keluarganya merasa berada di atas awan."Iya tapi belum deal, kan menunggu persetujuanmu dan Bayu. Apa rumah ini cocok atau tidak, tapi menurut kami ini jauh lebih bagus dari rumah peninggalan mertuamu yang sekarang kalian tinggali."Tentu saja rumah ini jauh lebih bagus, rumah baru dua lantai. Sudah lengkap dengan perabotan baru juga, kalau jadi bisa langsung masuk tanpa perlu bawa barang lama."Rumah ini bagus, Pak. Tapi sebelum mengambil rumah ini bisa kita bicara terlebih dahulu."Aku harus menceritakan dulu semua yang telah terjadi dan juga keputusan yang akan aku ambil nantinya. Semoga bapak dan ibu mengerti, karena aku sudah benar-benar lelah menghadapi mas Bayu dan keluarganya."Apa itu sudah keputusan final yang akan kau ambil, Nak?"Bapak tampak sedih setelah mendengar penjelasanku, tapi dia berusaha kuat itu membu
"Dasar miskin, datang kerumah anak dan menantu tidak bawa apa-apa. Percuma aku tunggu dari tadi."Masih terdengar suara ibu mertua yang mengomel. sebab bapak dan ibu tidak membawa oleh-oleh, kan kami tinggal di rumah yang baru jadi oleh-oleh itu di tinggal di sana.Kami semua tersenyum mendengarnya. Memangnya enak dikerjai, orang serakah memang pantas di beri pelajaran seperti itu biar kapok.Aku dan Dania membereskan barang-barang yang hendak dibawa. Terutama semua berkas yang akan dibutuhkan untuk mengugat mas Bayu, kalau dia tidak berubah juga apa boleh buat terpaksa mengambil jalan terakhir yaitu cerai."Cukup tidak perlu dibawa yang lainnya anggap sedekah. Yang penting ini simpan dalam mobilmu."Hanya beberapa baju, seprai dan tas berisi surat-surat penting termasuk buku nikah dan kartu keluarga juga yang aku bawa pergi.Setelah itu kami duduk-duduk menikmati makanan yang di pesan online Dania. Bapak dan ibu tampak senang, meski berkali-kali ibu bilang tidak sabar menunggu malam t
"Sudah langsung saja apa maksudmu sebenarnya. Kau kan istri Bayu, iklaskan saja hitung-hitung bapakmu bantu anak dan menantunya." Ibu tampak sangat marah sedangkan aku belum selesai bicara. Dia sudah sangat takut rupanya."Ibu benar awalnya bapak juga berpikir begitu. Tapi aku mendengar kalian membuka hutang baru, dengan mengadaikan rumah ibu ini. Dan lagi-lagi cicilannya dilimpahkan ke mas Bayu."Kali ini mas Bayu yang berdiri dari duduknya tanpa perduli rasa hormat kepada bapak dan ibuku lagi."Kau hanya istri tidak perlu ikut campur urusan keluarga kami. Anak lelaki bertangungjawab kepada ibunya, jadi jangan mencegahku membahagiakan ibu."Mas Bayu berkata dengan nada keras. Bapak dan ibu sampai berdiri, tapi aku menahan agar mereka kembali duduk."Karena itu mas aku datang kemari. Ini ATM mu aku kembalikan, hutang bapakmu lunas dan uang bapak juga sudah aku kembalikan. Bang Togar sudah setuju, memberi pinjaman untuk membayar uang bapak dengan mengadaikan rumahmu itu. Hutang bapakmu
Ekstra Part 14."Aku tidak menyangka sama sekali. Niat mereka begitu kejam, tapi aku masih tak habis pikir, kenapa harus aku yang mereka pilih?"Malik membelai perut sang istri. Dia mengira perut wanita itu keram seperti biasa, karena melihat Risma terus mengusap perutnya.Plak ..."Jauhkan tanganmu, aku kekenyangan, kau sibuk ikut mengelus perutku."Risma memukul tangan Malik. Memikirkan Sarah sudah membuatnya kesal, sekarang tanpa dosa suaminya membelai perutnya yang mulai membuncit, bukan hanya karena ada bayi tapi juga karena makanan yang mertuanya masak. Risma benar-benar kekenyangan."Tidak apa, Yank. Kan ada anak kita di dalam sini. Meski gemuk kau tetap cantik."Malik tersenyum ke arah sang istri. Dia mengira sudah membuat wanita itu senang, siapa sangka reaksi Risma justru mengerikan."Aku belum gemuk saja kau sudah dekat-dekat dengan Sarah. Aku tak tau saat perut ini besar nanti, wanita mana lagi yang kau dekati!"Risma semakin kesal setelah mendengar ucapan Malik. Pria itu t
Plak ...."Dasar perempuan tak berotak, aku sudah memberimu banyak bantuan, Gendis. Dari anak-anakmu masih hidup hingga mereka semua mati, aku membantumu tapi apa yang kau lakukan? Mengoda suamiku dan membuat lumpuh mertuaku."Indah membabi buta saat menghajar Bu Gendis. Wanita itu hanya diam saat mendapatkan perlakuan kasar itu, karena di sana banyak orang-orang Indah.Keadaannya sudah sangat menyedihkan tapi Indah masih belum puas. Bu Gendis mengepalkan tangan saat melihat Risma duduk menikmati sepiring siomay. Mantan menantunya itu memanggil penjual siomay keliling, untuk berhenti di depan rumah kontrakannya.Keramaian di rumahnya pasti ulah Risma. Dia tak menyangka mantan menantumu mengetahui tempat tinggalnya, sedangkan rencananya dengan Sarah belum berhasil."Yank, apa ini tidak terlalu kejam? Lihat dia sudah terluka seperti itu, kasihan."Malik meraih sendok di tangan istrinya lalu ikut makan siomay dengan santai. Dia tak perduli meski sang istri melotot ke arahnya."Pria yang m
"Silakan duduk Nina Sarah. Ada apa datang kemari?"Risma tersenyum saat melihat Sarah masuk ke ruangannya. Ruangan tempat dia bekerja di butiknya, ruangan yang sudah dua tahun ini dia tempati."Aku datang karena mas Malik yang minta. Dia tak ingin terjadi keributan makanya memintaku bicara denganmu."Risma menegakkan punggungnya saat mendengar ucapan Sarah. Dia tak menyangka, wanita ini bilang di minta Malik untuk bicara dengannya."Bicara soal apa? Aku rasa tak ada yang perlu kita bicarakan. Apalagi soal yang berhubungan denganmu dan suamiku," ucap Risma."Baguslah kalau kau sadar. Aku hanya ingin kau tau, kalau hubunganku dengan Malik sudah sangat mendalam. Kami bahkan sudah tidur bersama, saat kau kedinginan di mobil malam itu. Aku dan Malik justru berada di atas ranjang yang membara."Risma menatap ke arah Sarah. Dia tak menyangka wanita elegan ini ternyata murahan juga, dia jadi ingin tau kedok wanita ini."Bagus dong kalau begitu. Sekarang kau hanya perlu mengikatnya dalam ikatan
"Angkat Mas."Risma memohon agar Malik mengangkat panggilannya. Saat ini perutnya terasa sakit luar biasa, namun sayang Malik tak mengangkat panggilannya. Sedangkan posisi pria itu paling dekat, karena saat ini dia berada tak jauh dari kantor suaminya."Taksi!"Risma terpaksa memanggil taksi untuk membawanya ke rumah sakit. Rasa nyeri di perutnya membuatnya takut luar biasa, dia takut terjadi sesuatu pada kandungannya."Rumah sakit Permata Bunda, Pak. Tolong lebih cepat."Risma memohon pada supir taksi itu. Melihat raut wajah penumpangnya yang kesakitan, sopir itu segera paham jadi dia segera melaju menuju rumah sakit tujuan Risma."Tunggu sebentar Mbak saya panggilkan perawat."Begitu sampai rumah sakit, sopir itu segera memanggil perawat untuk membantu penumpangnya. Risma berterima kasih lalu membayar ongkosnya, kemudian dia meminta perawat untuk membawanya ke dokter kandungan.Saat itulah dia bertemu dengan Malik yang sedang memapah Sarah. Sepertinya wanita itu juga sedang sakit, de
"Benar ada yang aneh, Mbak."Putri meraih potongan apel di meja. Meski mulutnya mengunyah tapi matanya tampak kosong, dia dan Risma seperti sedang berpikir.Malik yang berdiri di kejauhan merasa heran, saat melihat kedua wanita itu tak bicara atau pun bergerak. Penasaran membuatnya mendekat lalu mencium kening Risma, membuat wanita itu terkejut karena tak menyadari kedatangan suaminya."Apaan sih?"Risma mengusap keningnya lalu kembali mengunyah potongan buah di piring. Dia tak memperdulikan Malik yang duduk di depannya, dia justru asik menatap adik iparnya yang terdiam sejak kedatangan Malik."Aku rasa memang ada yang aneh. Aku harap kita bisa dapatkan petunjuk, Put. Nanti kita lihat lagi, siapa tau ada sesuatu yang terlepas dari pandangan kita."Risma menyerahkan piring berisi buah. Dia dan adik iparnya memang suka makan buah, mereka bilang untuk membantu diet. Walau hasilnya melihat nasi di embat juga."Yank."Risma melirik sekilas ke arah Malik. Membuat pria itu mengerucutkan bibir
"Sayang, syukurlah kau pulang."Malik berlari menyambut kepulangan istrinya. Beberapa jam mereka kebingungan, karena Risma menghilang tanpa kabar. Ponselnya mati hingga tak bisa di hubungi."Jangan mendekat, Mas. Tolong menjauh lah, aku belum mandi dan belum mencuci muka."Risma menolak Malik ketika pria itu hendak memeluknya. Matanya melirik Sarah yang berdiri di belakang suaminya, dia bisa menebak kalau wanita itu selalu bersama Malik saat dia menghilang."Maaf, mobil Risma mogok di jalan semalam. Apalagi hujan lebat jadi aku tidur di mobil, tak ada yang bisa membantu apalagi ponselku kehabisan baterai. Kalian bisa sarapan duluan, aku mau mandi baru tidur sebentar."Risma langsung pergi meninggalkan kedua orangtuanya. Untunglah mereka ada sehingga bisa menjaga anaknya saat dia tak pulang."Yank.""Tolong tinggalkan aku, Mas."Risma menutup pintu sebelum Malik bisa masuk ke kamar. Dia tak mau ribut sehingga membuat orangtuanya bingung, meski dia kesal tapi masih mencoba tenang."Sayan
Ekstra Part 8"Jadi Mas tak jadi ikut ke rumah Tante Indah dan Om Sean? Mereka sudah jauh hari mengundang kita, apa tak bisa walau datang sebentar saja?"Risma menatap Malik yang tengah mengancingkan bajunya. Pria itu tadi bilang, kalau ada acara dengan Sarah dan rekan bisnisnya. "Mas, tak bisa datang, Yank. Pertemuan ini sangat penting untuk bisnis kita."Risma tak berkata apa-apa lagi, karena Malik sudah memutuskan untuk tidak memenuhi undangan Indah dan Sean."Kalau begitu bolehkan aku pergi ke rumah Tante Indah? Tak enak kalau tak datang."Sejak Indah dan Sean memutuskan untuk kembali bersama. Hubungan mereka dengan Risma juga membaik, mereka sudah menganggap mantan istri keponakannya sebagai keponakan sendiri."Boleh, tapi usahakan jangan pulang terlalu malam. Aku tak mau istri cantikku ini kelelahan, apalagi ada dedek bayi yang harus di jaga."Malik mencium perut sang istri. Yah, ulang tahun Risma mendapatkan hadiah luar biasa, dia benar-benar hamil anak kedua."Kalau begitu aku
"Mau apa lagi kau kemari? Sudah tak ada gunanya lagi, Ndis. Kau pembawa sial, kehancuran anak-anak mu seharusnya jadi pelajaran tapi aku buta oleh rayuanmu. Sekarang kesialanmu menjadi penyebab kehancuran ku."Sean menunduk dengan wajah sedih. Sudah dua minggu ini sang istri pergi bersama anak-anaknya, jiwanya kosong tapi keluarganya tak ada yang perduli lagi. Penghianatnya tak termaafkan lagi.Bu Gendis mengepalkan tangannya, saat mendengar ucapan Sean. Hatinya hancur saat pria itu menyebutnya pembawa sial."Jangan bilang hatimu sakit, saat Sean menyebutmu pembawa sial, Gendis. Ingatlah betapa sakit hati Risma, saat kau menyebutnya dengan kata yang sama."Ibu mertua Bu gendis berjalan tertatih mendekati anaknya. Hatinya sakit melihat anak bungsunya begitu menderita sejak istrinya pergi.Awalnya dia tak tau alasan sang menantu pergi, namun akhirnya dia tau perselingkuhan anak bungsunya dan menantu pertamanya. Meski marah tapi dia tak mampu berbuat apa-apa."Aku sudah banyak bertindak u
"Dasar wanita pembawa sial." Semua orang berpaling lalu menatap wanita yang berkata kasar itu.Risma terkejut melihat kedatangan wanita yang tak pernah dia duga sama sekali. Seperti biasa kedatangannya hanya membuat keributan.Plok ....Belum lagi sadar dari keterkejutan karena umpatan Bu Gendis. Risma harus kembali terkejut, saat melihat wajah mantan mertuanya penuh dengan kue ulang tahunnya."Makan itu biar mulutmu bisa bicara yanng baik-baik. Heran, setiap ketemu mulutmu itu tak pernah bisa berkata baik."Ibu Risma tersenyum puas, saat melihat mantan besannya kebingungan membersihkan wajahnya. Meski kasihan tapi tak ada yang membantu wanita itu.Byuur ...."Untuk menambah rasa manis setelah makan, kau juga harus merasakan minuman manis ini ."Lengkap sudah penderitaan Bu Gendis, setelah ibu Risma melempar kue ke wajahnya. Kini mertua Risma menambahkan segelas jus jeruk ke kepalanya."Lain kali jaga bicaramu, Gendis. Selama ini kami diam bukan takut padamu, tapi kami sudah muak melih